Industri Musik Indonesia Di Persimpangan

INDUSTRI MUSIK INDONESIA DI PERSIMPANGAN
Setelah sekian tahun terakhir, dominasi aliran lagu-lagu semi melayu yang kuat pada dunia
musik di Negeri ini, akhirnya para pecinta musik bisa menikmati genre musik yang lebih
bervariasi dengan bermunculannya para penyanyi-penyanyi muda berkualitas yang mulai
muncul menunjukkan kemampuannya. Beberapa penyanyi muda berbakat yang muncul
seperti Chakra Khan, Rumor dan sederetan penyanyi single muda yang saat ini mulai
menggeliat, ditambah dengan kembalinya Peterpan dengan nama barunya NOAH, kembali
memberikan harapan baru untuk lagu-lagu berkualitas khas Indonesia. Penampilan mereka di
kancah industri musik Indonesia cukup signifikan karena selain memiliki kekuatan lirik yang
baik pada single hit masing-masing, kualitas suara juga menjadi faktor utama. Hal ini cukup
melegakan pecinta musik Indonesia yang mungkin sudah mulai merasa jenuh dengan
dominasi lagu-lagu sendu mendayu ala semi melayu.
Memang selama ini, para penikmat musik Indonesia mungkin cukup bosan dengan dominasi
kuat warna-warna musik yang sendu mendayu ala melayu yang dengan komposisi musik dan
lirik yang sederhana dan kualitas suara penyanyi yang agak pas-pasan. Apalagi ditambah
semakin maraknya duplikasi boy band-boy band ala Korea yang banyak mengandalkan
tampang dan mengesampingkan kualitas suara. Hal ini cukup membuat dahi berkerut, karena
musik Indonesia seolah gamang dan kehilangan pegangan ketika berhadapan dengan
dominasi genre musik seperti itu yang justru didukung kuat oleh kondisi industri yang
dikendalikan oleh pemilik modal perusahaan label.
Sebetulnya, banyak yang berharap di tahun 2013 ini merupakan langkah pembaruan dunia

musik kita dan sebuah langkah baru untuk musik-musik berkualitas bisa bermunculan,
sehingga para penikmat musik tidak terus menerus dijejali dengan lagu-lagu sendu mendayu
dan boyband-boyband yang notabene meniru ketenaran boyband diluar negeri tanpa
menyajikan kualitas yang mumpuni.
Awal-awal tahun 2010 lalu, band-band melayu terus bermunculan di tengah-tengah industri
musik Indonesia yang seolah telah terbutakan oleh materi dan “selera pasar”. Namun
sepertinya tidak pernah ada survey atau penelitian yang mengungkap masalah ini, apakah
memang perkembangan industri musik seperti itu, memang berdasarkan “selera pasar”
sebenarnya, ataukah memang dipaksakan oleh pemilik modal dengan tidak memberikan
alternatif genre musik yang lain yang sengajaja tidak dilepas ke pasar. Anggapan bahwa
mereka lebih mementingkan uang semata ketimbang kreatifitas dalam bermusik seolah
menjadi mendapatkan pembenaran.
Kondisi kegelapan seolah meliputi Industri musik di Indonesia. Seolah lupa bahwa di
Indonesia banyak aliran-aliran musik atau genre-genre musik yang lain, seperti Rock, SKA,
Reggae, Punk,dan semacamnya. Memang tidak ada yang bisa menjamin bila genre-genre
musik tadi di eksploitasikan lebih oleh media masyarakat akan menyukainya, tapi paling
tidak masyarakat di beri opsi lebih dalam memilih aliran musik.

Hersinta, M.Si, pengajar di The London School of Public Relations, Jakarta, pernah menulis
sebuah tulisan ilmiah tentang ini. Di tahun 2010, lembaga riset Synovate melakukan

penelitian terhadap kebiasaan menggunakan telepon seluler di kalangan muda Asia, termasuk
Indonesia. Hasilnya menyebutkan, kegiatan paling sering dilakukan oleh anak muda
(populasi usia 8-24 tahun) saat ini dalam menggunakan telepon genggam selain untuk
komunikasi, adalah untuk mendengarkan musik, bermain game dan mengambil gambar.
Hal senada juga dikemukakan oleh Adib Hidayat, Managing Editor majalah Rolling Stone
Indonesia, yang bercerita tentang hasil riset Synovate di tahun sebelumnya (2009), bahwa
55% pendengar musik di Asia menikmati musik melalui TV. Di peringkat kedua adalah
melalui smart phone, sebagai perangkat yang dapat berfungsi untuk MP3 player. Ketiga,
melalui real MP3 player, seperti iPod, menyusul radio.
“CD dan kaset menduduki peringkat terakhir, hanya sekitar 4%. Dan mungkin saat ini malah
semakin menurun, penjualan CD dan kaset sudah semakin jatuh,” ungkapnya.
Menurut Adib, saat ini distribusi dan konsumsi musik di Indonesia mengalami perubahan
yang sangat besar. Salah satunya ditandai dengan banyak tutupnya toko-toko musik yang
menjual CD dan kaset, tidak hanya di Jakarta, juga di daerah-daerah. Dan yang saat ini
banyak bisa ditemui adalah layanan pengunduhan MP3 untuk telepon seluler. Bisnis ini
sangat diminati karena saat ini masyarakat sudah beralih mendengarkan musik melalui
perangkat telepon genggam. Layanan ini pun sangat murah, misalnya dengan Rp. 10.000
pembeli dapat memperoleh ratusan, bahkan mungkin ribuan lagu berformat MP3 yang
diunduh ke ponselnya. Masalahnya, lagu-lagu ini merupakan kategori lagu ilegal, karena
diedarkan tanpa membayar royalti pada si musisi maupun perusahaan rekaman yang

memegang hak cipta lagu tersebut.
Salah satu strategi yang dilakukan label dalam menghadapi pembajakan dan penurunan
penjualan adalah dengan meluncurkan single (lagu), sebagai alternatif selain rilisan dalam
bentuk album. Strategi ini diakui lebih menguntungkan oleh perusahaan rekaman, dibanding
jika mereka merilis satu album yang kemudian dibajak dengan cepat (Rolling Stone
Indonesia, Maret 2009).
Terkait dengan fenomena pembajakan karya musik ini, beberapa pandangan berbeda juga
diungkapkan oleh beberapa praktisi musik. Seperti yang diungkapkan oleh Addie MS, bahwa
fenomena ini lebih banyak terjadi akibat proses pembiaran dan kurangnya perhatian oleh
pengambil kebijakan di negeri ini. Sehingga proses pembajakan bisa berlangsung terus
menerus dan semakin massif, khususnya di ranah teknologi digital dan internet. Pandangan
berbeda diungkapkan oleh Cholil Machmud, vokalis dan gitaris Efek Rumah Kaca, bahwa
fenomena pembajakan ini sudah sulit dibendung dan merupakan keniscayaan dari kemajuan
teknologi yang sangat cepat. Justru pemusik harus mampu membuat terobosan kreatif agar
mampu bertahan dalam industri musik, bagaimanapun caranya.

Piyu, gitaris PADI pun mengatakan hal yang sama, bahwa sekarang ini strateginya berbisnis
dalam menyikapi industri musik yang seperti ini adalah dengan membangun bisnis
merchandise dan justru lagu-lagu yang dihasilkan menjadi seperti komplimen yang dia
berikan dalam memasarkan bisnis merchandise yang dia kerjakan.

Memang, menghasilkan profit itu penting, bukan hanya untuk mencari penghidupan yang
lebih baik, namun justru kemampuan bertahan hidup praktisi musik, seniman dan sebagainya,
justru ketika ada penghargaan terhadap hasil karya musik dari para penikmat dan pecinta
musik. Sehingga proses kreatif menciptakan karya musik bisa berjalan terus tanpa
mengorbankan kehidupan yang lebih baik para praktisinya. Untuk itu, maju atau tidaknya
dunia musik di tanah air ini, bukan hanya tanggung jawab para praktisinya, namun juga
semua pecinta musik tanah air dan penikmat seni musik kita. Majulah dunia musik Indonesia!

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5