Pembagian Kekuasaan Lembaga Lembaga Nega

Tugas Akhir Semester
Hukum Tentang Lembaga-Lembaga Negara
“Pembagian Kekuasaan Lembaga-Lembaga Negara dalam Sistem Pemerintahan Indonesia”
Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M

Disusun oleh:
Kahfia Daisy
110110130316

Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hukum Tata Negara mengartikan sistem pemerintahan dalam 3 bagian, yakni sistem
pemerintahan dalam arti sempit, luas dan sangat luas. Sistem pemerintahan dalam arti sempit
yakni sebuah kajian yang melihat hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam sebuah negara.
Berdasarkan kajian ini menghasilkan dua model pemerintahan yaitu sistem parlementer dan

sistem presidensial. Yang kedua ialah sistem pemerintahan dalam arti luas yaitu suatu kajian
pemerintahan negara yang bertolak dari hubungan antara semua organ negara, termasuk
hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam negara. Bertitik
tolak dari pandangan ini sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara
serikat (federal), dan negara konfederasi. Sedangkan sistem pemerintahan dalam arti sangat luas
diartikan sebagai kajian yang menitik beratkan hubungan antara negara dengan rakyatnya.
Berdasarkan kajian ini dapat dibedakan sistem pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi
dan pemerintahan demokrasi.
Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi Pemerintah dibagi menurut garis
horizontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal didasarkan pada sifat dan tugas
yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara,
sedangkan pembagian kekuasan secara vertikal melahirkan dua garis hubungan natara Pusat dan
Daerah dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi.1
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut Undang-Undang 1945, tidak
menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian
bangsa Indonesia. Namun sistem ketatanegaraan Republik Indonesia khususnya dalam hal
pembagian kekuasaan tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Sistem pembagian
kekuasaan di negara Republik Indonesia yang dipengaruhi oleh ajaran Trias Politica ini bertujuan

1


Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Depok, 1988, hlm. 171.

untuk memberantas tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan
rakyat. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi
tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut
dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu
satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung
jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas
UUD 1945 menganut ajaran tersebut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara
dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan
yang bertugas membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas
melaksanakan undang-undang, Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi
pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya
Menurut UUD 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada suatu
alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).


1.2. Identifikasi Masalah
1) Bagaimanakah pembagian kekuasaan lembaga negara dalam sistem pemerintahan
Indonesia?
2) Bagaimana susunan dari masing-masing lembaga negara?
3) Apa saja tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga negara?

1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini pada hakikatnya untuk memberikan pemahaman
mengenai bagaimana pembagian kekuasaan lembaga-lembaga negara dalam sistem pemerintahan
Indonesia. Selain itu makalah ini juga berguna untuk memberikan penjelasan secara ringkas
mengenai susunan, tugas dan wewenang dari tiap lembaga negara serta implementasinya dalam
pemerintahan Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

UUD 1945 mengejawantahkan prinsip kedaulatan yang tercermin dalam pengaturan
penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara
karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum,

proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antar Negara RI dengan negara luar
dalam konteks hubungan internasional. Disamping mengatur mengenai proses pembagian
kekuasaan, UUD juga mengatur mengenai hubungan kewenangan dan mekanisme kerja antar
lembaga negara dalam penyelenggaraan negara.
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang
berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan
kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan
lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan
kekuasaan. Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;

2.1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang semula terdiri atas anggota DPR, ditambah utusan-utusan daerah
dan golongan-golongan, menjadi MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. 2
Sebelum perubahan, MPR merupakan pemegang kekuasaan Negara tertinggi atau pemegang

Philipus M. Hadjo , Eksiste si, Keduduka , da Fu gsi MPR “ebagai Le baga Negara Dala “iste
Ketata egaraa Republik I do esia , Makalah “e i ar Pera MPR-RI Pasca Amandemen UUD 1945, yang

dilaksanakanoleh Sekretariat Jenderal MPR-RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di
Surabaya, 22 Desember 2005, hlm. 1

2

kedaulatan rakyat.3 Namun setelah adanya perubahan ke-4, UUD MPR tidak lagi menjadi
lembaga tertinggi negara karena kedudukannya kini sejajar dengan lembaga negara lainnya.
Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD
1945 telah membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antar
lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antar lembaga negara
adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula
ditangan MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD. Dengan perubahan tersebut, jelas
bahwa UUD yang menjadi pemegang kedaulatan rakyat yang dalam prakteknya dibagikan pada
lembaga-lembaga dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas.
Menelaah hasil perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR mulai tahun 1999-2002,
terdapat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara. Salah satu perubahan mendasar
tersebut adalah MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi karena prinsip
kedaulatan rakyat tidak lagi diwujudkan dalam kelembagaan MPR tapi oleh UUD [Pasal 1 ayat

(2)]. UUD 1945 salah satunya mengatur mengenai pemegang cabang kekuasaan pemerintahan
negara dengan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas yang tercermin pada lembaga negara
yang menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan mengedepankan
prinsip checks and balances system. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, berimplikasi
pada berubahnya struktur kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Saat ini MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang berbentuk
GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan perubahan UUD 1945 yang menganut
sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Berkaitan dengan hal
tersebut, MPR berwenang untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden yang telah dipilih oleh
rakyat.

3

Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia: Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 161.

2.2. Presiden
Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan negara sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintaha secara tidak terpisahkan dan tidak terdapat perbedaan satu dengan
lainnya. Dalam sistem pemerintahan presidensil seperti yang dianut oleh negara Indonesia

Presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.4
Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif. Maksudnya,
presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Sebelum adanya amandemen
UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945
presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Kekuasaan Presiden dibedakan atas 2 macam, yang pertama ialah kekuasaan tanpa
persetujuan DPR. Dalam kekuasaan ini, Presiden berkuasa untuk menjalankan pemerintahan,
berkuasa untuk menetapkan peraturan pemerintah, berkuasa untuk memegang kekuasaan tetinggi
atau angkatan bersenjata, berkuasa untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya, berkuasa
untuk mengangkat/menerima duta dan konsul, berkuasa untuk memberi gelar, tanda-tanda jasa
dan tanda-tanda kehormatan, berkuasa untuk mengankat dan memberhentikan menteri-menteri,
serta berkuasa untuk memberikan hak prerogatif (grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi).
Sedangkan kekuasaan presiden yang harus dengan persetujuan DPR diantaranya adalah
kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian atau membuat
perjanjian-perjanjian dengan negara lain, dan kekuasaan untuk membuat APBN.

2.3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil
pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut
4

Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer, 2007), 316.

DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota. Berdasarkan
UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 ditetapkan bahwa jumlah anggota DPR ialah sebanyak 560 orang
dengan sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyaknya 100 orang dari anggota DPRD
Provinsi serta sedikitnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 50 orang dari anggota DPRD
Kabupaten.
DPR memiliki tiga fungsi yakni: (1) legislasi yang artinya DPR berfungsi sebagai lembaga
pembuat undang-unang; (2) fungsi anggaran yakni DPR sebagai lembaga yang berhak untuk
menetapkan APBN; (3) fungsi pengawasan yang artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

2.4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan lembaga negara baru yang sebelumnya tidak ada. DPD merupakan
lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakilwakil dari provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. DPD merupakan lembaga perwakilan

penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan DPD merupakan upaya menampung
prinsip perwakilan daerah.5 Oleh Jimly Asshiddiqie, unsur anggota DPD merupakan cerminan
dari prinsip regional representation dari tiap-tiap daerah provinsi.6
Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut:
1. Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
2. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan
5

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Sesuai dengan Urutan Bab,Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal
MPR RI, 2005, hlm. 93.
6

Jimly Asshaddiqie, Format Kelembagaan Negara dan PergeseranKekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press, Cet. Kedua, Yogyakarta, 2005,
hlm. 49

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan

daerah.
3. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undangundang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
4. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi
daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan
keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

2.5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dalam Pasal 23 E UUD 1945 dapat dimaknai bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara diperlukan adanya suatu Badan Pemeriksaan
Keuangan yang bebas dan mandiri, yang hasil pemeriksaannya diserahkan kepada Dewan
Perwakilan rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya, dan harus ditindaklanjuti oleh
badan perwakilan dan atau badan lain sesuai dengan perintah undang-undang.7
Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara, maka yang menjadi tugas BPK meliputi seluruh unsur keuangan
Negara sebagaimana dimaksud Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003. UU No. 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara yang dilakuakn oleh pemerintah pusat, pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, dan lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara.8

7

Ujang Bahar, Peran Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dalam Jurnal Hukum
dan Pembangunan, Thn Ke-40, No. 1, Januari 2010, hal. 53.
8
Ibid., hlm. 64

2.6. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Lembaga ini terdiri dari pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah Hakim
Agung. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan
Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruhpengaruh lain. 9Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain berwenang untuk
mengadili pada tingkat kasasi, mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi, dan
memberikan pertimbangan dalam hal presiden membersi grasi dan rehabilitasi.
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memegang kekuasaan yang merdeka untuk
,menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman
diatur dalam pasal 24, 24A, 24B, 24C, 25, NKRI 1945 dan UU No. 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman.

10

Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah

bebas dari intervensi ekstra yudisial. Tugas hakim yaitu menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila dalam rangka mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.7. Mahkamah Konstitusi (MK)
Pasal 24C UUD Negara RI 194511 menetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan
salah satu lembaga negara yang mempunyai kedudukan setara dengan lembaga-lembaga negara
lainnya. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga yudikatif selain Mahkamah Agung
yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga baru setelah
adanya perubahan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota negara.

9

Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, UU No. 14 Tahun 1985
Mohammad Mahfud. 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, hal. 165.
11
UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan penyebutan atau penulisan resmi terhadap UUD 1945 yang telah 4
(empat) kali diamandemen. Hal ini digunakan untuk membedakan UUD 1945 yang belum diamandemen (UUD
1945) dengan UUD 1945 yang telah diamandemen (UUD Negara RI Tahun 1945)
10

Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan agar tersedia jalan hukum untuk
mengatasi perkara-perkara yang terkait erat dengan penyelenggaraan negara dan kehidupan
politik. Dengan demikian konflik yang terkait dengan kedua hal tersebut tidak berkembang
menjadi konflik politik-kenegaraan tanpa pola penyelesaian yang baku, transparan, dan
akuntabel, melainkan dikelola secara objektif dan rasional sehingga sengketa hukum yang
diselesaikan secara hukum pula. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi sering disebut sebagai
Lembaga Negara Pengawal Konstitusi atau The Guardian and The Interpreter of The
Constitution.

Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim kontitusi yang
ditetapkan dengan keputusan presiden yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah
Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Ketua dan
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.. Susunan Mahkamah
Konstitusi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota dan tujuh orang anggota hakim konstitusi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh
hakim konstitusi untuk masa jabatan selama tiga tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara.
Sesuai dengan Pasal 24 C UUD 1945, wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi, antara
lain sebagai berikut:
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap UUD;
2. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD;
3. Memutuskan pembubaran partai politik;
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
5. Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UUD.

BAB III
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Indonesia dalam pembagian kekuasaannya menganut ajaran Trias Politica yakni ajaran

tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif yang
pertama kali dikenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquie (1689-1755). Tujuan
dianutnya sistem pembagian kekuasaan dari ajaran Trias Politica ini ialah untuk memberantas
tindakan sewenang-wenang penguasa dan untuk menjamin kebebasan rakyat. Masing-masing
kekuasaan baik Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif dalam pelaksanaannya diserahkan kepada
satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling
mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.
Menurut UUD NKRI 1945 penyelenggaran negara pelaksanaannya diserahkan kepada
suatu alat perlengkapan negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK). Di samping mengatur
mengenai proses pembagian kekuasaan, UUD NRI tahun 1945 juga mengatur mengenai
hubungan kewenangan dan mekanisme kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan
negara.
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang
berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan
kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan
lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan
kekuasaan. Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan
menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan
kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkmah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).

Daftar Pustaka
1. Kusnardi, Moh. Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia , Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, Depok,
1988
2. Ujang Bahar, Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia ,
dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan, Thn. Ke-40, No. 1, Januari 2010
3. Mahfud, Mohammad, Politik Hukum di Indonesia , Rajawali Press, Jakarta, 2009
4. Asshaddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam
UUD1945, FH UII Press, Cet. Kedua, Yogyakarta, 2005.

5. _______, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta, 2007
6. Hadjon, Philipus M, “Eksistensi, Kedudukan, dan Fungsi MPR Sebagai Lembaga Negara
DalamSistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Makalah Seminar Peran MPR-RI Pasca

Amandemen UUD 1945, yang dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI bekerjasama
dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di Surabaya, 22 Desember 2005
7. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebelum amandemen dan
setelah amandemen
8. Undang-Undang tentang Badan Pemeriksa Keuangan, UU No. 15 Tahun 2006, LN. No. 85
Tahun 2006
9. Undang-Undang tentang Keuangan Negara, UU No. 15 Tahun 2004
10. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, UU No. 14 Tahun 1985
11. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Sesuai dengan
Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005.