Perbedaan Akurasi Skor Wells Dengan Skor Padua Dalam Diagnosis Deep Vein Trombosis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deep vein thrombosis
DVT terjadi akibat adanya bentuk bekuan darah (trombi) pada vena dalam
yang sering ditemukan pada vena di tungkai bawah (seperti vena pada betis, vena
femoral atau vena pollitea) atau vena pada rongga pelvis. Ketepatan diagnosis
DVT sangat penting dalam mengurangi risiko terjadinya komplikasi seperti
emboli paru, postthrombotic syndrome dan hipertensi pulmonar.10
Insiden DVT pada populasi 1:1000 di Amerika dan penelitian Mutwakil G
et al faktor risiko terjadinya trombosis vena pada tungkai bawah yaitu faktor
didapat, genetik dan gabungan seperti pada Tabel 2.1.4
VTE terjadi karena adanya satu atau lebih faktor predisposisi (faktor genetik
dan atau lingkungan) yang mempengaruhi terjadinya trombosis. Kombinasi satu
atau lebih faktor ini akan meningkatkan terjadinya tromboemboli. Patogenesis
VTE dikaitkan oleh tiga faktor yang saling berhubungan seperti yang dijelaskan
oleh Virchow (triad Virchow) yaitu : 1. Adanya ketidakseimbangan hemodinamik
(stasis darah), 2. Kerusakan dinding pembuluh darah endotel, 3. Lokal atau
sistemik hiperkoagulabilitas (Gambar 1).1-11

Stasis darah

Stasis pembuluh darah vena merupakan faktor patogen penting untuk
terjadinya PE. Peran stasis pembuluh darah vena telah diteliti pada beberapa
pasien dengan cedera tulang belakang dan pasien dengan bentuk lain dari
kelumpuhan. Dari studi menunjukkan sebagian besar trombus vena berasal dari
daerah aliran darah lambat (stasis vena) pada sinus vena besar pada betis dan paha
atau pada katup cusp pocket atau bifurcation dari sistem vena.



4

Universitas Sumatera Utara

Tabel Faktor resiko dari DVT.4 (Ahmed M, Elshrif H, Masoud A, Altaher
A. Deep Vein Thrombosis. Sebha Medical Journal, 2013; 12(2):6-11.)

Didapat
Usia tua
Operasi besar
Keganasan

Imobilisasi
Kehamilan dan pasca melahirkan
Sindroma antipospolipid
Trauma
Riwayat VTE
Kombinasi kontrasepsi oral
Terapi hormonal
Central Venous Kateter
Penyakit inflamasi dan autoimun
Sindroma nefrotik
Obesitas
Infeksi
HIV
Polycitemia vera
Kemoterapi
Pemakaian obat intravena

Genetik
Defisiensi antitrombin
Defisiensi protein C

Defisiensi protein S (tipe I)
Factor V Leiden(e)
Protrombin G20210A
Dysfibrinogenemia
Non-O blood type

Gabungan
Low free protein S
Activated protein C resistance
Peningkatan faktor VII
Hyperhomocysteinemia
Peningkatan fibrinogen
Peningkatan faktor IX & XI

Dengan demikian suatu kondisi akan menjadi sangat jelas apabila dalam
situasi aktivitas fisik berkurang seperti tidur atau mengalami perjalanan jauh
terjadi penurunan aliran darah vena atau terjadinya stasis sehingga keadaan ini
akan

mengaktivasi


sistem

koagulasi

dan

menyebabkan

suatu

lokal

hiperkoagulabilitas, perenggangan endotel pembuluh darah akibat stasis vena
dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
aktivasi homeostasis meningkat. Aktivasi homeostasis akan mengeluarkan produk
pembekuan darah dan fibrinolisis yang suatu saat akan memperberat kerusakan
endotel.11




5

Universitas Sumatera Utara

Hiperkoagulabilitas
Ketidakseimbangan faktor koagulasi terutama faktor VIII, faktor Von
Willebrand, faktor VII dan protrombin berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya trombosis.





Gangguan hemodinamik
(statis)
luka bakar
keganasan
obesitas
kehamilan

gagal jantung
operasi besar
stroke/paralisis
patah tulang


(pinggul
atau kaki)
infark miokard

Hiperkoagulasi
Terapi estrogen
Thrombophilia
Riwayat VTE
Kehamilan
Kanker























































































Venous



thromboembolism





Kerusakan dinding vessel
Trauma
Operasi besar
Patah tulang
(pinggul atau kaki)

Gambar Pathogenesis VTE/triad Virchow (Hotoleanu C, Fodor D, Suciu O.
Correlations between clinical probability and Doppler ultrasound results in
the assessment of deep venous thrombosis. Medical ultrasonography. 2010;
12(1):17-21.)



6

Universitas Sumatera Utara

Gangguan koagulabilitas paling sering dijumpai akibat gangguan dari jalur
antikoagulan alami, ada tiga hal yang penting pada proses jalur antikoagulan
alami yaitu : 1. Jalur heparin-antitrombin, 2. Jalur protein C antikoagulan, 3. Jalur
faktor penghambat jaringan. Semua jalur ini berperan dalam mempertahankan
fungsi dinding pembuluh darah, keadaan peradangan dan hipoksia akan
menggangu kestabilan dinding pembuluh darah. Sekitar 20% hiperkoagulabilitas
dijumpai pada protrombin 20210 A dan 40-60% pada gangguan faktor V
Leiden.14

Kerusakan dinding pembuluh darah
Kombinasi stasis vaskular dan hiperkoagulabilitas sistemik terbukti dapat
menyebabkan trombus dalam waktu beberapa menit, dinding pembuluh darah
yang rusak merupakan faktor penting lain untuk terjadinya trombogenesis vena.
Dari suatu kasus disebutkan keadaan cedera, akan terjadi perubahan pada sistem
pembekuan darah, perubahan ini akan menyebabkan peningkatan komponen
faktor Von Willebrand dan agregat platelet yang selanjutnya berkontribusi untuk
terjadinya hiperkoagulabilitas.11

Gejala dan tanda DVT
Berdasarkan beberapa penelitian disebutkan DVT tidak dapat didiagnosis
hanya berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis saja. Pasien dengan DVT
bagian bawah ektremitas sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatik)
sedangkan gejala baru muncul apabila mengenai bagian proksimal ekstremitas.10
Gejala DVT dapat berupa eritema, nyeri, hangat, bengkak atau lunak pada
perabaan. Gejala ini bervariasi, dapat timbul dalam beberapa hari kemudian,
bahkan sebagian kasus dapat ditemukan dalam waktu beberapa jam (akut) atau
beberapa minggu (kronik) perbedaan akut dan kronik dapat dilihat pada tabel 2.15



7

Universitas Sumatera Utara

Tabel Kriteria diagnostik akut dan kronik thrombosis vena.15 (Brooks E,
Trotman W, Wadsworth M, Taatjer D, Evans M, Ittleman F,et al. Valves
of the deep venous system: an overlooked risk factor. Blood.2009;114:
1276-9)

Karakteristik
Thrombus echogenicity
Vein lumen size
Compressibility
Collateral veins

Akut
Hypoechoic
Distended
Spongy
Absent

Kronik
Echogenic
Narrow, irreguler
Rigid, incompressible
Present

Sedangkan tanda DVT berupa lunak, hangat, eritema, sianosis, udem, teraba
benjolan (akibat adanya trombotik vena), dilatasi vena superfisial dan adanya
tanda Homan’s sign yang timbul bila dilakukan dorsofleksi pada sendi
pergelangan kaki dengan fleksi lutut 30º maka akan menghasilkan posisi yang
tidak nyaman pada bagian atas betis. Sedangkan The Louvel sign ditandai dengan
adanya nyeri hebat pada vena yang mengalami trombosis akibat batuk dan bersin.
The Lowenberg sign timbul apabila dilakukan sphygmomanometer cuff pada
daerah betis maka akan timbul nyeri pada betis bagian bawah.16 Kaki kiri
merupakan lokasi yang sering terjadinya trombosis vena hal ini disebabkan
adanya kompresi vena iliaka kiri oleh arteri iliaka kanan (May-Thurner
Syndrome). Phlegmasia alba dolens ditandai oleh udem, nyeri, tanpa sianosis
sementara phlegmasia cerulea dolens ditandai dengan gambaran sianosis
progresif timbul mulai dari distal ke proksimal dan disertai bleb/bulla
formation.10,15

D-dimer
Merupakan produk degradasi cross-linked fibrin yang terbentuk segera
setelah pembekuan fibrin trombin yang dihasilkan oleh degradasi oleh plasmin.
Kadar D-dimer dapat diukur dengan menggunakan jenis assay : 1. Enzim linked
immunosorbent assay (ELISA), 2. Uji lateks aglutinasi, 3. Sel darah merah uji
aglutinasi darah utuh (simpliRED). Tes D-dimer sangat sensitif 95%, akan tetapi
nilai spesifisitasnya kurang untuk VTE.10,17



8

Universitas Sumatera Utara

Ultrasonografi vena
Merupakan pemeriksaan penunjang pilihan selain non invasif, aman,
tersedia dan murah. Ada tiga jenis ultrasonografi vena yaitu : 1. USG kompresi
(B-mode), 2. USG duplex (B-mode dan Doppler), 3. Doppler. USG B-mode
dengan atau tanpa warna Duplex memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 96%
untuk mendiagnosa DVT bagian proksimal dan 73% pada betis.10

Venografi kontras
Diagnosis pasti DVT hanya dapat ditegakkan dengan venografi, dimana
sensitifitas dan spesifisitasnya mencapai 100%. Kelemahan venografi ini adalah
tindakan invansif dan mempunyai efek samping flebitis dan pembentukan
trombosis, oleh karena itu venografi tidak digunakan sebagai alat bantu utama
dalam mendiagnois DVT.18,19

Flestimografi impedans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah
pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada trombosis vena femoralis dan
iliaka dibandingkan vena di betis.19
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan DVT sampai saat ini sering
digunakan berupa pemeriksaan D-dimer dan USG vena. Bila D-dimer negatif,
maka diagnosa DVT tersingkirkan. Jika D-dimer positip, maka diindikasi untuk
dilakukan USG vena, bila hasil USG vena negatif maka diagnosa DVT
tersingkirkan, akan tetapi bila USG vena positip maka diagnosa DVT
ditegakkan.10
2.2 Skor Wells pada pasien DVT
Skor Wells diubah atau dimodifikasi untuk probabilitas DVT dengan
mengambil salah satu fitur klinis lainnya yaitu pasien dengan riwayat DVT
sebelumnya diberi tambahan satu poin. Menurut Skor Wells dimodifikasi, DVT
dibagi menjadi likely pada pasien yang memiliki skor dua atau lebih dan DVT
unlikely di antara pasien yang memiliki nilai satu atau kurang (Tabel 4).10,26,27



9

Universitas Sumatera Utara

Dari suatu penelitian systematic review dan metaanalysis ditemukan
sensitifitas 78% dan spesifisitas 98% pada pasien yang dicurigai thrombosis vena
dengan menggunakan skor Wells dan dikomfirmasi dengan Ultrasonografi. Bila
skor Wells 70 tahun
Gagal jantung/gagal napas
MI acute atau stroke iskemik
Obesitas (BMI >30)
Dalam pengobatan hormonal



Skor
3
3
2
1
1
1
1
1
1
1

11

Universitas Sumatera Utara

Kerangka Konsep Penelitian.



THROMBOPHILIC STATE
Hypercoagulable state
‘Status Hiperkoagulasi’







Kondisi/Keadaan mudah
terjadi trombosis









PENILAIAN
SKOR WELL
SKOR PADUA













U S G DOOPLER


TERDAPATKAH TROMBUS ???

USG
DOOPLER


HIPERKOAGUAGULASI

VARIABEL INDEPENDEN




TROMBUS ???

VARIABEL DEPENDEN


Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian



12

Universitas Sumatera Utara