Pembuatan Hidroksiapatit Dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Dengan Metode Presipitasi

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tulang Ayam
Tulang merupakan suatu jaringan kompleks dengan banyak fungsi, yaitu
sebagai sistem penggerak dan pelindung tubuh. Tulang mempunyai sifat keras, kuat
dan kaku (Pudjiastuti, 2012). Susunan tulang unggas terdiri atas cranialis, cervicalis,
thoracalis, lumbalis, cocygeae, extremitas anterior dan extremitas

posterior .

Susunan tulang ayam terdiri atas bagian – bagian sebagai berikut (Yuwanta, 2004):
1. Vertebrae Cervicalis atau tulang leher (13 – 14 ruas) yang berguna untuk
menggerakkan leher.
2. Vertebrae Columnis atau Dorsalis atau tulang punggung (7 ruas).
3. Vertebrae Pygostyle dan Urostylus yaitu ekor yang membentuk cocygeae (4
ruas).
4. Tulang rusuk sebanyak 7 buah.
5. Tulang sayap terdapat tiga jari, tetapi hanya satu yang berkembang.
6. Tulang pubis, yang terdiri atas vertebrae sacral dan lumbal masing-masing 7

buah yang menyebabkan tulang ini menjadi elastis saat terjadi peneluran.
Tulang berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi empat macam yaitu tulang
panjang (long bone), tulang pendek (short bone), tulang berbagai bentuk (irreguler
bone), dan tulang pipih (flat bone). Fungsi tulang antara lain adalah memberi bentuk

tubuh, pertautan otot, melindungi organ vital, seperti otot, jantung dan paru-paru,

9
Universitas Sumatera Utara

10

tempat menyimpan sumsum tulang yang mana berfungsi untuk memproduksi sel
darah merah, sel darah putih, kalsium dan NaCl, serta membantu untuk terbang
(North, 1978). Sistem tulang pada unggas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Sistem Tulang pada Unggas (Nesheim et al., 1979)

Universitas Sumatera Utara


11

Komposisi tulang ayam bervariasi tergantung pada umur hewan dan kondisi
makanannya. Tulang yang normal mengandung kadar air sebesar 45%, lemak 10%,
protein 20% dan abu 25% (Capah, 2006). Kandungan kalsium tulang ayam adalah
sekitar 24 – 30% dan kandungan fosfor sekitar 12 – 15% (Rasyaf, 1990).
2.2 Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HAp) adalah bentuk mineral keramik kalsium fosfat yang
terdapat dalam tubuh manusia (Manoj et al., 2015). Hidroksiapatit memiliki rumus
molekul Ca5(PO4)3(OH), tetapi biasanya ditulis Ca 10(PO4)6(OH)2 untuk menunjukkan
bahwa sel satuan kristal terdiri dari dua entitas (Albahar, 2014). Hidroksiapatit
dipresentasikan dalam bentuk rumus Me 10(XO4)6Y2, dimana Me adalah metal divalen
(Ca2+, Sr2+, Ba2+, Pb2+, dan lain – lain) dan Y adalah anion monovalen (OH-, F-, Cl-,
Br-, dan lain – lain). Nama setiap apatit tergantung pada unsur – unsur Me, X dan Y.
Dalam hal ini, hidroksiapatit (HAp) memiliki struktur molekul apatit, di mana M
adalah kalsium (Ca2+), X adalah fosfor (P5+) dan Y adalah hidroksil (OH-). Ada dua
sumber apatit, yaitu dari biologis dan deposit mineral. Deposit mineral contohnya
seperti batuan fosfat atau phosporite yang merupakan batuan sedimen yang
komponen mineral esensialnya adalah carbonate fluorapatite (Suryadi, 2011). Jenis –
jenis mineral apatit dapat dilihat pada Tabel 2.1.


Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 2.1. Jenis Mineral Apatit (Suryadi, 2011)
Mineral
Fluorapatite
Chlorapatite
Hydroxyapatite
Podolite
Dahllite (carbonate-apatite)
Francolite

Formula
Ca10(PO4)6F2
Ca10(PO4)6Cl2
Ca10(PO4)6(OH)2
Ca10(PO4)6CO3
Ca10(PO4,CO3)6(OH)2

Ca10(PO4,CO3)6(F,OF)2

Struktur kristal pada hidroksiapatit dapat dibedakan menjadi dua yaitu
monoklinik dan heksagonal (Pudjiastuti, 2012). Struktur hidroksiapatit yang
berbentuk heksagonal memiliki space group symmetry P63/m dengan paremeter kisi
a = b = λ.4γβ Å, c = 6.881 Å, dan

= 1β0° (Suryadi, β011). Pada umumnya,

hidroksiapatit yang disintesis memiliki strukur kristal heksagonal yang terdiri dari
susunan gas PO4 tetrahedral yang diikat oleh ion – ion Ca. Namun ada juga struktur
monoklinik jika kondisi benar – benar stoikiometri. Struktur ini adalah yang paling
teratur dan stabil secara termodinamika bahkan di suhu ruang sekalipun (Suryadi,
2011). Struktur monoklinik ditemukan pertama kali dari proses pengubahan kristal
tunggal chlorapatite menjadi kristal tunggal hidroksiapatit dengan memaparkannya
pada uap air bersuhu 1200°C. Hidroksiapatit dengan struktur monoklinik memiliki
space group symmetry P21/b dan parameter kisi a = 9.421 Å, b = 2a, c = 6.881 Å, dan

= 1β0° (Suryadi, 2011). Struktur monoklinik disebabkan karena susunan OHmembentuk urutan OH-OH-OH-OH- yang membuat parameter kisi b menjadi 2 kali
a. Struktur heksagonal juga dapat diperoleh pada kondisi stoikiometri jika susunan

OH- tidak teratur (Suryadi, 2011).

Universitas Sumatera Utara

13

Komposisi hidroksiapatit adalah 39,9% Ca, 18,5% P, 0,2% H, dan 41,41% O
(Kohn, 2004) dan molekul ini menempati porsi 65% dari fraksi mineral yang ada di
dalam tulang manusia (Petit, 1999). Hidroksiapatit berbentuk bubuk murni berwarna
putih. Bubuk hidroksiapatit dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Bubuk Hidroksiapatit (Medicoat, 2013)
Komponen hidroksiapatit mirip dengan komponen tulang dan jaringan tulang
keras pada manusia (Akram et al., 2014). Komposisi tulang dan gigi dari manusia
terdiri dari 24% Ca, 10% P, 22% protein dan sejumlah elemen seperti Na +, Zn2+,
Mg2+, K+, Si2+, Ba2+, F-, CO32-, dan lain – lain (Akram et al., 2014). Elemen – elemen
ini mempunyai peranan penting dalam siklus hidup jaringan keras tulang (hard
tissue).

Universitas Sumatera Utara


14

2.3 Sifat Hidroksiapatit
2.3.1

Sifat Mekanik
Sifat mekanik dari hidroksiapatit bergantung pada porositas mikro yang

tersisa, ukuran butir, adanya pengotor, proses pembuatan dan distribusi kekuatan
(Suryadi, 2011). Nilai kekuatan hidroksiapatit berbeda – beda dari tiap peneliti yaitu
917 MPa untuk kekuatan tekan dan 196 Mpa untuk kekuatan tarik (Jarcho et al.,
1976), kekuatan tekan 3000 kg/cm2 (294 MPa), kekuatan tekuk 1500 kg/cm2 (147
MPa), dan kekerasan Vickers 350 kg/mm2 (3.43 GPa) (Kato et al., 1979) dan
kekuatan tekuk 38 – 250 MPa, kekuatan tekan 120 – 900 MPa, dan kekuatan tarik 38
– 300 Mpa (Suchanek dan Masahiro, 1998).
Hidroksiapatit stabil pada suhu dan pH tubuh manusia yaitu suhu 37 oC dan
pH 7 (Neuman dan Neuman, 1958). Hidroksiapatit memiliki rasio atom Ca/P adalah
1,67 dan densitas 3,19 g/ml (Ferraz et al., 2004). Rasio molar Ca/P berpengaruh
terhadap kekuatan dari hidroksiapatit yang disintesis. Semakin besar rasio molar Ca/P

maka kekuatan semakin meningkat dan mencapai nilai maksimum disekitar rasio
Ca/P ~1,67 (HAp stoikoimetri) dan akan menurun ketika rasio molar Ca/P besar dari
1,67 (Pudjiastuti, 2012). Semakin rendah nilai rasio molar Ca/P maka semakin
bersifat asam dan semakin mudah larut (Koutsoukos et al., 1980). Tidak semua
kelompok senyawa kalsium ortofospat bisa diaplikasikan pada implantasi di dunia
medis. Hanya yang memiliki rasio Ca/P besar dari 1 yang bisa diaplikasikan, rasio
Ca/P kecil dari 1 akan mudah larut. Hal ini disebabkan solubilitas tingkat

Universitas Sumatera Utara

15

keasamannya yang tinggi sehingga tidak cocok untuk implantasi (Suryadi, 2011).
Jenis kalsium ortofosfat dan rasio Ca/P nya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jenis Kalsium Ortofosfat dan Rasio Ca/P (Dorozhkin, 2010)
Mineral
Monocalcium phosphate monohydrate
Monocalcium phosphate anhydrous
Dicalcium phosphate anhydrous
Dicalcium phosphate dihydrate

Octacalcium phosphate (OCP)
α-Tricalcium phosphate (α-TCP)
β-Tricalcium phosphate (β-TCP)
Amorphorus calcium phosphate (ACP)
Calcium deficient hydroxyapatite
(CDHA)
Hydroxyapatite (HAp)
Fluorapatite
Oxyapatite
Tetracalcium phosphate (TTCP)

2.3.2

Formula
Ca(H2PO4)2.H2O
Ca(H2PO4)2
CaHPO4
CaHPO4 2H2O
Ca8(HPO4)2(PO4)4 .5H2O
α-Ca3(PO4)2

-Ca3(PO4)2
CaxHy(PO4)z.nH2O , n= 3 –
4,5 ; 15-20% H2O
Ca10-x(HPO4)x(PO4)6x(OH)2-x (0 100
kPa) yang tinggi untuk mengkristalisasi material keramik secara langsung dari larutan
(Suchanek dan Riman, 2006). Dengan perlakuan hidrotermal, rasio Ca/P dari endapan
meningkat seiring dengan peningkatan tekanan atau suhu hidrotermal (Sadat, 2009).
Sintesis hidroksiapatit dengan metode hidrotermal dapat juga dilakukan dengan
melarutkan CaHPO4.2H2O/ NaOH/ air distilasi, kemudian dilakukan penambahan 2 –
3 mg setil trimetil amonium bromid (CTAB). Sintesis hidroksiapatit dilakukan pada
suhu 150oC selama 2 jam dalam electric oven (Manafi et al., 2009).
Sintesis hidroksiapatit dapat juga dilakukan dengan menggunakan alga laut
(marine algae) dengan menggunakan proses hidrotermal (Felicio dan Laranjeira,
2000). Pada penelitiannya, struktur berpori dari phycogenic CaCO3 tidak mengalami
perubahan, dan hidroksiapatit yang dihasilkan tidak stoikiometri serta mengandung
karbonat. Hal tersebut sangat mirip dengan tulang manusia karena hidroksiapatit yang
menyusun tulang manusia tidak stoikiometri dan mengandung karbonat tipe AB.
Proses hidrotermal dapat menghasilkan partikel dengan kristalinitas yang baik dan

Universitas Sumatera Utara


24

tidak mengalami aglomerasi, ukuran, bentuk dan komposisi yang homogen pada suhu
rendah. Dengan proses ini dapat dipakai bahan – bahan baku seperti calcite, brushite,
dan monetite untuk sintesis hidroksiapatit (Suryadi, 2011).
2.5.4

Emulsi Beragam
Emulsi beragam merupakan sebuah emulsi w/o/w atau air/minyak/air yaitu

emulsi dimana dua macam emulsi w/o (air/minyak) dan o/w (minyak/air) ada secara
bersamaan. Emulsi beragam dibuat dengan larutan dipotasium hidrogen fosfat
(K2HPO4) sebagai inner aqueous phase , benzen sebagai fasa minyak, dan
Ca(NO3)2.4H2O sebagai outer aqueous phase . Reaksi antarmuka dilakukan pada suhu
323 K selama 24 jam. Fasa kristalin divariasikan dengan pH awal dari inner aqueous
phase, dan sebuah hidroksiapatit fasa tunggal disintesis dengan pH awal 12. Hasil

yang didapat tersusun dari pori microsphere dengan ukuran pori kecil dari γ m.
Emulsi beragam merupakan sistem heterogen dari sebuah cairan tak

bercampur (immiscible ) yang didispersikan ke dalam cairan lain dalam bentuk droplet
yang biasanya berdiamater besar dari 1 m (Akhtar dan Yasemin, β005). Metode ini
dapat dimanfaatkan untuk berbagai bidang aplikasi dalam dunia farmasi seperti drug
delivery system dan bisa juga untuk bidang kosmetik. Adapun kelebihan metode ini

adalah tangki pengaduk bisa digunakan sebagai reaktor, sehingga alat khusus tidak
perlu digunakan pada metode ini. Suhu sintesis yang rendah sekitar suhu ruang dapat
digunakan (Tas, 2000).

Universitas Sumatera Utara

25

2.5.5

Solid State

Metode ini merupakan metode yang tergolong tradisional dan sederhana.
Hidroksiapatit terbentuk melalui difusi solid-state ion dari reaktan padat. Metode ini
membutuhkan perlakuan termal untuk memulai reaksi, membutuhkan pengulangan
proses untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi ukuran partikel. Proses metode
ini berlangsung lama dan menggunakan suhu yang tinggi yaitu antara 1050oC sampai
1250oC. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan timbulnya zat lain yaitu α-tricalcium
phosphate (Ca3(PO4)2 – TCP) pada produk akhir. α-tricalcium phosphate akan

berubah menjadi -tricalcium phosphate pada suhu 1063oC (Cox, 2012).
2.5.6

Self Propagating Combustion Synthesis

Metode ini merupakan metode yang sederhana dan metode yang dapat
menghemat energi untuk pembuatan hidroksiapatit. Partikel dibentuk melalui
pembakaran spontan antara bahan bakar dan zat pengoksidasi pada suhu tinggi. Suhu
reaksinya adalah antara 170oC sampai 500oC. Waktu reaksi dari metode ini sangat
singkat yaitu kecil dari 20 menit. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu
skalabilitasnya rendah, suhu tinggi yang tidak dikontrol dapat menyebabkan fasa
campuran (Cox, 2012).
Perbandingan dari beberapa metode sintesis hidroksiapatit dapat dilihat pada
Tabel 2.3.

Universitas Sumatera Utara

26

Tabel 2.3. Perbandingan Metode Sintesis Hidroksiapatit (Cox, 2012)
Metode

Deskripsi

Presipitasi

Larutan
Kalsium dan
fosfat digabung
di bawah
parameter
reaksi yang
dikontrol
sehingga terjadi
nukleasi dan
pertumbuhan
kristal

Hidrotermal

Reaksi
berlangsung
dalam larutan
air dalam
sistem tertutup
di bawah
kondisi suhu
tinggi dan
tekanan

Suhu
Reaksi
o
C
Suhu ruang
– 85

Ukuran
Partikel
( m)
> 0,1

140-400 > 0,05

Skalabilitas

Kelebihan

Kekurangan

Tinggi

Salah satu metode
yang paling
banyak digunakan
karena sederhana,
harga bahan baku
yang murah,
menggunakan
suhu yang rendah,
biaya operasi yang
murah, cocok
untuk skala besar.

Kurangnya kontrol yang
tepat dapat membuat
pertumbuhan kristal
menjadi terhambat.
Membutuhkan pemanasan
dengan suhu tinggi lebih
lanjut untuk
memaksimalkan jumlah
kristal

Rendah

Bentuk dan
Skalabilitasnya rendah
ukuran kristalnya
homogen, hanya
membutuhkan
satu tahap
pemanasan untuk
membentuk kristal
HAp. Harga
reagennya rendah
dan waktu reaksi
yang singkat.

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 2.3. Perbandingan Metode Sintesis Hidroksiapatit (Cox, 2012) – (Lanjutan)
Metode

Deskripsi

Solid state
reaction

HA terbentuk
melalui difusi
solid-state ion
dari reaktan
padat.

Sol gel

Larutan Sol
terbentuk yang
berevolusi
menjadi sistem
gel melalui
hidrolisis dan
polikondensasi

Suhu
Reaksi
o
C
1050-1250

Ukuran
Partikel
( m)
>2

Skalabilitas

Kelebihan

Kekurangan

Sedang

Merupakan
metode yang
tergolong
tradisional dan
sederhana.

Membutuhkan perlakuan
termal untuk memulai
reaksi, pengulangan proses
untuk meningkatkan
kualitas dan untuk
mengurangi ukuran
partikel.
Prosesnya lama dan
menggunakan suhu yang
tinggi.

37-85

> 0,001

Rendah

Pencampuran
molekul yang
homogen.
Suhunya rendah,
mampu
membentuk
partikel dengan
ukuran nano.
Kemurnian tinggi,
dan hemat energi.
Tidak terjadi
reaksi dengan
senyawa sisa.

Harga reaktannya mahal.
Skalabilitasnya rendah jika
dibandingkan dengan
metode yang
menggunakan suhu rendah
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

28

Tabel 2.3. Perbandingan Metode Sintesis Hidroksiapatit (Cox, 2012) – (Lanjutan)
Metode

Deskripsi

SPCS

Partikel
dibentuk
melalui
pembakaran
spontan antara
bahan bakar
dan
pengoksidasi
pada suhu
tinggi

Emulsion
dan micro
emulsion

Tetesan cairan
bercampur
bereaksi dalam
campuran
heterogen

Suhu
Reaksi
o
C
170 – 500

Ukuran
Partikel
( m)
> 0,45

Skalabilitas

Suhu ruang
– 50

>1
Rendah (emulsi) sedang
> 0,005
(mikro)

Kelebihan

Diperkirakan Waktu reaksi kecil
rendah
dari 20 menit.
Pilihan sintesis
cepat hemat
energi untuk HA

Dapat membentuk
partikel yang
berpori.
Dapat
menghasilkan
partikel dengan
ukuran Nano
(mikroemulsi) dan
mikro (emulsi).

Kekurangan

Skalabilitasnya rendah.
suhu tinggi yang tidak
dikontrol dapat
menyebabkan fasa
campuran

Sangat bergantung pada
minyak dan surfaktan.

Universitas Sumatera Utara

29

2.6 Karakterisasi Material Hidroksiapatit
Beberapa teknik karakterisasi digunakan untuk mengetahui karakteristik dari
material yang dihasilkan pada penelitian ini. Beberapa pengujian yang akan dilakukan
adalah dengan X – Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy dan
Energy Dispersive X – Ray (SEM-EDX) dan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR).

2.6.1 X – Ray Diffraction (XRD)
X-ray diffraction analysis (XRD) digunakan untuk melihat pola difraksi dan

kristalin hidroksiapatit yang dihasilkan dibandingkan dengan database untuk melihat
pola hidroksiapatit. XRD merupakan suatu metode yang berdasarkan pada sifat – sifat
difraksi sinar X, yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang

saat melewati

kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang
diperoleh dari metode XRD adalah sudut hamburan (sudut bragg) dan intensitas
cahaya difraksi (Pudjiastuti, 2012). Pola interaksi antara gelombang sinar-X dengan
atom – atom pada material ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Model Difraksi Hukum Bragg (Pudijastuti, 2012)

Universitas Sumatera Utara

30

Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi bergantung pada lebar celah kisi
sehingga mempengaruhi pola difraksi. Intensitas cahaya difraksi bergantung dari
banyaknya kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Hal tersebut dinyatakan
dalam hukum Bragg (Pudjiastuti, 2012). Persamaan Bragg sebagai berikut.
(2.1)
Perhitungan besar kristalit dilakukan dengan menggunakan pendekatan
memakai persamaan Scherrer. Persamaan Scherrer sebagai berikut.

(2.2)

Dimana τ adalah ukuran kristalit,

adalah pelebaran intensitas makimum

(FWHM) dalam radian, k adalah konstanta Scherrer bernilai 0,λ,

adalah panjang

gelombang sinar-X dari radiasi CuKα yakni 0,154056 nm, dan θ adalah sudut Bragg
(Pudjiastuti, 2012).
XRD dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi,
derajat kristalinitas, dan fasa yang terdapat dalam satu sampel. Metode XRD dapat
memberi informasi secara kuantitatif maupun kuantitatif tentang komposisi fasa –
fasa yang terdapat dalam suatu sampel. Salah satu analisis komposisi fasa dalam
suatu bahan adalah dengan membandingkandengan data yang ada (Pudjiasuti, 2012).

Universitas Sumatera Utara

31

2.6.2 Scanning Electron Microscopy dan Energy Dispersive X – Ray (SEM-EDX)
Struktur mikroskopik diamati menggunakan SEM, prinsip kerjanya dengan
memindai permukaan dari material. Sebuah gambar yang dihasilkan oleh SEM
dengan memfokuskan berkas elektron yang memindai permukaan sebuah spesimen,
tidak dihasilkan oleh iluminasi sekejap dari semua area seperti yang terjadi pada
Transmission Electron Microscopy (TEM). Perbedaan SEM dengan mikroskopik

optik terletak pada resolusi yang lebih tinggi dan kedalaman area yang lebih besar
(depth of field). Topografi dan morfologi dapat diamati menggunakan instrumen ini
karena kedalaman area yang bisa mencapai orde puluhan mikrometer pada perbesaran
1000 kali dan orde mikrometer pada perbesaran 10.000 kali (Suryadi, 2011).
Hal tersebut karena didalam SEM dipergunakan magnetic lens sehingga lebih
mudah mengontrol perbesaran yang diinginkan, berbeda dengan mikroskop optik
yang menggunakan lensa yang perbesarannya terbatas. Melalui analisis SEM juga
dapat diperoleh informasi kimia dari spesimen dengan menggunakan Energy
Dispersive X – ray (EDX). EDX merupakan satu perangkat dengan SEM.

Karakterisasi menggunakan EDX adalah suatu teknik yang dapat diterapkan dalam
penentuan komposisi unsur permukaan. Teknik ini memanfaatkan sinar-X yang
dipancarkan oleh unsur-unsur pada permukaan tampak sampel akibat dibombardir
oleh elektron (Connor et al., 2003).
Berkas elektron yang dipergunakan untuk memindai spesimen dihasilkan oleh
electron gun yang tersusun atas tiga komponen, yaitu sebuah filamen katoda yang

terbuat dari kawat tungsten, kristal lanthanum hexaboride (LaB6), atau cerium

Universitas Sumatera Utara

32

hexaboride (CeB6), sebuah tudung bercelah (Wehnelt cylinder ) yang mengontrol

aliran dari elektron (bias) dan sebuah plat anoda bermuatan positif yang menarik dan
mempercepat elektron menuju spesimen (Suryadi, 2011).
Ketika elektron berenergi tinggi menumbuk spesimen, elektron tersebut akan
dihamburkan oleh atom dari spesimen. Hamburan elektron menyebabkan perubahan
arah rambatan elektron dibawah permukaan spesimen. Interaksi yang terjadi antara
berkas elektron hanya terjadi pada volum tertentu dibawah permukaan spesimen. Dari
interaksi tersebut dihasilkan apa yang disebut dengan Secondary Electron (SE) dan
Backscattered Electron (BSE) yang nantinya dipergunakan sebagai sumber sinyal

untuk membentuk gambar. Zona ini biasa disebut dengan pears – head karena
bentuknya yang mirip buah pir dan ukurannya bertambah dengan meningkatnya
energi dari elektron yang datang (Suryadi, 2011).
Secondary Electron (SE) merupakan produk dari hamburan tak elastik

(inelastic scattering ) dan memiliki tingkat energi yang rendah hanya beberapa keV.
Pada zona interaksi SE hanya dapat lolos dari sebagian volum dekat permukaan
spesimen dengan kedalaman 5 – 50 nm, meskipun SE juga dihasilkan diseluruh
pears-head zone. SE juga dapat disebabkan oleh tumbuan SE yang lainnya. Mode
secondary electron (SE) digunakan untuk memperoleh informasi mengenai topografi

dan resolusi yang tinggi. Dengan mode ini kontras dan bayangan yang lembut
memiliki kemiripan jika spesimen disinari dengan berkas cahaya tampak. Sehingga
interpretasi gambar menjadi mudah. Sedangkan BSE adalah produk dari hamburan
elastik (elastic scattering ) dan memiliki tingkat energi yang tidak jauh berbeda

Universitas Sumatera Utara

33

dengan energi dari elektron yang datang. Energi yang besar tersebut menyebabkan
BSE mudah lolos dari bagian lebih dalam dari zona interaksi, dari kedalaman sekitar
50 – 300 nm. Dengan mode BSE maka informasi tentang densitas atom relatif dapat
diketahui juga topografi dari spesimen (Suryadi, 2011).
2.6.3 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Analisis FTIR merupakan bagian dari metode pengujian berbasis serapan
spektroskopi dengan menggunakan sinar infra merah. Pengujian ini memberikan
radiasi kepada sampel sehingga akan diketahui perilaku sampel tersebut terhadap
radiasi yang diberikan, apakah radiasi tersebut ada yang serap atau dilewatkan.
Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa baik sebuah sampel menyerap cahaya
pada tiap panjang gelombang (Pudjiastuti, 2012). Spektroskopi inframerah FTIR
dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa HAp, tetapi tidak
dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya (Purnama et al., 2006).
Analisa sampel pada FTIR diawali dengan dipancarkannya sinar inframerah dari
sumber benda hitam. Sinar tersebut melaju dan melewati celah yang mengontrol
jumlah energi yang disediakan untuk sampel. Sinar ini masuk ke dalam
interferometer, yang mengijinkan beberapa panjang gelombang untuk lewat dan
memblokir yang lainnya berdasarkan interferensi gelombang. Sinar tersebut
kemudian memasuki ruang sampel, dimana sinar ditransmisikan keluar atau
dipantulkan kembali bergantung pada tipe analisis yang diselesaikan. Sinar tersebut
masuk ke detektor untuk analisa akhir. Hasil keluaran diolah menjadi sinyal digital

Universitas Sumatera Utara

34

berupa interferogram dan dikirim ke komputer. Komputer digunakan untuk merubah
data mentah menjadi hasil yang dinginkan (serapan cahaya untuk tiap panjang
gelombang), dibutuhkan algoritma pembalik yang disebut fourier transform
(Pudjiastuti, 2012)
2.7 Aplikasi Hidroksiapatit
Hidroksiapatit memiliki banyak kegunaan diberbagai bidang. Pada bidang
biomedik telah dilaporkan antara lain sebagai pembawa obat, scaffold, bone filler,
dan bone substitute (Pudjiastuti, 2012). Pemanfaatan hidroksiapatit disebabkan
karena sifat dari hidroksiapatit yang tidak beracun, biokompatibilitas, noninflamasi,
tidak menimbulkan imun dan struktur mesopori. Sintesis hidroksiapatit telah banyak
dilakukan untuk memperbaiki tulang, pengganti tulang, sebagai pelapis atau pengisi
tulang dan gigi (Zhou dan Lee, 2011).
Hidroksiapatit juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan katalis. Contohnya
adalah pada pembuatan katalis CoMo/Zn-Hidroksiapatit (Garcia et al., 2012). Katalis
CoMo/Zn-hidroksiapatit

digunakan

untuk

reaksi

hidrodesulfurisasi

tiofena.

CoMo/Zn-hidroksiapatit disintesis dengan metode ko-presipitasi (Garcia et al., 2012).
Hidroksiapatit juga dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen dari
gliserol (Yakoob et al., 2010) dengan menggunakan katalis nikel dibantu dengan
hidroksiapatit (katalis Ni/HAp). Katalis Ni/HAp dibuat dengan menggunakan metode
impregnasi basah. Aplikasi lain dari hidroksiapatit adalah dapat digunakan untuk
menurunkan intensitas warna air gambut melalui mekanisme adsorpsi dengan tulang
ayam (Darmayanto, 2009). Hal ini disebabkan di dalam tulang ayam terkandung

Universitas Sumatera Utara

35

senyawa kalsium hidroksiapatit yang memiliki pori. Senyawa humus pada air gambut
diperkirakan dapat teradsorpsi ke dalam pori – pori material kalsium hidroksiapatit
tulang ayam (Darmayanto, 2009).

Universitas Sumatera Utara