Pembuatan Hidroksiapatit Dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Dengan Metode Presipitasi Chapter III VI

36

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan

Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, dan
Laboratorium Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Departemen Kimia, Universitas Negeri Medan.
3.2

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

furnace, alat – alat gelas, magnetic stirrer, hot plate, penangas air dan wadah plastik.
Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah FTIR, XRD, dan SEM – EDX.
Bahan – bahan yang digunakan adalah tulang ayam, biji durian, akuades, asam
fosfat 85% (H3PO4), dan natrium hidroksida (NaOH) 1 M. Tulang ayam yang

digunakan sebagai bahan baku utama penelitian ini berasal dari ayam potong dengan
umur 6 bulan yang diperoleh dari Pasar Sei Sikambing, Medan.
3.3 Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel, di antaranya:
a. Penggunaan pati biji durian dan tanpa penggunaan pati biji durian
b. Suhu kalsinasi (500 dan 900 ºC)
c. Waktu kalsinasi (2 dan 6 jam)
Kondisi yang dipertahankan adalah:

36

Universitas Sumatera Utara

37

a. Massa tepung tulang ayam

: 4,67 g

b. pH


: 10

c. Ukuran partikel tepung

: 100 – 70 mesh

d. Suhu proses presipitasi

: 40oC

Untuk analisis hasil penelitian dilakukan sebagai berikut:
a. Pengujian kandungan Ca pada sampel tepung tulang ayam hasil kalsinasi
dengan analisis AAS.
b. Pada penelitian ini akan dianalisis sampel dengan suhu dan waktu kalsinasi
yang tertinggi dan terendah yaitu sampel pada suhu kalsinasi 500oC dan
900oC dan waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Hal ini dikarenakan HAp dengan
tingkat kristalinitas yang tinggi dicapai pada suhu dan waktu yang paling
tinggi sehingga pada penelitian ini akan dibandingkan karakteristik HAp
antara suhu dan waktu yang terendah dan tertinggi.

c. Analisis morfologi dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati
biji durian untuk suhu kalsinasi 500oC dan 900oC selama 2 jam dan 6 jam
dengan analisis SEM. Diameter partikel dan luas pori dari gambar SEM
dianalisis dengan software imageJ.
d. Analisis gugus fungsi dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen
pati biji durian dengan suhu kalsinasi 500 oC dan 900oC selama 6 jam dengan
analisis FTIR.

Universitas Sumatera Utara

38

e. Analisis fasa, ukuran kristal dan kristalinitas dari sampel HAp tanpa porogen
dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 900 oC selama 6 jam
dengan analisis XRD.
f. Analisis rasio Ca/P untuk HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji
durian untuk suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam dengan analisis SEM-EDX.
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan baku,
sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit. Berikut ini adalah prosedur sistematis dari

pengerjaan masing – masing tahapan.
3.4.1

Preparasi Sampel
Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al.,

2012) dengan sedikit modifikasi. Tulang ayam direbus selama 2 jam dengan tujuan
untuk mempermudah lepasnya daging dan kulit pada tulang. Tulang ayam direndam
dengan NaOH 1 M selama 24 jam dan kemudian dicuci dengan air sampai pH air
cucian netral. Tujuan perendaman dengan NaOH dan pencucian adalah untuk
menghilangkan sisa daging, kulit dan kotoran lain yang ada pada permukaan tulang.
Setelah itu tulang ayam dikeringkan pada oven dengan suhu 100ºC selama kurang
lebih 12 jam. Kemudian tulang ayam yang sudah kering digiling dengan
menggunakan blender agar didapatkan tepung tulang ayam. Tepung yang dihasilkan
dari proses pengeringan ukurannya tidak seragam. Untuk menyeragamkan ukuran

Universitas Sumatera Utara

39


partikel tepung dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 100 – 70
mesh.
3.4.2

Isolasi Ca dari Tulang Ayam
Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang

dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Pada tahapan ini
tulang ayam yang telah kering dikalsinasi dengan menggunakan furnace pada suhu
1000 ºC selama 5 jam dan kemudian didinginkan secara perlahan hingga suhu ruang
(Pinangsih et al., 2014). Tulang ayam hasil kalsinasi kemudian diuji kadar kalsium
dengan menggunakan AAS.
3.4.3

Sintesis Hidroksiapatit tanpa Porogen Pati Biji Durian
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh

(Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan
tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 mL akuades
kemudian dicampurkan dengan 3,41 mL H3PO4 85% yang dilarutkan dalam 100 mL

akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan cara meneteskan larutan H3PO4 ke
dalam larutan tepung tulang ayam melalui buret sambil dilakukan pengadukan
dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan H3PO4 85%
selesai, campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan. Kemudian
campuran larutan diatur pH nya dengan menggunakan NaOH. Campuran larutan di
aging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk disaring
dengan kertas saring whatman nomor 41 dan dicuci dengan akuades. Endapan yang

Universitas Sumatera Utara

40

telah disaring, dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC selama 5 jam. Selanjutnya
endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500 dan 900 ºC dan variasi
waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan dicatat massanya.
3.4.4

Preparasi Pati Biji Durian
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh


(Cornelia et al., 2013). Pati diperoleh dengan mengekstraksi pati yang terdapat pada
bagian kotiledon dari biji. Biji dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit arinya.
Selanjutnya biji dipotong mengunakan pisau, dicuci sampai bebas dari lendir, dan
kemudian ditimbang. Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10 dan
kemudian dihaluskan menggunakan blender. Biji durian yang telah di blender,
kemudian disaring dan diendapkan. Setelah itu dekantasi air diatas endapan. Endapan
dicuci menggunakan akuades dan diendapkan kembali. Setelah itu endapan pati
diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50 oC selama 24 jam.
Endapan pati yang telah kering dihaluskan menggunakan blender kering (Cornelia et
al., 2013)
3.4.5

Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh

(Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan
tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 mL akuades
kemudian dicampurkan dengan 3,41 mL H3PO4 85% yang dilarutkan dalam 100 mL
akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan penetesan dari buret sambil dilakukan


Universitas Sumatera Utara

41

pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan
H3PO4 85% selesai, campuran tersebut ditambahkan larutan pati (0,8 g dalam 70 mL)
secara perlahan. Kemudian campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan.
Kemudian campuran larutan diatur pH nya dengan menggunakan NaOH. Campuran
larutan diaging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk
disaring dengan kertas saring whatman no. 41 dan dicuci dengan akuades (Suryadi,
2011). Endapan yang telah disaring dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC
selama 5 jam. Selanjutnya endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500
dan 900 ºC dan variasi waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan
dicatat massanya.
3.5 Flowchart
3.5.1

Flowchart Preparasi Sampel
Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al.,


2012). Flowchart preparasi sampel dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Tulang ayam direbus selama 2 jam

Tulang ayam direndam dengan NaOH 1M selama 24 jam

A
Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel

Universitas Sumatera Utara

42

A

Tulang ayam dicuci dengan air bersih sampai pH air cucian netral
Tulang ayam dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 oC selama ± 12 jam
Penggilingan dan Pengayakan

Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel (Lanjutan)

3.5.2

Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam
Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang

dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Flowchart isolasi
Ca dari tulang ayam dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tulang ayam dikalsinasi dengan furnace pada suhu 10000C selama 5 jam

Tulang ayam hasil kalsinasi didinginkan hingga suhu ruang
Tulang ayam ditimbang dan dicatat massanya
Uji kadar Ca dari tulang ayam dengan metode

Gambar 3.2. Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam

Universitas Sumatera Utara

43


3.5.3 Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh
(Suryadi, 2011). Flowchart sintesis ini dilihat pada Gambar 3.3.

Membuat dua jenis larutan berikut:
Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 mL
akuades
Larutan B: H3PO4 85% dilarutkan dengan 100 mL akuades

Larutan B diteteskan ke dalam larutan A dan campuran
tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40oC
Larutan diaduk tanpa pemanasan selama 1 jam
Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang
Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades
Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 115oC selama 5 jam
Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500 dan 900oC) selama waktu t
(2 dan 6 jam)
Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya
B
Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX
A
Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen

Universitas Sumatera Utara

44

A

Apakah masih
ada variasi lain?

Ya

B

Tidak

Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen (Lanjutan)
3.5.4

Flowchart Preparasi Pati Biji Durian
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh

(Cornelia et al., 2013). Flowchart preparasi pati biji durian dilihat pada Gambar 3.4.

Biji durian dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit ari
Biji durian dipotong, dicuci sampai bebas lendir, dan ditimbang
Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10
Biji durian dihaluskan menggunakan blender
Biji durian disaring dan diendapkan

A
Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian

Universitas Sumatera Utara

45

A

Dekantasi air diatas endapan
Endapan dicuci menggunakan akuades dan diendapkan kembali
Endapan pati diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50oC
selama 24 jam
Endapan pati yang telah kering dihaluskan menggunakan blender kering

Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian (Lanjutan)
3.5.5

Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian
Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh

(Suryadi, 2011) dengan sedikit modifikasi yaitu penambahan porogen pati biji durian.
Flowchart sintesis hidroksiapatit berporogen pati biji durian dapat dilihat pada
Gambar 3.5.

Membuat dua jenis larutan berikut:
Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 mL
akuades
Larutan B: H3PO4 85% dilarutkan dengan 100 mL akuades
A
Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian

Universitas Sumatera Utara

46

A
Larutan B diteteskan ke dalam larutan A dan campuran
tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40oC
Larutan pati ditambahkan secara perlahan lahan
Campuran larutan diaduk tanpa pemanasan selama 1 jam
Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang
Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades
Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 1150C selama 5 jam
Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500dan 900oC) selama
waktu t (2 dan 6 jam)
Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya
Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX

Apakah masih
ada variasi lain?

Ya

Tidak

Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian
(Lanjutan)

Universitas Sumatera Utara

47

3.6

Analisis Penelitian
Keberhasilan suatu penelitian diukur melalui beberapa analisa yang dilakukan

terhadap suatu hasil penelitian. Berikut adalah analisa yang dilakukan dalam
penelitian ini.
3.6.1

Analisis AAS
Analisis AAS dilakukan dengan menggunakan alat AAS tipe AA-700.

Analisis ini dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.
3.6.2

Analisis FTIR
Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan alat FTIR Merk Shimadzu,

Tipe: IRPrestige21. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material
Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang.
3.6.3

Analisis XRD
Analisis sampel menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dilakukan untuk

mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan
kristalinitas. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD jenis PanAnalytical,
Tipe X’pert Pro. Sudut difraksi sebesar βθ 10o – 70o dengan sumber sinar-X jenis Cu,
panjang gelombang sebesar 1,5406 Ǻ, dan pengaturan generator adalah γ5 mA dan
40 kV. Analisis XRD dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju
(Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Malang.

Universitas Sumatera Utara

48

3.6.4

Analisis SEM-EDX
Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM Merk FEI, Type:

Inspect-S50. SEM dilengkapi dengan analisis EDX. Sampel diletakkan pada plat
aluminium kemudian dilapisi dengan pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya,
sampel yang telah dilapisi emas diamati menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV
dengan perbesaran 2500 kali. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan
pori dari HAp. Pengukuran pori dilakukan dengan cara membandingkan panjang
diameter pada skala foto (Suryadi, 2011). Analisis SEM dan EDX dilakukan di
Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
3.7

Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan

penelitian, penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar berlangsung dari bulan
Desember 2015 sampai bulan Agustus 2016. Rincian jadwal penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 3.1.

Universitas Sumatera Utara

49

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jenis
Kegiatan

Bulan ke
I
II
III
IV
V
VI
VII
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan
Alat dan
Bahan
Pelaksanaan
penelitian
Analisis
data
Penyusunan
Laporan
Seminar
Publikasi

Universitas Sumatera Utara

50

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan
hidroksiapatit berasal dari tulang ayam. Sumber kalsium yang terdapat pada tulang
ayam ini dimanfaatkan dalam pembuatan hidroksiapatit.
4.1 Kalsinasi Tepung Tulang Ayam
Proses kalsinasi tepung tulang ayam sebanyak 266,94 g dilakukan pada suhu
1000oC selama 5 jam dengan alat furnace merk Barnstead Thermolyne. Dari hasil
kalsinasi tersebut diperoleh tepung tulang ayam sebanyak 163,45 g. Berkurangnya
berat tulang ayam setelah kalsinasi disebabkan oleh pelepasan elemen pengisi tulang
(kolagen dan protein) pada proses kalsinasi (Kusrini et al., 2012). Terdapat dua
paramater penting yang dihasilkan dari proses kalsinasi yaitu nilai yield CaO dan
warna dari produk (Al-Sokanee et al., 2009). Nilai yield CaO yang didapat pada
penelitian ini sebesar 61,23%. Nilai yield CaO yang diperoleh tidak jauh berbeda
dengan yang didapat oleh (Al-Sokanee et al., 2009) yang melakukan kalsinasi tulang
sapi pada suhu 400oC sampai 1200oC. Yield yang diperoleh adalah 60,41% pada suhu
kalsinasi 1000oC. Nilai yield yang diperoleh semakin menurun dengan naiknya suhu
kalsinasi yaitu dari 74,11% dan konstan disekitar nilai 60,25%. Nilai yield yang
rendah dipengaruhi oleh suhu kalsinasi dimana akan terjadi penurunan nilai yield
dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi dan akan konstan pada suhu sekitar

50

Universitas Sumatera Utara

51

1000oC. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya suhu dapat menghilangkan zat
organik yang tidak bisa dihilangkan pada suhu rendah (Al-Sokanee et al., 2009).
Dari proses kalsinasi, terdapat perbedaan warna antara tepung tulang ayam
tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam hasil kalsinasi. Tepung tulang ayam tanpa
kalsinasi berwarna kuning kecoklatan dan tepung tulang ayam dengan kalsinasi
berwarna putih. Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung
tulang ayam kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(a)

(b)

Gambar 4.1. Tepung Tulang Ayam (a) tanpa Kalsinasi dan (b) Kalsinasi
Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang
ayam kalsinasi mengindikasikan bahwa telah terjadi penguraian zat organik seperti
protein dan kolagen (Ooi et al., 2007). Tepung yang berwarna sedikit kecoklatan
menunjukkan bahwa terdapatnya zat organik pada bahan baku dan tepung yang
menjadi putih setelah kalsinasi menunjukkan zat organik yang terdapat pada tepung

Universitas Sumatera Utara

52

telah hilang (Al-Sokanee et al., 2009). Tepung tulang ayam hasil kalsinasi diuji kadar
kalsiumnya dengan analisis Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Kadar kalsium
yang didapat sebesar 29,7% dan sisanya sebesar 70,3% merupakan komponen lainnya
seperti air, lemak, protein dan abu. Adapun tujuan dari proses kalsinasi ini adalah
untuk menghilangkan komponen organik dan mengkonversi kalsium karbonat
(CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO) (Rujitanapanich et al., 2014). Adapun
reaksinya adalah sebagai berikut.
CaCO3

CaO + CO2

(4.1)

Senyawa karbonat harus dihilangkan terlebih dahulu agar dapat terbentuk
mineral CaO walaupun sebagian kecil karbonat masih terdapat pada hasil kalsinasi.
Keberadaan karbonat ini akan membentuk apatit karbonat yang termasuk ke dalam
kategori komposit kalsium fosfat sama seperti hidroksiapatit sehingga tidak
membahayakan bagi tubuh manusia (Aoki, 1991). Selain kalsinasi berperan dalam
menghilangkan kandungan zat organik (Khoo et al., 2015), patogen yang terdapat
dalam tulang ayam yang berkemungkinan besar dapat menularkan penyakit ke pasien
dapat dirusak atau dihilangkan dengan proses kalsinasi ini (Akram et al., 2014).
Contoh patogen yang dapat menyebabkan infeksi tulang (osteomielitis) dan sumsum
tulang adalah staphylococcus aureus dan escherichia coli (Al-Sokanee et al., 2009).
4.2 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared (FTIR)
Analisis FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu
sampel. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak –

Universitas Sumatera Utara

53

puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak –puncak tersebut
menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, dikarenakan
masing – masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk
gugus fungsi tertentu (Pudjiastuti, 2012).
4.2.1 Tulang Ayam Hasil Kalsinasi 1000 oC
Untuk mengidentifikasi CaO dari tulang ayam hasil kalsinasi dan kandungan
zat organik dilakukan pengujian dengan analisis Fourier Transform Infra Red
(FTIR). Spektrum inframerah tulang ayam hasil kalsinasi dapat dilihat pada Gambar
B.1 dan nilai bilangan gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Bilangan Gelombang Tepung Tulang Ayam Hasil Kalsinasi
Gugus fungsi
OHCO32CaO

PO43- (v1)
PO43- (v2)
PO43- (v3)
PO43- (v4)

Bilangan gelombang (cm-1)
3695,61 – 3570,24

Referensi (cm-1)
3700 – 3100 (Dasli, 1985), 635 – 631
(Rajesh et al., 2011)
1546,91, 1454,33 dan 873,75 Sekitar 1534, 1465, dan 1430
(Narasaju et al., 1996), 873 – 870
(Rajendran et al., 2011)
499,56 – 574,79, 3695,6, 600 – 250 (Gonzales et al., 2003),
3570,24,
dan 1446,61 – 3822, 3656, 3388 ( Zaki et al., 2006)
1417,68
dan 1700 – 1400 (Pattanayak et al.,
2005)
962,48
962 – 960 (Gozalian et al., 2011)
474,49
474 – 470 (Gozalian et al., 2011)
1087,85
1080 – 1076 dan 1049 – 1037
(Gozalian et al., 2011)
603,72
603 – 601 dan 567 – 563 (Gozalian et
al., 2011)

Pengukuran FTIR tepung tulang ayam hasil kalsinasi suhu 1000oC selama 5
jam dilakukan pada range bilangan gelombang 4000 cm-1 – 400 cm-1. Gugus fungsi

Universitas Sumatera Utara

54

utama yang muncul adalah gugus hidroksil (OH-) pada bilangan gelombang 3695,61
cm-1 – 3570,24 cm-1. Gugus OH- yang memiliki puncak yang tajam adalah
karakteristik dari CaO (Ruiz et al., 2009). Gugus fungsi senyawa CaO muncul pada
bilangan gelombang 499,56 – 574,79 cm-1, 3695,6 cm-1, 3570,24 cm-1, dan 1446,61 –
1417,68 cm-1. Pada hasil kalsinasi tulang ayam ini juga menghasilkan gugus fungsi
CO32- dan PO43-. Gugus CO32- muncul pada bilangan gelombang 1546,91 cm -1 dan
1454,33 cm-1. Gugus PO43- muncul pada bilangan gelombang 962,48 cm -1 untuk
vibrasi v1, 474,49 cm-1 untuk vibrasi v2, 1087,85 cm-1 untuk vibrasi v3, dan 603,72
cm-1 untuk vibrasi v4. Dari hasil analisis FTIR ini diketahui bahwa tidak terdapat
kandungan zat organik pada sampel. Hal tersebut ditandai dengan tidak munculnya
gugus fungsi zat organik pada hasil spektrum inframerah.
4.2.2 Pati Biji Durian
Tujuan dari uji FTIR pada pati biji durian untuk mengetahui gugus fungsi apa
saja yang terdapat pada pati. Pada sampel pati biji durian, gugus OH - muncul pada
bilangan gelombang antara 3400,5 cm-1 – 3261,63 cm-1. Gugus C=O muncul pada
bilangan gelombang 1633,71 cm-1. Gugus N–H muncul pada bilangan gelombang
sekitar 3500 – 3300 cm-1. Regang ikatan C–N muncul pada 1336,67 cm-1. Regang
ikatan C–H muncul pada bilangan gelombang 929,69 – 709,8 cm-1 dan 2931,8 cm-1.
Gugus C–O muncul pada bilangan gelombang 1153,43 – 1080,14 cm-1. Spektrum
inframerah pati biji durian dapat dilihat pada Gambar B.2 dan nilai bilangan
gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Universitas Sumatera Utara

55

Tabel 4.2. Bilangan Gelombang Pati Biji Durian
Gugus fungsi
OHC=O
C-N
C-H
C-O
N-H

Referensi (cm-1)

Bilangan gelombang
(cm-1)
3400,5 – 3261,63
1633,71
1336,67 – 1244,09
929,69 – 709,8
2931,8
1153,43 – 1080,14
3500 – 3300

3700 – 3100 (Dasli, 1985), 635 –
631 (Rajesh et al., 2011)
1820 – 1660 (Pavia et al., 2001)
1350 – 1000 (Pavia et al., 2001)
dan 900 – 690, 3000 – 2850 (Pavia et
al., 2001)
1300 – 1000 (Pavia et al., 2001)
3500 – 3100 (Pavia et al., 2001)

Gugus OH dan C=O yang muncul mengindikasikan bahwa sampel pati biji
durian

mengandung

karbohidrat.

Sedangkan

gugus

C-N

yang

muncul

mengindikasikan sampel memiliki kandungan organik.
4.2.3 Hidroksiapatit Berporogen Pati dan Tanpa Porogen
Tujuan dari uji FTIR pada sampel hidroksiapatit berporogen pati dan tanpa
porogen yang dikalsinasi pada suhu 500oC dan 900oC selama 6 jam adalah untuk
mengetahui apakah terdapat gugus fungsi hidroksiapatit pada sampel. Spektrum FTIR
gabungan sampel ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari keempat sampel HAp dapat
dilihat spektrum inframerah yang muncul hampir sama, yang membedakannya adalah
nilai transmitan (%T) dari masing – masing sampel. Untuk sampel hidroksiapatit
tanpa porogen, semakin tinggi suhu kalsinasi maka semakin besar nilai transmitan
yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari transmitan gugus OH, CO32-, dan PO43-,
dimana nilai transmitan pada suhu 900oC lebih tinggi dibanding pada suhu 500oC.
Kenaikan dari nilai transmitan ini mengindikasikan bahwa konsentrasi dari gugus

Universitas Sumatera Utara

56

fungsi tersebut semakin kecil dengan naiknya suhu kalsinasi. Semakin besar
transmitan serapan dari spektrum maka konsentrasinya akan semakin kecil karena
transmitan berbanding terbalik dengan konsentrasi.

Gambar 4.2. Spektrum Inframerah HAp Berporogen Pati dan HAp tanpa Porogen
yang Dikalsinasi pada Suhu 500oC dan 900oC Selama 6 Jam
Hasil yang sama juga terjadi pada sampel hidroksiapatit berpori pada suhu
900oC dan 500oC. Transmitan gugus - gugus fungsi semakin tinggi dengan naiknya
suhu kalsinasi. Adapun gugus fungsi yang terdapat pada keempat sampel adalah
gugus hidroksil (OH-) dengan bilangan gelombang sekitar 3580 cm-1 – 3174,83 cm-1,
dan 630,72 cm-1. Gugus karbonat (CO32‐) pada bilangan gelombang sekitar 1550,77

cm-1, 1456,36 cm-1 dan 873,75 cm-1. Kehadiran senyawa karbonat pada sampel ini

Universitas Sumatera Utara

57

dapat menghambat terbentuknya kristal hidroksiapatit. Munculnya senyawa CO32‐
dalam sampel disebabkan oleh adanya CO2 di atmosfer selama proses sintesis
(Hoonnivathan et al., 2012). CO2 akan berkontak dengan akuades yang menjadi
pelarut dalam reaksi dan menghasilkan anion karbonat (CO 32-) dan masuk ke dalam
kisi kristal hidroksiapatit (Suryadi, 2011). Selain karena faktor dari udara terbuka,
kehadiran senyawa karbonat juga dapat disebabkan laju penambahan asam yang
lambat sehingga menyebabkan bergabungnya karbonat dengan struktur apatit (Salma
et al., 2005). Keberadaan senyawa karbonat dapat mengurangi kestabilan termal
hidroksiapatit (Gomes et al., 2008), sehingga perlu dihilangkan dengan membuat
kondisi pada saat reaksi pencampuran prekursor kalsium dan fospat menjadi inert.
Lingkungan yang inert dapat dilakukan dengan cara mengalirkan gas inert (nitrogen)
ke dalam reaktor (Suryadi, 2011).
Gugus selanjutnya adalah gugus PO43- yang bervibrasi asimetris bending (v4)
pada bilangan gelombang 603,72 cm-1 – 596 cm-1 dan 572,86 cm-1 – 570,93 cm-1,
bervibrasi asimetris stretching (v3) pada bilangan gelombang 1083,99 cm-1 – 1080,14
cm-1 dan 1039,63 cm-1, bervibrasi simetris stretching (v1) pada bilangan gelombang
962,48 cm-1, dan bervibrasi simetris bending (v2) pada bilangan gelombang 474,49
cm-1 – 472,56 cm-1. Keberadaan gugus OH dan PO43- membuktikan bahwa
hidroksiapatit telah terbentuk pada sampel. Dari hasil identifikasi gugus fungsi
keempat sampel dapat dilihat bahwa pada hidroksiapatit berporogen pati tidak terlalu
terlihat gugus fungsi dari pati biji durian yaitu gugus C=O dan C-N. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

58

membuktikan bahwa kalsinasi pada suhu 500 oC dan 900oC selama 6 jam telah
menghilangkan pati biji durian. Rangkuman nilai bilangan gelombang spektrum
inframerah HAp berporogen pati dan HAp tanpa porogen yang dikalsinasi pada suhu
500oC dan 900oC selama 6 jam dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Rangkuman Bilangan Gelombang HAp Berporogen Pati dan HAp Tanpa
Porogen yang Dikalsinasi Selama 6 Jam
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gugus
Fungsi

HAp 500oC HAp 900oC

HAp/Pati
500oC

HAp/Pati
900oC

OH-

3570,24 –
3174,83
dan 630,72

3580 –
3550, dan
630,72

3570,24
dan 632,65

3580 dan
630,72

CO32-

1409,96
dan 881,47

1456,26
dan 873,75

1550,77,
1456,26
dan 873,75

1456,26
dan 873,75

PO43(v1)

962,48

962,48

962,48

962,48

PO43(v2)

474,49

474,49

472,56

472,56

PO43(v3)

1083,99
dan 1037,7

1039,63

1083,99

1080,14

PO43(v4)

596 dan
578,64

570,93 dan
601,79

599,86 dan
572,86

603,72 dan
572,86

Referensi (cm-1)
3700 – 3100
(Dasli,
1985),
635

631
(Rajesh et al.,
2011)
Sekitar
1534,
1465, dan 1430
(Narasaraju dan
Phebe,
1996),
873

870
(Rajendran et al.,
2011)
962

960
(Gozalian et al.,
2011)
474

470
(Gozalian et al.,
2011)
1080 – 1076 dan
1049 – 1037
(Gozalian et al.,
2011)
603 – 601 dan
567

563
(Gozalian et al.,
2011)

Universitas Sumatera Utara

59

Dari hasil analisis FTIR untuk keempat sampel hidroksiapatit diatas, sampel
yang memiliki tingkat kemurnian yang paling tinggi adalah sampel hidroksiapatit
berporogen pati pada suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan
kandungan karbonat yang terdapat pada sampel hidroksiapatit berporogen pati pada
suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam lebih rendah dibandingkan sampel lainnya.
Rendahnya kandungan karbonat ditandai dengan rendahnya niai transmitan dari
gugus CO32-.
4.3 Hasil X-ray Diffraction (XRD)
Fasa dan kemurnian dari hidroksiapatit dapat diketahui melalui analisis XRD
(Venkatesan dan Kim, 2010). Sampel hidroksiapatit yang diuji pada analisis XRD
adalah hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu dan waktu paling tinggi yaitu
hidroksiapatit (900oC, 6 jam) dan hidroksiapatit berpori (900oC, 6 jam). Hasil XRD
yang diperoleh, dibandingkan dengan hidroksiapatit standar dari data Joint
Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) nomor 01-084-1998.
4.3.1 Hasil XRD Hidroksiapatit Tanpa Porogen (900oC, 6 jam)
Hasil Uji XRD sampel hidroksiapatit tanpa porogen (900oC, 6 jam) dapat
dilihat pada Lampiran C. Dari hasil analisis XRD dengan sofware x’pert highscore,
fasa yang terbentuk pada sampel adalah fasa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) sebesar
77% dan fasa sodium kalsium magnesium fosfat (Ca 9MgNa(PO4)7) sebesar 23%.
Munculnya fasa lain selain hidroksiapatit mengindikasikan bahwa hidroksiapatit yang
dihasilkan pada penelitian ini masih belum murni. Ca 9MgNa(PO4)7 dapat terbentuk

Universitas Sumatera Utara

60

karena adanya reaksi antara sodium, kalsium, magnesium dengan asam fospat murni
(EMFEMA, 2011). Penyebab lain disebabkan oleh pencucian presipitat dari proses
penuaan (aging) belum menghilangkan impurities. Ca9MgNa(PO4)7 tidak bersifat
racun (EMFEMA, 2011). Kemungkinan besar penyebab munculnya magnesium pada
sampel adalah karena pada tulang ayam hasil kalsinasi mengandung sejumlah besar
magnesium, karena dari hasil uji AAS jumlah kalsium yang terdapat pada tulang
ayam hanya 29,7%. Magnesium tidak berbahaya jika digunakan untuk aplikasi
bidang medis, karena magnesium juga digunakan untuk bahan implan (Syaflida,
2012). Karakteristik puncak dari sampel hidroksiapatit memiliki kemiripan dengan
hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak – puncak dengan
intensitas tertinggi diperoleh pada sudut βθ adalah 31,7919o, 32,9141o, 32,1972o,
25,9336o, dan 46,7226o. Sedangkan puncak – puncak dari hidroksiapatit standar
(JCPDS 01-084-1998) pada sudut βθ adalah 31,791o, 32,923o, 32,218o, 25,900o,
49,527o. Perbandingan puncak – puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Peak List

Hidroksiapatit hasil sintesis

01-084-1998

Hidroksiapatit standar JCPDS

00-045-0136

Ca9MgNa(PO4)7

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Position [°2Theta]

Gambar 4.3. Perbandingan Puncak HAp Hasil Sintesis dengan HAp Standar JCPDS

Universitas Sumatera Utara

61

Puncak – puncak tertinggi dari hidroksiapatit hasil sintesis beserta nilai dspacing, intensitas dan Full Width Half Maximum (FWHM) dapat dilihat pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4. Puncak – Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Hasil Sintesis
No
1
2
3
4
5

βθ
25,9336
31,7919
32,1972
32,9141
46,7226

d-spacing
3,4357
2,8147
2,7802
2,7213
1,9442

Intensitas
39,40
100
46,13
64,84
33,79

FWHM
0,1378
0,1574
0,0590
0,0787
0,0787

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar sudut βθ maka semakin
kecil nilai d-spacing atau jarak antara dua bidang kisi. Nilai FWHM atau lebar
setengah puncak pada Tabel 4.4 berhubungan dengan ukuran kristal dimana semakin
besar nilai FWHM maka semakin kecil ukuran kristal pada sampel (Nurmawati,
2007).
4.3.2 Hasil XRD Hidroksiapatit Berporogen Pati (900oC, 6 jam)
Hasil Uji XRD hidroksiapatit berporogen pati (900oC, 6 jam) seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran C menghasilkan fasa yang sama dengan hidroksiapatit
tanpa porogen yaitu fasa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) sebesar 73% dan fasa
sodium kalsium magnesium fosfat (Ca 9MgNa(PO4)7) sebesar 27%. Seperti
pembahasan sebelumnya, fasa Ca9MgNa(PO4)7 dapat terbentuk karena adanya reaksi
antara sodium, kalsium, magnesium dengan asam fospat murni dan dapat disebabkan
oleh pencucian presipitat dari proses penuaan (aging) belum menghilangkan

Universitas Sumatera Utara

62

impurities. Munculnya magnesium mungkin disebabkan karena pada tulang ayam
hasil

kalsinasi

mengandung

sejumlah

besar

magnesium

sehingga

fasa

Ca9MgNa(PO4)7 dapat terbentuk. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
Ca9MgNa(PO4)7 tidak bersifat racun. Menurut (Akram et al., 2014), ion Na + dan
Mg2+ memegang peranan penting dalam pertumbuhan tulang dan gigi. Tidak adanya
ion – ion tersebut dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh. Karakteristik puncak
dari hidroksiapatit berporogen pati (900oC, 6 jam) ini memiliki kemiripan dengan
hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak – puncak dengan
intensitas tertinggi diperoleh pada sudut βθ adalah 31,8024o, 32,9591o, 32,1979o,
25,8954o, dan 49,5116o. Sedangkan puncak – puncak hidroksiapatit standar (JCPDS
01-084-1998) pada sudut βθ adalah 31,791o, 32,923o, 32,218o, 25,900o, dan 49,527o.
Perbandingan puncak – puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Peak List

Hidroksiapatit berporogen hasil sintesis

01-084-1998

Hidroksiapatit standar JCPDS

00-045-0136

Ca9MgNa(PO4)7

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Position [°2Theta]

Gambar 4.4. Perbandingan Puncak HAp Berpori Hasil Sintesis dengan HAp Standar
JCPDS
Puncak – puncak tertinggi dari hidroksiapatit berporogen pati hasil sintesis
dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar
sudut βθ maka semakin besar nilai d-spacing.

Universitas Sumatera Utara

63

Tabel 4.5. Puncak – Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Berporogen Pati Hasil Sintesis
No
1
2
3
4
5

βθ
25,8954
31,8024
32,1979
32,9591
49,5116

d-spacing (A)
3,4407
2,8138
2,7801
2,7176
1,8410

Intensitas
35,57
100
41,97
63,76
28,30

FWHM
0,0984
0,1181
0,0984
0,0984
0,0787

4.3.3 Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas
Ukuran kristal dan tingkat kristalinitas dari sampel hidroksiapatit berporogen
pati dan tanpa porogen dapat dilihat pada Tabel 4.6. Ukuran kristal dihitung dengan
persamaan scherrer dan tingkat kristalinitas dihitung dengan persamaan kristalinitas
yang terdapat pada (Manalu et al., 2015).
Tabel 4.6. Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas
No
1
2

Keterangan
HAp/pati 900oC 6 jam
HAp 900oC 6 jam

Ukuran Kristal (nm)
83,976
63,021

Rasio Ca/P
1,485
1,566

Kristalinitas (%)
90,34
87,30

Dari Tabel 4.6 diatas, ukuran kristal dan tingkat kristalinitas dari
hidroksiapatit tanpa porogen lebih kecil dibandingkan hidroksiapatit berporogen pati.
Rendahnya ukuran kristal dan tingkat kristalinitas ini dapat disebabkan oleh senyawa
karbonat yang terdapat dalam hidroksiapatit tanpa porogen lebih banyak
dibandingkan dengan hidroksiapatit berporogen pati. Hal ini dapat dibuktikan lewat
spektrum inframerah dari hidroksiapatit tanpa porogen (Gambar B.3) yang
mempunyai nilai transmitan gugus CO32- lebih rendah dibandingkan dengan nilai
transmitan gugus CO32- dari hidroksiapatit berporogen pati. Rendahnya nilai

Universitas Sumatera Utara

64

transmitan ini menunjukkan bahwa konsentrasi dari senyawa karbonat pada
hidroksiapatit tanpa porogen lebih tinggi dibandingkan hidroksiapatit berporogen
pati. Konsentrasi senyawa karbonat yang tinggi dapat menghambat pembentukan
kristal dari hidroksiapatit, sehingga akan menghasilkan tingkat kristalinitas dan
ukuran kristal yang rendah (Al-Sokanee et al., 2009). Menurut (Afshar et al., 2003),
ion karbonat yang masuk ke dalam kisi kristal akan menggantikan ion hidroksil atau
fospat dan menghasilkan carbonated – HAp (CHA).
Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin kecil nilai
FWHM, maka semakin besar ukuran kristal yang diperoleh. Nilai FWHM
hidroksiapatit berporogen pati pada intensitas tertinggi adalah 0,1181. Nilai FWHM
ini lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen, yaitu 0,1574. Kristalinitas dari
hidroksiapatit berbanding lurus terhadap ukuran kristal. Semakin besar ukuran kristal
maka semakin besar tingkat kristalinitasnya. Hal ini dapat dilihat pada hidroksiapatit
berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar memiliki tingkat kristalinitas
sebesar 90,34%. Nilai ini lebih besar dibanding tingkat kristalinitas hidroksiapatit
tanpa porogen yaitu 87,30%. Peningkatan kristalinitas juga dapat dilihat dari lebar
puncak XRD. Puncak dari hidroksiapatit berporogen pati lebih sempit dibanding
hidroksiapatit tanpa porogen. Lebar puncak yang mengecil atau semakin sempit
mengindikasikan peningkatan kristalinitas dari hidroksiapatit dan intensitas dari
puncak meningkat ketika lebar puncak mengecil (Lin et al., 2011). Penyempitan
puncak XRD ini akan mempengaruhi nilai rasio Ca/P dimana rasio Ca/P akan
semakin rendah. Nilai Ca/P ini akan mempengaruhi ukuran kristal dimana semakin

Universitas Sumatera Utara

65

besar rasio Ca/P maka semakin kecil ukuran kristal yang dihasilkan (Putri et al.,
2015). Hidroksiapatit berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar, memiliki
rasio Ca/P yang lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen yang ukuran
kristalnya lebih kecil. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati adalah 1,485 dan
rasio Ca/P hidroksiapatit tanpa porogen adalah 1,566.
Dari hasil analisis XRD diatas, kedua sampel tidak terlalu menunjukkan
perbedaan hasil analisis secara signifikan. Sampel hidroksiapatit berporogen pati pada
suhu 900oC selama 6 jam memiliki hasil yang lebih baik dibanding hidroksiapatit
tanpa porogen pada suhu 900oC selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan ukuran
kristal dan tingkat kristalinitasnya lebih besar dibanding hidroksiapatit tanpa porogen
yaitu 83,975 nm dan 90,34%. Hidroksiapatit dengan tingkat kristalinitas yang tinggi
sangat cocok diaplikasikan pada bidang medis.
4.4 Hasil Scanning Electromagnetic Microscopy dan Energy Dispersive X – Ray
(SEM – EDX)
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari hidroksiapatit yang
disintesis. Data digital berupa gambar dapat diolah lebih lanjut untuk menentukan
distribusi ukuran partikel dengan menggunakan software ImageJ (Kurniawan et al.,
2011). ImageJ adalah software gatis untuk pengolahan gambar digital berbasis Java
yang dibuat oleh Wayne Rasband dari Research Services Branch, National Institute
of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA (Podlasov dan Ageenko, 2003).
Penggunaan ImageJ dalam analisis gambar digital telah digunakan secara luas dalam

Universitas Sumatera Utara

66

bidang kesehatan dan biologi (Kurniawan et al., 2011). ImageJ yang digunakan
adalah versi 1.50i.
4.4.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp tanpa
Porogen

0,482 nm
0,949 nm

0,226 nm
0,671 nm
1,002 nm

0,857 nm

Partikel HAp

Partikel HAp

(b)
(a)
Gambar 4.5. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 2 Jam pada Perbesaran SEM
25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC
Suhu sangat berpengaruh terhadap morfologi suatu partikel. Pada waktu
kalsinasi 2 jam, terdapat perbedaan morfologi partikel antara hidroksiapatit yang
dikalsinasi pada suhu 500oC (Gambar 4.5a) dengan hidroksiapatit yang dikalsinasi
pada suhu 900oC (Gambar 4.5b). Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500 oC
selama 2 jam memiliki morfologi partikel yang kecil dan tidak seragam dengan
diameter partikel rata-rata 0,74γ m. Sedangkan pada suhu kalsinasi λ00oC selama 2
jam, morfologi partikel menjadi lebih besar dengan diameter partikel rata-rata 1,017
m. Untuk waktu kalsinasi 6 jam, morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi

Universitas Sumatera Utara

67

pada suhu 500oC (Gambar 4.6a) memiliki morfologi partikel yang berbentuk tidak
beraturan dan lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 0,λλ6 m.

0,995 nm

1,182 nm

0,495 nm

1,355 nm
0,648 nm

2,102 nm

Partikel HAp

Partikel HAp

(a)

(b)

Gambar 4.6. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 6 Jam pada Perbesaran SEM
25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC dan (b) 900oC
Ukuran partikel dari hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500 oC selama 6
jam ini lebih besar dibanding suhu kalsinasi 500oC selama 2 jam. Sedangkan
morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 900 oC selama 6 jam
(Gambar 4.6b) juga berbentuk tidak beraturan, dan memiliki partikel yang lebih
seragam dengan diameter partikel rata-rata 1,584 m. Pada waktu kalsinasi 6 jam
juga terjadi perubahan partikel yang menjadi lebih besar dari suhu 500 oC ke suhu
900oC.
Meningkatnya ukuran partikel hidroksiapatit menjadi lebih besar dari suhu
500oC ke suhu 900oC untuk waktu 2 jam dan 6 jam sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh (Elhendawi et al., 2014) yaitu ukuran partikel meningkat dengan

Universitas Sumatera Utara

68

semakin besarnya suhu. Suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik atom –
atom penyusun sehingga terjadi difusi dengan partikel senyawa apatit yang
berdekatan atau bersinggungan satu sama lain dan terjadi pengikatan partikel bersama
(teraglomerasi). Hal inilah yang menyebabkan ukuran dari partikel senyawa apatit
tersebut semakin besar. Ilustrasi dari proses perubahan struktur partikel dapat dilihat
pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Perubahan Struktur Partikel (Ramlan dan Bama, 2011)
Selain dari pengaruh suhu, morfologi hidroksiapatit juga dipengaruhi oleh
waktu kalsinasi. Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada waktu 6 jam (Gambar 4.6a dan
Gambar 4.6b memiliki morfologi partikelnya lebih jelas, menyerupai bentuk kristal
dibanding dengan hidroksiapatit pada waktu kalsinasi 2 jam (Gambar 4.5a dan
Gambar 4.5b). Menurut (Achton, 2013), pengaruh dari waktu kalsinasi sebanding
dengan pengaruh dari suhu kalsinasi. Semakin lama waktu kalsinasi tingkat
kristalinitas akan semakin baik. Tingkat kristalinitas yang semakin baik disebabkan
susunan atom dalam sampel semakin teratur sehingga semakin banyak kristal yang
terbentuk. Dengan adanya pemanasan maka terjadi ikatan partikel senyawa apatit
yang semakin lama daerah kontaknya semakin membesar. Partikel tersebut akan
bergabung membentuk batas butir pada daerah kontak sehingga dengan adanya waktu

Universitas Sumatera Utara

69

kalsinasi yang semakin lama akan menyebabkan dua partikel bergabung menjadi satu
partikel yang besar.
4.4.2 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp
Berporogen Pati Biji Durian
Morfologi partikel hidroksiapatit berporogen pati menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda dengan morfologi hidroksiapatit tanpa porogen. Pori yang
terbentuk pada hidroksiapatit dengan penambahan porogen pati berada diantara
ganular – ganular dan berada dalam ganular. Pori terbentuk karena pati terjebak
diantara partikel – partikel HAp. Pati akan menghilang pada saat proses pemanasan
suhu tinggi dan terlepas dari partikel HAp sehingga meninggalkan jejak berupa pori.
Pembentukan struktur pori pada hidroksiapatit dengan proses pemanasan suhu tinggi
dapat menghasilkan ukuran pori pada rentang 0,1 – 5000 µm (Sopyan et al., 2007).
Hidroksiapatit berporogen pati dengan suhu kalsinasi 500oC selama 2 jam
(Gambar 4.8a) memiliki morfologi partikel berbentuk tidak beraturan, partikel kecil
dan halus dengan diameter partikel rata-rata 0,8β6 m dan luas pori rata-rata sekitar
0,046

m2. Sedangkan pada suhu 900oC selama 2 jam (Gambar 4.8b), diameter

partikel rata-rata menjadi lebih besar yaitu 1,β65 m dengan luas pori rata-rata sekitar
0,403

m2, dan berbentuk tidak beraturan. Kecilnya luas pori dari hidroksiapatit

berporogen pati pada suhu kalsinasi 500oC selama 2 jam ini, kemungkinan besar
disebabkan terlalu singkatnya waktu kalsinasi yaitu 2 jam. Sehingga pati tidak
terbakar secara sempurna dan mengakibatkan pori yang terbentuk hanya sedikit.

Universitas Sumatera Utara

70

Sedangkan pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi yaitu 900 oC, pati biji durian terbakar
secara sempurna dan membentuk pori yang lebih besar.

0,315 nm

1,599 nm

Pori HAp

Pori HAp

0,573 nm
0,698 nm

(a)
(b)
Gambar 4.8. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 2
Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC
dan (b) 900oC

1,090 nm

Pori HAp

Pori HAp

1,288 nm
1,159 nm

(a)

1,889 nm

(b)

Gambar 4.9. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 6
Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500oC
dan (b) 900oC

Universitas Sumatera Utara

71

Untuk waktu kalsinasi 6 jam, hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi
pada suhu 500oC (Gambar 4.9a) menunjukkan partikel berukuran kecil yaitu dengan
diameter partikel rata-rata 1,046 m dan luas pori rata-rata sekitar 0,γγ7 m2, bentuk
tidak beraturan, dan ukuran partikel seragam. Pori pada suhu 500oC dengan waktu
kalsinasi 6 jam ini lebih besar dibandingkan pori pada suhu 500 oC dengan waktu
kalsinasi 2 jam. Hal ini mungkin disebabkan pati telah terbakar sempurna dan
membentuk pori yang lebih besar. Hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi
pada suhu 900oC (Gambar 4.9b) menunjukkan morfologi partikel yang susunannya
lebih teratur dan ukuran partikel lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata
1,674

m dan luas pori rata-rata yang dihasilkan sekitar 0,208

m2. Pada waktu

kalsinasi 6 jam, luas pori dari suhu 500oC lebih besar dibanding luas pori pada suhu
900oC. Hal ini dapat disebabkan pada proses kalsinasi terjadi penumbuhan partikel
sehingga terjadi ikatan yang kuat antara masing – masing partikel. Hal ini
menyebabkan material menjadi lebih padat dan pori – pori akan menjadi lebih kecil
(Nurmanta et al., 2014). Selain itu menurut (Nisa dan Munasir, 2015) semakin besar
suhu kalsinasi maka semakin kecil volume pori yang terbentuk. Hal ini dikarenakan
suhu kalsinasi menyebabkan partikel mengembang sehingga batas butir antar partikel
semakin tidak terlihat, sehingga beraglomerasi membentuk partikel yang lebih besar
dan memperkecil ukuran pori. Ukuran pori hasil sintesis HAp berpori dalam
penelitian ini masih belum termasuk ke dalam ukuran pori yang efektif untuk
perumbuhan tulang yaitu berada pada range 100 – 400 m (Sopyan et al., β007).
Selain itu distribusi pori yang dihasilkan masih kurang seragam.

Universitas Sumatera Utara

72

Peningkatan ukuran partikel juga terjadi pada hidroksiapatit berporogen pati
dari suhu 500oC ke 900oC untuk waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Sama seperti alasan
sebelumnya meningkatnya ukuran partikel disebabkan oleh meningkatnya suhu
kalsinasi (Elhendawi et al., 2014). Kristalinitas dari partikel yang semakin baik dari
waktu 2 jam ke 6 jam juga dipengaruhi oleh waktu kalsinasi. Sama seperti
pembahasan sebelumnya, semakin lama waktu kalsinasi akan membuat semakin
lamanya kontak antara partikel senyawa apatit dan menghasilkan partikel yang lebih
besar. Semakin lama waktu kalsinasi akan menghasilkan kristalinitas yang tinggi
(Reli et al., 2012).
Dari hasil analisis morfologi partikel dengan SEM pada sampel diatas dapat
disimpulkan kondisi terbaik diperoleh pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji
durian dengan suhu kalsinasi 900oC selama 6 jam yang mana mempunyai morfologi
partikel yang paling teratur dan seragam dengan ukuran diameter rata – rata 1,674
m. Sedangkan kondisi terbaik dalam pembentukan pori dengan porogen pati biji
durian adalah pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji durian dengan suhu
kalsinasi 900oC selama 2 jam dengan luas pori rata – rata 0,403 m2.
4.4.3 Hasil Analisis EDX
Analisis EDX digunakan untuk menganalisis elemen atau komposisi kimia
dari suatu sampel. Dari hasil analisis EDX ini dapat ditentukan nilai rasio Ca/P
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Universitas Sumatera Utara

73

Tabel 4.7 Rasio Ca/P Hidroksiapatit Tanpa Porogen dan Hidroksiapatit Berporogen
Pati Biji Durian pada Suhu 900oC Selama 6 Jam.
Keterangan

Ca/P HAp Tanpa
Porogen

Ca/P HAp Berporogen Pati Biji
Durian

Spot 1
Spot 2
Spot 3
Rata - rata

1,577
1,658
1,461
1,566

1,443
1,578
1,433
1,485

Analisis EDX dilakukan pada tiga spot atau tempat yang berbeda. Dari Tabel
4.7 dapat dilihat bahwa untuk hidroksiapatit tanpa porogen memiliki rasio Ca/P
sebesar 1,566, sedangkan hidroksiapatit berporogen pati memiliki rasio Ca/P sebesar
1,485. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati lebih kecil dibanding hidroksiapatit
tanpa porogen. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh dari fasa Ca9MgNa(PO4)7 yang
terdapat

pada

hidroksiapatit

berporogen

pati

lebih

banyak

dibandingkan

hidroksiapatit tanpa porogen. Menurut hasil XRD yang dianalisis menggunakan
software highscore, pada hidroksiapatit berporogen pati diperoleh kandungan
senyawa hidroksiapatit sebesar 73% dan Ca9MgNa(PO4)7 sebesar 27%. Sedangkan
pada hidroksiapatit tanpa porogen diperoleh kandungan senyawa hidroksiapatit
sebesar 77% dan Ca9MgNa(PO4)7 sebesar 23%. Selain itu penurunan nilai Ca/P dapat
dilihat dari semakin sempitnya puncak. Hidroksiapatit berporogen pati memiliki
puncak yang lebih sempit dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Hal ini dapat
dilihat dari nilai FWHM dimana nilai FWHM hidrokiapatit berporogen pati lebih
kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Sehingga nilai rasio Ca/P nya lebih
kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen.

Universitas Sumatera Utara

74

Dari hasil analisis EDX, rasio Ca/P yang diperoleh pada penelitian ini nilainya
dibawah rasio Ca/P hidroksiapatit standar yaitu 1,67. Nilai rasio Ca/P terbaik yang
diperoleh adalah 1,566 yang terdapat pada sampel hidroksiapatit tanpa porogen
dengan suhu kalsinasi 900 oC selama 6 jam. Menurut (Suryadi, 2011), rasio molar
Ca/P berpengaruh terhadap kekuatan dari hidroksiapatit. Semakin besar rasio Ca/P
maka semakin meningkat kekuatan dari hidroksiapatit. Kekuatan ini akan mencapai
nilai maksimum di sekitar rasio Ca/P ~1,67 dan kekuatannya akan menurun jika rasio
Ca/P besar dari 1,67 (Suryadi, 2011).

Universitas Sumatera Utara

75

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Hidroksiapatit (HAp) dapat disintesis dari tulang ayam dengan metode
presipitasi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil dari FTIR yang menunjukkan
terdapatnya gugus fungsi utama dari HAp yaitu OH- dan PO43-. Namun tingkat
kemurnian HAp hasil sintesis masih rendah karena terdapatnya gugus CO 32- dan
dari hasil XRD menunjukkan terdapat fasa lain selain HAp yaitu sodium kalsium
magnesium fospat.
2. Waktu dan suhu kalsinasi mempengaruhi morfologi partikel HAp dimana
semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, susunan partikel akan semakin teratur,
ukuran kristal dan tingkat kristalinitas akan semakin tinggi.
3. Pengaruh porogen pati biji durian terhadap luas pori bergantung pada suhu dan
waktu kalsinasi yaitu semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, luas pori akan
semakin kecil.
4. Kondisi terbaik yang diperoleh untuk pembuatan HAp pada penelitian ini adalah
pada HAp dengan menggunakan porogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi
900oC selama 6 jam, dimana diameter kristalnya 83,975 nm, tingkat kristalinitas
90,34%, dan diameter partikel rata-rata 1,674 m.

75
Universitas Sum