Pengaturan Hukum Tentang Pengawasan Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

H. Latar Belakang
Indonesia adalah “the most broken-up nation in the world”, satu negeri,
satu bangsa yang paling terserak-serak rakyatnya, terhimpun dari 17.499 pulau
dan 80.791 km garis pantai, dihuni oleh 1.340 suku bangsa dengan hampir seribu
bahasa daerah. Dengan kekayaan itu, rakyat yang tersebar di seantero nusantara
secara bulat memutuskan menjadi sebuah bangsa besar dan berdaulat bernama
Indonesia. 1
Wilayah udara Republik Indonesia merupakan wilayah udara yang berada
di atas negara kepulauan Republik Indonesia yang berarti meliputi udara di alas
wilayah darat, perairan kepulauan, taut territorial dan laut pedalaman Republik
Indonesia di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan alas wilayah itu. 2
Setiap negara memiliki wilayah kedaulatan sendiri-sendiri. Wilayah suatu negara
sebagai suatu ruang, tidak saja terdiri atas daratan atau tanah tetapi juga perairan
dan wilayah udara. Secara rinci bagian-bagian dari wilayah suatu negara meliputi
wilayah daratan termasuk tanah dibawahnya, wilayah perairan, dan wilayah ruang
udara dan ruang angkasa. Wilayah udara adalah wilayah kedaulatan udara di atas
wilayah daratan dan perairan Indonesia. Ketentuan wilayah di atas dapat


1

Danang Risdiarto. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara Yurisdiksi
Indonesia Oleh Pesawat Terbang Asing Tidak Terjadwal. Media Pembinaan Hukum Indonesia,
Jurnal Volume 5, Nomor 1, April 2016, hal 70
2
Harry P. Haryono. Wllayah Udara Indonesia:Sudahkan Kita Memanfaatkan dan
Menjaganya? Jurnal. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Volume 6 Nomor 4 Juli 2009, hal
520

Universitas Sumatera Utara

disimpulkan meliputi daratan berupa rangkaian ulau-pulau besar dan pulau-pulau
kecil Indonesia; serta perairan Indonesia yang berarti menurut rezim hukum
kepulauan (archipelagic state) adalah seluruh perairan pedalaman dan laut
territorial Indonesia.

3

Pasal 1 Konvensi Paris 1919 secara tegas menyatakan bahwa negaranegara pihak mengakui bahwa tiap-tiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan

ekslusif atas ruang udara yang terdapat diatas wilayahnya. sedangkan Konvensi
Chicago 1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam Konvensi
Paris 1919.
Indonesia mengatur wilayah negara melalui Undang-undang No. 43 Tahun
2008 tentang wilayah negara tertanggal 13 November 2008. Menurut Pasal 1
Undang-undang tersebut maka Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan,
perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial beserta dasat laut dan
tanah dibawahnya, serta ruang

udara di atasnya. termasuk seluruh sumber

kekayaan yang terkandung di dalamnya. 4
Wilayah udara Indonesia yang luas, dengan banyaknya kegiatan
penerbangan berpotensi mengundang kerawanan terjadi kecelakaan udara dan
ancaman pelanggaran wilayah udara Indonesia. Ancaman pelanggaran wilayah
udara nasional, selain mengganggu keamanan nasional yang berkaitan dengan
kegiatan penerbangan, juga berpengaruh terhadap kedaulatan wilayah apabila

3


Eva Johan. Pengaturan Mengenai Pesawat Udara Militer Menurut Hukum Udara
Internasional. Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. PERSPEKTIF Volume XV
No. 3 Tahun 2010 Edisi Juli, hal 273
4
Ibid, hal 522

Universitas Sumatera Utara

ditinjau dari aspek pertahanan negara. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
pada saat penerbangan antara lain; pesawat tidak teridentifikasi terdiri atas
pesawat yang dianggap menyimpang dari jalurnya atau pesawat yang dilaporkan
beroperasi di daerah tertentu tetapi tidak memberikan identitasnya kepada ATS
(otoritas pelayanan lalu lintas udara). 5
Indonesia memiliki wilayah udara yang luas dan dilalui oleh 247 rute
udara domestik yang menghubungkan 125 kota di Indonesia, serta 57 rute udara
internasional yang menghubungkan 25 kota di 13 negara. Indonesia memiliki 233
bandara yang terdiri dari 31 bandara berstatus internasional dan 202 berstatus
bandara domestik. Transportasi udara merupakan trasportasi yang sangat penting
di Indonesia. Pertumbuhan transportasi udara selama 5 tahun terakhir rata-rata

16% dan diperkirankan akan terus berlanjut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
Indonesia diperkirakan mencapai 6% serta adanya peningkatan jumlah masyarakat
kelas menengah yang mampu melakukan perjalanan dengan transportasi udara. 6
Pesawat udara mulai ramai diperbincangkan pada saat Francisco de Lana
dan Galier mencoba mengembangkan model pesawat udara yang dapat terbang di
atmosfer, kemudian diikuti oleh Pater de Gusman di Lisabon yang berhasil
terbang di ruang udara dengan menggunakan udara yang dipanaskan, sedangkan

5

Muhammad Hadiid Asyari. Pelanggaran Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat
Diwilayah Kedaulatan Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944, Skripsi Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2016, hal 3
6
http://fhukum.unpatti.ac.id/hkm-internasional/358-fir-flight-information-region,diakses
tanggal 15 Juni 2017

Universitas Sumatera Utara

Black berhasil terbang dengan balon yang diisi dengan zat air pada tahun 1767

yang diikuti oleh Cavallo pada tahun 1782. 7
Sejak kelahiran dunia penerbangan, angkutan udara berkembang dan
beperan sesuai dengan kebutuhan nasional tiap-tiap negara yang bersangkutan.
Lalu kemudian tahun-tahun berikutnya bermunculan perusahaan-perusahaan
penerbangan komersial. Peranan dan fungsi angkutan udara mempunyai posisi
penting dan strategis di dunia Internasional baik ditinjau dari segi kehidupan
sosial, ekonomi, pariwisata maupun pertahanan dan keamanan. Di era globalisasi
ini, di mana waktu menjadi sesuatu yang sangat penting bagi aparatur negara,
pelaku bisnis, dan semua orang pada umumnya, sarana transportasi udara
berperan sangat penting. Oleh karena itu, bisnis transportasi udara merupakan
suatu bisnis yang menjanjikan bagi suatu aparatur negara. 8
Pada prinsipnya, fungsi dan pelaksanaan kedaulatan dilaksanakan di dalam
wilayah negara tersebut. Semua orang, benda yang berada atau peristiwa hukum
yang terjadi di suatu wilayah pada hakekatnya tunduk kepada kedaulatan dari
Negara yang memiliki wilayah tersebut. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi
dan bersifat monopoli dengan dikenal sebagai "Supreme Power" yang hanya
dimiliki oleh negara. Prinsip yang lahir dari pengertian kedaulatan teritorial

7


K. Martono dan Ahmad Sudiro. Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal 9
8
Agus Pramono. Hukum Penyelenggaraan Bisnis Penerbangan, Ghalia, Bogor, 2009,
hal. 1

Universitas Sumatera Utara

tersebut menegaskan bahwa negara tersebut harus mampu melaksanakan
kekuasaan yang penuh atau eksklusif atas wilayahnya. 9
Kedaulatan yang penuh dan eksklusif yang dimilikinya, negara berhak
melakukan pengaturan terhadap penerbangan di ruang udaranya. Pengaturan ini
diperlukan agar penyelenggaraan penerbangan berlangsung engan aman dan
efisien dan teratur. 10
Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas udara dan pengamanan atas
pesawat-pesawat udara merupakan apek penting dalam pengaturan-pengaturan
hukum yang di buat oleh negara-negara. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya didalamnya adalah masalah
yurisdiksi. Prinsip-prinsip dalam yurisdiksi adalah prinsip teritorial, nasional,
personalitas pasif, perlindungan atau keamanan, universalitas, dan kejahatan

menurut kriteria hukum yang berlaku. Dalam hubungan dengan yurisdiksi negara
di ruang udara, sangat erat hubungannya dengan penegakkan hukum di ruang
udara tersebut. 11
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik memilih judul
Pengaturan Hukum Tentang Pengawasan Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap
Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional.

I.

Perumusan Masalah

9

Agus Pramono. Wilayah Kedaulatan Negara Atas Ruang Udara Dalam Perspektif
Hukum Internasional. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. MMH, Ji/id 41 No. 2
Apn12012, hal 280
10
Yasidi Hambali, “Aspek-Aspek Hukum dari Penataan dan pengawasan Wilayah Udara
Nasional”, makalah pada penataran hukum udara dan ruang angkasa, FH Universitas Padjadjaran,
Bandung 5-17 September 1994, hal. 7


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum wilayah udara negara Indonesia?
2. Bagaimanakah pengaturan hukum udara internasional?
3. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pengawasan wilayah dirgantara
Indonesia terhadap lalu lintas pesawat udara asing ditinjau dari perspektif
hukum internasional?

J.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka penelitian ini bertujuan

untuk :
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum wilayah udara negara Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaturan hukum udara internasional
3. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pengawasan wilayah dirgantara

Indonesia terhadap lalu lintas pesawat udara asing ditinjau dari perspektif
hukum internasional.
Sedangkan manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran

dalam

rangka

pengembangan

ilmu

pengetahuan

hukum

internasional, khususnya mengenai pengaturan hukum tentang pengawasan

wilayah dirgantara Indonesia terhadap lalu lintas pesawat udara asing ditinjau
dari perspektif hukum internasional.
11

http://www.suduthukum.com/2017/02/sejarah-hukum-udara-di-indonesia.html, diakses

Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat memberikan masukan dalam hal penanganan terhadap
pengaturan hukum tentang pengawasan wilayah dirgantara Indonesia terhadap
lalu lintas pesawat udara asing ditinjau dari perspektif hukum internasional.

K. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, bahwa judul skripsi Pengaturan Hukum Tentang
Pengawasan Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara
Asing Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional, belum pernah ada, namun ada
beberapa penelitian sebelumnya yang membahas pengaturan hukum wilayah udara
ditinjau dari perspektif hukum internasional, antara lain :

Rizky Ridwan Matondang (2015), dengan judul penelitian Pelanggaran
Hukum Atas Wilayah Udara Dengan Masuknya Pesawat Asing Dalam Perspektif
Hukum Internasional (Studi Kasus Pelanggaran oleh Heinz Peier yang memasuki
Wilayah Udara Indonesia). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Pengaturan hukum dalam wilayah Indonesia
2. Pengaturan hukum atas wilayah udara dalam perspektif hukum internasional
3. Pelanggaran hukum atas wilayah udara dengan masuknya pesawat asing
dalam perspektif hukum internasional.
Muhammad Hadiid Asyari (2016), dengan judul penelitian Pelanggaran
Pesawat F-18 Hornet Milik Amerika Serikat Diwilayah Kedaulatan Indonesia

tanggal 12 Juni 2017

Universitas Sumatera Utara

Ditinjau Dari Konvensi Chicago Tahun 1944. Adapun permasalahan dalam
penelitian ini:
1. Kedaulatan negara di ruang udara berdasarkan Konvensi Chicago 1944
2. Pelanggaran kedaulatan wilayah yang telah dilakukan oleh pesawat F-18
Hornet milik Amerika Serikat
3. Akibat hukum pelanggaran pesawat F-18 Hornet milik Amerika Serikat
diwilayah kedaulatan Indonesia ditinjau dari Konvensi Chicago Tahun 1944?
Yan Jepri Barus (2013), dengan judul penelitian Yuridiksi Wilayah Udara
Suatu Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional. Adapun permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Yuridiksi wilayah udara suatu Negara.
2. Prinsip hukum udara yang dianut bangsa-bangsa di dunia (internasional)
3. Yuridiksi wilayah udara suatu negara dalam perspektif hukum internasional
Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam
penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah
yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun akademik.

L. Tinjauan Pustaka
1. Wilayah Udara
Wilayah udara suatu negara adalah ruang udara yang ada di atas wilayah
daratan, wilayah laut pedalaman, laut territorial dan juga wilayah laut negara
kepulauan. Kedaulatan Negara di ruang udaranya berdasarkan adagium Romawi
adalah sampai ketinggian tidak terbatas (cujus est solum eust ad coelum). Prinsip

Universitas Sumatera Utara

sampai ketinggian tidak terbatas ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi seiring
dengan kemajuan teknologi seperti peluncuran dan penempatan satelit di ruang
angkasa. Peluncuran pesawat ruang angkasa yang melintasi ruang udara suatu
Negara tidak penah minta izin dari negara yang bersangkutan demikian pula
penempatannya pada orbit tertentu. Namun demikian, sampai pada ketinggian
berapa kedaulatan negara atas ruang udaranya belum ada kesepakatan. 12
Pengaturan ruang udara juga angkasa memang merupakan aturan yang
relatif baru dibandingkan pengaturan internasional di wilayah bumi yang lain
seperti halnya laut. Hal ini dapatlah dimaklumi mengingat sebelumnya belum
terpikirkan bahwa manusia akan bisa terbang mencapai bulan dan benda-benda
angkasa lainnya. Beda halnya dengan laut yang sudah berhasil dikuasai manusia
sejak berabad-abad sebelumnya. Barulah sejak ditemukannya balon udara juga
pesawat yang paling sederhana yang kemudian digunakan untuk melumpuhkan
kekuatan musuh di era perang mulai terpikirkan untuk mengatur kedaulatan
negara di ruang udara yang ternyata merupakan wilayah yang sangat penting dan
strategis bagi suatu negara.
Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang dikuatkan oleh Konvensi Chicago 1944
menegaskan bahwa negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas
ruang udaranya. Negara memiliki yurisdiksi eksklusifdan kewenangan yang penuh
untuk mengontrol ruang udara di atas wilayahnya. Kata-kata penuh dan eksklusif
menunjukkan betapa besarnya kedaulatan yang dimiliki suatu negara atas ruang
udaranya. Pelanggaran atas ruang udara suatu negara tersebut dalam kondisi
12

Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012,

hal 224

Universitas Sumatera Utara

hubungan kedua negara sedang tidak baik dapat menimbulkan hak-hak yang
sangat tidak diinginkan yaitu dieksekusinya pesawat yang melakukan pelanggaran
tersebut. Banyak kasus terjadi menimpa pesawat-pesawat sipil yang kemungkinan
tersesat atau tidak sengaja masuk ke wilayah ruang udara negara lain berakibat
sangat fatal yaitu ditembak jatuhnya pesawat tersebut yang tentu saja
menimbulkan korban yang tidak sedikit di kalangan penumpang yang sama sekali
tidak melakukan kesalahan apapun. Banyak kasus membuktikan bahwa
kedaulatan negara di ruang udaranya sangatlah besar, mutlak dan absolut.
Kedaulatan negara di ruang udara jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
kedaulatan negara di laut teritorial yang dikurangi oleh hak lintas damai bagi
kapal asing. Di ruang udara tidak berlaku hak lintas damai bagi pesawat asing. 13
Negara dengan wilayah sangat luas seperti Indonesia bisa mendapat
banyak keuntungan dengan mengomersialisasikan ruang udaranya. Semua
aktivitas di ruang udara suatu negara harus seizin negara kolong. Dalam kaitannya
dengan masalah ekonomi, sampai saat ini mayoritas negara masih menerapkan
prinsip cabotage di mana maskapai penerbangan asing tidak diizinkan mengambil
dan menurunkan penumpang dari dua titik yang ada diwilayah suatu negara
(penerbangan domestik). Namun demikian di era liberalisasi tuntutan pihak asing
pada Indonesia untuk menghapuskan prinsip cabotage dan melakukan open sky
policy semakin besar. Hal ini sebagai salah satu konsekuensi keikutsertaan
Indonesia dalam Perjanjian General Agreement on Trade and Services
(GATS/WTO).

13

Ibid, hal 225

Universitas Sumatera Utara

Besarnya kedaulatan negara atas ruang udara juga dibuktikan dengan
keberadaan Pasal 9 Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan bahwa setiap
negara (sebagai wujud dari kedaulatannya) berhak menetapkan wilayah-wilayah
yang dinyatakan terlarang untuk penerbangan baik karena alasan kebutuhan
militer maupun keselamatan publik. Implementasi dari kewenangan yang
diberikan Pasal 9 ini diterapkan oleh Uni Eropa Juli 2007 dengan melarang
perusahaan penerbangan Indonesia untuk terbang ke Eropa dan melarang warga
Uni Eropa untuk terbang dengan menggunakan pesawat dari perusahaan
penerbangan Indonesia.
Indonesia telah menjadi negara pihak pada Konvensi Chicago sejak tahun
1950. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Konvensi ini pada prinsipnya
sangat menjunjung tinggi kedaulatan negara atas wilayah ruang udaranya. Akan
tetapi, menyadari risiko yang besar dari transportasi udara dan untuk kepentingan
bersama masyarakat internasional, dalam beberapa hal konvensi membatasi
kebebasan negara dalam mengatur lalu lintas transportasi udara. Negara harus
patuh pada jalur-jalur penerbangan yang diatur dalam enroute Charts ICAO serta
siapa yang diberi kewenangan untuk mengawasi dan mengatur lalu lintas
penerbangan di suatu kawasan melalui penetapan flight information region
(FIR). 14
Penetapan FIR oleh ICAO berdasarkan pertimbangan beberapa faktor
antara lain ketersediaan berbagai fasilitas pendukung transportasi udara di masingmasing wilayah. Oleh karena itu, pengaturan lalu lintas udara tidaklah sangat

Universitas Sumatera Utara

berpatokan pada wilayah kedaulatan suatu negara semata. Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa tidak semua wilayah kedaulatan RI, FIR-nya diatur oleh
Jakarta. Sebagian wilayah RI, khususnya sekitar kepulauan Riau, FIR-nya diatur
oleh Singapura. Penerbangan dari Batam ke Matak harus memutar lewat Toman
terlebih dahulu karena adanya wilayah larangan yang sebagian besar ditetapkan
oleh Malaysia meskipun sebagian wilayah larangan itu masuk ke wilayah
teritorial Indonesia. Wilayah-wilayah tersebut sejak lama masuk dalam FIR
Singapura sehingga memang Singapuralah yang harus memperingatkan jika ada
pesawat yang keluar dari jalur penerbangan yang sudah dibuat dan disepakati
secara internasional. Hal ini sering dikeluhkan pilot Indonesia yang merasa tidak
nyaman mendapat peringatan dari otoritas Singapura padahal menurut mereka
mereka terbang di atas ruang udara, teritorial Indonesia.
Sebaliknya Indonesia memegang FIR untuk Pulau Christmas milik
Australia, wilayah Papua Neugini dan Timor Leste. Artinya pesawat Australia
yang akan terbang dari Sydney ke Pulau Christmas harus melapor ke Indonesia
lebih dahulu.15
Satu masalah lain yang saat ini juga sedang diperjuangkan oleh Indonesia
adalah pengakuan internasional atas ruang udara di atas Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) yang selama ini dianggap wilayah bebas menjadi bagian dari
kedaulatan wilayah Indonesia. ALKI adalah konsekuensi dari diakuinya hak
negara kepulauan yang berhak menarik garis dasar lurus kepulauan dalam

14

Rakaryan Sukarjaputra, 'Kedaulatan Negara:Konvensi Chicago 1944 dan Alur
Penerbangan Republik Indonesia”, dalam harian KOMPAS 16 Juli 2007, diakses tanggal 12 Juli
2017.
15
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Konvensi Hukum Laut 1982. Negara Kepulauan yang banyak diuntungkan oleh
penerapan garis ini harus menyediakan alur laut yang aman guna menghubungkan
dua lautan bebas Samudera Pasik dan Hindia bagi pengguna umum. Sebenarnya
pemerintah telah menetapkan 3 ALKI lewat PP Nomor 37 Tahun 2002 tentang
ALKI Indonesia. Namun demikian, pemerintah mengakui, setiap tahun ada saja
pelanggaran wilayah udara Indonesia di atas ALKI oleh pesawat asing. Salah satu
kasus yang cukup terkenal adalah maneuver pesawat tempur Amerika Serikat di
atas ALKI Pulau Bawean yang sangat membahayakan penerbangan sipil.
2. Pesawat Udara
Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di
atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara
terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. 16 Semua pesawat
udara selain pesawat udara militer, dinas pemerintahan, beacukai dan polisi adalah
pesawat udara sipil (private aircraft). 17
3. Hukum Internasional
Hukum internasional diartikan oleh Sugeng Istanto sebagai kumpulan
ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat intemasional.
Dari segi peristilahan, hukum intemasional yang dimaksud adalah hukum
internasional publik atau law of nations (hukum bangsa-bangsa). Hukum
intemasional publik ini juga merupakan pengertian yang sempit dari hukum

16
17

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Pasal 1 angka 3
Pasal 30 Konvensi Paris 1919

Universitas Sumatera Utara

intemasional. 18 Hukum perdata internasional dan hukum internasional publik
merupakan pengertian luas dari hukum internasional. 19
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar mengartikan hukum internasional
sebagai seperangkat aturan yang ditujukan dan dibuat oleh negara-negara
berdaulat secara eksklusif. Dengan mengutip pendapat Lassa Oppenheim, Jawahir
dan Pranoto selanjutnya mengatakan bahwa hukum internasional bukanlah suatu
peraturan yang diberlakukan sebagaimana halnya suatu hukum yang dimiliki
suatu Negara.20 Sementara Anthony Aust menyatakan hukum internasional publik
yang sering kali disebut dengan istilah “hukum internasional', sesungguhnya tidak
dibentuk oleh suatu negara, melainkan oleh negara-negara. 21
Sedangkan Starke memberi denisi hukum intemasional publik sebagai
keseluruhan hukum yang terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang
mengikat negara-negara untuk mentaatinya dalam hubungan antar negara-negara
itu sendiri. 22 Demikian pula Harris yang mendenisikan hukum internasional
sebagai hukum yang eksis dalam suatu komunitas atau masyarakat bangsabangsa. 23 Denisi Harris ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh
Sugeng Istanto sebagaimana yang telah dikutip di atas.
Menurut Starke, hukum internasional meliputi;

18
19

Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1998, hal. 2.'
Malcolm N. Shaw, International Law, 5“' Edition, Cambridge University Press, 2004,

hal. 1
20

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Reka
Aditama, Bandung, 2006, hal. 3.
21
Anthony Aust, Handbook Of International Law, Cambridge University Press, 2005,
hal. 2.
22
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, l, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika,
Jakarta, 2001, hal. l.
23
D.J.l-Iarris, Cases And Materials On International Law, Sweet & Maxwell, London,
1998, hal. l.

Universitas Sumatera Utara

1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembagalembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan
mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan
individu-individu.
2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-indvidu
dan badan-badan non negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan
badan non negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. 24
Berdasarkan beberapa denisi dan cakupan hukum internasional di atas,
dapatlah ditarik kesimpulan berikut: Pertama, hukum internasional adalah hukum
yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga atau organisasi internasional dan
hubungannya dengan negara, individu atau di antara mereka sendiri. Kedua,
hukum internasional dibentuk oleh negara-negara. Ketiga atau yang terakhir,
kekuatan

berlaku

hukum

internasional

dipertahankan

oleh

masyarakat

intemasional. Defenisi hukum pidana dan denisi hukum internasional publik,
terlihat jelas perbedaan prinsip peüal kekuatan berlakunya hukum. Kekuatan
berlakunya hukum internasional dipertahankan oleh masyarakat internasional,
sedangkan kekuatan berlakunya hukum pidana dipertahankan oleh kedaulatan
suatu negara.

F. Metode Penelitian
1.

Jenis penelitian

24

Ibid, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Jenis penelitian atau metode pendekatan yang dilakukan adalah metode
penelitian hukum normatif atau disebut penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 25 Berdasarkan penjelasan di
atas, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif untuk meneliti
dan menulis pembahasan skripsi ini sebagai metode penelitian hukum. Penggunaan
metode penelitian normatif dalam upaya penelitian dan penulisan skripsi ini dilatari
kesesuaian teori dengan metode penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
2.

Sifat penelitian
Sifat

penelitiannya

adalah

deskriptif

analitis.

Penelitian

dengan

menggunakan deskriptif analistis adalah penelitian yang hanya semata-mata
melukiskan keadaan objek atau peristiwanta tanpa suatu maksud untuk mengambil
kesimpulan-kesimpulan secara umum. 26
3.

Sumber data
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahaan
terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau
materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. 27
Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan (library research) yang
diperoleh dari bahan hukum sekunder bahan hukum sekunder adalah semua
dokumen yang merupakan informasi atau kajian yang berkaitan dengan penelitian
ini yang berfungsi untuk memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,

25

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 13 – 14.
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia. Press,
Jakarta: 2008, hal.4

Universitas Sumatera Utara

seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, karya ilmiah dan
sumber-sumber media elektronik.
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap badan hukum primer dan badan hukum sekunder, seperti :
Kamus Hukum, dan Kamus Bahasa Indonesia serta ensiklopedia.

4.

Pengumpulan Data
Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi

peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum
sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan
dilakukan dengan cara membaca,menelaah, mencatat membuat ulasan bahan-bahan
pustaka yang ada kaitannya Pengaturan Hukum Tentang Pengawasan Wilayah
Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Internasional.
5.

Analisis Data
Penulisan skripsi ini merupakan penelitian deskriptif. Metode penelitian

deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang terjadi. Analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data sekunder yang didapat. Bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif
akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan
hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum
diseleksi
27

dan

diolah,

kemudian

dinyatakan

secara

deskriptif

sehingga

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal 33

Universitas Sumatera Utara

menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan
jawaban terhadap permasalahan yang dimaksud. Dari hasil tersebut kemudian
ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

G. Sistematika Penulisan
Guna memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan
karya ilmiah sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka
penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 5 (lima) bab, didalam bab tersebut terdiri sub-bab.
Yang apabila disusun dengan sistematis adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat sub bab antara lain latar
belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.

BAB II

PENGATURAN HUKUM WILAYAH UDARA
NEGARA INDONESIA
Bab ini berisikan sejarah dan perkembangan hukum udara di Indonesia,
kedaulatan wilayah udara Republik Indonesia dan pengaturan hukum
wilayah udara negara Indonesia

BAB III

PENGATURAN HUKUM WILAYAH UDARA INTERNASIONAL
Bab ini berisikan sejarah hukum udara internasional, prinsip-prinsip
hukum udara internasional dan pengaturan hukum wilayah udara dalam
hukum internasional

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN WILAYAH
DIRGANTARA

INDONESIA

TERHADAP

LALU

LINTAS

PESAWAT UDARA ASING DITINJAU DARI PERSPEKTIF
HUKUM INTERNASIONAL
Bab ini membahas mengenai

kedirgantaraan

dan

konsepsi

kedaulatan suatu negara di udara ditinjau dari perspektif hukum
nasional dan hukum internasional, pengaturan hukum tentang
pengawasan wilayah dirgantara indonesia terhadap lalu lintas pesawat
udara asing ditinjau dari perspektif hukum nasional dan hukum
internasional dan sanksi bagi pesawat udara asing dalam melakukan
lintas udara di wilayah kedaulatan negara indonesia.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam penulisan skripsi
ini, dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan
sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara