Pelanggaran Hukum Atas Wilayah Udara Dengan Masuknya Pesawat Asing Dalam Perspektif Hukum Internasional

BAB II
PENGATURAN HUKUM WILAYAH UDARA NEGARA INDONESIA

A. Sejarah Hukum Udara di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI)
merupakan wilayah kepulauan dengan perbandingan 2: 3 antara daratan dan
perairan dimana kapal dan pesawat udara asing mempunyai hak lintas untuk
melintasi alur alut yang telah ditetapkan. Hal ini sangat berpotensi terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat udara asing karena terbukanya ruang
udara diatas Alur Laut Kepulauan Indonesia (selanjutnya disebut ALKI). Untuk
itu diperlukan adanya undang-undang negara untuk mengantisipasinya baik ruang
udara di wilayah ruang udara Indonesia secara keseluruhan maupun ruang udara
diatas ALKI, Kedaulatan negara di ruang udara, wilayah kedaulatan, zona
tambahan, ZEE dan landas kontinen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, pada Bab III Kedaulatan Atas Wilayah
Udara pada: Pasal 4 menyatakan bahwa NKRI berdaulat penuh dan utuh atas
wilayah udara NKRI. Sebagai negara berdaulat, NKRI memiliki kedaulatan penuh
dan utuh di wilayah udara NKRI, sesuai dengan ketentuan Konvensi Chicago
1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional.19Ketentuan dalam Pasal ini hanya
menegaskan mengenai kewenangan dan tanggung jawab NKRI untuk mengatur
penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari wilayah dirgantara

Indonesia sedangkan mengenai kedaulatan atas wilayah NKRI secara menyeluruh
19

H. K. Martono dan Amad Sudiro, Hukum Udara Naional dan Internasional Publik,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012, hal 67

22
Universitas Sumatera Utara

23

tetap berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NKRI.
Indonesia yang telah menjadi anggota Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional sejak 27 April 1950 telah menyempurnakan Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 disusun dengan mengacu pada Konvensi Chicago 1944 dan
memerhatikan kebutuhan pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena itu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur kedaulatan atas wilayah udara
Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan, produksi pesawat udara, pendaftaran,

dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara,
keselamatan dan keamanan wilayah udara, indepedensi investigasi kecelakaan
pesawat udara, pembentukan majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggara
pelayanan umum, berbagai jenis angkutan udara baik niaga berjadwal, tidak
berjadwal maupun niaga dalam negeri maupun luar negeri, modal harus single
majority shares tetap berada pada warga negara Indonesia, persyaratan minimum
mendirikan perusahaan penerbangan baru harus mempunyai 10 pesawat udara, 5
dimiliki dan 5 dikuasai, perhitungan tarif transportasi udara berdasarkan
komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan, pelayanan
bagi penyandang cacat, orang lanjut usia, anak dibawah umur, pengangkutan
bahan dan/atau barang berbahaya (dangerous goods), ekspedisi dan keagenan,
tanggung jawab pengangkut, konsep tanggung jawab pengangkut, asuransi
tanggung jawab, tanggung jawab

pengangkut terhadapap pihak ketiga (third

parties liability), tatanan kebandaraan dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


24

Dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919 secara tegas menyatakan: negaranegara pihak mengakui bahwa tiap-tiapa negara mempunyai kedaulatan penuh dan
eksklusif ats ruang udara yang terdapat di atas wilayahnya.20 Konvensi Chicago
1944 mengambil secara integral prinsip yang terdapat dalam Konvensi Paris 1919.
Kedua Konvensi ini dengan sengaja menjelaskan bahwa wilayah negar juga terdiri
dari laut wilayahnya yang berdekatan. Hal ini juga dinyatakan oleh Pasal 2
Konvensi Jenewa mengenai Laut wilayah dan oleh Pasal 2 ayat (2) konvensi PBB
tentang Hukum Laut 1982. Ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap navigasi
udara, termasuk udara di atas laut wilayah, sama sekali berbeda dengan ketentuanketentuan yang mengatur pelayaran maritim. Terutama tidak ada norma-norma
hukum kebiasaan yang memperbolehkan secara bebas lintas terbang diatas
wilayah negara, yang dapat disamakan dengan prinsip hak lintas damai di perairan
nasional suatu negara. Satu-satunya pengecualian adalah mengenai lintas udara di
selat-selat internasional tertentu dan alur laut kepulauan. Sebagai akibetnya,
kecuali kalau ada kesepakatan konvensional lain, suatu negara bebas untuk
mengatur dan bahkan melarang pesawat asing terbang di atas wilayahnya dan
tiap-tiap penerbangan yang tidak diizinkan merupakan pelanggaran terhadap
kedaulatan teritorial negara di bawahnya.21 Hal ini sering terjadi di atas wilayah
udara Indonesia bagian barat 2014 Pelanggaran oleh Heinz Peier Lanud
Soewondo Medan yang memasuki Wilayah Udara Indonesia.22 Indonesia bagian

timur oleh pesawat udara pelanggaran oleh pesawat Beechraft, yaitu Tan Chin Kia

20

Boer Mauna., Hukum Internasional, Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Bandung: Alumni, 2000. hal 431
21
I. C. J. Arret du, 27 Juni 1986, Activeties militaires au Nicaragua, rec. P. 128
22
Sumatera and beyond. Op.cit

Universitas Sumatera Utara

25

(Kapten Pilot), Mr Z Heng Chia (siswa), Xiang Bo Hong (siswa) oleh Lanud
Supadio Pontianak.23 Pesawat berjenis „beechcraft‟ buatan tahun 95 ini tengah
menuju utara setelah lepas landas dari Darwin. Pesawat Australia ini lantas
dipaksa turun di Manado, Sulawesi Utara, setelah dua pesawat Sukhoi Indonesia,
yang diterbangkan dari pangkalan udara Makasar tahun 2014.24

.

Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas udara dan pengamanan atas

pesawat-pesawat udara merupakan apek penting dalam pengaturan-pengaturan
hukum yang di buat oleh negara-negara. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan
dalam pemanfaatan ruang udara beserta sumber daya didalamnya adalah masalah
yurisdiksi. Prinsip-prinsip dalam yurisdiksi adalah prinsip teritorial, nasional,
personalitas pasif, perlindungan atau keamanan, universalitas, dan kejahatan
menurut kriteria hukum yang berlaku. Dalam hubungan dengan yurisdiksi negara
di ruang udara, sangat erat hubungannya dengan penegakkan hukum di ruang
udara tersebut. Dengan adanya yurisdiksi, negara yang tersangkutan mempunyai
wewenang dan tanggung jawab di udara untuk melaksanakan penegakkan hukum
di ruang udara. Berkenaan dengan wewenang dan tanggung jawab negara
melaksanakan penegakkan hukum di ruang udara tidak terlepas dari muatan Pasal
33 Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) ayat (3) yang
menyatakan, bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”. Atas dasar ketentuan tersebut, maka lahir “hak menguasai oleh negara”


23

http://m.jurnas.com/news/154105/Langgar Wilayah Udara RI Pesawat Sipil SingapuraDenda-Rp60-Juta--2014/1/Nasional/Politik-Keamanan/diakses tanggal 1 November 2014
24
http://www.jpnn.com/read/2014/10/22/265254/Jet Tempur TNI AU Cegat PesawatSipil Australia, diakses tanggal 1 November 2014

Universitas Sumatera Utara

26

atas sumber daya alam yang ada di bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya (termasuk udara) dan penguasaan tersebut memberikan kewajiban
kepada negara untuk digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Makna dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut bahwa ruang udara
sebagaimana penjelasan sebelumnya merupakan sumber daya alam yang dikuasai
negara. Istilah “dikuasai” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bukan berarti
“dimiliki” oleh negara, melainkan memberikan arti kewenangan sebagai
organisasi atau lembaga negara untuk mengatur dan mengawasi penggunannya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai Konvensi Chicago Tahun
1944, dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang

utuh dan penuh (complete and exclusive souvereignity) atas ruang udara atas
wilayah kedaulatannya. Dari Pasal tersebut memberikan pandangan bahwa
perwujudan dari kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayah
teritorial, adalah : (1) setiap negara berhak mengelola dan mengendalikan secara
penuh dan utuh atas ruang udara nasionalnya; (2) tidak satupun kegiatan atau
usaha di ruang udara nasional tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu atau
sebagaimana telah diatur dalam suatu perjanjian udara antara negara dengan
negara lain baik secara bilateral maupun multilateral.
Secara yuridis formal wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara holistik, sampai
dikeluarkannya perjanjian atau konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982.25 Sejak
ditetapkannya konvensi tersebut sebagai hukum internasional dan telah diratifikasi
25

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional,
Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Alumni, 2010. hal.170

Universitas Sumatera Utara

27


oleh Pemerintah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 1985, menyebabkan
negara Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kewajiban menyediakan
ALKI (archipelagic sea lane passages) yang merupakan jalur lintas damai bagai
kapal-kapal asing. Hal tersebut juga berlaku pada wilayah udara di atas alur laut
tersebut. Meskipun demikian, pemberlakuan ketentuan tersebut belum ada
kesepakatan antara International Maritime Organization (IMO) dan International
Civil Aviation Organization (ICAO), akibatnya belum ada ketentuan adanya
pesawat udara yang mengikuti alur laut tersebut. Berdasarkan UU No. 6 Tahun
1996 tentang Perairan merupakan salah satu hukum nasional sebagai salah satu
bentuk implementasi dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982, secara
horizontal wilayah kedaulatan Indonesia adalah wilayah daratan yang berada di
gugusan kepulauan Indonesia. Sedangkan wilayah perairan, mencakup: (1) laut
teritorial, yaitu jalur laut selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal
kepulauan Indonesia; (2) perairan kepulauan, yaitu semua perairan yang terletak
pada sisi dan garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan
jarak dari pantai; (3) perairan pedalaman, yaitu perairan yang terletak di mulut
sungai, teluk yang lebarnya tidak lebih dari 24 mil dan di pelabuhan.
Undang-undang lain yang terkait dengan wilayah kedaulatan adalah
Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Dalam undang-undang tersebut secara umum dinyatakan bahwa wilayah perairan
Indonesia juga mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu jalur di luar dan
berbatasan dengan laut wilayah sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 6 Tahun
1996 yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air di atasnya dengan batas

Universitas Sumatera Utara

28

terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal. Dari uraian di atas,
bahwa batas wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum di atur dalam
peraturan perundang-undangan yang ada, hanya menetapkan bahwa Indonesia
mempunyai wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Kegiatan
penerbangan merupakan salah satu wujud kegiatan dan atau usaha terhadap
wilayah kedaulatan atas wilayah udara yang diberi wewenang dan tanggung jawab
kepada Pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU No. 15 Tahun
1992, bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara
Republik Indonesia Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab
pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara,

penerbangan dan ekonomi nasional.
Sebagaimana penjelasan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 1992 disebutkan,
bahwa wilayah udara yang berupa ruang udara di atas wilayah daratan dan
perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga harus
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Bentuk lain wujud dari penyelenggaraan kedaulatan atas wilayah udara nasional
Indonesia, adalah penegakan hukum terhadap pelanggaran pesawat udara yang
terbang pada kawasan terlarang baik nasional maupun asing sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 15 Tahun 1992, bahwa pesawat udara
Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara
terlarang, dan terhadap pesawat udara yang melanggar larangan dimaksud dapat
dipaksa untuk mendarat di pangkalan udara atau bandara udara di dalam wilayah

Universitas Sumatera Utara

29

NKRI. Dalam penjelasannya dinyatakan, bahwa kewenangan menetapkan
kawasan udara terlarang merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat
untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka pertahanan dan

keamanan negara dan keselamatan penerbangan. Dalam penjelasan Pasal tersebut
dinyatakan, kawasan udara terlarang terdiri atas kawasan udara terlarang yang
larangannya bersifat tetap (prohibited area) karena pertimbangan pertahanan dan
keamanan negara serta keselamatan penerbangan, dan kawasan udara terlarang
yang bersifat terbatas (restricted area) karena pertimbangan pertahanan dan
keamanan atau keselamatan penerbangan atas kepentingan umum, misalnya
pembatasan ketinggian terbang, pembatasan waktu operasi, dan lain-lain.
Meskipun diatur pelarangan terbang di kawasan udara terlarang dalam undangundang tersebut, namun tidak diatur secara tegas wewenang dan tanggung jawab
terhadap penenggakan hukum di kawasan udara tersebut.
Wujud dari bentuk wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional selain
pelarangan di kawasan udara terlarang tersebut atas, juga terdapat pelarang-an lain
yaitu perekaman dari udara menggunakan pesawat udara sebagai-mana ditetapkan
dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 15 Tahun 1992, bahwa dilarang melakukan
perekaman dari udara dengan menggunakan pesawat udara kecuali atas izin
Pemerintah. Pelarangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara. Dari beberapa ketentuan pelarangan sebagaimana diatur dalam
UU No. 15 Tahun 1992 sebagai wujud pengakuan wilayah kedaulatan atas ruang
udara nasional, tetapi tidak mengatur wewenang dan tanggung jawab penegakkan

Universitas Sumatera Utara

30

hukum di ruang udara nasional sebagai wilayah kedaulatan di udara dan di
kawasan udara terlarang.

B. Perkembangan Hukum Udara Indonesia
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan bertujuan
mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan
harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat,
memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan
mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar
kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa kedirgantaraan, menjunjung
kedaulatan negara, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi
dan industri angkutan udara nasional, menunjang, menggerakkan, dan mendorong
pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkokoh kesatuan dan persatuan
bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan
nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa, serta berasaskan manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan
Sumber-Sumber Hukum Penerbangan di Indonesia antara lain :26
1. Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan
hukum penerbangan tidak dapat diabaikan juga di Indonesia. Misalnya
ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan diatas
merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah
berdasarkan, kalau hendak dikatakan hampir merupakan turunan semata-

26

Eezcyank.blogspot.com/2011/01/Hukum Internasional Hukum Udara dan.html, diakses
tanggal 1 November 2014

Universitas Sumatera Utara

31

mata dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal
dengan nama warsa convenstion. Sebagai sumber hukum penerbangan
ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu
organisasi internasional, dalam man tergabung sebagian besar dari pada
pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia ang besar-besar, maka
IATA (international Air Transport Association) mempunyai kekuasaan
yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
2. Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu
pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan
merupakan suatu sumber hukum.
Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, beberapa
peraturan yang mengatur tentang penerbangan dan yang berhubungan diantaranya
adalah:27
1. Undang Undang No. 15 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi UndangUndang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
2. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan
KeselamatanPenerbangan
3. Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak
dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak
lintas alur laut kepulauan

27

Dennylorenta.wordpress.com/2010/05/06/kedirgantaraan-dan-konsepsi-kedaulatansuatu-negara-di-udara/diakses tanggal 1 November 2014

Universitas Sumatera Utara

32

5. Undang-undang Penerbangan yang disahkan pada tanggal 17 Desember
2008
Untuk

itu

diperlukan

adanya

Undang-Undang

negara

untuk

mengantisipasinya baik ruang udara di wilayah ruang udara Indonesia secara
keseluruhan maupun ruang udara diatas ALKI; a. Kedaulatan negara di ruang
udara, wilayah kedaulatan, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen; 1) Undang
– Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, pada
Bab III Kedaulatan Atas Wilayah Udara pada: a) Pasal 4 menyatakan bahwa
Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah udara Republik
Indonesia.
Sebagai negara berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh
dan utuh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan Konvensi
Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional. Ketentuan dalam Pasal ini
hanya menegaskan mengenai kewenangan dan tanggung jawab negara Republik
Indonesia untuk mengatur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari
wilayah dirgantara Indonesia sedangkan mengenai kedaulatan atas wilayah
Republik Indonesia secara menyeluruh tetap berlaku ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.
Pasal 5 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan
negara atas wilayah udara Republik Indonesia, Pemerintah melaksanakan
wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara, penerbangan dan ekonomi nasional.

Universitas Sumatera Utara

33

Wilayah udara yang berupa ruang udara di atas wilayah daratan dan
perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga harus
dimanfaatkan bagi sebesar – besar kepentingan rakyat, bangsa dan negara;
Pasal 6 menyatakan bahwa: (1) Untuk kepentingan pertahanan dan
keamanan negara serta keselamatan penerbangan, pemerintah menetapkan
kawasan udara terlarang. Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang
merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan
wilayah udaranya, dalam rangka pertahanan keamanan negara dan keselamatan
penerbangan. Kawasan udara terlarang dalam ketentuan ini mengandung dua
pengertian yaitu: (a) Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat tetap
(prohibited area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara serta
keselamatan penerbangan. (b) Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat
terbatas (restricted area) karena pertimbangan pertahanan keamanan dan
keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum misalnya
pembatasan ketinggian terbang, pembatasan waktu operasi dan lain lain.
Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang
melalui kawasan udara terlarang dan terhadap pesawat udara yang melanggar
larangan dimaksud dapat dipaksa untuk mendarat di pangkalan udara atau Bandar
udara di dalam wilayah Republik Indonesia.
Penegakan hukum terhadap ketentuan ini dilakukan dengan menggunakan
pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia oleh instansi yang
bertanggungjawab di bidang pertahanan dan keamanan. Pasal 7 menyatakan: (1)
fungsi ruang udara sebagai wilayah kedaulatan, batas ketinggian ruang udara

Universitas Sumatera Utara

34

nasional sampai 110 (seratus sepuluh) kilometer dari permukaan laut di atas
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penetapan batas ruang udara
nasional sampai ketinggian 110 (seratus sepuluh) kilometer dari permukaan laut
didasarkan pada sifat fisik ruang udara dan antariksa. Penetapan batas ruang udara
nasional merupakan wujud dari pelaksanaan Pasal 25A UUD 1945; (2) Fungsi
ruang udara sebagai lingkungan, merupakan ruang atau wadah bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya; (3) Fungsi ruang udara untuk
kepentingan sosial dan ekonomi, pemanfaatannya ditujukan untuk kemakmuran
rakyat serta pertahanan negara.
Fungsi ruang udara untuk kepentingan sosial dan ekonomi, antara lain
untuk : 28
1. Penerbangan sebagai media penerbangan, alur atau pelintasan penerbangan,
dan media telekomunikasi berkenaan penerbangan;
2. Telekomunikasi

sebagai

media

jaringan

telekomonikasi,

sarana

telekomunikasi, dan jalur dan jaringan telekomunikasi;
3. Frekuensi sebagai media jaringan frekuensi;
4. Kenavigasian sebagai media kenavigasian untuk sarana bantu navigasi,
telekomunikasi

pelayaran,

hidrologi,

alur

atau

pelintasan,

pemandu

keselamatan pelayaran;
5. Sumber energi listrik dan sebagai media untuk jaringan listrik;
6. Industri sebagai bahan baku utama dan/atau penolong industri;

28

Ibid

Universitas Sumatera Utara

35

7. Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai sarana dan prasarana laboratorium
ruang udara;
8. Pendidikan sebagai media untuk menunjang sarana dan prasarana dalam
pelaksanaan proses belajar jarak jauh;
9. Pemetaan sebagai media untuk kegatan pemetaaan tentang kondisi daratan dan
perairan;
10. Perekaman

udara

sebagai

media

untuk

kegiatan

perekaman

untuk

mendapatkan data dan informasi keadaan ruang udara nasional, daratan, dan
perairan;
11. Survei sebagai media untuk melakukan survei dari udara berkenaan dengan
kegiatan penelitian yang dilakukan di udara;
12. Pengindaraan jauh sebagai media untuk pengindaraan jauh tentang keadaan
geologi, geodesi, topografi pertanian, kehutanan, dan perikanan laut;
13. Bangunan dan bangunan gedung, sebagai media untuk berdirinya bangunan
jembatan, bangunan gedung, menara, dan sejenisnya;
14. Pemantauan dan/atau perubahan cuaca, sebagai media untuk melakukan
pemantauan dan/atau perubahan cuara tentang keadaan cuaca dan/atau
perkembangannya;
15. Olahraga udara sebagai media untuk melakukan kegiatan olahraga udara;
16. Wisata udara sebagai media untuk kegiatan wisata udara;
17. Periklanan.
Ketentuan mengenai penetapan kawasan udara terlarang dan tindakan
pemaksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut

Universitas Sumatera Utara

36

dengan Peraturan Pemerintah. Kedaulatan negara ruang udara di atas ALKI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak dan
kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut
kepulauan yang ditetapkan.
Pasal 4 menyatakan bahwa:29
1. Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut
kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang
terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang.
2. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut
kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua
puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan,
dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh
berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per
seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang
berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.
3. Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur
Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan
kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan
politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar

29

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak dan kewajiban
kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan,
Pasal 4

Universitas Sumatera Utara

37

asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
4. Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak
Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perangperangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan
mempergunakan amunisi.
5. Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat
udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh
melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.
6. Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondarmandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah
atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam
keadaan musibah
7. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan
terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi
langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam
wilayah Indonesia.
2) Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang
hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas
alur laut kepulauan yang ditetapkan, menyatakan bahwa:

Universitas Sumatera Utara

38

a) Pesawat udara sipil asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan harus : (1) menaati peraturan udara yang ditetapkan oleh
Organisasi

Penerbangan

Sipil

Internasional

mengenai

keselamatan

penerbangan; (2) setiap waktu memonitor frekuensi radio yang ditunjuk oleh
otorita pengawas lalu lintas udara yang berwenang yang ditetapkan secara
internasional atau frekuensi radio darurat internasional yang sesuai.
b) Pesawat udara negara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut
Kepulauan harus: (1) menghormati peraturan udara mengenai keselamatan
penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat a) huruf (1); (2) memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat a) huruf (2) dalam menegakkan
kedaulatan dan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara nasional, TNI
Angkatan Udara mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
melakukannya.
Untuk penerapan tugas dan tanggung jawab tersebut Komando Pertahanan
Udara Nasional (KOHANUDNAS) bertindak sebagai pelaksana operasi
pertahanan

udara

aktif

dan

operasi

pertahanan

udara

pasif

Sesuai dengan Pasal 10 UU No 34 Tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu:
1. Melaksanakan tugas TNI matra udara dibidang pertahanan
2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yuridiksi nasional
sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah
diratifikasi
3. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan
matra udara

Universitas Sumatera Utara

39

4. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
Undang-undang Penerbangan yang disahkan pada tanggal 17 Desember
2008 sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan transportasi udara di Indonesia,
karena undang-undang tersebut secara komprehensif mengatur pengadaan pesawat
udara sebagaimana diatur dalam konvensi Cape Town 2001, berlakunya undangundang secara extra-teritorial, kedaulatan atas wilayah udara Indonesia,
pelanggaran wilayah kedaulatan yang lebih dipertegas, produksi pesawat udara,
pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian
pesawat udara, keselamatan dan keamanan di dalam pesawat udara, asuransi
pesawat udara, independensi investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan
majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum yang
sering disebut badan palayan umum (BLU), pengadaan pesawat udara
sebagaimana diatur di dalam Konvensi Cape Town 2001, berbagai jenis angkutan
udara baik niaga maupun bukan niaga dalam negeri maupun luar negeri,
kepemilikan modal harus single majority tetap berada pada warga negara
Indonesia , perusahaan penerbangan minimum mempunyai 10 (sepuluh) pesawat
udara, 5 lima dimiliki dan 5 dikuasai, komponen tarif yang dihitung berdasarkan
tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan, pelayanan bagi
penyandang cacat, pengangkutan barang-barang berbahaya (dangerous goods),
ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, konsep tanggung jawab
pengangkut, asuransi tanggung jawab pengangkut, tanggung jawab pengangkut
terhadap pihak ketiga (third parties liability), tatanan kebandarudaraan baik lokasi
maupun persyaratannya, obstacles, perubahan iklim yang menimbulkan panas

Universitas Sumatera Utara

40

bumi, sumber daya manusia baik di bidang operasi penerbangan, teknisi bandar
udara maupun navigasi penerbangan, fasilitas navigasi penerbangan, otoritas
bandar udara, pelayanan bandar udara, keamanan penerbangan, lembaga
penyelenggara palayanan navigasi penerbangan (single air service provider),
penegakan hukum, penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur,
budaya keselamatan penerbangan, penanggulangan tindakan melawan hukum dan
berbagai ketentuan baru guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional
maupun internasional.
C. Penerapan Air Defence Identification Zone (ADIZ) di Wilayah Udara
Nasional
Dalam rangka mewujudkan pertahanan negara yang kokoh terhadap
kemungkinan ancaman udara, maka negara perlu membuat dan menetapkan
daerah pengenalan pertahanan udara atau Air Defense Identification Zone (ADIZ).
Saat ini Indonesia yang telah menetapkan ADIZ di atas pulau Jawa dan sekitarnya
yang dinilai belum tepat dan optimal, karena tidak seperti di negara-negara lain
yang diakui oleh masyarakat internasional sebagai hukum kebiasaan.
Penetapan ADIZ Indonesia saat ini kurang tepat jika dilihat dari lokasi dan
luasnya karena meliputi ruang udara di atas wilayah teritorial yaitu sebagian kecil
Sumatera Selatan, Jawa dan Madura, Bali, Lombok dan sebagian kecil Pulau
Sumbawa bagian barat. Hal ini tidak lazim di terapkan oleh negara lain yang
menempatkan ADIZ berada diluar teritorialnya (lihat tabel perbandingan ADIZ).
Dari aspek teoritis ADIZ indonesia bertentangan dengan hakekat dan tujuan
ditetapkan ADIZ sebagaimana yang dimaksud teori ADIZ yaitu sebagai sarana

Universitas Sumatera Utara

41

identifikasi dini sebelum suatu pesawat udara memasuki ruang udara nasional.
Daerah (zona) udara berupa ADIZ untuk melakukan identifikasi seharusnya
berada di luar teritorial wilayah udara nasional sehingga pesawat sebelum
memasuki wilayah udara teritorial melakukan identifikasi atau melaporkan
terlebih dahulu rencana penerbangannya (flight plan) untuk dapat di ketahui
secara dini apabila ada ancaman terhadap wilayah Negara kesatuan RI. Dengan
ditempatkan ADIZ Indonesia berada di atas udara wilayah Jawa sekitarnya maka
fungsi ADIZ sebagai sarana identifikasi sebelum memasuki wilayah teritorial
menjadi kurang berfungsi karena ADIZ Indonesia berada di dalam wilayah udara
teritorial itu sendiri.
Permasalahan kuantitas dan kuantitas sumber daya manusia dapat dibagi
sebagai berikut :
1. Kualitas Sumber Daya Manusia. Adapun permasalahan kualitas sumber daya
manusia adalah sebagai berikut :
a. Operator Radar di Jajaran Kohanudnas. Personel yang menangani Radar
meliputi operator radar dan teknisi radar, operator radar memiliki
kemampuan untuk mengatur lalu lintas udara sedangkan teknisi radar
bertugas untuk pemeliharaan radar. Permasalahan terhadap operator radar
yang melakukan monitoring terhadap pesawat-pesawat adalah sebagai
berikut :
1) Operator Yang Mengawaki. Operator Radar pada umumnya berasal
dari Tamtama, regenerasi operator radar tidak berjalan karena
pendidikan operator radar tidak berjalan berkesinambungan

Universitas Sumatera Utara

42

2) Pendidikan. Pendidikan operator Radar terbatas pada Pengatur Lalu
Lintas Udara (PLLU), setelah itu operator radar tidak diberikan
pendidikan lanjut.
3) Pemandu Lalu Lintas Udara Sipil. Permasalahan penerapan ADIZ di
Indonesia merupakan persoalan yang terkait dengan berbagai unsur
pendukung, ADIZ akan efektif bila didukung oleh sistem Air Traffic
Control (ATC) yang baik. Pemandu lalu lintas udara (Air Traffic
Controller) memiliki kontribusi yang penting dalam memberikan jasa
pelayanan udara yang mendukung ADIZ. Pemandu lalu lintas udara
memberikan penyedia layanan yang mengatur lalu lintas di udara dan
mengontrol pergerakan pesawat yang keluar dan masuk area control
service nya, termasuk dalam mengontrol wilayah ADIZ. Permasalahan
berkaitan dengan Pemandu Lalu Lintas Udara adalah kurangnya
pemahaman terhadap Operasi Pertahanan Udara.
b. Military Civil Coordination. Dalam rangka koordinasi antara penerbangan
sipil khususnya air traffic services dengan tugas pertahanan udara telah
dibentuk Military Civil Coordination Centre (MCC). MCC berfungsi
melaksanakan koordinasi penerbangan antara unit ATS Sipil dan Militer
dalam rangka :
1) Mendukung tugas Operasi Pertahanan Udara pada tahap deteksi dan
identifikasi.

Universitas Sumatera Utara

43

2) Mendukung terciptanya keamanan dan keselamatan penerbangan
selama berlangsungnya operasi-operasi udara TNI AU30
2. Kuantitas Sumber Daya Manusia. Adapun permasalahan kualitas sumber daya
manusia adalah sebagai berikut :
a. Operator di Jajaran Kohanudnas. Jumlah tenaga operator Radar terbatas
dengan sistem kerja shift, untuk menutupi kekurangan personel tersebut
digunakan teknisi Radar yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
PLLU.
b. Pemandu Lalu Lintas Udara Sipil. Keterbatasan jumlah pemandu lalu lintas di
bandara-bandara

dapat

menghambat

pengendalian

wilayah

udara.

Keterbatasan jumlah personel Pemandu Lalu Lintas Udara menyebabkan
bandara-bandara operasional 24 jam penuh.31
c. Military Civil Coordination. Keterbatasan jumlah personel MCC yang
seharusnya di tempatkan Pamen dari Korps Elektronika, 2 Kasi berpangkat
Pama dari Korps Elektronika, Kepala Tata Usaha dan Kataud Bintara dari
kejuruan PLLU, namun dalam prakteknya personel yang dikirim untuk
bertugas adalah seorang Bintara. Pada saat ini personel yang mengawaki MCC
belum terisi sesuai dengan DSP yang ada dalam Skep Kasau Nomor Skep / 27
/III / 1997 Bujuklak tentang Penyelenggaraan Military Civil Coordination
Centre yaitu dipimpin oleh Pamen dari Korps Elektronika, 2 Kasi berpangkat
Pama dari Korps Elektronika, Kepala Tata Usaha dan Kataud Bintara dari

30

Skep Kasau Nomor : Skep/27/III/1997 Bujuklak tentang Penyelenggaraan Military
Civil Coordination Centre
31
Surabayapost.Co.Id/?Mnu=Berita&Act=View&Id=26f2b99c9280010492ebe660442fe2
c7&Jenis=E4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5, diakses tanggal 1 November 2014

Universitas Sumatera Utara

44

kejuruan PLLU, namun dalam prakteknya personel yang dikirim untuk
bertugas adalah seorang Bintara. Karena personel yang dikirim adalah seorang
Bintara maka keberadaannya kurang diterima/dianggap oleh Bandara sebagai
perwakilan dari TNI AU. Sehingga berakibat koordinasi antara Bandara dan
Kohanudnas tidak berjalan dengan semestinya atau tidak optimal, yang
berpengaruh pula pada monitoring ADIZ Indonesia sebagai zona identifikasi.
Penetapan ADIZ suatu negara didasarkan pada dua hal yang menjadi dasar
yaitu :
1. Mengikuti perkembangan dunia dimana teknologi penerbangan sudah
semakin maju dan negara-negara yang berbatasan langsung dengan laut
bebas mengkuatirkan akan adanya serangan dari pihak asing melalui
media udara masuk ke negaranya melewati laut bebas, sehingga negaranegara yang memiliki ruang udara tersebut secara sepihak menetapkan
ADIZ.
2. Penetapan ADIZ bukan semata-mata untuk kepentingan pengaturan lintas
udara ataupun mencari keuntungan dalam pengaturannya, akan tetapi
untuk kepentingan pertahanan dari Negara tersebut. Penetapan ADIZ
Indonesia yang diikuti dengan penegakan ADIZ bagi pesawat yang tidak
melakukan identifikasi dilakukan dengan cara tegas, oleh karena itu ADIZ
Indonesia harus didukung oleh Alutsista yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

45

Dibandingkan dengan luas wilayah udara yang harus dipertahankan maka
Alutsista TNI AU belum mencukupi. Adapun Alutsista yang dapat mendukung
keberadaan ADIZ Indonesia adalah sebagai berikut:32
1. Pesawat Terbang. Hingga saat ini, kondisi pesawat terbang TNI AU yang
beroperasi meliputi 68 pesawat tempur; 47 pesawat angkut; 38 helikopter,
dan 55 pesawat latih dengan tingkat kesiapan rata-rata adalah 44%
2.

Radar. Kekuatan Radar yang dimiliki TNI AU saat ini, berjumlah 20 unit
dengan kesiapan operasi 16 unit (94 %). Penggelaran satuan radar TNI AU
saat ini di Tanjung Kait, Ranai, Tanjung Pinang, Pemalang, Congot,
Cibalimbing,

Ngliyep,

Ploso,

Balikpapan,

Kwandang,

Tarakan,

Lhokseumawe, Dumai, Sabang, Sibolga, Buraen, Tanjung Warari, Timika,
Merauke, dan Saumlaki.
3. Peluru Kendali (Rudal). Rudal yang dimiliki TNI AU saat ini meliputi
meriam Penangkis Serangan Udara (PSU) tipe HSS Alla Gun kaliber 30
mm sebanyak 11 unit, dan tipe HSS Triple Gun kaliber 20 mm sebanyak
33 unit yang sudah berusia tua, dan masih digunakan sebagai sarana
pertahanan udara (hanud titik) guna melindungi pangkalan-pangkalan
induk. Disamping itu, TNI AU juga memiliki rudal jarak pendek tipe QW3 Manpacked sebanyak 24 set dari pengadaan tahun 2006, rudal udaraudara tipe AIM-9, dan rudal udara-darat tipe Maverick AGM-65. Untuk
amunisi udara, saat ini masih sangat terbatas dan tidak akan mampu
melaksanakan perang jika terjadi konflik
32

Mabesau, Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI
AU Tahun 2010 - 2024, Jakarta, 2010 hal. 7.

Universitas Sumatera Utara

46

4. Komunikasi dan Peperangan Elektronika (Komnika). Kekuatan peralatan
Komnika TNI AU saat ini yang melekat di pesawat terbang, Radar, Rudal
dan Siskomlek/K4I secara kualitatif maupun kuantitatif belum memadai,
sehingga perlu ditingkatkan.
Pengaturan udara di atur dalam Konvensi Chicago Pasal 1 yang
menyatakan the Contracting States recognize that every State has complete and
exclusive sovereignty over the airspace above its territory, hal ini berarti bahwa
setiap negara mempunyai kedaulatan yang mutlak dan tidak dapat dikurangi oleh
negara lainnya terhadap ruang udara di atas wilayahnya. Sifat kedaulatan di
wilayah udara yang penuh dan eksklusif ini juga diatur dalam Pasal 5 UndangUndang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Di dalam ketentuan hukum
internasional selain dikenal dengan ketentuan hukum tertulis juga dikenal adanya
hukum kebiasaan internasional yang sifatnya tidak tertulis yang didasari praktekpraktek negara.
Pendirian ADIZ oleh suatu Negara didasarkan oleh praktek negara-negara
yang telah menjadi kebiasaan internasional (Customary International Law) dan
asas bela diri (self defence) yang diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB. Di sisi lain
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS 1982) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS
1982). Serta diakuinya Indonesia sebagai negara kepulauan Konsekuensi dari
Negara Kepulauan berdasarkan United Nation on Convention Law of the Sea
(UNCLOS 1982) Pasal 53 ayat (1) maka Indonesia harus menentukan alur laut

Universitas Sumatera Utara

47

kepulauan, dimana dalam alur laut kepulauan tersebut seluruh kapal dan pesawat
udara mempunyai hak untuk melintas. Penetapan ADIZ yang dilakukan oleh
Indonesia menimbulkan permasalahan apabila dikaitkan dengan adanya penetapan
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Pengaturan berkaitan dengan Hak dan
Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam melaksanakan Hak Lintas Alur
Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang telah ditetapkan diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2002. ALKI I yang meliputi Selat Sunda
dan Selat Lombok yang telah diajukan kepada International Maritime
Organization (IMO) over lapping dengan ADIZ Indonesia yang di sekitar atas
udara sebagian kecil Sumatera Selatan, Jawa dan Madura, Bali, Lombok dan
sebagian kecil Pulau Sumbawa.
Permasalahan akan timbul apabila terdapat pesawat udara yang akan
menggunakan

koridor

ALKI

yang

tidak

wajib

melaporkan

kegiatan

penerbangannya dan hanya memonitor frekwensi penerbangan di ATC. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan ADIZ maka pesawat udara tersebut harus
melaporkan rencana penerbangannya.
Pilihan Terbaik Penerapan ADIZ. Berpedoman pada analisis dan teori
efektifitas Hukum maka dapat di ambil suatu keputusan bahwa pilihan terbaik
dalam penerapan ADIZ adalah ADIZ Amerika serikat, hal ini didasarkan pada
faktor-faktor yang di miliki oleh ADIZ Amerika yaitu :33

33

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

48

1. Faktor Hukum. Penerapan ADIZ Amerika didukung oleh perangka Aturan
Hukum yang jelas, tidak mengandung cacat yuridis dan aturannya
memperhatikan kepentingan pertahanan Negara
2. Faktor sumber daya manusia. Penerapan ADIZ Amerika didukung oleh
sumber daya manusia yang baik sehingga mampu mengawaki sarana dan
fasilitas penegakan Hukum Udara.
3. Faktor sarana dan fasilitas. Sarana dan fasilitas pendukung berupa sistim
pertahanan udara yang handal merupakan faktor yang sangat menentukan dan
mendukung penerapan ADIZ.
4. Faktor Masyarakat. Masyarakat Amerika Serikat sangat mendukung
penerapan ADIZ, karena masyarakatnya sudah maju dan mengerti tentang arti
pentingnya pertahanan udara. Secara Internasional penerapan ADIZ Amerika
serikat tersosialisasi dengan baik sehingga dapat di ketahui, dihormati dan di
taati oleh masyarakat Internasional.
Pilihan alternatif penerapan ADIZ yaitu penerapan CADIZ ( Canada Air
Difense Zone). Faktor-faktor efektifitas Hukum yang dimiliki oleh ADIZ Amerika
Serikat juga dimiliki oleh CADIZ, perbedaannya hanya pada sarana dan fasilitas
yang mendukung penerapan CADIZ. ADIZ Amerika Serikat didukung oleh
sarana dan fasilitas yang lengkap dan canggih, sedangkan CADIZ tidak selengkap
Amerika Serikat, namun penerapan CADIZ terdukung.
Konsepsi penerapan ADIZ Indonesia Ideal. Belajar dari penerapan ADIZ
negara lain yang telah berhasil menerapkan secara efektif maka untuk menerapkan

Universitas Sumatera Utara

49

ADIZ Indonesia secara efektif dibutuhkan pemenuhan syarat-syarat sebagai
berikut :34
1. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Hukum yang baik adalah
Hukum yang tidak mengandung cacat yuridis (cacat Hukum) , memenuhi
rasa keadilan, kepastian Hukum dan bermanfaat. Dalam konteks ini yaitu
aturan Perundang-undangan sebagai payung Hukum penerapan ADIZ
Indonesia terdapat konflik norma sehingga menimbulkan ketidak pastian
Hukum yang berdampak pada proses penegakan Hukum, sehingga harus
di atasi dengan melakukan harmonisasi peraturan Perundang-undangan.
Selain itu aturan perundang-undangan yang telah di harmonisasi
mengandung ketentuan yang memenuhi kepentingan pertahanan nasional
dengan memuat ketentuan ADIZ yang ideal yaitu penempatan lokasi dan
luas

yang

sesuai

dengan

kebutuhan

pertahanan

negara.

Untuk

mengefektifkan ADIZ Indonesia sebagai zona identifikasi maka harus
ditingkatkan luas wilayah ADIZ Indonesia dari di wilayah udara sebagian
kecil Sumatera Selatan, Jawa dan Madura, Bali, Lombok dan sebagian
kecil Pulau Sumbawa bagian barat ke wilayah udara di atas zona ekonomi
ekslusif sejauh 200 NM dari garis pangkal biasa (normal baselines).
Dengan meningkatkan luas wilayah ADIZ Indonesia pesawat udara asing
akan melakukan identifikasi sebelum memasuki kedaulatan wilayah udara,
sehingga dapat diketahui secara dini adanya ancaman atau tidak melalui
wilayah udara. Dengan meningkatkan luas ADIZ Indonesia maka hukum

34

Ibid

Universitas Sumatera Utara

50

dan kedaulatan di wilayah udara dapat ditegakkan dalam rangka menjamin
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 10 Undang-Undang TNI
menyebutkan bahwa tugas TNI AU yaitu menegakkan hukum dan
menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
TNI AU sebagai pengemban tugas pertahanan dan penegakan Hukum di
wilayah udara harus meningkatkan sumber daya manusia baik dari aspek
kualitas maupun kuantitas. Faktor pendukung yang tidak kalah pentingnya
adalah pemenuhan sarana dan prasarana berupa Alutsista yang memadai
serta dukungan anggaran yang cukup sebagai konsekuensi penerapan
ADIZ Indonesia yang Ideal.
3. Mengupayakan dukungan masyarakat dengan mensosialisasikan tentang
Penerapan ADIZ indonesia dan fungsinya untuk melindungi segenap
bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dari berbagai betuk
ancaman yang dating melalui media udara. Untuk mendapat dukungan dari
masyarakat internasional pemerintah juga harus melakukan sosialisasi
secara terus menerus agar penerapan ADIZ Indonesia yang ideal dapat
diketahui, dihormati dan ditaati.
Dasar hukum pendirian ADIZ adalah asas bela diri (self defence) yang
diakui dalam Pasal 51 Piagam PBB. Ketentuan dalam Pasal 51 piagam PBB
tersebut bukan semata-mata menciptakan hak, tetapi secara eksplisit hak membela
diri itu memang diakui menurut prinsip-prinsip ketentuan internasional.

Universitas Sumatera Utara

51

Penerapan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara. Dalam Pasal 6 UU No.3 tahun 2002 menyebutkan, bahwa
pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan
membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa serta
menanggulangi setiap ancaman. Pertahanan negara bertujuan untuk
menjaga dan melindungi kedaulatan negara, termasuk wilayah kedaulatan
atas ruang udara nasional, sehingga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk
ancaman dapat terhindar.
Penerapan Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia. Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan
negara untuk menegakan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah
dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang
dan operasi militer selain perang serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional.
Penerapan Undang-Undang RI Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah
Negara. Di dalam Pasal 10 huruf e Undang-undang RI Nomor. 43 tahun 2008
disebutkan, bahwa dalam pengelolaan wilayah negara dan kawasan perbatasan,
maka Pemerintah berwenang untuk memberikan izin kepada penerbangan
internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah
ditentukan. Terkait dengan keberadaan ADIZ Indonesia, maka perlu adanya
identifikasi penerbangan internasional sebelum memasuki wilayah udara teritorial,
sehingga dapat diketahui apakah penerbangan internasional memiliki izin atau
tidak untuk mengadakan penerbangan. Dengan adanya identifikasi tersebut akan
mencegah adanya pelanggaran wilayah udara, sehingga dapat menjamin
keamanan wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

52

Penerapan Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.
Dalam Pasal 5 UU RI Nomor 1 tahun 2009, dinyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik
Indonesia. Salah satu wujud penegakkan hukum udara adalah penerapan
ketentuan ADIZ Indonesia sebagai zona identifikasi bagi pesawat udara asing.
Indonesia sebagai negara berdaulat mempunyai hak untuk menetapkan ADIZ
untuk kepentingan pertahanan wilayah udara35

D. Pengaturan Flight Information Region (FIR) Wilayah Udara Indonesia
Indonesia di nilai belum mampu memberikan pelayanan kegiatan
penerbangan untuk mewujudkan standar keselamatan penerbangan internasional,
sehingga pengelolaan Flight Information Region (FIR) dilakukan oleh Singapura.
Standar keselamatan penerbangan sipil maupun militer yang menjadi prioritas
utama masih memprihatinkan, terutama dalam pelaksanaan operasi penerbangan.
Flight Information Region (FIR) adalah sebagai pembagian wilayah udara
yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan yang
ditetapkan oleh negara negara yang tergabung dalam International Civil Aviation
Organization (ICAO). FIR dan UIR merupakan wilayah untuk keperluan operasi
penerbangan dan merupakan media ruang gerak yang didasarkan pertimbangan
keselamatan penerbangan.36
Dalam pengertian yang baku, FIR adalah suatu ruang udara yang
ditetapkan dimensinya dan didalamnya terdapat Flight Information Service dan
35

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 5
Ign Maryanto, Taskap, Konsepsi Penataan Ruang Udara FIR Indonesia Dalam
Rangka Mendukung Tugas TNI AU pada Masa mendatang, termuat dalam Yuwono Agung, 2012,
hal 11
36

Universitas Sumatera Utara

53

Alerting Service. Flight Information Service adalah pelayanan yang dibentuk dan
dipersiapkan untuk memberikan saran dan informasi secara penuh untuk
keselamatan dan efisiensi penebangan. Alerting Service adalah pelayanan yang
diberikan kepada organisasi yang berkaitan dengan pesawat terbang/ penerbangan
yang

membutuhkan

pertolongan

dan

dan

membantu

organisasi

yang

membutuhkan bantuan pencarian dan pertolongan (Dewan Penerbangan dan
Antariksa Republik Indonesia, “Flight Information Region”.37
Pembagian wilayah FIR sering tidak mengacu kepada wilayah udara
negara yang berdaulat sehingga sering berbenturan dengan kedaulatan suatu
negara. Dasar hukum Flight Information Region terdapat dalam Pasal 28
Konvensi Chicago 1944 dan Annex 11 Konvensi Chicago 1944, yang berbunyi,
“undertakes, so far as it may find practicable, to provide, in its territory,
airports, radio services, meteorological services and other air navigation
facilities to facilitate international air navigation, in accordance with the
standards and practices recommended or established from time to time,
pursuant to this Convention”. ("Melakukan, sejauh itu mungkin
menemukan praktis, untuk menyediakan, di wilayahnya,