Analisis Tindak Tutur Direktif Meminta dan Memerintah dalam Anime Ore Monogatari Episode 1 Karya Kazune Kawahara dan Aruko

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PRAGMATIK, ASPEK SITUASI UJAR,
DAN TINDAK TUTUR

2.1 Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Oleh karena itu,
pragmatik juga disebut dengan studi tentang maksud penutur keseluruhan dari
pada makna dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.
Pragmatik juga disebut dengan studi tentang makna kontekstual. Studi ini
melibatkan penafsiran makna yang dimaksud dari seseorang ke dalam suatu
konteks khusus dan bagaimana konteks tersebut berpengaruh terhadap apa yang
dikatakan. Dalam suatu penuturan diperlukan pertimbangan yang sesuai dengan
orang yang akan diajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa (Yule,
1996:3).
Menurut Abdul Chaer (2009) pragmatik erat kaitannya dengan semantik
karena sama-sama mengkaji suatu makna bahasa. Semantik bidang linguistik yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya atau bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti
dalam bahasa. Menurut Nadar (2009:2) pragmatik merupakan cabang linguistik
yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi

tertentu.

17
Universitas Sumatera Utara

Dalam bukunya yang berjudul Pragmatic, Stpehen C. Levinson dalam
Tarigan (1986:33) mengumpulkan sejumlah batasan pragmatik yang berasal dari
berbagai sumber dan pakar, yang dapat dirangkum seperti berikut ini. Pragmatik
adalah telaah mengenai “hubungan tanda-tanda dengan para penafsir”, menurut
Morris dalam Tarigan (1986:33). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau
pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam
suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana, atau
masalah).
Menurut Levinson dalam Tarigan (1986:33) pragmatik adalah telaah
mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau
dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan
serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks secara tepat.
Selain itu, Wijana (1996:1) dan Rohmadi (2004) mengatakan bahwa
pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.

Jadi makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks/mengkaji
maksud penutur.

2.2 Aspek – Aspek Situasi Ujar
Leech (1993:19-21) membagi aspek-aspek situasi ujar menjadi 5 bagian,
yaitu: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai
bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai tindakan verbal.

18
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Penutur dan Mitra Tutur
Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi
pragmatis tertentu di dalam proses komunikasi. Sementara itu, mitra tutur adalah
orang yang menjadi sasaran atau sekaligus kawan penutur di dalam penuturan. Di
dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih berganti,
yang semula berperan sebagai penutur dalam tahap bertutur selanjutnya dapat
menjadi mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek terkait dengan komponen
penutur dan mitra tutur antara lain: usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat keakraban.


2.2.2 Konteks Tuturan
Konteks tuturan dalam tata bahasa mencakup semua aspek fisik atau latar
sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresikan. Konteks yang bersifat
fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu,
konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu
berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur
dan mitra tuturnya. Konteks itu berperan membantu mitra tuturnya, konteks ini
berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin
dinyatakan oleh penutur.
2.2.3 Tujuan Tuturan
Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan
tindakan bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan
karena semua tuturan memiliki suatu tujuan.

19
Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Tindak Tutur Sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas
Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak

tutur itu merupakan suatu tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak
ubahnya sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, pada tindakan
mencubit dan menendang, bagian tubuh yang berperan berbeda dengan tindak
bertutur. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada tindakan
menendang kakilah yang berperan, sedangkan tindakan bertutur alat ucaplah yang
berperan.

2.2.5 Tuturan Sebagai Bentuk Tindak Verbal
Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu
dibedakakn menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara
atau bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal.
Tindakan verbal adalah tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.

2.3 Tindak Tutur
Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya
menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur
gramatikal saja, tetapi juga tidakan-tindakan melalui tuturan. Tindakan-tindakan
yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur. Penutur biasanya
berharap makssud komunkatifnya akan dimengerti oleh pendengar. Penutur dan
pendengar biasanya terbantu oleh keadaan lingkungan di sekitar tuturan tersebut.

Keadaan semacam ini disebutkan dengan peristiwa tutur.

20
Universitas Sumatera Utara

Chaer dan Agustina (2010:50) mendefinisikan tindak tutur sebagai gejala
inidvidual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur ini
lebih menitikberatkan pada makna atau arti tindak dalam suatu tuturan. Tindak
tutur dapat berwujud suatu pertanyaan, perintah, maupun pernyataan.
Tindak tututr atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat
sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur
merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan,
prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan. Tindak tutur memilik bentuk yang
bervariasi untuk menyatakan suatu tujuan. Austin menyebutkan bahwa pada
dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori tindak tutur. Sedangkan
Cohen dalam Homberger dan McKay mendefinisikan tindak tutur sebagai sebuah
kesatuan fungsional dalam komunikasi.
Tindak tutur dan peristiwa tutur sangat erat terkait. Keduanya merupakan

dau gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi. Peristiwa
tutur merupakan peristiwa sosial karena menyangkut pihak-pihak yang bertutur
dalam satu situasi dan tempat tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya
merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk
mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, tindak tutur selalu berada alam
peristiwa tutur.
Teori tindak tutur muncul sebagai reaksi terhadap “descriptive fallacy”,
yaitu

pandangan

bahwa

kalimat

deklaratif

selalu

digunakan


untuk

21
Universitas Sumatera Utara

mendeskripsikan fakta atau “state of affairs”, yang harus dilakukan secara benar
atau secara salah. Padahal, menurut Austin, banyak kalimat deklaratif yang tidak
mendeskripsikan, melaporkan, atau menyatakan apapun, sehingga tidak bisa
dinyatakan benar-salahnya. Ujaran dari kalimat tersebut adalah (bagian dari)
kegiatan/tindakan. Ada dua jenis ujaran, menurut Austin, yaitu ujaran konstatif
dan performatif.
1. Ujaran konstatif adalah ujaran yang tidak melakukan tindakan dan dapat
diketahui salah-benarnya. Menurut Austin, ujaran konstatif adalah jenis
ujaran yang melukiskan suatu keadaan faktual, yang isinya boleh jadi
merujuk ke suatu fakta atau kejadian historis yang benar-benar terjadi pada
masa lalu. Ujaran konstatif memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar
atau salah berdasarkan hubungan faktual antara si pengujar dan fakta
sesungguhnya. Jadi dimensi pada ujara konstatif adalah benar-salah.
2. Ujaran performatif adalah ucapan yang berimplikasi dengan tindakan si

penutur sekalipun sulit diketahui salah-benarnya., tidak dapat ditentukan
bnar-salahnya berdasarkan faktanya karena ujaran ini lebih berhubungan
dengan perilaku atau perbuatan si penutur. Austin kemudian membedakan
ujaran performatif eksplisit dan implisit, yang dicirikan dengan ada
tidaknya verba performatif.
2.3.1 Jenis-jenis Tindak Tutur
Jenis tindak tutur menurut Austin dalam Fujibayashi (2001:5) yaitu :

22
Universitas Sumatera Utara

2.3.1.1 Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam
arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat
dipahami (Chaer dan Agustina, 2004: 53). Selanjutnya menurut Yule (2006: 83)
tindak lokusi merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan
linguistik yang bermakna. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya dalam bentuk lokusi ini tidak dipermasalahkan lagi fungsi
tuturannya karena makna yang dimaksudkan adalah memang benar makna yang
terdapat pada kalimat diujarkan.

Contoh tindak tutur lokusi dalam kalimat bahasa Jepang yaitu:
(1) 動



Ugoku to utsuzo
Jika bergerak akan aku tembak!
(dalam skripsi Septa Wiki Dwi Cahya “Analisis Tindak Tutur Ilokusi dalam
Bahasa Jepang”)
Kalimat tersebut dituturkan oleh penjahat kepada Yamada. Dilihat dari segi
lokusinya, penutur hanya mengatakan hal tersebut kepada mitra tutur. Kalimat
tersebut hanya memberikan informasi jika bergerak akan ditembak tidak
mengandung maksud lain.
2.3.1.2 Tindak Tutur Ilokusi
Menurut Wijana (1996: 18) tindak ilokusi merupakan sebuah tuturan selain
berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga

23
Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang
diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi
ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih,
menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan (Chaer dan Agustina, 2004: 53). Hal
senada juga diungkapkan Nadar (2009: 14) bahwa tindakan ilokusi adalah
tindakan apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu
dan dapat merupakan tindakan menyatakan berjanji, minta maaf, mengancam,
meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tindakan ilokusi tidak hanya bermakna untuk menginformasikan
sesuatu tetapi juga mengacu untuk melakukan sesuatu.
Contoh tindak tutur ilokusi yaitu:
(1) 動



Ugoku to utsuzo
Jika bergerak akan aku tembak!
(dalam skripsi Septa Wiki Dwi Cahya “Analisis Tindak Tutur Ilokusi dalam
Bahasa Jepang”)
Kalimat tersebut dituturkan oleh penjahat kepada Yamada. Dilihat dari segi

ilokusinya, kalimat tersebut tidak hanya memberikan informasi kepada mitra tutur
jika bergerak akan ditembak tetapi juga memiliki maksud lain yaitu untuk
memperingatkan Yamada agar tidak bergerak, jika ia bergerak sedikitpun penjahat
itu akan menembak Yamada.

24
Universitas Sumatera Utara

Menurut Searle (Tarigan, 1986: 46-48) mengklasifikasikan tindak ilokusi
menjadi lima kriteria sebagai berikut.
a) Asertif
Tindak tutur ini melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang
diekspresikan,

misalnya:

menyatakan,

memberitahukan,

menyarankan,

membanggakan, mengeluh, menuntut, atau melaporkan.
Contoh tindak tutur asertif adalah sebagai berikut:




Ame ga futteiru.
Hujan sedang turun.
Kalimat tersebut dituturkan oleh teman kepada teman yang lainnya. Tuturan
tersebut tidak hanya memberikan informasi kalau sedang hujan melainkan kalimat
tersebut dimaksudkan untuk menyatakan bahwa tuturan tersebut sesuai dengan
penggambaran fenomena cuaca dunia yang sering hujan. Dengan kata lain,
kalimat tersebut mengandung nilai kebenaran dan dibuat sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya.
b) Direktif
Tindak tutur ini dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui
tindakan sang penyimak, misalnya: memesan, memerintahkan, memohon,
meminta, menyarankan, menganjurkan, menasehati.

25
Universitas Sumatera Utara

Contoh tindak tutur direktiff adalah sebagai berikut:




Te wo agero.
Angkat tanganmu!
Kalimat di atas memiliki maksud bahwa penutur meminta mitra tutur agar
mengikuti perintah penutur untuk melakukan tindakan yang diperintahkan.
Tuturan tersebut tidak hanya memberikan informasi agar mitra tutur mengangkat
tangannya melainkan mitra tutur harus melakukan tindakan mengakat tangan
sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh penutur.
c) Komisif
Tindak tutur ini melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan
datang, misalnya: menjanjikan, bersumpah, menawarkan, memanjatkan (doa).
Contoh tindak tutur komisif dalam bahasa Jepang yaitu:


約束



Watashi wa yakusoku wo mamoru.
Saya akan menepati janji
Kalimat tersebut bila diutarakan oleh teman yang sering mengingkari janji, maka
kalimat tersebut tidak hanya memberikan informasi bahwa ia akan menepati janji
tetapi tuturan tersebut mengikat penuturnya agar melaksanakan apa yang telah
diujarkan.

26
Universitas Sumatera Utara

d) Ekspresif
Tindak tutur ini mempunyai fungsi mengekspresikan, mengungkapkan,
atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan
keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya: mengucapkan terima kasih,
mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji,
menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.
Contoh tindak tutur ekspresif dalam bahasa Jepang yaitu:

Arigatou gozaimasu.
Terima kasih.
Kalimat tersebut bila dituturkan oleh perempuan kepada laki-laki yang
memberikan hadiah kepada perempuan, tuturan tersebut berfungsi untuk
mengekspresikan perasaan senang perempuan itu karena telah diberi hadiah.
Kalimat tersebut tidak hanya memberikan informasi saja tetapi juga dimaksudkan
agar ujaran tersebut diartikan sebagai evaluasi terhadap tindakan laki-laki yang
telah memberikan hadiah tersebut.
e) Deklaratif
Tindak tutur deklaratif adalah ilokusi yang bila performasinya berhasil
akan menyebabkan korespondensi yang baik antara proposisional dengan realitas,
misalnya: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis, memberi nama,
mengucilkan, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis dan
sebagainya.

27
Universitas Sumatera Utara

Contoh tindak tutur komisif dalam bahasa Jepang yaitu sebagai berikut:
明日



Ashita kara konai de moraeru kana.
Mulai besok tidak perlu datang lagi
Kalimat di atas apabila dituturkan pemilik toko kepada pegawainya yang sedang
telah melakukan kesalahan. Kalimat ini selain memberikan informasi agar tidak
perlu datang lagi tetapi juga dimaksudkan bahwa pegawai tersebut dipecat dari
pekerjaannya dan pemilik toko melarang pegawainya itu untuk datang lagi besok
dan seterusnya.

2.3.1.3 Tindak Tutur Perlokusi
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya
ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non-linguistik dari orang
lain itu (Chaer dan Agustina, 2004: 53). Selanjutnya menurut Wijana (1996: 20)
tindak tutur perlokusi merupakan sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang
seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang
mendengarkannya. Pendapat lainnya adalah menurut Darmansyah (1989:89)
tindak perlokusi menyangkut konsekuensi atau efek yang mungkin ditimbulkan
oleh tindak ucap pembicara terhadap pikiran perasaan dan kepercayaan pendengar.
Sejalan dengan pendapat di atas Nadar (2009:15) menyatakan bahwa tindak tutur
perlokusi sebagai tindakan yuntuk mempengaruhi lawan tutur sperti memalukan,
mengintimidasi, membujuk dan lain sebagainya.. hal senada juga diungkapkan

28
Universitas Sumatera Utara

oleh Rohmadi (2004:31) yang menyatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah
tinak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan
tuturnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi
adalah tindak tutur yang memiliki mkna untuk mempengaruhi pendengarnya atau
dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.
Contoh dari tindak tutur perlokusi yaitu:
(1) 動



Ugokuto utsuzo
Jika bergerak akan aku tembak.
(dalam skripsi Septa Wiki Dwi Cahya “Analisis Tindak Tutur Ilokusi dalam
Bahasa Jepang”)
Kalimat tersebut dituturkan penjahat kepada Yamada. Kalimat tersebut secara
ilokusi memiliki maksud untuk memperingatkan Yamada agar tidak bergerak.
Dilihat dari segi perlokusinya, kalimat tersebut memiliki maksud untuk
mempengaruhi Yamada agar ia takut dengan ancaman penjahat tersebut.

2.4 Tindak Tutur Direktif
Tindak tutur direktif merupakan salah satu kategori tindak ilokusi menurut JR.
Searle. Gunawan (via Rohmadi, 2004: 32) mendefinisikan tindak tutur direktif
sebagai tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan
tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu. Menurut Tarigan
(1986: 47) tindak tutur direktif dimaksudkan untuk menimbulkan efek melalui

29
Universitas Sumatera Utara

tindakan penyimakan. Ibrahim (1993: 27) mendefinisikan tindak tutur direktif
adalah tindak tutur yang mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang
akan dilakukan oleh mitra tutur. Ibrahim membagi tindak tutur direktif menjadi
enam jenis, yang terdiri dari: requstives, questions, requirements, prohibitive,
permissives, dan advisorie.
1. Permintaan (Requstives)
Tindak requstives menunjukkan dalam mengucapkan sesuatu tuturan,
penutur memohon kepada mitra tutur untuk melakukan suatu perbuatan. Penutur
mengekspresikan keinginan dan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan atas
keinginan penutur. Dengan kata lain tindak tutur ini mengekspresikan keinginan
penutur, sehingga mitra tutur melakukan sesuatu. Apabila penutur tidak
mengharapkan kepatuhan, tindakan ini mengekspresikan keinginan atau harapan
agar mitra tutur menyikapi keinginan yang tersampaikan ini sebagai alasan untuk
bertindak. Fungsi tindakan requstives antra lain meliputi: meminta, memohon,
mendoa, dan mengajak.
2. Pertanyaan (Questions)
Tindak questions mengandung pengertian bahwa dalam mengucapkan
suatu tuturan, penutur menanyakan pada mitra tutur apakah suatu proposisi itu
benar. Penutur mengekspresikan keinginan dan maksud bahwa preposisi tersebut
benar atau tidak benar. Questions mengandung pengertian bahwa penutur
memohon kepada mitra tutur agar memberikan informasi tertentu. Fungsi
tindakan ini meliputi bertanya dan mengintrogasi.

30
Universitas Sumatera Utara

3. Perintah (Requirements)
Tindakan requirements mengindikasikan bahwa ketika mengucapkan suatu
tuturan, penutur menghendaki mitra tutur untuk melakukan perbuatan. Penutur
mengekspresikan keinginan bahwa ujarannya dalam hubungan dengan posisi di
atas mitra tutur, merupakan alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk melakukan
tindakan dan penutur mengekspresikan maksud agar mitra tutur melakukan
tindakan (paling tidak sebagaian dari) keinginan penutur. Apa yang diekspresikan
oleh penutur adalah kepercayaan bahwa ujarannya mengandung alasan yang
cukup bagi mitra tutur untuk melakukan tindakan. Penutur memberi anggapan
bahwa dia memiliki kewenangan yang lebih tinggi daripada mitra tutur, misalnya,
fisik, psikologis, atau institusional yang meberikan bobot pada ujaran, fungsi
tindakan yang termasuk dalam requirements adalah menghendaki, mengomando,
menunut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur dan mensyaratkan.
4. Larangan (Prohibitive)
Tindakan prohibitive merupakan suatu tindakan yang menunjukkan bahwa
ketika mengucapkan suatu ekspresi penutur melarang mitra tutur untuk
melakukan tindakan. Penutur mengekspresikan otoritas kepercayaan bahwa
ujarannya menunjukan alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk tidak melakukan
tindakan. Penutur mengekspresikan maksud agar mitra tutur tidak melakukan
tindakan oleh karena ujaran penutur. Pada dasarnya tindakan ini merupakan
perintah atau suruhan supaya mitra tutur tidak melakukan sesuatu. Fungsi
tindakan prohibitive meliputi, melarang dan membatasi.

31
Universitas Sumatera Utara

5. Pemberian izin (Permissives)
Tindakan permissives merupakan tindakan yang mengindikasikan bahwa,
ketika mengucapkan suatu tuturan menghendaki mitra tutur untuk melakukan
perbuatan (tindakan). Penutur mengekspresikan kepercayaan bahwa ujarannya
dalam hubungannya dengan posisi penutur di atas mitra tutur, membolehkan mitra
tutur untuk melakukan tindakan. Dengan kata lain, tindak tutur ini
mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur, sehingga mitra tutur
percaya bahwa ujaran penutur mengandung alas an yang cukup bagi mitra tutur
untuk merasa bebas melakukan sesuatu. Fungsi tindakan permissives meliputi
menyetujui, membolehkan, menganugerahi, dan memaafkan.
6. Nasihat (Advisories)
Tindak advisories adalah tindak ketika mengucapkan suatu ekspresi, penutur
menasehati mitra tutur untuk melakukan tindakan. Penutur mengekspresikan
kepercayaan bahwa terdapat alasan bagi mitra tutur untuk melakukan tindakan
dan penutur mengekspresikan maksud agar mitra tutur mengambil kepercayaan
penutur sebagai alasan baginya untuk melakukan tindakan. Apa yang
diekspresikan penutur adalah kepercayaan akan suatu tindakan yang baik untuk
kepentingan mitra tutur. Fungsi tindakan advisories meliputi menasehati dan
menyarankan

32
Universitas Sumatera Utara

2.5 Bentuk-bentuk dari Meminta dan Memrintah
2.5.1 Bentuk Meminta
Dalam bahasa Jepang, kalimat permintaan disebut dengan 依頼文(iraibun).
依頼

Menurut Yoshio Ogawa (2003:56), yang dimaksud dengan Irai





命令

結果的

利益



依頼



依頼

普通

adalah:

依頼

相手

動作



依頼







Hito ni nanika wo suru koto wo tanomu koto wo “irai” to iu. “Irai” wa aite ga
dousa wo okonau ten wa “meirei” to onaji daga, “irai” dewa futsuu, hanashite
(irai suru hito) ga kekkateki ni rieki wo eru.
Meminta seseorang untuk melakukan sesuatu disebut dengan Irai (permintaan).
Irai sama dengan meirei (perintah), yaitu menitikberatkan pada mitra tutur untuk
melakukan suatu tindakan atau aksi, tetapi pada irai, biasanya penutur
mendapatkan keuntungan dari hasil yang diminta.
Menurut Kaneko Shiro dalam Nihongo Journal (2004 Juni), ragam
memohon dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu onegaio suru, pada
bagian ini terdapat tingkatan memohon dari yang terendah hikui sampai yang
tertinggi„takai’; kyoka o onegai suru; dan sono hoka no onegai no hyogen.
Berikut ini, keterangan teori Shiro tersebut.
a.



onegai suru (Membuat Permohonan)

33
Universitas Sumatera Utara

Ungkapan memohon pertama onegai suru dalam penggunaannya
mengandung sifat mulai dari yang rendah „hikui’ sampai kepada
permohonan yang bersifat tinggi „takai’, permohonan itu dikelompokkan
dalam beberapa bagian sebagai berikut.
1. ~


(1)

„ke sini sebentar‟

(Nihongo Journal:35)
2. ~

(2)



? „tolong ke sini?

(Nihongo Journal:35)
3. ~
Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
4. ~
Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ~te moraenai
5. ~
(3) 辞 書

? „pinjam kamusnya?

(Nihongo Journal:35)
6. ~

34
Universitas Sumatera Utara

(4) 明 日

朝9 時

„besok tolong kumpul pukul 9



pagi.‟
(Nihongo Journal:35)

7. ~
(5) ペ ン チ

„boleh pinjam tang?‟



(Nihongo Journal:35)
8. ~
Shiro tidak memberikan contoh untuk ini
9. ~
Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
10. ~
(6) ペ ン チ

„boleh tidak pinjam tang?‟



(Nihongo Journal:35)
11. ~
Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
12. ~

35
Universitas Sumatera Utara

Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
13. ~
(7) 推 薦 状

„bisa tolong tuliskan surat



rekomondasi?‟
(Nihongo Journal:35)
14. ~
(8) 推 薦状

„bisa tolong tuliskan surat



rekomondasi?‟
(Nihongo Journal:35)
b. 許可



kyoka o onegai suru (Memohon/Meminta Izin)

Kelompok kedua itu digunakan pada waktu memohon izin sesuatu.
Menggunakan bentuk verba



(

). Shiro memberikan beberapa

contoh seperti berikut.
1. ~
(9) 写真



(



) „fotokan‟

(Nihongo Journal:35)
2. ~ (

)

36
Universitas Sumatera Utara

(10) 電話



/



? (



) „Boleh pinjam

telepon?‟
(Nihongo Journal:33)

3. ~

(

)

(11) 留学

?(親

) „izinkan saya belajar di luar

negeri? (kepada orang tua)
(Nihongo Journal:35)
4. ~

(

)
„tolong izinkan saya belajar di luar

(12) 留学
negeri.‟
(Nihongo Journal:35)
5. ~ (

)

(13) 意 見

言わ



„izinkan saya

mengeluarkan pendapat saya?
(Nihongo Journal:35)
6. ~ (

)

/

37
Universitas Sumatera Utara

(14) 明日



/

„Besok, bolehkah saya menggunakannya?‟
(Nihongo Journal:33)



c.



表 現 (Ungkapan Memohon/Meminta yang

Lainnya)
Kelompok ketiga menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk
memaparkan keadaan sekarang, seperti perasaan, keadaan, dan keinginan.
Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan.
Kalimat yang di dalam kurung adalah kalimat yang sebenarnya ingin
diucapkan.
Seperti contoh berikut ini.
(15)



….







„Kerongkongan saya kering‟…. (izinkan saya minum)
(Nihongo Journal:33)
(16)



….

„Anak saya sedang tidur‟……...(mohon tenang)
(Nihongo Journal:33)

38
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Bentuk Memerintah
Menurut Hamzon dan Rospita (2010:78-79) dalam bahasa Jepang,
kalimat perintah dibentuk dengan cara pembentukan pola kalimat:
1. V renyoukei + te kudasai


Contoh :

(Silahkan banyak makan)

Kalimat ini adalah teineigo (sopan), tetapi bukan sonkeigo (kalimat
hormat). Dapat dipergunakan oleh seorang guru kepada murid, atau
dapat diucapkan terhadap kawan-kawan.
2. V renyoukei + nasai
Contoh : 次

問題



(Jawablah pertanyaan berikut)

Kalimat ini adalah kalimat perintah keras. Di sini ditunjukkan bahwa
yang memerintah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada
yang diperintah.
3. V meireikei
Contoh : 学校



(Pergi ke sekolah)

Kalimat perintah ini tidak memuat perasaan sopan dan tidak memuat
perasaan hormat. Kalimat ini dipergunakan oleh orang uta yang sedang
marah kepada anaknya.
4. V jishoukei + na
Contoh : 車



!(Jangan sentuh mobil!)

Kalimat seperti ini dipergunakan pada waktu marah untuk melarang
orang.

39
Universitas Sumatera Utara

2.6 Fungsi Tindak Tutur Ilokusi
Ibrahim membagi tindak tutur direktif menjadi enam jenis, kemudian dari
tiap-tiap jenis tindak tutur direktif dibagi menjadi beberapa fungsi yang lebih
sepesifik, sebagai berikut.

1. Fungsi Permintaan (Requstives)
Fungsi tuturan requstives terdiri dari fungsi meminta, memohon, mendoa,
menekan dan mengajak. Fungsi meminta adalah berkata-kata agar mendapatkan
sesuatu. Memohon digunakan untuk mengekspresikan permohonan atas suatu hal
dengan

lebih

santun

atau

hormat.

Fungsi

mendoa

digunakan

untuk

mengekspresikan harapan, pujian, kepada Tuhan. Fungsi menekan digunakan
untuk mengekspresikan desakan atau tekanan dari penutur kepada mitra tutur
terhadap suatu hal. Fungsi mengajak digunakan untuk mengungkapkan
permintaan supaya mitra tutur ikut atau turut serta.
2.Fungsi Pertanyaan
Fungsi questions antra lain adalah bertanya dan mengintrogasi. Ungkapan
bertanya merupakan ungkapan meminta keterangan atau penjelasan tentang
sesuatu hal. Selanjutnya fungsi menginterogasi dilakukan untuk mengungkapkan
pertanyaan yang bersifat terstruktur, detail dan cermat untuk mencari suatu
penjelasan atau keterangan.
3. Fungsi Perintah (Requirements)
Fungsi requirements digunakan untuk mengungkapakan perintah atau
permintaan dari penutur kepada mitra tutur untuk mengerjakan sesuatu. Fungsi
requirements antara lain, menghendaki, mengomando, menuntut, mendikte,
40
Universitas Sumatera Utara

mengarahkan, mengistrusikan, mengatur, dan mensyaratkan. Fungsi menghendaki
berfungsi untuk mengungkapkan keinginan atau kehendak dari penutur kepada
mitra tutur agar melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh penutur. Mengomando
berfungsi untuk mengekspresikan pemberian perintah dari seorang pemimpin
kepada bawahannya. Menuntut mengungkapkan tuturan yang berfungsi untuk
mengekspresikan permintaan dengan setengah mengharuskan terpenuhi. Fungsi
mendikte merupakan tuturan yang mengekspresikan perintah penutur kepada
mitra tutur agar menulis apa yang dibacakan atau diucapkan. Fungsi mengarahkan
yaitu mengekspresikan pemberian petunjuk, arahan, dan bimbingan dari penutur
ke mitra tutur. Menginstrusikan berfungsi untuk mengekspresikan perintah secara
langsung. Fungsi mengatur berfungsi untuk mengekspresikan perintah atau aturan
mengerjakan sesuatu. Fungsi mensyaratkan berfungsi untuk mengekspresikan
peraturan atau ketentuan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tertentu.
4. Fungsi Larangan (Prohibitive)
Tuturan yang termasuk dalam fungsi prohibitive adalah melarang dan
membatasi. Melarang berfungsi untuk mengekspresikan larangan agar mitra tutur
tidak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan penutur. Membatasi berfungsi
mengekspresikan pemberian batas kepada mitra tutur dalam melakukan tindakan.
5. Fungsi Pemberian izin (Permissives)
Fungsi permissives antara lain menyetujui, membolehkan, menganugerahi,
dan memaafkan. Fungsi menyetujui digunakan penutur untuk menyatakan sepakat,
setuju, dan sependapat tentang apa yang diungkapkan oleh mitra tutur. Fungsi
membolehkan digunakan untuk memberi kesempatan atau keleluasaan kepada
mitra tutur untuk melakukan sesuatu hal. Kemudian fungsi menganugrahi

41
Universitas Sumatera Utara

digunakan untuk memberikan penghargaan, hadiah, atau gelar terhadap seseorang
yang berjasa. Fungsi memaafkan digunakan untuk memberikan pengampunan
atau pemberian maaf kepada orang yang telah melakukan salah.

6. Fungsi Nasihat (Advisories)
Fungsi

advisories

antara

lain

menasehati,

mengkonseling,

dan

menyarankan. Fungsi menasehati berfungsi mengekspresikan pemberian nasihat
atau petuah terhadap kesalahan yang dilakukan oleh mitra tutur. Fungsi
mengkonseling berfungsi untuk mengungkapkan ekspresi bimbingan dari orang
ahli dengan mengunakan metode psikologis. Fungsi menyarankan berfungsi
mengekspresikan pemberian saran atau anjuran yang bersifat kritis.

42
Universitas Sumatera Utara