Analisis Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor 101 Pid.B 2014 PN Rap)

BAB II
PENGATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG
A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam UndangUndang No 21 Tahun 2007
1. Pengertian Perdagangan Orang
Menurut UU PTPPO Perdagangan Orang yaitu :
“Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan
ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan,
penjerataan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik
yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi
atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.34
Sesuatu perbuatan di sebut TPPO bilamana tindakan atau serangkaian
tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam
Undang-Undang PTTPO. Selanjut nya yang dimaksud dengan PTPPO adalah:
”Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengirman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjerataan utang
atau memberi bayaran atau manfaat, walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi
orang tersebut diwilayah negara Republik Indonesia, dipida dengan pidana
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.35
“setiap orang yang memasukkan orang kewilayah negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk diekploitasi diwilayah Negara Republik Indonesia atau
diekploitai dinegara lain dipidana dengan pidana penjara palingsiangkat 3
34
35

Pasal 1ayat (1) UU No 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.
Pasal 1 ayat (1) UU NO 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.

Universitas Sumatera Utara

(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).36

“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara
Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).37
“setiap orang yang melalakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan
esuatu atau menjanjikan sesuatu dengan maksud untuk di eksploitasi dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,000 (enam ratus juta
rupiah).38
“setiap orang yang melakukan pengiriman anak kedalam atau keluar negeri
dengan cara apapun yang mengakibatkan anak tersebut terekploitasi dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (sertus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).39
B. Beberapa Aturan Hukum yang Terkait dengan Perlindungan
Terhadap Anak
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

(Larangan

Mengeksploitasi

Anak,

Melecehkan,

Penculikan, Perdagangan Anak)
Sebagai undang-undang yang menjamin HAM dalam segala bidang yang
ditentukan ditiap-tiap pasal, salah satu pasal yang dengan tegas melarang akan
Perdagangan Orang yaitu :

36

Pasal 3 ayat (1) UU NO 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.
Pasal 4 ayat (1) UU NO 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.
38

Pasal 5 ayat (1) UU NO 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.
39
Pasal 6 ayat (1) UU NO 21 Tahun 2007 Tentang PTPPO.
37

Universitas Sumatera Utara

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi
dan pelecehan seksual, penculikan, perdaganan anak, serta dari berbagai
bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotopika, dan atdiktif lainnya”.40
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO of
the Worst Form Child convention number 182 concening the
Probhibion and Immediate Action foe the Elimination Labour
(Larangan Mempekerjakan Anak Berkaitan Dengan Pelacuran,
Pornografi, Narkotika, Sikotropika (Pekerja Terburuk Bagi
Anak))
Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan segera
Penghapusan bentuk-bentuk Pekerja terburuk untuk nAnak ini lahir dan
disahkannya pada tanggal 8 Maret tahun 2000 oleh Presiden RI Abdurrahman
Wahid, untuk melindungi hak asasi anak sesuai dengan Konvensi Ini.

Pengehasahan Konvensi ini dimaksud untuk menghapuskan “segala bentuk
terburuk

dalam

praktek

mempekerjakan

anak

serta

meningkatkan

perlindungan dan penegajan hukum secara efektif”. 41 Sehingga akan lebih
menjamin perlindungan anak dari segala tindakan perbudakan dan tindakan
atau pekerjaan yang berkaitan dengan praktek pelacuran, pornografi,
narkotika, dan psikotropika. Perlindungan ini juga mencangkup perlindungan
dari pekerjaan yang sifatnya dapat membahayakan kesehatan, keselamatan

atau moral anak-anak.

40
41

Pasal 65 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Tujuan Konvensi UU No. 1 Tahun 2000Tentang Pengesahan ILO convention number

182.

Universitas Sumatera Utara

“Setiap anggota yang meratifikasi konvensi ini wajib mengambil tindakan
segera dan efektif untuk menjamin pelarangan dan penghapusan bentu-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak sebagai hal yang mendesak”. 42
“Pengertian anak dalam hal ini yaitu semua orang yang berusia dibawah usia
18 (delapan belas) tahun”.43
Adapun bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak adalah :
“(a) segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, seperti
menjualan dan perdagangan anak, kerja ijon (debt bondage), dan perhambahan

serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anaksecara paksa atau
wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata; (b) pemanfaatan,
penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi,
tau untuk pertinjukan-pertunjukan porno; (c) pemanfaatan, penyediaan atau
penawaran anak untuk kegiatan terlarang, khususnya untuk produksi dan
perdagangan obat-obatan sebagimana diatur dalam perjanjian internasional
yang relevan; (d) pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu
dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anakanak”.44
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia (Tentang Legalitas Kemanusiaan)
Dalam UU ini menerangkan perbuatan-perbuatan yang melanggar
kejahatan terhadap kemanusiaan yang berhubungan dengan perdagangan
orang dengan bunyi :
“Huruf (f) dan (g) Kejahatan terdadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b adalah sau perbuatan yang dilakukan sebgai bagiaan
dari serangan yang meluas untuk sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
(f) penyiksaan; (g) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara”.45

Sanksi pidana :
42

Pasal 1 UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO convention number 182.
Pasal 2 UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO convention number 182.
44
Pasal 3 UU No. 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO convention number 182.
45
Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
43

Universitas Sumatera Utara

“Setiap orang melakukan berbuatan sebgaimana, dimaksud dalam pasal 9
huruf f, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahum”.46
“Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 huruf g, h, atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun”.47
Selain itu dalam UU tentang pengadilan Hak Asasi manusia Mengenal
tentang Perlidungan Saksi dan Kiorban serta Kompensasi, Restitusi, dan

Rehabilitasi, dengan bunyi :
“Setiap korba dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat
berhak asat perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun. (2) Perlindungan sebagaimana dikamsud
dalam ayat (1) wajjib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat
penegakan secara Cuma-Cuma. (3) Ketentuan mengenai tata cara
perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah”.
“Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan
atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
(2) Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebgaimana dimaksud dalam ayat
(1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM. (3) Ketentuan
mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah”.48
4. Larangan Mempekerjakan Anak Pada UU Ketenagakerjaan
Nomor 13 Tahun 2003
“(1) Siapapun dilarang mempekerjakan dan memperlibatkan anak pada
pekerjaan-pekerjaan terburuk. (2) Pekerjaan-pekerjaan terburuk yang
dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Segala pekerjaan dalam bentuk
perbudakan atau sejenisnya; bsegal pekerjaan yang memanfaatkan,

menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran,produksi pornografi,
pertunkikan porno, atau perjudian; c. Segal pekerjaan yang memanfaatkan,
menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau; d.
Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, dan atau
moral anak. (3) Jenis-jenis pekerjaan yangmembahayakan kesehatan,

46

Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pasal 40 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
48
Pasal 35 ayat (1) UU No.26 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
47

Universitas Sumatera Utara

keselamatan dan moral anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d
diteteapkan dengan Keputusan Menteri”.49
“(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebgaimana dimaksud dlam pasal

74, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). (2) Tindak pidana sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tindak pidana kejahan”.50
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 19999 tentang Pengesahan ILO
convention number 138 Concening Minimum Ege For forced
Labour

(Konvensi

ILO

mengenai

Usia

minimum

untuk

diperbolehkan bekerja) (Tentang Batas Usia Minimal Yang
Dibolehkan Bekerja Yaitu 15 (Lima Belas) Tahun)
Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber dan landasan hukum nasional,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seperi tercermin dalam silasila Pancasila Khususnya Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Untuk itu bangsa Indonesia bertekad melimdungi hak dasar anak sesuai
dengan kentuan Konvensi ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2ayat (1)
Konvensi, Indonesia melampirkan Pernyataan (Declaration) yang menetapkan
bahwa batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang diberlakukan di
wilayah Republik Indonesia adalah 15 (lima belas) tahun. (accordance with
Article 2 Paragraph 1 of the Convention, the Government of the Republic of
Indonesia hereby declares that the minimum age for admission to employment
is 15 (fifteen) years).

49
50

Pasal 74 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 183 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Pengesahan konvensi ini dimaksudkan untuk menghapuskan segala bentuk
praktek mempekerjakan anak serta meningkatkan perlindungan dan penegakan
hukum secara efektif sehingga akan lebih menjamin perlindungan anak dari
eksploitasi ekonomi, pekerjaan yang membahayakan keselamatan dan
kesehatan anak, mengganggu pendidikan serta mengganggu perkembangan
fisik dan mental anak. Hal ini akan lebih meningkatkan citra positif Indonesia
dan memantapkan kepercayaan masyarakat Indonesia.

6. Undang-Undang Nomor 3 Tahaun 1997 tentang Peradilan Anak
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Peradilan Anak (Pendekatan Keadilan
Restoratif Pada Peradilan Pidana)
Sebelum perubahan UU tentang anak Peradilan Anak kurang memberi
perhatian terhadap perlindungan anak, serta menyelesaikan perkara anak lebih
dominan dengan penjatuhan pidana atau teori pembalasan (retrebutif theory)
dan pencegahan atau teori relatif (deterrence theory) tanpa alternative lain,
bukan hanya lah itu saja pada UU No 3 Tahun 1997 hanya mengenal peran
masyarakay sebagaimana yang terdapat pada :
“Petugas kemasyarakatan terdiri dari : a. Pembimbingan Kemasyarakatan dari
Departemen Kehakiman; b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial; dan c.
Pekerja Sosial Sukarela dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan”.51
Hal tersebut menerangkan perlindungan terhadap anak kurang tersentuh.
Namun setelah perubahan pada UU No 11 Tahun 2012 lebih di titik beratkan

51

Pasal 33 UU No. 3 Tahun 1997.

Universitas Sumatera Utara

pada upaya alternative penyelesaian kasus yaitu Restorative Justice dan
Diversi sebagai mana pada :
“(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan
Restoratif. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi”.52
“Diversi bertujuan : a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak; b.
Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan; c. Menghindarkan anak
dari

perampasan

kemerdekaan;

d.

Mendorong

masyarakat

untuk

berpartisipasi; dan e. Menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak”.53
“(1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak di
pengdilan negeri wajib diupayakan Diversi”.54
Selain itu UU No 11 Tahun 2012 dikenal lembaga-lembaga yang berperan
dalam peradilan anak yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang
selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani
masa pidananya. Lembaga Penetapan Anak Sementara yang selanjutnya
disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan
berlangsung.

55

Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang

selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial
yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak. Balai
pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis
pemasyarakatan yang melaksanakan tugsa dan fungsi penelitian dan
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

52

Pasal 5 UU No. 3 Tahun 1997.
Pasal 6 UU No. 3 Tahun 1997.
54
Pasal 7 UU No. 3 Tahun 1997.
55
Liat Lembaga-Lembaga yang berperan dalam Peradilan Anak UU No. 11 Tahun 2012.
53

Universitas Sumatera Utara

Kesemuanya hal diatas bertujuan untuk perlindungan anak serta
terpenuhinya hak-hak dalam proses peradilan. Kaitan Undang-Undang
Peradilan Anak denga PTPPO selain sama-sama berperan untuk menegakkan
Hak Asasi Manusia juga berperan untuk melindungi anak-anak sebagimana
yang rentan jadi korban perdagangan orang saat ini adalah anak-anak.
7. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak
atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Tentang Undang-Undang Perlindungan
Anak)
Didalam UU Perlindungan Anak dicantumkan beberapa pasal mengenai
anak yang menjadi korban kekerasan, kejahatan maupun perdagangan, apapun
bunyinya sebagai berikut :
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksualatau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan”.56
“(1) Pemerintah, Pemerintahan Derah dan Lembaga Neraga lainya
berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan Perlindungan Khusus
kepada Anak”. (2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan kepada; (a) anak dalam situasi darurat; (b) anak yang
berhadapan dengan hukum; (c) anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
(d) anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; (e) anak yang
menjadi penyalah gunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; (f) anak yang menjadi korban pornografi; (g) adan dengan
HIV/AIDS; (h) anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; (i)
anak kekerasan fisik dan/atau fisikis; (j) anak korban kejahatan sekual; (k)
anak korban terorisme; (l) anak penyandang disabilitas; (m) anak korban
perlakuan salah dan penelantaran”. Pasal 59 A perlindungan khusus bagi
Anak yang dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) dilakukan memalui upaya : (a)
penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/ atau rehabilitasi secara
fisik, psikis, dan sosial, serta mencegah penyakit dan gangguan kesehatan
lainnya; (b) pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai
56

Pasal 17 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak.

Universitas Sumatera Utara

pemulihan; (c) pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga
tidak mampu; dan (d) pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap
proses peradilam’’.57
“Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebgaimana
di maksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: (a) perlakuan
secara manusiawai dengam memperhatikan kebutuahan sesuai dengan
umurnya; (b) pemisahan dari orang dewasa; (c) pemberian bantuan hukum dan
bantuan lain secara efektif; (d) pemberlakuan kegiatan rekreasional; (e)
pembebasan dari penyiksaan, penghukuman dan perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawai serta merendahkan martabat dan derajatnya; (f)
penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; (g)
penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai
upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; (h) pemberian keadilan
dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang
tertutup untuk umum; (i) penghindaran dari publikasi atas identitasnya; (j)
pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang dipercaya oleh anak; (k)
pemberian advokasi sosial; (l) pemberian kehidupan pribadai; (m) pemberian
aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang Disabilitas; (n) pemberian
Pendidikan; (o) pemberian pelayanan kesehatan; dan (p) pemberian hak lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’’.58
“(f) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan, penculikan, penjualan, dan/atau
perdagangan Anak’’.59 “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
di maksud dalam pasal 76 f dipidana dengan pidana penjara paling sungkat 3
(tiga) tahun palinglama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)’’.60
“(i) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual
terhadap anak’’. 61 “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 i dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah)”.62

57

Pasal 59 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Pasal 64 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlimdunagan Anak.
59
Pasal 76 (f) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
60
Pasal 83 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
61
Pasal 67 (i) UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
62
Pasal 88 No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
58

Universitas Sumatera Utara

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Larangan Pemerkosa dalam
Lingkup Rumah Tangga)
“Huruf (b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/ atau
tujuan tertentu”.63
“Setiap orang yang memaksa orang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda palin sedikit
Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”.64
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Larangan Memperjual-belikan Organ/ Jaringan Tubuh Manusia)
Dalam UU Kesehatan melarang keras transplasi organ tubuh atau jaringan
tubuh dengan maksud komersial atau memperdagangkan, sebagaimana
diberbunyi :
“(1) Penyembuan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui
transplantasi organ dab/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat
kesehatan, bedah plastk dan ekonstruksi, serta penggunaan sel punca. (2)
Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
dikomersialkan. (3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjual belikan
dalam dalih apapun’’.65
“Setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan
tubuh dengan dalih apapun sebgaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepulu) tahun dan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)’’.66

63

Pasal 8 UU No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT.
Pasal 47 UU No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT.
65
Pasal 64 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
66
Pasal 192 UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
64

Universitas Sumatera Utara

Kaitan pasal tersebut dalam perdagangan orang yakni terhadap perbutan
komersial/perdagangan (trafficking) yang tidak lain adalah orga atau jaringan
tubuh manusia.
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban perubahan atas Undang-Undang Nomor 13
Tahun

2006

tentang

Perlindungan

Saksi

dan

Korban

Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang)
“(1) koraban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban tindak pidana
terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, korban tindak pidana
penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual, dan korban
penganiayaan yang berat, selain berhak sebagaimana dimaksud pasal 5, juga
berhak mendapatkan ; a. Bantuan medis; dan b. Bantuan rehabilitasi
psikososial dan psikologis’’. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan berdasarkan Keputusan LPSK”. 67
“Disetiap Orang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak Saksi
dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1), pasal 6 ayai
(1), pasal 6 ayat (10, pasal 7 ayat (10 atau pasal 7A ayat (1) dengan Saksi
dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan,
dipidana dengan pidana penjara palin lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda
paling banayak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.68
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009
Tentang Pengesahan Protockol To Prevent, Suppress And Punish
Trafficking

In

Supplementing

Person,
The

Especially

United

Women

Nations

And

Convention

Children,
Against

Transnational Organied Crime (Mencegah dan Memberantas
TPPO)

67
68

Pasal 6 UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pasal 40 UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Universitas Sumatera Utara

Protokol yang memuat pengetian untuk Mencegah, Menindak, dan
Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak,
Melengkapi

Perserikatan

Bangsa-Bangsa

Menentang

Tindak

Pidana

Transnasional yang terorganisir, menguraikan Pengaturan yang ikut
memerangi TPPO, yaitu :
“(a) To prevent and combat trafficking in persons, paying particular attention
to women and children; (b) To protect and assist the victims of such
trafficking, whith full respect for their human rights; and (c) To promote
cooperation among States Parties in order to meet those objektives” (Pasal 2
Tujuan dari Protokol ini adalah; (a) untuk mencegah dan memberantas
perdagangan orang, dengan memberikan perhatian khusus kepada perempuan
dan anak-anak; (b) untuk melindungi dan membantu korban-korban
perdagangan tersebut, dengan menghormati sepenuhnya hak-hak asasi
mereka; dan (c) untuk mendorong kerja sama antar Negara-Negara Pihak
untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut).69
“(a) Trafficking in persons “shall mean the recruitment, transportation,
transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the thereat or use of
force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the
abuse of power or of a position of vulnerability or the giving of receiving of
payments or benefits to achieve the consent of a person having control over
another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at
a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of
sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to
slavery, servitude or the removal of organs’’ (a) Perdagangan Orang” berati
perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penampungan, atu penerimaan orangorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan tau bentuk lain dari,
paksaan, penculikan, penipuan, penyesatan penyalah gunaan kekuasaan atau
keadaan rentan atau pemberian atau penerimaan bayaran atau keuntungan
untuk mendapatkan persetujuan dari seseorang yan memeliki kekuasaan atas
orang lain, untuk tujuan eksploitasi dalam pelacuran seseorang atau bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek serupa dengan perbudakan, penghambatan atau pengambilan
organ-organ”.70
“(1) Each State Party shall adopt such legislative and other measures as may
be necessary to establish as criminal offences the conduct set forth in article 3
of this Protocol, when committed intentionally. (2) Each State Party shall also
adopt such legislative and other meansur as may be nesessary to establish as
69
70

Article 2 UU RI No. 14 Tahun 2009.
Article 3 UU RI No. 14 Tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

criminal offences : (a) Subject to the basic concepts of its legal system,
attemting to commit an offence established in accordance with paragraph 1 of
this article; (b) Participating as an accomplice in an offence established in
accordance with paragraph 1 of this article; and (c) Organiing or directing
other persons to commit an offence established in accordance with paragraph
1 of this article. “(1) Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif
dan tindakan lainnya yang diperlukan untuk menetapkannya sebagai tindak
pidana yang diatur dalam pasal 3 Protokol ini, apabila dilakukan secara
sengaja. (2) Setiap Negara Pihak Wajib mengambil tindakan legislatif atau
tindakan lain yang diperlukan untuk menjadikannya suatu tindak pidana : (a)
Tunduk pada konsep-konsep dasar sistem hukumnya, mencoba untuk
melakukan suatu tindak pidana yang ditetapkan pada ayat (1) pasal ini; (b)
Berpartisipasi sebagai kali tangan melakukan suatu tindak pidana yang
diterapkan pada ayat (1) pasal ini; (c) Mengorganisasi atau mengarahkan
orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana yang diterapkan pada ayat 1
pasal ini”.71
“Prevention of trafficking in person (1) States Parties shall establish
comprehensive pilicies, programemes and other measures: (a) To Prevent and
combat trafficking in persons; (b) To protect victim of trafficking in persons,
especially women and children, from revictimiation. (2) States Parties shall
endeavour to undertake measures such as research, information and mass
media campaigns and social and economic initiatives to prevent and combat
trafficing in persons. (3) Policies, programmes and other measures
established in accordance with this article shall, as appropriate, include
cooperation with non governmental organizations, other relevant
organizations and other elements of civil society. (4) States Parties shall take
or strengthen measures, including trough bilateral or multilateral
cooperation, to alleviate the factors that make persons, especially women and
children, vulnerable to trafficking, such as poverty, underdevelopment and
lack of equal opportunity. (5) States Parties shall adopt or strengthen
lesistative or other measures, such as educational, social or cultural
measures, including through bilateral and multilateral cooperation, to
discourage the demand that fosters, all forms of exploitation of persons,
especialy women and children, that leads to trafficking”. Pasal 9 Pencegahan
Perdagangan Orang (1) Negara-Negara Pihak wajib memuat kebijakankebijakan, program-program dan tindakan-tindakan komprehensif lainnya: (a)
Untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang; dan (b) Untuk
melindungi korban-korban perdagangan orang,
terutama perempuan dan
anak-anak, agartidak dijadikan korban lagi. (2) Negara-Negara Pihak wajib
berupaya menagmbil tindakan-tindakan seperti penelitian, sosialisasi
informasi dan kampanye media massa dan inisiatifinisiatif sosialisasi dan
ekonomi untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang, (3)
Kebijakan-kebijakan, program-program dan tindakan-tindakan lainnya yang
dibuat sesuai dengan pasal ini wajib, sepatutnya, termasuk kerjasama dengan
71

Article 5 RI No. 14 Tahun 2009.

Universitas Sumatera Utara

organisasi-organisasi non pemerintah, organisasi-organisasi relevan lainnya
dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya. (4) Negara-Negara Pihak wajib
mengambil atau memperkuat tindakan-tindakan, termasuk melalui kerjasama
bilateral atau multilateral, untuk mengurai faktor-faktor yang membuat orangorang, terutama perempuan dan anak-anak, rentan terhadap perdagangan,
seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kurangnya kesempatan yang setara.
(5) Negara-Negara Pihak wajib mengambil atau memperkuat tindakantindakan legislatif atau tindakan-tindakan lainnya, seperti pendidikan,
tindakan-tindakan sosial atau kebudayaan, termasuk melalui kerjasama
bilateral dan multilateral, untuk mengurangi permintaan yang memicu segala
bentuk eksploitasi orang, termasuk perempuan dan anak-anak yang mengarah
keperdagangan).72
12. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
“Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana
adalah huruf l, perdagangan manusia dan huruf u Prostitusi’’.73
“Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesui dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini’’.74
“Setiap Orang yang menempatkan, mentrasfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, mengibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau suirat berharga atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dipidana karena karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)’’.75

72

Article 9 UU Ri No. 14 Tahun 2009.
Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 Tentang TPPU
74
Pasal 1 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 Tentang TPPU
75
Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang TPPU.
73

Universitas Sumatera Utara

C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Terutama Anak
Dalam Kepres RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdaganagn Manusia dan Anak, menyebutkan faktor-fakor
penyebab terjadinya perdagangan perempuan :
a. Kemiskinan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah

kecenderungan jumlah penduduk miskin terus mengikat dari 11,3% pada
tahun 1996 menjadi23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsut-angsur
telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002.
b. Ketenagakerjaan. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak
bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun
1999 menjadi 17,6 pada tahun 2000.
c. Pendidikan. Survai sosial ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan
bahwa 34% penduduk indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak
tamat SD/tidak pernah sekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 15% yang
tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia
7-12 dan 24% anak 13-15 tahun tidak melnjutkan ke SLTP karena alasam
pembiayaan.
d. Migrasi.

Menurut

Konsorsium

Pedulih

Buru

Migran

Indonesia

(KOPBUMI) sepanjang tahun 2001 penetapan buruh migran ke luar negrei
mencapai sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban proses
trafikingh.

Universitas Sumatera Utara

e. Kondisi keluarga. Pendidikan rndah, keterbatasan kesempatan, ketidak
tahun akan hak, keterbatasan informasi, kemiskinan, dan gaya hidup
konsumtif merupakan faktor yang melemahkan ketahan keluarga.
f. Sosial budaya. Anak seolah merupakan hak milik yang dapat diperlakukan
sehendak orang tuanya, ketidak adilan jender, tau posisi perempuan yang
dianggap rendah masih tumbuh ditengan kehidupan masyarakat desa.
g. Media massa. Media masih belum memberikan perhatian yang penuh
terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafiking. Dan belum
memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun
penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang
mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kejadian
trafiking dan kejahatan susila lainya.76
Banyak faktor yang mendorong orang terlihat dalam perdagangan
manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply dan demand. Dari sisi
supply antra lain :
a. Traffiking merupakan bisnis yang menguntungkan diri.
b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga
kesempatan untuk memiliki keterampilan kejujuran serta kesempatan kerja
menyusut.
c. Keinginan untuk hidup layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan
kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak

76

Chairul Bariah Mozasa, Op.cit, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka
masuk dalam dunia prostitusi.
d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja,
sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini.
e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan di usia muda yang rentan
perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual
komersial.
f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, menurut, mudah diatur,
dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap
pekerja anak (pekerja Jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh di
pabrik/industri di kota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang
permata di Kalimantang, perdagangan dan perusahaan penangkap ikan).
Sering kali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan
bermahaya.
g. Perubahan

struktur

sosial

industrialisasi/komersialisasi,

yang

telah

diiringi

meningkatkan

oleh

cepatnya

jumlah

keluarga

smenengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak
dikerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kondisi yang tertutup
dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan baik fisik maupun
penganiayaan.
h. Kemajuan bisnis pariwisata diseluruh dunia yang

juga menawarkan

pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan
perempuan dan anak-anak untuk bisnis tersebut. Ketakutan para pelanggan

Universitas Sumatera Utara

terinfeksiviris HIV/AIDS menyebabkan banyak perawan muda direkrut
tujuan itu. Pulau Batam telah menarik orang asing tidak saja untuk
membuka usaha, tetapi juga untuk pelayanan seksual yang mudah didapat
dan murah.77
Dari uraian diatas memberikan gambaran secara mendasar tentang
terjadinya faktor-faktor terjadinya perdagangan manusia, yang di uraikan
sebgai berikut :
1. Faktor Ekonomi
Faktor ini dilatar belakangi kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada
atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk, sehingga kedua hal
inilahyang menyebabkan seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu mencari
pekerjaan meskipun harus keluar dari derah asalnya dengan resiko yang tidak
sedikit.78
Kemiskinan bukanlah satu-satunya indikator kerentanan seseorang
terhadap perdagangan orang. Karena masih ada jutaan penduduk Indonesia
yang hidup dalam kemiskinan tidak terjadi korban perdagangan orang, akan
tetapi ada penduduk yang relatif lebih baik dan tidak hidup dalam kemiskinan
malah menjadi korban perdagangan orang. Hal ini menyebabkan meteka
berimigrasi untuk mencari pekerjaan bukan karena semata karena karena
tidak mempunyai uang, tetapi mereka ingin memperbaiki keadaan ekonomi
serta menambah kekayaan materiil, kembalim lagi dengan sifat manusia pada

77

Ibid, hal 13.
Hamim, Anis dan Agustinanto, Mencari Solusi Keadilan Bagi Perempuan Korban
Perdagangan; Sulistyowati Iranti (ed) Perempuan dan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif
Kesetaraan dan Keadilan, (Yayasan Obor, Jakarta, 2008), hal. 60.
78

Universitas Sumatera Utara

dasarnya yang tidak pernah puas akan apa yang telah dia miliki
(matrealisme). Kenyataan ini didukung oleh media yang menyajikan tontonan
yang glamour dab konsumsif, sehingga membentuk gaya hidup yang
meterialisme dan konsumsif. Materialisme adalah stereotip yang selalu
ditujukan kepada mereka yang memiliki sifat menjadikan materi sebgai
orientasi atau tujuan hidup.79
2. Faktor Sosial Budaya
Dalam sisi manapun faktor sosial budaya sangatlah berdampak baik dalam
pembangunan perekonomian suatu negara, peningkatan sumber daya manusia
(SDM), perlakuan supermasi hukum dan sebagainya. Hal serupa juga terjadi
dalam tindak pidana perdagangan orang. Faktor sosial budaya memberikan
pengaruh atau peluang terjadinya TPPO, baik secara langsung, maupun tidak
langsung. Oleh karena itu dampak dari faktor sosial budaya dalam berbagai
sudut pandang yaitu sebagai berikut :
1. Ketidakadaan kesetaraan gender
2. Kebiasaan terhadap peran anak dalam keluarga
3. Perkawinan dini
4. Kehancuran keluarga
3. Faktor Pendidikan Yang Minim Dan Tingkat Buta Huruf Tinggi
Pendidikan merupakan hal yang penting diera modren saat ini, ketika kita
tidak dapat bersaing dalam ilmu pengetahuan dan teknologi maka sudah
sangat jelas kita akan ketinggalan dan perubahan akan kesejahteraan hidup
79

Dadang Hawari, Kekerasan Seksual (Stress Pasca Trauma), makalah disampaikan pada
lokakarya kekerasan Seksual Pada Anak dan Remaja, (Jakarta: 2011).

Universitas Sumatera Utara

sangatlah lambat. Kaitannya dalam perdagangan orang dimana dengan
pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita
keterbatasan ekonomi dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan
serta kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuanketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka.80
Dampak lain yang timbul misalnya, seorang pekerja migran yang tidk
dapat membaca atau buta huruf, dalam melakukan perjanjian kerja sering kali
dibacakan secara lisan, dalam pembacaan tersebut berbeda dengan apa yang
ada lama perjanjian kerja (contrack) dimana secara lisan dijanjikan akan
mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun
kontrak yang mereka tanda tangani mencantumkan ketentuan kerja tau
kompensasi

yang

jauh

berbeda,

bahkan

sering

sekali

mengarah

keeksploitasi.81
4. Faktor Penegakan Hukum
Hal yang ingin dicapai dalam penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau
tatanan-tatanan sosial masyarakat kedalam aturan-aturan hukum yang ada
atau aturan-aturan hukum yang ada atau aturan hukum yang telah
terkodifikasikan, yang bersumber norma-norma dan tatanan-tatanan sosial
masyarakat. Dimana hal ini tidak terlepas dari fungsi dasar hukum pada

80

Rachmad Syafaat, Op.cit, hal. 16.
Dikitip Dari : http://arum-pertiwi-blogspot.com/2013/04/faktor-terjadinya-humantraffikingdan.html, [Diakses pada hari Minggu, Tanggal 23 April 2017, Pukul 18.34].
81

Universitas Sumatera Utara

umumnya

yaitu

memberikan

Keadilan,

Kepastian

Hukum,

serta

Kemanfaatan Hukum.82
Penegakan hukum terangkat kepermukaan akibat ketidak serasian antara
nilai-nilai, kaidah-kaidah, tatanan-tatanan sosial dan pola prilaku masyarakat
sehingga pengaturan yang bertendensi penegakan hukum diperlukan untuk
mewujudkan keserasian tersebut. Dari uraian singkat diatas , tergambar
petapa pentingnya penegakan hukum bagi kelangsungan hidup manusia
khususnya dalam tindakan pidana perdagangan orang. Oleh karena itu ada
beberapa hal-hal yang mempengaruhi penegakan hukum dari berbagai sudut
pandang, yaitu :
a. Akibat hukumnya sendiri
b. Akibat penegak hukum
5. Faktor Sarana dan Koordinasi
Sarana atau fasilitas juga mempengaruhi penegak hukum, hal ini terlihat
bahwa penegak hukum tidak akan dapatmenjalankan pekerjaannya tanpa
sarana dan fasilitas. Sarana yang penulis maksud disini selain gedung,
peralatan, teknologi, kendaraan dan sebagainya yang paling penting adalah
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan pendidikan dan
terampil, terorganisasi yang baik, teguh terhadap kode etik, keagamaan yang
tinggi, dan bijaksana. Bilamana SDM yang direkrut memenuhi kriteria

82

Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cet Kelima,
(Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004), hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

tersebut untuk jadi penegak hukum alhasil negara ini akan terlepas dari
kemiskinan.83
Koordinasi juga sangat menentukan penegakan hukum dapat terwujud
dengan baik84 , bilamana kordinasi kurang antar lembaga negara khususnya
lembaga penegak hukum maka yang terjadi seperti halnya perbedaan
interprestasi para penegak hukum tentang defenisi perdaganagan orang,
dimana hal tersebut sangat terpengaruh terhadap penuntutan, pembuktian dan
penghukuman. Dan sering terjadi kasus kejahatan perdagangan orang lepas
dari penuntutan karena adanya perbedaan interprestasi. Hal tersebut terjadi
karena kurangnya pemahaman dan keahlian penegak hukum dalam
menanganis kasus perdagangan manusia, sehingga berdampak luas dalam
memprosesnya. Lemahnya koordinasi antar penegak hukum, seperti halnya
polisi kurangnya keiinginan untuk mengetahui hasil putusan hakim
sehubungan dengan kasus-kasus yang diajukannya kekejaksaan dan
pengadilan dan untuk melakukan upaya hukum tinggi. Demikian juga
kejaksaan kurangnya rasa keiinginan untuk mengetahui dan menganalisis
kembali putusan pengadilan, seakan-akan putusan pengadilan diterima bulatbulat walaupun berbeda didalam tuntutan. Keadaan ini sangat menghambat
proses monitoring dan evaluasi penegakan hukum.85

83

Dikutip Dari : http://sosbud.kompasiana.co./2013/09/22/pemberantasan-trafficjing-diindonesia-594786.html, [Diakses pada Hari Minggu, Tanggal 23 2017, Pukul 21.38]
84
Arief Barda Nawai, Beberapa Aspek Kebijakan Penegak dan Pengembangan Hukum
Pidana, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998), hal. 56.
85
Mudjiono, Sistem Hukum dan Hukum Indonesia, (Liberty, Yogyakarta, 1997), hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

6. Faktor Media Massa (press)
Dalam pemberantasan tidak pidana perdagangan orang seharusnya media
massa memberikan kontribusi yang siknifikan dan transparansi terhadap
kasus-kasus perdagangan orang. Namun sangat disayangkan dimana media
massa pada saat ini masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap
berita dan informasi yang lengkap tentang human trafficking dan belum
memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun
penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang
mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan
human trafficking dan kejahatan susila lainnya.
7. Faktor Masyarakat
Kesadaran masyarakat terhadap hukum belum terbangun dengan baik.
Disamping itu, sebagian masyarakat masih mengalami krisis kepercayaan
kepada hukum dan aparat penegak hukum.86 Hal tersebut sangat berpengaruh
terhadap ketaatan dalam hukum dan jaminan pelaksanaan hak asasi manusia
khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan
perdagangan orang terutama perempuan dan anak. Pemahaman masyarakat
tentang tindak pidana peragangan orang sangat rendah, sehingga terkadang
perbuatan yang mereka lakukan termasuk dalam kategori tindak pidana
perdagangan orang mereka tidak menyadari ataupun seseorang sangat
mengetahui tentang itu tidak melaporkannya, demikian pula telah menjadi
korban namun tidak melaporkannya. Hal ini semua terjadi akibat kurangnya

86

Ibid, hal. 26.

Universitas Sumatera Utara

pemahaman masyarakat akan tidak pidana perdagangan orang, yang
selayaknya di lindungi oleh hukum.
D. Peranan ILO dalam Masalah Perdagangan Manusia Termasuk Anak
International Labour Organiation atau Organisasi Buruh International
(ILO) adalah sebuah badan khusus PBB yang menangani masalah perburuhan.
Kantor pusatnya di Jenewa, Swiss. Sekretariat orang-orang yang dipekerjakan
oleh itu diseluruh dunia dikenal sebagai Kantor Perburuhan Internasional.
Organisasi menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1969. ILO
dibentuk berdasarkan Traktat Versailles pada tahun 1919 bersamaan dengan
berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Dalam perkembangannya, pada tahun
1945 ILO menjadi Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sampai
dengan tahun 2001, anggota ILO berjumlah 174 negara.
ILO dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi
masyarakat diseluruh dunia, khususnya kaum pekerja. Dalam Mukadimah
Konstitusi ILO dinyatakan bahwa perdamaian abadi hanya mungkin tercipta
atau dasar keadilan sosial. Syarat-syarat kerja masih mencerminkan ketidak
adilan dan selama hal tersebut masih terjadi, maka berbagai goncangan yang
terjadi akan mengancam keserasian dan ketentraman hidup masih akan terus
terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan syarat-syarat kerja dan norma
kerja serta upaya mengatasi pengangguran.
Salah satu fungsi utama ILO adalah menetapkan standar buruh buruh
internasional

melalui adopsi konvensi dan rekomendasi yang mencakup

spektrum yang luas dari tenaga kerja yang berhubungan subjek dan yang

Universitas Sumatera Utara

bersama-sama,

kadang-kadang

disebut

sebagai

Kode

Perburuhan

Internasioanal. Topik yang dibahas meliputi berbagai isu, dari kebebasan
berserikat untuk kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, kondisi kerja di
sektor maritim, kerja malam, diskriminasi, pekerja anak, dan kerja paksa.
Istilah “Kode” adalah agak keliru sejauh adopsi standar-standar baru dan
revisi yang lama tidak menghasilkan sama sekali tubuh terpadu dan homogen
hukum. Ini tidak terjadi. Namun demikian, cakupan luas dari subjek yang
tercakup oleh standar ILO menyatakan bahwa istila “Kode” akan sesuai untuk
di gunakan.87
Pekerja anak adalah salah satu isu yang paling kompleks, dan salah satu
metode paling efektif untuk memastikan anak-anak tidak mulai bekerja diusia
yang terlalu dini adalah dengan menetapkan usia kerja minimum yang resmi.
Sejak pembentukan pada tahun 1919, International Labour Conference
(ILC) pertama telah mengadopsi suatu Konvensi ILO No. 5 Tahun 1919
mengadopsi konvensi-konvensi yang secara substansial berkaitan langsung
dengan perlindungan pekerja anak. Setelah berlakunya Konvensi ILO No. 138
tahun 1973, maka dinyatakan tidak berlaku. Selain konvensi-konvensi yang
melindungi pekerja anak, dari delapan konvensi intu ILO mengenai HAM
terdapat dua konvensi tentang kerja paksa yang dapat dikaitkan dengan
perlindungan anak yang diperdagangkan untuk dikerjakan.88

87

Dikutip
Dari:
http://ichafrika.blogspot.co.id/2010/03/ilo-international-labourorganization.html?=1, [Diakses pada hari Senin, 24 April 2017, Pukul 01.26].
88
Chairul Bariah Mozasa, Op.cit, hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

1. Pengaturan Mengenai Batas Usia Minimum untuk Diperbolehkan
Bekerja
Dalam konvensi ini anak diperbolehkan untuk bekerja asal tidak berusia
kurang dari 15 tahun. Namun terdapat pengecualian untuk negara-negara
berkembang dapat menetapkan usia minimum 14 tahun. Untuk pekerjaan
ringan yang tidak membahayakan kesehatan dan perkembangan anak-anak
dan tidak mengganggu pendidikan sekolah mereka, usia minimum ditetapkan
13 tahun dan pengecualian 12 tahun bagi negara-negara berkembang.
Rekomendasi nomor 146 ada mengatur hal-hal lebih rinci dan teknis
berbagai kebijakan nasional yang mungkin dapat dilaksanakan sehubungan
dengan masalah pekerja anak. Dalam rekomendasi ini dinyatakan juga bahwa
negara peserta harus memberikan perhatian terhadap masalah penerapan usia
minimum dalam kebijakan nasionalnya, dan juga perhatian khusus terhadap
pekerjaan yang membahayakan.89
2. Perlindungan Pekerja Anak Dikaitkan dengan Perdagangan Anak
dalam Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 Mengenai Pelarangan
dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk Anak
Konvensi ini disetujui dalam Sidang ILO ke-87 pada bukan Juni Tahun
1999 dan mulai berlaku 19 November 2000. Pada pasal 3 Konvensi ILO 182
Tahun 1999 yang dimaksud dengan bentuk-bentuk pekerja terburuk anak,
yakni:

89

Chairul Bariah Mozasa, Op.cit, hal. 28.

Universitas Sumatera Utara

1. Segala bentuk perbudakan atau jenis-jenis praktek perbudakan, seperti
perjualan dan perdagangan anak-anak, pembayaran hutang (debt bindage),
dan penghambatan serta kerja paksa anak-anak dalam konflik bersenjata;
2. Pemanfatan, penyediaan, atau penawaran anak untuk pelacuran, produksi
pornografi, atau pertunjukan pornografi;
3. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak dalam kegiatan ilegal,
khususnya pembuatan atau perdagangan obat bius sebagaimana diatur
dalam perjanjian internasional yang relevan;
4. Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat bekerja dapat menggangu
kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.90

90

Ibid, hal. 29.

Universitas Sumatera Utara