Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan) Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur (Studi Putusan No. 1599/Pid.B/2007/PN Medan)

(1)

TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR

(STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

PUTRA SAMUEL JESE 070200428

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR

(STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

OLEH

PUTRA SAMUEL JESE 070200428

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Muhammad Hamdan, SH., M.Hum) NIP. 195703261986011011

PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,

(Liza Erwina, SH.,M.Hum) (Dr.Marlina, SH., M.Hum) NIP. 196110241989032002 NIP. 197503072002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Putra Samuel Jese* Liza Erwina, S. H., M. Hum.** Dr. Marlina, S. H., M. Hum.***

*

Mahasiswa Hukum Pidana Faktultas Hukum USU Medan

**

Pembimbing I (satu) dan staf pengajar Hukum USU Medan

*** Pembimbing II (dua) dan staf pengajar Hukum USU Medan

Anak merupakan masa depan bangsa yang harus diperjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Di zaman sekarang ini kejahatan-kejahatan terhadap anak sering terjadi dikalangan hidup masyarakat yang banyak. Seharusnya di Indonesia pengawasan terhadap kesejahteraan anak perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi dampak yang besar dikemudian hari. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi, seperti pemanfaatan anak dalam pengambilan keuntungan (ekonomi/materi) terhadap anak, dan yang satu lagi seperti dalam putusan PN Medan adalah eksploitasi seksual oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Persetubuhan terhadap anak kerap terjadi akibat adanya nafsu seksual yang tak terkendali, sehingga meninggalkan dampak bagi si anak.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelititan hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian dan skripsi ini dilakukan dengan menginventariskan ketentuan hukum pidana dalam berbagai hukum positif yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual berupa perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur dan menganalisis keputusan pengadilan negeri medan untuk melihat bagaimana ketentuan hukum pidana dalam memutuskan kejahatan terhadap anak ini.

Pengaturan terhadap tindak pidana perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur diatur dalam KUHP dalam Pasal 287 dan 294 KUHP dan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak diatur dalam pasal 81 dan 82.

Faktor penyebab perkosaan maupun pencabulan terhadap anak tiri dibawah umur menurut literatur ada 2 faktor, yaitu yang pertama faktor Intern yang terdiri dari faktor keluarga, faktor ekonomi dan status sosial, faktor religi, faktor psikis. Yang kedua faktor ekstern yang terdiri dari faktor lingkungan,faktor pendidikan, faktor minum-minuman dan obat-obatan keras,Pengaruh komunikasi (Community Influence).

Putusan PN Medan No. 1599/pid.b/2007/PN Mdn, menempatkan 81 ayat 1 UU no.23 tahun 2002. Dengan ini putusan menganut asas Lex Spesialis de Rogat Lex Generalis.


(4)

KATA PENGANTAR

Tiada kegembiraan yang lebih besar selain mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penyelamat hidupku Yesus Kristus karena kasih dan karunia serta pertolongannya yang senantiasa menyertai saya sehingga saya diberi kemampuan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Tanpa bantuan yang dianugrahkanya kepada saya, saya pasti tidak akan mampu mengatasi setiap rintangan serta permasalahan yang kerap timbul selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam menyelesaikan perkuliahannya, untuk itulah dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul: “TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)”.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, nasehat dari berbagai pihak. Maka dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih serta penghormatan yang sedalam-dalamnnya kepada:

1. Kepada Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Kepada Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.


(5)

3. Kepada Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Kepada Muhammad Husni, SH., MH, selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Kepada Dr. M. Hamdan, SH., MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Kepada Liza Erwina, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana, Dosen Pembimbing I, dan Staf Pengajar Universitas Sumatera Utara

7. Kepada Dr. Marlina, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dan Staf Pengajar Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Kepada seluruh Dosen Fakultas Hukum yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

9. Kepada Orang tua saya Effendi P. Sidabutar, SH., dan Pretty Sianipar, SE., yang telah membimbing saya dari kecil hingga saya dewasa dan telah sampai kepada penulisan skripsi ini.

10.Kepada adik saya Putri Lidia Priskila yang telah mendukung saya dan serta keluarga besar Sidabutar yang telah mendukung saya.

11.Kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam berbagai macam hal, baik diperkuliahan, pertemanan, maupun semangat, saya


(6)

berterima kasih kepada: Agustinus Ginting, Ricky S. Siallagan, Rico Igan Naldi, Chandra T.D. Manurung, Berlin Situmorang, Obbie Afri Gultom, Alboin F. Pasaribu, Torkis Sutanto Matondang, Andika Permana, Ivan Budisantosa Trihertanto, Bardixon Tamba, Alparius Polintino Siagian, Ivan Stevanus, Andhar Panjaitan, Serhard Zebua, Berry Orlando, Rezky Syahputra, Prananta Pelawi, Bang Hamdani, S.H., Kak Tere, S.H., serta teman-teman stambuk 2007 lainnya yang tidak bias saya sebutkan satu persatu.

12.Kepada senior-senior dan junior saya yang berada dalam ruang lingkup Fakultas Hukum USU dan PERMAHI yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu terima kasih atas dukungannya.

13.Terima kasih juga kepada bagian pendidikan yang senantiasa membantu proses pendidikan.

14.Terima kasih juga pada OB yang ada Fakukltas Hukum USU yang telah membersihkan ruangan tempat mahasiswa menuntut ilmu.

Medan, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

COVER………. i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGANTAR……….. iii

DAFTAR ISI………. 5

BAB I: PENDAHULUAN………... 8

A. Latar belakang masalah………..8

B. Perumusan masalah……… 13

C. Tujuan penulisan……… 14

D. Manfaat penulisan………. 14

E. Keaslian penulisan………. 15

F. Metode penulisan……….. 15

G. Analisis data……….. 17

H. Tinjauan kepustakaan……….18

I. Sistematika penulisan……….27

BAB II: PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) DI BAWAH UMUR OLEH ORANG TUA……….. 29

A. Pengaturan dalam KUHP:……….. 29

a. Pasal 287 KUHP………. 29

b. Pasal 294 KUHP………. 34

B. Pengaturan luar KUHP (undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak:………. 39

a. Pasal 81 Ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2002 ……… 39


(8)

BAB III: PENYEBAB TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP

ANAK TIRI ………. 41

A. Etiologi Kriminal Secara Umum………. 41

faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum (Etiologi Kriminil), antara lain: 1. Pendapat Mazhab Antropologi……….. 42

2. Pendapat Mazhab Lingkungan……….. 43

3. Pendapat Mazhab Biososiologi………. 44

B. Faktor Pendorong Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Pemerkosaan) Terhadap Anak Tiri, Antara lain:………... 45

1. Faktor Intern Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan)Terhadap Anak Tiri Dibawah Umur………... 46

a. Faktor Keluarga………... 46

b. Faktor Ekonomi dan status sosial……… 47

c. Faktor Religi……… 49

d. Faktor Psikis ………... 50

2. Faktor Ekstern Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan)Terhadap Anak Tiri Dibawah Umur………... 51

a. Faktor Lingkungan………... 51

b. Faktor Pendidikan……… 52

c. Faktor Minum-minuman dan obat-obatan keras……….. 54

d. Pengaruh komunikasi (Community Influence)……… 54

BAB IV PENERAPAN SANKSI PIDANA PERKOSAAN OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NOMOR: 1599/PID. B/2007/PN Mdn)……….. 60

A. Kasus……….. 60

1. Kronoligi……….. 60


(9)

3. Pleedoi (pembelaan) Terdakwa………61

4. Replik Jaksa Penuntut Umum……….. 63

5. Fakta-fakta hukum………... 63

6. Putusan Hakim………. 70

B. Analisa kasus………. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 76

A. Kesimpulan……… 76

B. Saran……….. 77


(10)

ABSTRAK

Putra Samuel Jese* Liza Erwina, S. H., M. Hum.** Dr. Marlina, S. H., M. Hum.***

*

Mahasiswa Hukum Pidana Faktultas Hukum USU Medan

**

Pembimbing I (satu) dan staf pengajar Hukum USU Medan

*** Pembimbing II (dua) dan staf pengajar Hukum USU Medan

Anak merupakan masa depan bangsa yang harus diperjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Di zaman sekarang ini kejahatan-kejahatan terhadap anak sering terjadi dikalangan hidup masyarakat yang banyak. Seharusnya di Indonesia pengawasan terhadap kesejahteraan anak perlu ditingkatkan, agar tidak terjadi dampak yang besar dikemudian hari. Eksploitasi terhadap anak kerap terjadi, seperti pemanfaatan anak dalam pengambilan keuntungan (ekonomi/materi) terhadap anak, dan yang satu lagi seperti dalam putusan PN Medan adalah eksploitasi seksual oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Persetubuhan terhadap anak kerap terjadi akibat adanya nafsu seksual yang tak terkendali, sehingga meninggalkan dampak bagi si anak.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelititan hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian dan skripsi ini dilakukan dengan menginventariskan ketentuan hukum pidana dalam berbagai hukum positif yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual berupa perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur dan menganalisis keputusan pengadilan negeri medan untuk melihat bagaimana ketentuan hukum pidana dalam memutuskan kejahatan terhadap anak ini.

Pengaturan terhadap tindak pidana perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur diatur dalam KUHP dalam Pasal 287 dan 294 KUHP dan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak diatur dalam pasal 81 dan 82.

Faktor penyebab perkosaan maupun pencabulan terhadap anak tiri dibawah umur menurut literatur ada 2 faktor, yaitu yang pertama faktor Intern yang terdiri dari faktor keluarga, faktor ekonomi dan status sosial, faktor religi, faktor psikis. Yang kedua faktor ekstern yang terdiri dari faktor lingkungan,faktor pendidikan, faktor minum-minuman dan obat-obatan keras,Pengaruh komunikasi (Community Influence).

Putusan PN Medan No. 1599/pid.b/2007/PN Mdn, menempatkan 81 ayat 1 UU no.23 tahun 2002. Dengan ini putusan menganut asas Lex Spesialis de Rogat Lex Generalis.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah masa depan maupun generasi penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari berbagai pengaruh sistem yang ada1

Sesuai dengan perkembangan Zaman, anak bukan lagi penerus yang baik, akibat dari pada pemanfaatan/eksploitasi orang tua terhadap anak yang kurang memahami kehidupan dunia si anak yang berdasarkan kehidupan yang keras sehingga mengganggu kejiwaan atau psikology si anak. Anak-anak di zaman sekarang kurang perhatian orang tuanya sehingga berdampak buruk bagi masa depannya, seperti: memanfaatkan si anak di jalanan untuk meminta-minta yang seharusnya ia berada di sekolah untuk mengecam pendidikan yang sebagaimana . Di negara Indonesia sudah cukup memahami apa pentingnya dan arti anak itu sendiri sebagai suatu amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia.

1

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, Kata Pengantar Halaman [XV].


(12)

mestinya bukan untuk meminta-minta di jalan. Pemanfaatan anak ini juga merambah ke dunia keartisan, yang dimana banyak anak yang menjadi artis sebagai pemanfaatan orang tua untuk memberi kehidupan materi yang lebih bagi orang tua maupun keluarganya. Hal yang berikutnya adalah, pemanfaatan anak sebagai pemuas nafsu yang dilakukan orang tua, dalam skripsi ini adalah orang tua tiri yang mana, bahwa orang tua seharusnya sebagai pemberi teladan maupun pembimbing masa depan anak malahan menghancurkan masa depan si anak. Namun tindakan ini bisa disebut dengan pemerkosaan.

Di zaman sekarang ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Sering di koran atau majalah maupun saluran berita televisi diberitakan terjadi tindak pidana perkosaan. Sebenarnya jenis tindak pidana ini sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan manusia itu sendiri, ia akan selalu ada dan berkembang setiap saat walaupun mungkin tidak terlalu berbeda jauh dengan sebelumnya.

Kejahatan seperti ini mungkin tidak asing bagi kita semua di kalangan masyarakat Indonesia. Kejahatan tindak pidana perkosaan ini ada berbagai banyak macam yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP. Seperti kita ketahui salah satu kejahatan tindak pidana perkosaan antara lain yang akan dibahas di skripsi ini adalah perkosaan yang victimnya adalah anak di bawah umur. Kerap terjadi di zaman sekarang ini perkosaan terhadap anak di bawah umur merupakan hal yang tidak asing lagi untuk diperbincangkan. Namun jenis


(13)

kasus yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh orang tua tiri kepada anak di bawah umur.

Permasalahan yang sangat penting kiranya untuk membahas tentang Hak Asasi manusia (HAM) pada segala aspek kehidupan, khususnya adalah perlindungan terhadap anak di Indonesia. Masalahnya perlindungan anak baru menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada kurun waktu tahun 1990an, setelah secara intensif berbagai bentuk kekerasan terhadap anak di Indonesia diangkat kepermukaan oleh berbagai kalangan. Fenomena serupa muncul pula diberbagai kawasan Asia lainnya, seperti di Thailand, Vietnam dan Philipina, sehingga dengan cepat isu ini menjadi regional bahkan global yang memberikan inspirasi kepada masyarakat dunia tentang pentingnya permasalahan ini2

Masalah ekonomi dan sosial yang melanda Indonesia berdampak pada peningkatan skala dan kompleksitas yang di hadapi anak Indonesia yang ditandai dengan makin banyaknya anak yang mengalami perlakuan salah, eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran, disamping anak-anak yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain-lainnya. Dampak nyata yang berkaitan dengan memburuknya kondisi perekonomian dan krisis moneter adalah meningkatnya jumlah anak di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) milik masyarakat lebih diperberat lagi dengan menurunnya pendapatan masyarakat yang merupakan salah satu sumber dana

.

3

2

.

tanggal 12 Mei 2011


(14)

Dampak negatif dari kemajuan revolusi media elektronik mengakibatkan melemahnya jaringan kekerabatan keluarga besar dan masyarakat yang dimanisfestasikan dalam bentuk-bentuk fenomena baru seperti timbulnya kelompok-kelompok rawan atau marjinal. Misalnya eksploitasi anak di bawah umur 18 tahun sebagai pekerja seks di Indonesia, dimana menurut data DUSPATIN 2002 jumlah anak yang bekerja sebagai pekerja seks komersil di bawah umur 18 tahun adalah 70.000 anak di seluruh Indonesia. Anak-anak yang terjerat pada oknum yang memanfaatkan eksploitasi anak sebagai pekerja seks komersil terus meningkat. Keadaan ini membuat anak beresiko tinggi tertular penyakit yang disebabkan hubungan seksual khususnya HIV/AIDS. Laporan dari UNICEF mengenai upaya perlindungan khusus kepada anak-anak, tercatat bahwa dewasa ini banyak anak-anak di Indonesia mendapat perlakuan yang sangat tidak layak, mulai dari masalah anak jalanan yang berjumlah lebih dari 50.000 orang, pekerja anak yang dieksploitasikan mencapai sekitar 1,8 juta anak, sehingga kepada permasalahan perkawinan dini, serta anak-anak yang terjerat penyalahgunaan seksual (eksploitasi seksual komersil) yang menempatkan anak-anak itu beresiko tinggi terkena penyakit AIDS. Dalam analisis situasi yang telah disiapkan untuk UNICEF, diperkirakan bahwa setidaknya ada sekitar 30% dari total eksploitasi anak sebagai pekerja seks di Indonesia dilacurkan ke luar negeri4

Berbagai informasi yang valid atau akurat menyangkut perdagangan anak untuk tujuan seksual komersil, dimana selain diperdagangkan dari daerah satu ke daerah lain dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Begitu pula terdapat

.


(15)

berbagai macam indikator mengenai penggunaan anak untuk produksi bahan-bahan pornografi, dan para korban dari eksploitasi seksual komersil itu pada umumnya rata-rata berusia 16 tahun dimana bukan hanya anak-anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi tetapi juga anak laki-laki yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut5

Kembali ke pembahasan skripsi, dalam kasus yang telah penulis dapatkan dalam kasus putusan Negeri Medan, terjadi eksploitasi seksual berupa perkosaan yang dilakukan seorang ayah tiri terhadap anak dibawah umur yang menyebabkan terjadinya suatu pergeseran, yang dimana seharusnya bahwa orang tua seharusnya melindungi, menjaga serta membimbing anaknya berubah menjadi perkosaan yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri , hal yang paling menyalahi dalam kasus ini adalah perkosaan tersebut dilakukan oleh orang tua itu sendiri, dimana bahwa seharusnya orang tua menjadi teladan untuk anak tersebut agar menjadi bekal maupun mental dalam menjalani kehidupan yang keras, malah sebaliknya. Bahwa anak adalah masa depan bangsa yang patut untuk di perjuangkan kehidupan dan cita-citanya. Sudah sepatutnya anak dijadikan masa depan bangsa, bukan untuk dihancurkan masa depannya. Banyak orang tua kurang memahami

.

Masih berkaitan dengan persoalan ini adalah bahwa anak-anak yang obyek eksploitasi seksual komersil menjadi seperti muara atau sebab dari segala persoalan yang ada. Pekerjaan dan anak-anak jalanan dengan amat mudah sekali terjebak ke dalam jaringan perdagangan seks komersil ini. Diperkirakan 30% dari seluruh pekerja seks komersil saat ini adalah anak-anak di bawah umur.


(16)

apa arti orang tua itu sendiri, orang tua merupakan contoh konkrit bagi anak kita agar dapat memberikan inspirasi bagi anak agar mau dapat berprestasi, bukan menghancurkan masa depannya.

Menurut KUHP bahwa tindak pidana perkosaan termasuk dalam kejahatan terhadap kesopanan bab XIV yang dimulai dari pasal 281-303KUHP. Tindak pidana kesopanan dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum (rechtsbelang) terhadap rasa kesopanan masyarakat (rasa kesusilaan di dalamnya). Norma-norma kesopanan berpijak pada tujuan menjaga keseimbangan batin dalam hal rasa kesopanan bagi setiap manusia dalam pergaulan hidup masyarakat6

B. Perumusan Masalah

.

Tindak pidana kesopanan merupakan salah satu hal dari sekian kejahatan dalam KUHP. Dalam pengaturannya itu sendiri perkosaan terhadap anak di bawah umur dalam hal hubungan keluarga atau ayah dengan anak di atur secara khusus dalam undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang merupakan pembaharuan dari sekian banyak pasal kejahatan terhadap kesopanan telah di atur dalam undang-undang no.23 tahun 2002.

Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini, adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana eksploitasi seksual

(perkosaan) terhadap anak di bawah umur oleh orang tua tiri?

2. Faktor penyebab yang menyebabkan terjadinya eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak tiri?

6

Chazawi, Adami, Tindak pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, halaman 2.


(17)

3. Bagaimana penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana eksploitasi seksual (pemerkosaan) dalam putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulisan ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui, pengaturan hukum terhadap tindak pidana

eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak di bawak umur oleh orang tua tiri.

2. Untuk mengetahui faktor utama dari penyebab terjadinya tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) terhadap anak tiri berdasarkan dari sumber-sumber yang telah ada.

3. Agar dapat mengetahui penerapan hukum pidana dalam tindak pidana eksploitasi seksual (perkosaan) oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur berdasarkan putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN.

D. Manfaat Penulisan

Dapat kita ketahui bahwa manfaat tulisan terbagi atas 2 bagian: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, dari hasil pembahasan ini penulis mengharapkan agar dapat memperoleh penjelasan faktor penyebab dari tindak pidana perkosaan anak di bawah umur oleh orang tua tiri, berdasarkan sumber-sumber yang akurat dan telah ada. Selain itu penulis berharap pembahasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis dalam bidang hukum pidana.


(18)

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, kegunaan dari pembahasan ini adalah sebagai tambahan bahan kajian bagi mahasiswa lain sehingga dapat memperluas ilmu pengetahuan, khususnya dalam tindak pidana perkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur, dalam rangka untuk mengetahui pengaturan hukum apa yang sesuai bagi orang tua tiri yang melakukan perkosaan terhadap anak di bawah umur. Selain itu juga bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui dan mendalami masalah-masalah tindak pidana perkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur.

E. Keaslian Penulisan

Judul yang penulis pilih adalah “TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) OLEH ORANG TUA TIRI TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN NO. 1599/PID.B/2007/PN MEDAN)” yang diajukan penulis dalam rangka memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”. Judul ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta permasalahan yang berbeda dari sebelumnya mengenai perkosaan. Penulisan skripsi ini berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan elektronik. Penulisan skripsi ini merupakan sebuah karya asli yang berasal dari penulis dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

F. Metode Penulisan


(19)

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam hal ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum Normatif sering pula disebut sebagai penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian terhadap apa yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau norma dan kaidah.

b. Data dan Sumber Data

Ada dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder, dengan uraiannya sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung pada nara sumber atau responden yang bersangkutan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data lain yang berhubungan dengan peneliti, berupa bahan-bahan pustaka. Fungsi data sekunder untuk mendukung data primer. Data sekunder yang berkaitan dengan penelitian meliputi:

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 3. Buku-buku yang berkaitan dengan penulisan 4. Karya ilmiah yang berkaitan dengan penulisan c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yaitu:


(20)

Library research adalah penelitian melalui perpustakaan dengan cara membaca, menafsirkan, mempelajari, mentransfer dari buku-buku, makalah-makalah seminar, peraturan-peraturan dan bahan perkuliahan penulis memiliki keterkaitan untuk ,mendukung terlaksananya penulisan skripsi ini.

b) Field Research (Penelitian Lapangan)

Field research adalah penelitian yang dilakukan dengan melihat langsung kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui wawancara kepada orang yang bersangkutan dalam hal penanganan kasus perkosaan beserta korban, pelaku, dan mengambil bahan-bahan tulisan yang berupa data-data yang dapat digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini

G. Analisis Data

Setelah diperolehnya data secara lengkap maka tahap berikutnya adalah mengelola dan menganalisis data. Data dianalisis dengan metode pendekatan yang bersifat analisis deskriptif dan metode induksi dan deduksi tergantung data yang dianalisis dengan pendekatan yuridis sosilogis.

Analisis deskriptif maksudnya bahwa penulis semaksimal mungkin berupaya untuk memaparkan data-data yang sebelumnya terjadi dilapangan.

Metode deduktif artinya metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya


(21)

yang khusus7

Metode induktif artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti

analisis didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang undang-undang perlindungan anak nomor. 23 tahun 2002 yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.

8

H. Tinjauan Pustaka

. Maksudnya fenomena tersebut berdasarkan norma-norma hukum di bidang perlindungan anak yang akan menjadi pembahasan yang dikaitkan dengan hukum atau undang-undang yang akan mengupas tuntas pembahasan, dimana diatur tentang pengaturan ayah tiri yang memperkosa anak di bawah umur beserta alasan ataupun penyebab, mengapa si ayah tiri melakukan perbuatan yang berhubungan dengan kejahatan terhadap kesopanan tersebut.

1. Eksploitasi Seksual

Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

Jadi dengan kata lain dalam hal ini perkosaan juga termasuk dalam eksploitasi seksual yang dilakukan sebagai salah satu pemuas

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011


(22)

kemikmatan untuk dirinya sendiri seperti dalam kasus perkosaan yang dilakukan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur9

2. Pengertian Perkosaan

.

A. Perkosaan (Rapping) adalah penetrasi alat kelamin dengan paksaan, perkosaan dibagi tiga yaitu:

a. Common Law Rape adalah perkosaan dengan wanita yang

cukup umur.

b. Statutory rape adalah perkosaan yang dilakukan di bawah

umur, yang berarti memiliki unsur-unsur phedofilia.

c. True rape adalah ketika pemerkosaan melakukan kegiatannya

secara berulang kali untuk menyalurkan nafsu seksualnya bersama-sama dengan agresifitas10

B. Perkosaan menurut KUHP

.

Sedangkan menurut KUHP sendiri perkosaan terdapat dalam pasal 285 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.

Menurut KUHP itu sendiri perkosaan di bawah umur terdapat

dalam pasal 287 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP )

9

terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011


(23)

yang berbunyi11:

“(1) Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya, sedang diketahuinya atau harus patut disangkanya, b11

Barangsiapa, Atas pengaduan, Umurnya masih dibawah umur

ahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan kalau ada pengaduan, kecuali kalau umurnya perempuan itu belum sampai 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294”.

Unsur-unsur Pasal 287: Unsur subjektif:

Perbuatan perzinahan, Perbuatan pencabulan, Penuntutan, Diancam dengan pidana penjara

Unsur objektif:

12

Delik yang dikualifikasi (dikhususkan) : Kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Alasan : Suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan-aturan pidana dan apabila ada perbuatan yang memberatkan misalnya ada penganiyaan didalamnya maka perbuatan itu akan mendapatkan sanksinya yang lebih berat Sesuai dalam pasal ini bahwa pasal 287 termasuk delik biasa : Pasal 287 pencabulan, perzinahan

13

11

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1983, Pasal 285, 287, 294 KUHP.

12

Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/127, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011

13 ibid


(24)

Sedangkan dalam pasal 294 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP ):

(1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamannya tujuh tahun.

(2). Dengan hukuman yang serupa dihukum:

1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.

2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu.14

Dalam pasal 294 ayat 1 diatas terdapat unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektifnya adalah:

Melakukan perbuatan cabul, yaitu perbuatan asusila dan termasuk tindak pidana yang dengan niat seseorang melakukan terhadap orang lain dalam hal ini

merampas kebebasan seseorang dan menimbulkan kerugian bagi orang tersebut. Dengan orang yang belum dewasa, yaitu melakukan perbuatan asusila terhadap orang yang belum dewasa atau terhadap anak dibawah umur yang seharusnya dipelihara dan dijaga.

unsur objektifnya adalah:

Anak dibawah umur yang di cabuli, yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang


(25)

dilakukan oleh seseorang terhadap anak dibawah umur dengan cara mencabuli sehingga anak tersebut merasa haknya dirampas15

Inses biasanya terjadi antara saudara laki-laki dengan adik kandung atau tiri, ayah dengan anak kandung atau anak tiri, ayah dengan anak angkat atau anak adopsi, kakek dengan cucu, paman dengan keponakan kandung atau tiri dan laki-laki lain yang sudah seperti keluarga, yang posisinya dipercaya. Pengertian yang luas dari inses juga mencakup hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang diberikan kepercayaan untuk mengasuh seseorang misalnya guru terhadap murid atau, pendeta/ulama terhadap anak asuh nya dan lain-lain. Namun, pada dasarnya hubungan inses yang paling umum terjadi yaitu antara anggota keluarga antara anak dengan ayah kandung atau tiri, maupun antar anak dengan ibu kandung atau tiri, dan antara saudara kandung. Inses dilakukan dengan berbagai pola, misalnya disertai dengan kekerasan fisik, non fisik atau rayuan untuk membuat korban tidak berdaya sebelum, saat atau sesudah kejadian. Adakalanya inses terjadi tanpa menggunakan unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tetapi berdasarkan rasa saling suka meskipun ini jarang terjadi.

.

16

3. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari kata istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu: “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini terdapat dalam WVS Hindia-Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.

15

Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/238, , terakhir kali diakses pada tanggal 12 Mei 2011


(26)

Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat17

Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni: Straf, baar, Feit dari istilah

yang digunakan sebagai terjemahan. Dalam strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan

. Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah: Tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana. Nyatalah kini setidak-tidaknya dikenal dengan istilah dalam bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit.

18

17

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Halaman 67

18

Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 1986, Halaman 11.

. Menurut wujud dan atas sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil, dapat pula dikatakan bahwa perbuatan pidana ini adalah perbuatan anti sosial.


(27)

Wirdjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana.

Untuk istilah “Tindak” memang telah lazim dalam peraturan perundang-undangan kita, bahkan dapat dikatakan sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan kita, seperti dalam KUHP dan peraturan-peraturan tindak pidana khusus.

4. Pengertian Anak Di Bawah Umur

Pengertian anak di bawah umur di sini mencakup batas usia anak. Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut sebagai anak di bawah umur. Yang dimaksud dengan batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum.

Mengenai tentang anak ini dalam perumusannya tidak ada keseragaman, tingkat usia seseorang dapat dikategorisasikan sebagai anak di bawah umur antara suatu negara dengan negara lain cukup beraneka ragam. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian menentukan anak di bawah umur antara 8-18tahun, sementara 6 negara bagian menentukan anak di bawah umur antara 8-17tahun.

Di Inggris ditentukan anak dibawah umur antara 12-16tahun, Belanda menentukan anak di bawah umur antara 12-18tahun, negara-negara Asia, antara lain Sri Lanka menentukan anak dibawah umur antara 8-16 tahun, di Korea dan Jepang menentukan anak dibawah umur antara 14-20 tahun, Singapura menentukan anak dibawah umur antara


(28)

1-16 tahun. Sementara di Indonesia mengenai pengertian anak dibawah umur berbeda jika dilihat menurut Hukum Adat, Hukum Perdata, Hukum Pidana dan menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

a. Menurut Hukum Adat

Menurut hukum adat tidak ada batasan umur yang pasti bilamana dikatakan seseorang itu masih dibawah umur atau tidak, hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri Ter Haar dalam bukunya “BEGINSELLEN EN

STELSEL VAN HET ADATRECHT”

Mengatakan:

“seseorang sudah dewasa menurut hukum adat di dalam persekutuan hukum yang kecil adalah pada seseorang baik perempuan maupun laki-laki apabila dia sudah kawin dan disamping itu telah meninggalkan orang tuanya ataupun rumah mertua dan pergi pindah mendirikan kehidupan rumah keluarganya sendiri”19

b. Menurut Hukum Perdata

.

Mengenai pengertian anak di bawah umur (belum dewasa) tercantum dalam pasal 330 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut:

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dari dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di

19

Datuk Usman, Diktat Hukum Adat, Bina Sarana Balai Pemnas SU, Medan, 1984, Halaman 8.


(29)

bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ke-tiga, ke-empat, ke-lima, ke-enam,bab ini20

a. Belum penuh berumur 21 tahun

.

Jadi yang dimaksud belum dewasa(di bawah umur) berdasarkan pasal 330 KUHPerdata adalah:

b. Belum pernah kawin c. Menurut Hukum Pidana

Berdasarkan KUHPidana bahwa mengeai anak di bawah umur (belum dewasa) adalah mereka yang berusia di bawah 16 tahun.

Dalam pasal 45 KUHP menyebutkan:

“Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan sitersalah itu dikembalikan kepada orang tunya, wali, atau pemeliharaanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 417-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan; atau menghukum anak yang bersalah itu21

d. Menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

.

Yang dimaksud dari Anak di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 perlindungan anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan22

20

R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, halaman 98.

21

R. Soesilo, Op. Cit halaman 61


(30)

5. Pengertian Orang Tua Tiri

Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, masuk ke dalam kategori orang tua. Dapat dilihat dalam bab I ketentuan umum pasal 1 nomor 4, orang tua adalah Ayah dan/atau Ibu kandung, atau Ayah dan/atau Ibu tiri, atau Ayah dan/atau Ibu angkat23

I. Sistematika Penulisan Skripsi

.

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari bab ke bab yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika skripsi ini adalah:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini digambarkan secara umum tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penulisan, tinjauan pustaka, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

BAB II Pengaturan Hukum Terhadap Tindak Pidana Eksploitasi seksual (Perkosaan) Dibawah Umur Oleh Orang Tua tiri . Pada bab ini akan dibahas mengenai pengaturan hukum tindak pidana perkosaan anak di bawah umur oleh ayah tiri, yaitu : dimanakah pengaturan hal ini dapat kita lihat yang berkenaan dengan kasus seperti ini, apakah termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau malah mengenyampingkan KUHP malahan memakai Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

BAB III Faktor Penyebab Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak Tiri. Pada bab ini pula akan dibahas secara lebih fokus yang menyebabkan,


(31)

mengapa orang tua tiri dapat melakukan hal yang tidak terpuji tersebut yang berhubungan dengan tindak pidana mengenai kesopanan. Perkosaan yang dilakukan orang tua tiri terhadap anak di bawah umur ini, merupakan hal yang memberatkannya dalam pertanggungjawaban pidananya.

BAB IV Penerapan Sanksi Pidana Perkosaan Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur (Putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN). Pada bab ini yang akan dibahas mengenai sampai sebatas mana penerapan hukum pidana terhadap kasus ini, serta menganalisis “Putusan no. 1599/Pid. B/2007/PN MDN” ini berdasarkan putusannya yang menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002.

BAB V Kesimpulan dan saran, di dalam sesuatu penulisan haruslah berisi kesimpulan dan saran yang akan berdayaguna sebagai suatu jawaban dari suatu permasalahan yang diangkat serta memberikan saran yang berdayaguna menciptakan suatu jalam keluar dari suatu permasalah yang ada.


(32)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL (PERKOSAAN) DI BAWAH UMUR OLEH ORANG TUA TIRI

A. Peraturan Menurut KUHP

Tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan tidak ada yang termasuk pada jenis pelanggaran, semuanya masuk pada jenis kejahatan. Kejahatan yang dimaksudkan ini dimuat dalam lima pasal, yakni: 284 (perzinahan), 285 (perkosaan bersetubuh), 286 (bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya yang dalam keadaan pingsan), 287 (bersetubuh dengan perempuan yang belum berumur lima belas tahun yang bukan isterinya), dan pasal 288 (bersetubuh dalam perkawinan dengan perempuan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan luka atau kematian. Dibentuknya kejahatan di bidang ini, ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum kaum perempuan di bidang kesusilaan dalam hal persetubuhan24

a. Tindak pidana mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 287 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut:

.

Pada bab ini membahas tentang pengaturan-pengaturan yang berkenaan dalam kasus perkosaan atau persetubuhan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur. Dapat kita telaah sebagai berikut:


(33)

(1). Hij die buiten echt vleselijk gemeenschap heft met ene vrouw van wie hij weet of redelijkerwijs moet vermoeden dat zij den leeftijd van vijftien jaren nog niet heft bereikt of dat zij indien van haar leeftijd niet blijkt, nog niet huwbaar is, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hogste negen jaren.

(2). Veruolging heft niet plaats dan op klachte, tenzij de vrouw den leeftijd van twaalf jaren nog niet heft bereikt, of een der van de art. 291 en 294 aanwezig is25

hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 291 dan pasal 294 .

Artinya:

(1). Barang siapa mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang wanita, yang ia ketahui atau sepantasnya harus ia duag bahwa wanita itu belum mencapai usia lima belas tahun ataupun jika tidak dapat diketahui dari usianya, wanita itu merupakan seorang wanita yang belum dapat dinikahi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya Sembilan tahun.

(2). Penuntut tidak akan dilakukan apabila tidak ada pengaduan, kecuali jika wanita tersebut belum mencapai usia dua belas tahun atau jika terjadi

26

(b). unsur-unsur objektif : 1. Barang siapa

.

Tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP terdiri atas unsur-unsur:

(a). unsur-unsur subjektif : 1. Yang ia ketahui

2. yang sepantasnya harus ia duga

25

Mr. Engelbrecht. M. L., De Wetboeken, Wetten en Verordeningen benevens de Grondwet van 1945 van de Republiek Indonesia, A. W. Sijthoffs Uitgeversmaatschappij N. V., Leiden, 1960, Pasal 287

26

Drs. P.A.F. Lamintang, S. H. dan Theo Lamintang, S. H., Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Halaman. 113


(34)

2. mengadakan hubungan kelamin diluar pernikahan 3. wanita yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi.

Diisyaratkan dua unsur subjektif secara bersama-sama yakni unsur yang ia ketahui dan unsur pidana yang sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP, orang dapat mengetahui bahwa tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP itu mempunyai unsur subjektif yang proparte dolus dan proparte culpa.

Kedua unsur subjektif tersebut meliputi unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP yakni unsur wanita yang belum dapat dinikahi.

Pelaku dapat dinyatakan terbukti telah memenuhi unsur-unsur subjektif tersebut, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan bahwa pelaku memang mengetahui atau setidak-tidaknya dapat menduga bahwa wanita yang mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan dirinya belum mencapai usia lima belas tahun atau belum dapat dinikahi.

Pengetahuan atau dugaan pelaku tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan di siding pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara pelaku, maka hakim akan memberikan putusan bebas bagi pelaku.27

Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP ialah unsur barang siapa.


(35)

Kata barang siapa menunjukkan pria, yang apabila pria tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.

Unsur subjektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP ialah unsur mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan.

Terpenuhinya unsur ini oleh pelaku, tidaklah cukup jika hanya terjadi persinggungan di luar antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin korban, melainkan harus terjadi persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin korban, tetapi tidak diisyaratkan keharusan terjadinya ejaculatio seminis.

Terjadinya persatuan antara alat kelamin pelaku dengan alat kelamin korban itu saja, belum cukup bagi orang untuk menyatakan pelaku terbukti telah memenuhi unsur objektif kedua dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP, karena disamping itu, undang-undang juga mensyaratkan bahwa persatuan antara alat-alat kelamin itu harus terjadi di luar pernikahan atau buiten

echt28

28 Ibid. Halaman. 115 .

Sesuai yang dimaksud dengan pernikahan di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP ialah pernikahan yang sah menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974.


(36)

(1). Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku29

Diisyaratkan unsur culpa yang oleh undang-undang telah dinyatakan dengan kata-kata van wie hij redelijkerwijs moet vermoeden atau yang sepantasnya harus ia duga di dalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP memang tepat, karena jarang terjadi seorang pelaku dapat mengetahui dengan tepat mengenai usia wanita yang mengadakan hubungan

.

Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. Van Hattum, ketentuan pidana diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP telah dibentuk untuk mencegah disalahgunakannya ketidakpengalaman anak-anak atau het misbruik maken van jeugdige onervarenheid oleh orang dewasa.

Itulah sebabnya, pembentuk undang-undang telah melarang dilakukannya perbuatan mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan anak-anak yang belum mencapai usia lima belas tahun atau yang belum dapat dinikahi.

Secara kebetulan penentuan tentang usia wanita tersebut ternyata sesuai dengan penentuan tentang usia wanita yang belum didizinkan untuk menikah menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974, karena menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974, perkawinan itu hanya diizinkan jika pria telah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun.


(37)

kelamin dengan dirinya, kecuali jika wanita tersebut dapat menunjukkan akta identitasnya, misalnya dengan menunjukkan akta kelahirannya atau kartu tanda kependudukannya.

Pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (2) KUHP, undang-undang telah menentukan bahwa pelaku dari tindak pidana yang diatur dalam pasal 287 ayat (1) KUHP itu tidak akan dituntut kecuali jika ada pengaduan.

Tentang unsur objektif ketiga, bahwa pengaduan seperti yang dimaksudkan di atas tidak perlu ada, jika korban ternyata merupakan seorang wanita yang belum mencapai usia dua belas tahun30

b. Tindak pidana melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anaknya sendiri, dengan anak tirinya, dengan anak angkatnya atau dengan seseorang anak dibawah umur yang pengawasannya, pendidikannya atau pengurusannya dipercayakan kepada pelaku itu, oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam pasal 294 KUHP yang rumusan aslinya di dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut:

.

(1). Hij, die ontucht pleegt met zijn minderjaring kind, stiefkind of pleegkind, zijn pupil, een aan zijne zorg, opleiding of waakzaamheid teovertrouwden minderjarige, of zijn minderjaringen bediende of ondergeschikte, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste zeven jaren31

2. de bestuurder, geneeskundige, onderwijzer, beambte opzichter of bediende in ene gevangenis, lands-werkinrichting, opvoedingsgesticht,

.

(2). Met dezelfde straf wordt gestraft:

1. de ambtenaar, die ontucht pleegt met een person, die ambtelijk aan hem ondergeschikt is of aan zijne waakzaamheid is toevertrouwd of aanbevolen;

30

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Halaman 119


(38)

weeshuis, ziekenhuis, krankzinningengesticht of instelling van weldadigheid, die ontucht pleegt met een person daarin opgenomen32

2. pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu

. Artinya:

(1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamannya tujuh tahun.

(2). Dengan hukuman yang serupa dihukum:

1. pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga.

33

1. Barangsiapa;

.

Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 294 ayat (1) KUHP hanya terdiri atas unsur-unsur objektif, masing-masing yakni:

2. Melakukan tindakan-tindakan melanggar cabul/kesusilaan;

32

Ibid.


(39)

3. Anak sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa ataupun anak belum dewasa yang pengurusan, pendidikan, atau penjagaannya dipercayakan pada pelaku;

4. Seorang pembantu atau seorang bawahan yang belum dewasa.

Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidanan yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP, yakni unsur barangsiapa menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidanan yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP, maka ia dapat disebut pelaku dari tindak pidana tersebut34

34 P.A.F. Lamintang, S. H. dan Theo Lamintang,Op.cit, Halaman 175 .

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur melakukan tindakan-tindakan cabul.

Menurut Prof. Simons, kata ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 294 ayat (1) KUHP harus diartikan sama dengan kata ontucht di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pasal-pasal 289 dan 290 KUHP yakni Handelingen, welke het geslachtelijk leven betreffende met wellustige bedoelingen geschieden en het agemene zedelijkheidsgevoel krenken atau tindakan-tindakan yang berkenaan dengan kehidupan seksual, yang dilakukan dengan maksud-maksud untuk mendapatkan kenikmatan secara bertentangan dengan pandangan umum tentang kesusilaan.


(40)

Adapun menurut memorie van toelichting, harus pula dimasukkan kedalam pengertian ontuchtige handelingen, yakni perbuatan mengadakan suatu vleselijke gemeenschap atau mengadakan suatu hubungan kelamin atau senggama.

Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur-unsur anak sendiri, anak tiri, anak asuh atau anak angkat yang belum dewasa ataupun anak belum dewasa yang pengurusannya, pendidikannya atau penjagaannya telah dipercayakan pada pelaku.

Menurut hemat penulis pengertian dari anak-anak seperti yang dimaksudkan di atas sudah cukup jelas, sehingga tidak akan dibicarakan lebih lanjut.

Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP ialah unsur pembantu atau seorang bawahannya yang belum dewasa35

35 Ibid, halaman 176

.

Kata pembantu berasal dari kata bediende, yang artinya pelayan atau pesuruh, sehingga termasuk pula ke dalam pengertiannya yakni pembantu rumah tangga, pelayan tangga, pelayan toko, pesuruh kantor, dan lain-lain.

Kata bawahan itu berasal dari kata ondergeschikte yang artinya orang yang membawah, sehingga dapat dimasukkan ke dalam pengertiannya antara lain pekerja, buruh, karyawan, pegawai, dan lain-lain.


(41)

Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (1) KUHP, hanya terdiri atas unsur-unsur objektif, masing-masing yakni:

1. Pegawai negeri;

2. Melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan;

3. Orang yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau orang yang penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada pelaku.

Unsur objektif pertama dari pihak tindak pidana yang dimaksud di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) KUHP ialah ambtenaar atau pegawai negeri.

Menurut arrest-arrest hogeraad masing-masing tanggal 30 Januari 1991, W. 9149, 25 Oktober 1915, NJ 1915 halaman 1205, W. 9861 dan tanggal 26 Mei 1919, NJ 1919 halaman 653, W. 10426, yang dimaksudkan dengan pegawai negeri ialah mereka yang diangkat oleh pemerinta untuk melakukan tugas atau sebagian dari tugas Negara atau tugas alat-alat perlengkapannya, dan yang diberikan pekerjaan yang bersifat umum36

Tentang yang dimaksudkan dengan ontucht di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 KUHP, dan hubungannya dengan ketentuan pidana yang

.

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksud di dalam ketentuam pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) KUHP ialah unsur ontuch plegen atau unsur-unsur melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan.

36

Drs. P.A.F. Lamintang, S. H., Samosir, S. H., C. Djisman, S. H., Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Kedua, 1985, Halaman 16 dan 82


(42)

melarang dilakukannya hubungan kelamin di luar pernikahan dengan seorang anak yang belum mencapai usia lima belas tahun seperti yang dimaksudkan dalam pasal 287 KUHP.

Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP ialah unsur orang yang menurut jabatan merupakan seorang bawahan pelaku atau orang yang penjagaanya telah dipercayakan atau diserahkan kepada pelaku.

Perlu diperhatikan bahwa undang-undabg telah mensyaratkan sebagai unsur objektif ketiga antara lain bahwa orang dengan siapa pegawai negeri itu melakukan tindakan melanggar kesusilaan haruslah merupakan orang yang menurut jabatan harus bawahan pelaku, dan bukan orang yang menurut kepangkatan merupakan bawahan dari pelaku.

Sesuai dalam pasal 294 ayat (2) angka 2 KUHP jelas dituliskan bahwa pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan disitu dapat dihukum.

B. Peraturan di luar KUHP

Di atas telah dituliskan pengaturan tentang perkosaan orang tua tiri terhadap anak dibawah umur sesuai KUHP, namun di luar KUHP juga terdapat 2 pasal diantaranya, yaitu:

a. Pasal 81 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002, yaitu:

(1). Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang


(43)

lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2). Ketentuan pidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

b. Pasal 82 Undang-undang nomor 23 Tahun 2002, yaitu:

Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukukan perbuatan cabul, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahundan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)37.


(44)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK TIRI

C. Etiologi Kriminal Secara Umum

Sebelumnya penulis disini akan menjelaskan alasan apa pria memaksakan kehendaknya kepada anak-anak? Kenikmatan seksual dan pelampiasan jelas merupakan alasan yang pasti, tetapi masih ada sebab yang lain. Mungkin kekerasan seksual berupa pemerkosaan terhadap anak di bawah umur salah satu pria atau orang tua untuk menunjukkan dominasi sosial atas kemarahannya pada wanita yang dibencinya sehingga melampiaskannya kepada anak-anak. Dalam menguraikan faktor-faktor timbulnya kejahatan, telah banyak para sarjana yang menguraikannya sesuai dengan bidang keahliannya, tetapi tidak seorang pun dapat memberikan batasan yang mutlak tentang faktor utama timbul tindak pidana.

Sebab timbulnya kejahatan ini sangat kompleks, dan di dalam faktor yang satu saling mempengaruhi dengan faktor yang lain.

Edwin H. Sutherland mengatakan bahwa:

“ Kejahatan adalah hasil dari faktor-faktor yang beraneka ragam dan bermacam-macam. Dan bahwa faktor-faktor itu dewasa ini dan untuk selanjutnya tidak bias disusun menurut suatu ketentuan yang berlaku umum tanpa ada pengecualian atau dengan kata lain; untuk menerangkan kelakuan kriminil memang tidak ada teori ilmiah”38

Sebelum kita membahas faktor penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan oleh orang tua tiri terhadap anak di bawah umur, terlebih dahulu

.


(45)

dapat kita lihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum (Etiologi Kriminil) yaitu antara lain39

1. Pendapat Mazhab Antropologi :

Disebut juga Mazhab Italia, antara lain tokohnya yang terkenal kita sebut: C. Lombroso (1835-1909), dengan buah pekerjaannya yang paling penting ialah “L’uomo delinqunte” (1876).

Menurut Lambroso, manusia yang pertama adalah penjahat dari semenjak lahirnya.

Antropologi Penjahat:

Penjahat umumnya dipandangdari segi antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri (gemus home delinguente nato) mereka tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir dapat dikenal dari adanya stigmate-stigmate, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal. Hypothese

atavisme:

Soalnya ialah bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lambroso dalam memecahkan hal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradabannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat-sifat susila (moral), maka orang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat kembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tapi dimiliki

39

Ridwan Hasibuan, Edi Warman, Asas-asas Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, Halaman 65-68


(46)

nenek moyangnya yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali).

Hypothese pathologi:

Selama beberapa waktu Lombroso dengan penganut-penganutnya menyatakan bahwa penjahat adalah seorang penderita penyakit epilepsy.

Tipe Penjahat:

Ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lombroso terlihat pada penjahat, sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkorak (pencuri) kurang bila dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam otaknya terdapat keganjilan yang seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain daripada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang (apa yang disebut front fuyan) dll. Juga kurang perasaanya dan suka akan tatouage seperti halnya pada orang yang masih sederhana peradabannya

2. Pendapat Mazhab Lingkungan

Disebut juga Mazhab Prancis, mengatakan : Mazhab ini menentang mazhab Italia. “Die Welt ist mehr schuld an mir, als ish”, yakni dunia adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya, daripada diri saya sendiri.


(47)

a. A. Lacassagne (1843-1924)

Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut : “L’ important

eas le melieu social. Permettez-, oi une coparaison empruntee a’la theorie modern. Ie milieu social est lebouillon de culture de la criminalite : le microbe, c’ est le criminal un element quin’a d’importance que le jour on iltrouve le bouillon le fait fermenter”

artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial disekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan kuman adalah si penjahat, suatu unsure barun mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”.40

b. G. Tardo (1843-1904) menurut pandangannya kejahatan buikan suatu gejala yang antropologis tapi sosiologis, ysng seperti kejahatan-kejahatan masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan. Tous les

importans de la vie sociale sent excutes sous L’empire de L’exemple,

yakni semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial dilakukan dibawah kekuasaan 41

3. Pendapat Mazhab Biososiologi .

Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada suatu waktu unsure individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis yang anti sosial (organis dan psychis). Di antara semua penganut dari lombroso,

40

ibid


(48)

Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lombroso dalam bentuk aslinbya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya Ferri mengubah bentuknya, sehingga tidak lagi begitu berat sebelah, dengan mengakui pengaruh lingkungan.

Kita lihat dari uraian di atas aliran bio-sosiologis ini bersynthese kepada aliran antropologi yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri. Rumusnya berbunyi:

“ Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur ang terdapat dalam individu yaitu seperti unsur-unsur yang diterngakan oleh Lombroso”. Penyebab penyimpangan seksual boisa terjadin karena faktor genetik dan bias juga karena faktor non genetik sebagai salah satu penyebab penyimpangan seksual (biseks, orgy, gay/lesbi, pedofilia, dsb). Adapun yang termasuk faktor non genetik antara lain adalah lingkungan dan kejiwaan/mental dari orang yang bersnagkutan termasuk konsepsinya dalam menyikapi dan

memperlakukan seks42

D. Faktor Pendorong Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Pemerkosaan) Terhadap Anak Tiri

.

Setelah kita ketahui etiologi kriminal secara umum , selanjutnya penulis akan menguraikan faktor-faktor pendorong terjadinya tindak pidana permerkosaan terhadap anak tiri di bawah umur, yaitu:

42

Heman Elia, Psikolog


(49)

1. Faktor Intern e. Faktor Keluarga

f. Faktor Ekonomi dan status sosial g. Faktor Religi

h. Faktor Psikis 2. Faktor Ekstern

e. Faktor Lingkungan f. Faktor Pendidikan

g. Faktor Minum-minuman dan obat-obatan keras h. Pengaruh komunikasi (Community Influence)

1. Faktor Intern terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan) terhadap anak tiri dibawah umur

a. Faktor keluarga

Lingkungan/ melieu keluarga dan masyarakat (homo dan community

influencies) dapat memberikan dampak kejahatan. Dalam kehidupan keluarga

merupakan organisasi yang terkecil namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Karena dari keluargalah kehidupan seseorang akan dapat terlihat penuh kebahagiaan seperti adanya kasih sayang, saling pengertian diantara sesame anggota keluarga. Sehingga dalam hal ini seseorang akan cenderung berkembang dengan baik dalam berperilaku maupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Dan sebaliknya bila dalam suatu keluarga tidak terdapat keharmonisan, maka seseorang itu akan tumbuh


(50)

dengan gaya kehidupan yang keras, karena dari kecil seseorang itu tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Seseorang dalam masa pertumbuhannya ataupun dalam masa perkembangan hidupnya akan selalu terbawa sifat-sifat jahatnya yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dalam hidupnya sehingga mendorong seseorang itu menjadi pemarah, cepat emosi dan pendendam ataupun dapat mengarah pada penyimpangan/kelainan perkembangan psikoseksual43

Menurut Ruth Shonle Cavan “Family background of crime”, seseorang dapat saja berpeluang menjadi pelaku kejahatan misalnya44

a. Broken Homes (perpecahan dalam Rumah Tangga). :

b. The emosionally Unedeuquaete family (kurangnya perasaan kekeluargaan/perasaan kekeluargaan yang tidak mencukupi) c. Family failure in supervision (keluarga yang kurang dalam

pengawasan)

d. Hubungan keluarga yang kurang baik terhadap masyarakat

e. Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilannya kecil, dan ibu bekerja di luar/sering meninggalkan rumah.

b. Faktor ekonomi dan status sosial (Economic factors and crime causation) Salah satu teori yang tertua diketahui orang ialah bahwa kejahatan timbul karena kemiskinan “divergent theories”45

43

Ibid.

44

ibid, halaman 21

45 Ibid, halaman 25

. Bila seseorang hidup serba kekurangan maka akan menyebabkan mereka ingin melakukan apa saja yang mereka inginkan. Dan apabila ini terjadi pada diri seseorang maka aklan


(51)

menyebabkan mereka untuk melakukan perbuatan jahat yang melanggar hukum dengan tujuan untuk memenuhi kekurangannya dan juga untuk meringankan penderitaannya yangdialaminya. Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilan kecil dapat mempengaruhi orang untuk berbuat jahat. Misalnya, seseorang ingin melampiaskan nafsu birahinya tersebut pada wanita dewasa, merasa impoten atau merasa tidak mampu untuk mjembayar atau tidakm mempunyai uang untuk melampiaskan nafsu birahinya pada wanita dewasa maka objek seksual pada pada pemerkosaan ini ditujukan pada anak di bawah umur dengan cara yang biasa digunakan dalam melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak dengan bujukan (memberi iming-iming dengan permen/uang), tipuan (pura-pura diajak main),ancaman maupun paksaan kekuatan fisik. Sebaliknya dengan berbagai fasilitas yang dimiliki seseorang akan menyebabkan seseorang untuk melakukan kejahatan, karena seseorang itu mendapatkan apa yang mereka inginkan dan apabila seseorang ingin melampiaskan nafsunya terhadap orang lain maka seseorang itu akan mempergunakan fasilitas yang ada pada dirinya untuk melakuakn hal-hal yang diinginkan ternasuk salah satunya dengan cara melakuakan aktivitas seksual terhadap anak di bawah unmur. Yang mana seseorang itu berani melakukan hal tersebut karena status sosial yang dimilikinya lebih terhormat daripada orang lain, sehingga pada akhirnya mereka lupa bahwa keadaan status sosilalah yang menyebabkan mereka melakukan kejahatan perkosaan anak di bawah umur tersebut, khusunya anak tiri dalam pembahasan ini46

46 Ibid.


(52)

c. Faktor religi (ke-agamaan)

Bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan akan mudah melakukan kejahatan kekerasan seksual yang sangat merugikan orang lain karena tidak didalami ajaran agama. Oleh karena itu seseorang dapat diisi ilmu keAgamaan sejak masih muda hingga dewasa sehingga tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama. Sebaliknya jika nilai-nilai keagamaan tidak terdapat dalam jiwa manusia maka mereka akan mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan orang lain, seperti mereka-mereka yang tidak berpikir panjang lagi untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur khususnya anak tiri.

Moralitas anak bangsa yang semakin meninggalkan ajaran-ajaran agamanya menjadi problem yang sangat kompleks. Nilai-nilai modern dan liberal yang disaksikan setiap hari oleh media massa mempunyai pengaruh yang luas bagi anak-anak. Banyaknya film-film kekerasan yang dipertontonkan di media elektronik, seperti TV, VCD, Internet secara bebas dikonsumsi oleh masyarakat. Anak-anak menonton film dan menelan mentah-mentah isi yang mereka lihat.

Kartini Kartono, mengatakan bahwa anak-anak pubertas (termasuk remaja) itu mulanya belum punya keinginan seksual, oleh karena pengaruh-pengaruh buruk yang merangsang sekali dan meilhat preaktek tidak senonoh


(53)

(bias melalui televise atau film-film porno) akhirnya mereka akan berusaha mempraktekkannya di luar47

d. Faktor psikis (kejiwaan) .

Kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya nafsu seks yang abnormal, sehingga melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak sebagai korbannya yang tidak menyadari keadaan diri si pelaku, yakni sakit jiwa, dan aspek psikologis dari instink-seksual.

Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat dari faktor keturunan maupun dari sikap berlebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan rangsangan seksual sebagai energy psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubungan-hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain.

Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses tertentu yang merupakan aspek psikologis tersebut akan muncul akibat dari ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seks. Dan aspek inilah yang dapat merupakan faktor kekerasan seksual terhadap anak-anak yang menjadi korbannya.


(54)

Orang yang mengidap kelainan jiwa, dalam hal melakukan kekerasan seksual cenderung melakukan dengan sadis, misalnya seorang anak yang memendam dendam terhadap ibunya sejak kecil, sehingga kelak ia menjadi pelaku sadistis dalam hal kegiatanb seksual, meski ia sendiri tidak menaglami kekerasan fisik48

2. Faktor Ekstern terjadinya tindak pidana pemerkosaan terhadap anak tiri dibawah umur

.

Selain itu faktor kejiwaan seseorang bisa berubah sesaat akibat meminum-minuman keras yang mengandung alcohol dapat beresiko melakukan kejahatan dengan mudahnya, sehingga perbuatan kejahatan tidak terkendali lagi.

a. Faktor lingkungan

Pembentukan terhadap kepribadian dan perilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana tempat ia beraktifitas sehari-hari. Seseorang tentunya membutuhkan pergaulan dengan orang lain sehingga dengan demikian dari situlah mereka mengetahui apa yang tidak mereka ketahui, lihat, dengar, rasakan. Sehingga apa yang mereka alami akan menjadi pertanyaan apakah akan dilakukan atau tidak dilakukan dikemudian hari nantinya. Dalam hal ini lingkungan sangat menentukan karakter seseorang untuk dapat berkembang dengan baik dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Soedjono D dan B Siamnjuntak mengatakan proses dimana orang bertindak adalah:

48

Abdul Wahid, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, Refika Aditama, Bandung, 2001, halaman 67


(55)

a. Tingkah laku itu dipelajari secara negative dikatakan bahwa tingkah laku kriminal itu tidak diwarisi sehingga atas dasar itu tidak ada seseorang itu menjadi jahat secara mekanis.

b. Bagian yang pokok dari tingkah laku kriminal itu dipelajari dalam pokok pergaulan yang intim.

c. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi dan dapat dilakukan dengan lisan atau dengan gerakan-gerakan badan yang mengandung suatu sikap tertentu49

b. Segi pendidikan dan pengajaran pribadi sehari-hari

.

Baik buruknya jiwa seseorang tergantung dari salah satu faktor yaitu faktor pendidikan yang diberikan kepadanya. Baik pendidikan di sekolah atau pendidikan dirumah sendiri maupun diluar sekolah.

Keburukan-keburukan dan ketidakteraturan maupun kekacauan pendidikan pengajaran yang dialami seseorang dalam perkembangannya dapatmerangsang dan mempengaruhi tingkahj laku seseorang itu kepada perbuatan-perbuatan jahat. Apalagi kalau seseorang itu sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan yang tidak teratur baik dari sekolah maupun dari orang tuanya besar pengaruhnya. Selain daripada itu juga kesalahan-kesalahan pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah dapat merangsang seseorang berbuat jahat, misalnya sistem pendidikan colonial yang memperbesar sukuisme, penekanan kearah pendidikan dalam kehidupan demokrasi dsb. Juga kesalahan-kesalahan Guru/Dosen di dalam memberikan

49

A Qiram S. Meliala, E Soemardjono, Kejahatan Anak, Yogyakarta, liberty, 1985, Halaman 34


(56)

pendidikan, misalnya penolakan/pengusiran seseorang dari kelas, kebencian Guru/Dosen terhadap, balas dendam Guru/Dosen yang menimbulkan frustasi terhadap seseorang, demikian pula cara pendidikna dan pengajaran yang hanya dilaksanakan dengan kekerasan, pukulan, hinaan, makian. Selain daripada itu, contoh-contoh yang jelek yang doterima seseorang dari Guru/Dosen, misalnya Guru/Dosen yang sering main judi, berzinah, pemabuk, penipu, tukang gadauh (tingkah laku tidak sesuai dengan perbuatan). Sebaliknya pendidikan yang bermanfaat akan menjadikan seseorang itu mengerti dan memahami nilai-nilai : kesopanan, keagamaan, ketertiban, kedisiplinan, kekeluargaan, dan keindahan. Dengan adanya norma-norma yang baik yang diajarkan pada diri seseorang akan menjadikannya berkualitas dan berpotensi menjadi harapan bangsa yang dapat membangun dan berkarya dalam mencapai cita-cita yang diinginkannya. Seseorang yang dalam lingkungan pendidikan yang baik akan mengisi hari-hari dengan hal yang positif yang dapat menunjang tingkat kecerdasan anak tersebut.

Dengan adanya kegiatan yang bersifat positif tersebut akan dapat memotiovasi seseorang untuk selalu berbuat yang terbaik dalam kehidupannya dan tidak akan terjebak kepada perbuatan-perbuatan yang akan merugikan masa depannya sendiri. Dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat tersebut dapat mengembangkan kreatifitasnya dan dapat mencegah seseorang melakukan tindakan kejahatan sedini mungkin.


(57)

c. Faktor Minuman-minuman Keras dan obat-obatan

Pengaruh minuman keras mempunyai akibat yang sangat buruk terhadap kesehatan tubuh dan jiwa (akal pikiran). Pengaruh alcohol yang terkandung dalam minuman tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi pecandu minuman keras dan kehilangan penguasaan diri sert a mulai melakukan hal-hal yang buruk akibat dari minuman tersebut, dan mendorong mereka untuk melakukan kejahatan. Dalam keadaan mabuk, tanpa disadarinya mereka akan mencari kepuasan diri untuk menyalurkan keinginannya dengan melakukan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.

Begitu juga dengan obat-obatan terlarang, mereka yang menjadi pemakai dan akhirnya menjadi ketagihan dapat melakukan apa saja yanbg dianggapnya dapat memberikan kepuasan terhadap dirinya termasuk kekerasan seksual terhadap anak-anak dibawah umur.

d. Pengaruh komunikasi (Community Influence) atau Media Massa Pengaruh komunikasi terdiri dari 4 bagian, seperti:

(a). Pengaruh komunikasi (Pers)

Pengaruh dari media massa seperti Pers. Pers adalah suatu sarana untuk memberitahukan informasi secara tulisan. Kranenburg dan Van Der Pot menyatakan : “Yang dimaksud dengan pers itu hanyalah meliputi

pemberitaan dengan tulisan”50

Surat kabar berisikan publikasi yang memberikan informasi kepada masyarakat tentang kejadian-kejadian di berbagai kehidupan masyarakat.

50

Mahmud Gandhy, Kedudukan Pers dalam Hukum Indonesia, Andess, Jakarta, 1986, halaman 1


(58)

Akan tetapi ada kemungkinan terjadi pemberitaan dan surat kabar menjadi faktor terjadinya kejahatan. Pemberitahuan ataupun pemberitaan tentang kejahatan perkosaan dan pencabulan sering diberitakan secara terbuka dan didramatisir serta secara mendetail. Demikian juga dengan menggambarkan kepuasan sin pelaku, dapat merangsang para pembaca surat kabar, khususnya orang yang bermental jahat dapat terpengaruh untuk melakukan perkosaan atau pencabulan. Berita yang berkaitan dengan kekerasan, seks dan kriminal berdampak negatif. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. W. Klaassen dalam buku Misdaad en Pers, yang diamini sekaligus ditambah beberapa alasan oleh Jakob Oetama, mengungkapkan beberapa dampak negatif yaitu51

a. Menyebabkan meluasya gejala kriminal dalam masyarakat, karena orang meniru apa yang dibaca dan ditonton lewat media massa.

:

b. Membantu tumbuh sikap keras dan sadistik masyarakat

c. Menyebabkan orang belajar kejahatan dari berita, baik belajar membuat rencana, maupun belajar memeperoleh instrumen serta cara melakukan kejahatan.

d. Menimbulkan kesan bahwa masyarakat tidak aman, bahwa kriminalitas tak terkendali, bahwa crime doesn’t pay

e. Menghambat pengejaran, penangkapan, bahkan penyidikan oleh polisi

f. Merusak terutama anak-anak dan remaja.

51

Jakob Oetama. Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. 2001) Halaman 30-31


(1)

Dapat kita telaah bahwa hakim telah mempertimbangkan berdasarkan fakta hukum yang ada dapat kita simpulkan dakwaan oleh jaksa penuntut umum sudah cukup memenuhi unsur-unsur yang sesuai dengan pasal 81 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Setelah penulis perhatikan mengapa seorang penuntut umum tidak memasukkan pasal 287 dan 294 KUHP, adalah:

- Dalam pasal 287 memang benar menyebutkan perempuan yang bukan isterinya, belum cukup 15 tahun, tetapi sudah sepatutnya ia tahu bahwa anak tersebut belum dewasa karena anak tirinya dan masanya belum pantas untuk kawin, namun belum terlalu signifikan dan sesuai karena pelaku adalah orang tua (ayah tiri).

- Dalam pasal 294 memang benar bahwa seorang ayah tiri tersebut melakukan persetubuhan dengan anak yang belum dewasa, anak tiri, anak peliharaannya, yang telah dipercayakan kepadanya untuk menanggung anak tersebut, untuk dididik dan dijaga.

Jadi alasan penuh mengapa jaksa tidak menaruh pasal 287 dan 294 KUHP melainkan memakai pasal 81 ayat1 dan pasal 82 undang-undang nomor 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak. Dimana alasan yang lebih mendetail sesuai dengan asas lex spesialis de rogat lex generalis dengan kata lain kekuatan hukum umum mengenyampingkan kekuatan hukum khusus atas teori itulah yang membuat KUHP dapat dikesampingkan karena sudah ada yang lebih signifikan dari KUHP maka hakim dengan sah dan meyakinkan dengan memutuskan dengan pasal 81 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2003.


(2)

Walaupun hakim sudah sesuai dengan putusan yang telah didakwakan kepada terdakwa namun hal-hal yang memberatkan dapat lagi ditambahkan sesuai pemikiran penulis, seperti: Mengakibatkan kondisi mental si anak menjadi terganggu dan menimbulkan ketakutan sendiri bagi kejiwaan si anak.

Namun seperti pengakuan serta kronologis kejadian bahwa si terdakwa atau ayah tiri tersebut sebenarnya belum terpikir untuk menanamkan niatnya bersetubuh dengan anak tirinya tesebut, namun akibat faktor dari intern dalam hal ini adalah keluarga yang utuh, dimana si terdakwa sebenarnya membutuhkan pendamping untuk memanjakan maupun memuaskan hasratnya, dalam hal ini ibu dari korban Devi Oktaviani Sianturi, tetapi berimbas pada anaknya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan:

1. Eksploitasi seksual merupakan suatu pemanfaatan seksual yang berada pada dalam pemanfaatan seks itu sendiri sejauh mana dapat dijelaskan bahwa perkosaan merupakan eksploitasi seksual yang berdampak negative bagi khalayak ramai. Perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur merupakan salah satu eksploitasi seksual yang bahwa pengaturannya terdapat dan cukup pada undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 81 dan 82.

2. Perkosaan terhadap anak tiri tersebut merupakan pemanfaatan kepuasan dari si korban terhadap hubungan seksual yang terjadi berdasarkan 2 faktor, yaitu Faktor Intern yang terdiri dari Faktor Keluarga, Faktor Ekonomi dan status sosial, Faktor Religi, Faktor Psikis dan Faktor Ekstern yang terdiri dari Faktor Lingkungan,Faktor Pendidikan, Faktor Minum-minuman dan obat-obatan keras,Pengaruh komunikasi (Community Influence).

3. Sesuai dalam kasus dapat disimpulkan bahwa seorang ayah tiri melakukan perkosaan terhadapa anak yang dibawah umur tersebut merupakan dampak dari faktor keluarga, dimana bahwa ketidakutuhan rumah tanggalah yang menjadi dari salah satu pemicu perbuatan persetubuhan tersebut akibat kurangnya pelengkap keluarga seperti ibu rumah tangga, dan juga faktor dari psikis, ataupun kejiwaan si ayah yang tega melakukan tersebut atas dasar karna bukan satu darah(turunannya). Dan dari pernyataan faktor penyebab perkosaan/pencabulan yang dilakukan oleh orang tua tiri


(4)

terhadap anak dibawah umur tersebut berdampak pada pemenjaraan ataupun denda kepada si ayah dengan dijatuhi pasal 81 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

B. Saran :

1. Bahwa seharusnya dalam dunia eksploitasi seksual perlu adanya perhatian dari lingkungan maupun ruang lingkup keluarga itu sendiri dengan mementingkan komitmen-komitmen yang dapat membantu keutuhan keluarga sehingga tidak menimbulkan perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur.

2. Perlu adanya campur tangan pemerintah seperti penyuluhan maupun menginstuksikan aparat keamanan guna menjaga kejadian-kejadian yang melanggar tindak pidana eksploitasi sosial yang khususnya perkosaan oleh ayah tiri terhadap anak dibawah umur, agar anak dibawah umur tidak menjadi pemuas nafsu baik dikalangan keluarga sendiri maupun orang banyak seperti sebuah tempat yang mempekerjakan anak dibawah umur menjadi pekerja seks.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan, 2003, Pornomedia : Konstruksi Sosial Teknologi Telematika dan Perayaan Seks di Media Massa, bogor: kencana

Chazawi, Adami, 2005, Tindak pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Gandhy, Mahmud, 1986, kedudukan Pers dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Andess

H. Hari Sahordji, 1980, Pokok-pokok Kriminologi, Jakarta: Aksara Baru

Hasibuan, Ridwan , Edi Warman, 1994, Asas-asas Kriminologi, Medan: USU Press

Kartono, Kartini, 1982, Psikologi Anak, Bandung: Alumni

Lamintang, P.A.F., dan Theo Lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan, Jakarta: Sinar Grafika

Lamintang, P.A.F., Samosir, C. Djisman, 1985, Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Kedua

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama

Mr. Engelbrecht. M. L., De Wetboeken, Wetten en Verordeningen benevens de Grondwet van 1945 van de Republiek Indonesia, A. W. Sijthoffs Uitgeversmaatschappij N. V., Leiden, 1960.

Oetama, Jakob, 2001, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara

Prodjodikoro, Wirdjono, 1986, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco

S. Meliala, A Qiram, E Soemardjono, , 1985, Kejahatan Anak, Yogyakarta: liberty

Soedjono D, 1973, Doktrin-doktrin Kriminologi, Bandung: Armiko

Usman, Datuk, 1984, Diktat Hukum Adat, Medan: Bina Sarana Balai Pemnas SU Wahid, Abdul, 2001, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, Bandung: Refika Aditama


(6)

Kumpulan Undang-undang

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politea, Bogor, 1983.

R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek dengan tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984.

Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, Jakarta, 2003.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

Kumpulan Internet

Heman Elia, Psikolog

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/swara/439150.html.

Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/127 Sumber:http://groups.yahoo.com/group/FORUM_FHUNSIKA/message/238