Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata
grove (Inggris) yang berarti belukar. Kata mangrove juga berasal dari bahasa
Melayu kuno yaitu “mangi-mangi” yang digunakan untuk menerangkan marga
Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian Timur.
Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.
Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas
di pantai daerah tropis dan subtropis yang terlindung (Fakhrurrozy, 2015).
Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi komunitas mangrove, yaitu
salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut, arus, kekeruhan, dan substrat dasar. Kondisi
fisika kimia perairan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh volume air tawar
dan air laut yang bercampur. Mangrove tumbuh dengan baik dari ketinggian
permukaan laut sampai dengan rata-rata permukaan pasang. Jenis tanaman
tersebut bukan saja harus toleran terhadap garam, melainkan juga harus mampu
untuk menahan kondisi tergenang dan kondisi-kondisi bawah yang anaerobik
(Nybakken, 1992).
Menurut Bengen dan Dutton (2004) karakteristik utama ekosistem
mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut; tidak dipengaruhi oleh faktor
iklim; dipengaruhi oleh kondisi pasang surut; terletak pada tanah yang sebagian

besar terdiri dari lumpur dan pasir yang tergenang oleh air laut; terletak pada
daerah pantai yang landai; tidak terstruktur berdasarkan penutupannya/stratifikasi
berdasarkan tegakan; jenis-jenis mangrove mulai dari laut ke darat adalah
Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Xylocarpus, Lumnitzera, Bruguiera, dan

Universitas Sumatera Utara

Nypaterdiri dari pohon-pohon yang dapat tumbuh mencapai lebih dari 30 meter;
komposisi

vegetasinya

dari

pantai

adalah

Avicennia,


Sonneratia,

Rhizophora/Bruguiera, Bruguiera, Xylocarpus, Lumnitzera, dan Nypa;komposisi
dari

spesies-spesies

vegetasi

yang

berasosiasi

adalahAcrostichumaureum,Acanthus ilicifolius, A. ebracteatus.

Fungsi dan Peranan Mangrove
Mangrove merupakan contoh ekosistem yang banyak ditemui di sepanjang
pantai tropis dan estuari. Ekosistem ini memiliki fungsi sebagai penyaring bahan
nutrisi dan penghasil bahan organik, serta berfungsi sebagai daerah penyangga
antara daratan dan lautan. Asriyana dan Yuliana (2012) menyatakan bahwa

mangrove memiliki peranan yang cukup penting bagi ekosistem sekitarnya,
diantaranya sebagai berikut: penyadap energi yang ditimbulkan oleh badai,
pelindung dan stabilisator garis pantai, tempat asimilasi bahan buangan dan
sebagai tempat utama perputaran nitrogen dan sulfur; pengumpul lumpur dan
pembentuk lahan; habitat alami beberapa satwa liar dan merupakan daerah asuhan
biota akuatik tertentu; dan sebagai lahan yang digunakan untuk kegiatan manusia
seperti pemukiman, tambak ikan, lahan pertanian, bahkan sebagai tempat
pembuangan sampah.

Zonasi Mangrove
Ekosistem mangrove dapat tumbuh dengan baik pada zona pasang-surut di
sepanjang garis pantai daerah tropis seperti laguna, rawa, delta, dan muara sungai.
Ekosistem mangrove bersifat kompleks dan dinamis tetapi labil. Kompleks,

Universitas Sumatera Utara

karena di dalam ekosistem mangrove dan perairan maupun tanah di bawahnya
merupakan habitat berbagai jenis satwa daratan dan biota perairan. Dinamis,
karena ekosistem mangrove dapat terus tumbuh dan berkembang serta mengalami
suksesi serta perubahan zonasi sesuai dengan tempat tumbuh. Labil, karena

mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Kusmana, 1995). Zonasi
mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Zonasi Mangrove (Saefurrahman, 2008)
Menurut Talib (2008) berpendapat bahwa hutan mangrove dapat dibagi
menjadi lima bagian berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu; zonasi yang terdekat
dengan laut, akan didominasi oleh Avicennia sp. dan Sonneratia sp., tumbuh pada
lumpur lunak dengan kandungan organik yang tinggi. Avicenniasp. tumbuh pada
substrat yang agak keras, sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang
agak lunak; zonasi yang tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras serta dicapai
oleh beberapa air pasang. Zonasi ini sedikit lebih tinggi dan biasanya didominasi
oleh Bruguiera cylindrica; ke arah daratan lagi, zonasi yang didominasi oleh
Rhizophora mucronata dan R. apiculata. Jenis R. mucronata lebih banyak
dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohonpohon yang dapat tumbuh setinggi 35-40 m. Pohon lain yang juga terdapat pada
hutan ini mencakup B. parviflora danXylocarpus granatum; hutan yang

Universitas Sumatera Utara

didominasi oleh B. parviflora kadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya;
hutan mangrove di belakang didominasi oleh B. gymnorhiza.


Karakteristik Vegetasi Mangrove
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang tergolong ke
dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia,
Sonneratia,

Rhizophora,

Bruguiera,

Ceriops,

Xylocarpus,

Lumnitzera,

Laguncularia, Aegiceras, Snaeda, dan Conocarpus. Vegetasi hutan mangrove di
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis
tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19
jenis liana, 44 jenis herba, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Meskipun demikian

hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove.
Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati
penting

atau

dominan

Rhizophoraceae(Rhizophora,

yang

termasuk

Brugueira,

dan

ke


dalam
Ceriops),

empat

famili:

Sonneratiaceae

(Sonneratia), Aviceniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Asriana
dan Yuliana, 2012).
Menurut Istomo (1992), ciri khusus habitat vegetasi mangrove adalah
keadaan tanah yang berlumpur atau berpasir, salinitas, penggenangan, pasang
surut, dan kandungan oksigen tanah. Untuk itu vegetasi mangrove akan
beradaptasi melalui perubahan dan ciri khusus fisiologi, morfologis, fenologi,
fisiognomi, dan komposisi struktur vegetasinya. Ekosistem hutan mangrove
dengan sifatnya yang khas dan kompleks menyebabkan hanya organisme tertentu
saja yang mampu bertahan dan berkembang.

Universitas Sumatera Utara


Adaptasi mangrove dengan kondisi lingkungan yang bersalinitas tinggi.
Tumbuhan

mangrove

menyerap

air

yang

bersalinitas tinggi kemudian

mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Tumbuhan mangrove mampu menyerap air tetapi mencegah masuknya garam
melalui saliran yang terdapat pada akar. Akumulasi garam dapat terjadi pada
bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun menyimpan garam
umumnya sekulen dan pengguguran daun sekulen ini umumnya diperkirakan
merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat

pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini
umumnya

terdapat

pada

Excoecaria,

Lumnitzera,

Avicennia,

Osbornia,

Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus (Fakhrurrozy, 2015).
Adaptasi pohon mangrove terhadap keadaan tanah (lumpur) dan
kekurangan oksigen dalam tanah adalah pembentukan morfologi sistem perakaran
yang berfungsi sebagai akar nafas (Pneumatofora) dan penunjang tegaknya
pohon. Menurut Bengen (2004), ada empat bentuk sistem perakaran pada hutan

mangrove, yaitu; Akar lutut, seperti yang terdapat pada Bruguiera sp.; Akar cakar
ayam, seperti yang terdapat pada Sonneratia sp., Avicennia sp., dan kadangkadang Xylocarpus moluccensis; Akar tongkat/penyangga, seperti yang terdapat
pada Rhizophora sp.; dan Akar papan seperti yang terdapat pada Ceriops sp.

Kerapatan Mangrove
Mangrove mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Keanekaragaman
jenis cenderung akan rendah di dalam komunitas yang terkendali secara fisik
maupun

biologis

serta

pada

ekosistem

yang

mengalami


gangguan.

Universitas Sumatera Utara

“Keanekaragaman jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri yang
unik

untuk

menggambarkan

struktur

komunitas

dalam

organisasi

kehidupan”(Krebs, 1989).
“Ada dua komponen keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan
kesamarataan”. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas.
Kekayaan jenis dapat dihitung dengan indeks jenis atau area yakni jumlah jenis
per satuan area (Odum, 1993). Kesamarataan atau akuitabilitas adalah pembagian
individu yang merata diantara jenis. Namun pada kenyataan setiap jenis itu
mempunyai jumlah individu yang tidak sama. Satu jenis dapat diwakili oleh 100
hewan, yang lain oleh 10 hewan dan yang lainnya pula diwakili oleh 1 hewan.
Kesamarataan menjadi maksimum bila semua jenis mempunyai jumlah individu
yang sama atau rata. Cara sederhana mengukurkeanekaragaman jenis adalah
menghitung jumlah jenis atau spesies (Soegianto, 1994).

Defenisi dan Karakteristik Makrozoobenthos
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal
dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut
fitobenthos

dan

organisme

hewani

yang

disebut

zoobenthos.

Ketika

air surut, organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan.
Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia
adalah makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan
Polychaeta (Arief, 2003).
Makrozoobenthos adalah organisme yang tersaring oleh saringan
bertingkat dengan ukuran 0,5 mm. Zoobenthos menjadi tiga kelompok yaitu

Universitas Sumatera Utara

mikrofauna yang ukurannya lebih kecil dari 0,1 mm, meiofauna yang berukuran
antara 0,1 mm dan makrofauna yang ukurannya lebih besar dari 1,0 mm.
Umumnya makrozoobenthos relatif tidak aktif, dengan ciri khusus seperti:
tubuhnya dilindungi cangkang, memiliki bagian tubuh yang dapat dijulurkan,
berkembangnya bagian tubuh tambahan seperti rambut, bulu-bulu keras serta
tersusun atas otot-otot yang memudahkan pergerakannya di atas maupun di dalam
sedimen (Ihlas, 2001).
Menurut

Syamsurisal (2011),

mengklasifikasikan makrozoobenthos

berdasarkan cara makannya kedalam lima kelompok yaitu : Hewan pemangsa,
hewan penggali, hewan pemakan detritus yang mengendap dipermukaan, hewan
yang menelan makanan pada dasar, hewan yang sumber bahan makannya dari
atas permukaan. Kelompok pertama dan kedua sangat khusus (tidak umum) dan
jumlahnya hanya sebahagian kecil dari makrozoobenthos yang ada. Jenis yang
jumlahnya banyak pada daerah estuaria atau mangrove adalah hewan yang
makanannya dari atas permukaan. Organisme penyaring makanan menyaring
partikel kedalam air yang ada di permukaan tanah contohnya bivalvia, polychaeta,
sponge dan ascidians yang terdiri dari organisme epifauna seperti amphioda,
isopoda dan gastropoda yang bergerak bebas dipermukaan memakan bahan
organik yang kaya dengan partikel detritalnya pada permukaan tanah. Jenis lain
dari organisme seperti diatas adalah organisme yang hidup didalam tanah tetapi
makanannya berasal dari permukaan tanah yang diantarannya beberapa jenis
bivalvia (telinida) amphipoda, kepiting dan beberapa jenis polychaeta.
Makrozoobenthos baik digunakan sebagai bioindikator di suatu perairan
karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air, ketersediaan

Universitas Sumatera Utara

serasah

dan

substrat

hidupnya

sangat

mempengaruhi

kelimpahan

dan

keanekaragaman makrozoobenthos. Kelimpahan dan keanekaragaman sangat
bergantung pada toleransi dan tingkat sensitifnya terhadap kondisi lingkungannya.
Kisaran toleransi dari makrozoobenthos terhadap lingkungan berbeda-beda.
Komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik)
mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu
perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk
menilai kualitas suatu perairan (Fikri, 2014).
Distribusi hewan makrozoobenthos sangat ditentukan oleh sifat fisika,
kimia dan biologi perairan. Sifat fisika yang berpengaruh langsung terhadap
hewan makrozoobenthos adalah kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat
dasar dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh langsung
adalah derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut. Faktor biologi
perairan yang mempengaruhi komunitas hewan benthos adalah kompetisi
(persaingan ruang hidup dan makanan), predator (pemangsa) dan tingkat
produktivitas primer. Masing-masing faktor biologi tersebut dapat berdiri sendiri
akan tetap ada kalanya faktor tersebut saling berinteraksi dan bersama-sama
mempengaruhi kominitas pada suatu perairan (Syamsurisal, 2011).

Kelimpahan Makrozoobenthos
Sebagai organisme dasar perairan, benthos mempunyai habitat yang relatif
tetap. Dengan sifatnya yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan
substrat

tempat

hidupnya

sangat

mempengaruhi

komposisi

maupun

kelimpahannya. Komposisi maupun kelimpahan makrozoobenthos bergantung

Universitas Sumatera Utara

pada toleransi atau sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Setiap
komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara
penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil,
komposisi dan kelimpahan makrozoobenthos relatif tetap (Ardi, 2002).
Faktor yang mempengaruhi keberadaan makrozoobenthos adalah faktor
fisika kimia lingkungan perairan, diantaranya penetrasi cahaya yang berpengaruh
terhadap suhu air, kandungan unsur kimia seperti kandungan ion hidrogen (pH),
oksigen terlarut (DO), dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) (Nugroho, 2006).

Kualitas Air
Suhu
Suhu merupakan suatu ukuran yang menunjukan derajat panas benda.
Suhu biasa digambarkan sebagai ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Suhu sangat
memengaruhi segala proses yang terjadi di perairan baik fisika, kimia, dan biologi
badan air. Suhu juga mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
(Nybakken, 1992).
Mangrove tumbuh subur pada daerah tropis dengan suhu udara lebih dari
20oC dengan kisaran perubahan suhu udara rata-rata kurang dari 5oC. Jenis
Avicennia lebih mampu mentoleransi kisaran suhu udara dibanding jenis
mangrove lainnya. Mangrove tumbuh di daerah tropis dimana daerah tersebut
sangat dipengaruhi oleh curah hujan yang mempengaruhi tersedianya air tawar
yang diperlukan mangrove (Kusmana, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi
pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen
yang terkandung di dalamnya. Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos
adalah yang lebih kurang dari 35oC (Retnowati, 2003).

Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik
secara horizontal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya
perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Gastropoda yang bersifat
mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang
terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessileakan mengalami kematian jika
pengaruh air tawar berlangsung lama. Kisaran salinitas yang masih mampu
mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrobenthos
adalah 15 - 35‰ (Syamsurisal, 2011).

pH
Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam menolerir pH
perairan. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi
banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas. Sebagian besar biota
akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0-9,0 hal ini menunjukkan adanya
kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme
dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi
terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda (Marpaung, 2013). Pengaruh nilai
pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan (Effendi, 2003).
Nilai pH
6,0 – 6,5

5,5 – 6,0

5,0 – 5,5

4,5 – 5,0

Pengaruh Umum
Keanekaragaman
benthos
sedikit
menurun
Kelimpahan total, biomassa, dan produktifitas tidak
mengalami perubahan
Penurunan nilai keanekaragaman benthos semakin tampak
Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum
mengalami perubahan yang berarti
Penurunan keanekaragaman dan komposi jenis benthos
semakin besar.
Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis benthos
semakin besar
Penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos

Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton
atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara. Oksigen terlarut merupakan unsur
senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme di
dalam suatu perairan. Oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam
proses respirasi. Secara alami senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada
kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi
kehidupan organisme yang hidup dalam perairan. Rendahnya kadar oksigen di
perairan ini diduga karena masuknya bahan-bahan organik ke perairan, sehingga
memerlukan banyak oksigen untuk menguraikannya. Semakin banyak buangan
organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan oksigen yang
terlarut di dalamnya (Patty, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Substrat
Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang
mempengaruhi

struktur

makrozoobenthos dapat

komunitas
dengan

makrozoobenthos.

Penyebaran

jelas berkorelasi dengan tipe substrat.

Makrozoobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung
melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang
mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah
merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di
dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan
bentos. Komposisi dan kelimpahan fauna invertebrata yang berasosiasi dengan
mangrove berhubungan dengan variasi salinitas dan kompleksitas substrat
(Susiana, 2011).
Karakteristik substrat diketahui juga menentukan kehidupan komunitas
mangrove, substrat sedimen didaerah hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu
basah, mengandung garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya
akan bahan organik. Perbedaan tingkat kerapatan vegetasi mangrove serta jenis
mangrove yang ditemukan juga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik
pada substrat dimana sesuai dengan besarnya nilai tingkat kerapatan suatu
mangrove akan mempengaruhi proses penguraian dari bahan organik tersebut
jenis mangrove juga ikut andil dalam proses cepat atau lambatnya proses
penguraian

tersebut

rendahnya

nilai

kandungan

bahan

organik

ini

mengindikasikan bahwa pengaruh dari tingkat pasang surut yang tinggi sehingga
serasah yang jatuh terangkut kembali terbawa arus dan tidak terurai menjadi
bahan organik (Darmadi dkk., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Hubungan Antara Mangrove dan Makrozoobenthos
Ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat bermanfaat
bagi organisme-organisme di lingkungan pesisir termasuk manusia. Sistem
perakaran dan kanopi yang rapat serta kokoh, vegetasi mangrove juga berfungsi
sebagai pelindung daratan dari aksi gelombang, tsunami, angin topan dan
perembesan air laut. Mangrove juga berfungsi sebagai penyedia unsur hara,
ekosistemnya merupakan tempat pemijahan (spawning grounds), tempat
pengasuhan (nurserygrounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds)
berbagai jenis ikan, udang dan makrozoobenthos. Secara ekonomis mangrove
menyediakan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, seperti
kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi mengandung
nilai komersial tinggi (Fahlifi dkk., 2013).
Peranan mangrove di perairan laut membantu perputaran mata rantai
makanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu
dengan menyediakan makanan berupa serasah daun bagi organisme penetap dan
secara tidak langsung sebagai tempat tinggal, pemijahan dan asuhan yang
terlindung diantaranya biota penempel pada pohon, membenamkan diri dan biota
yang merangkak didasar perairan, semua biota ini merupakan komunitas
makrozoobenthos. Timbal balik yang diberikan oleh komunitas makrozoobenthos
adalah membantu mangrove dalam mendapatkan nutrien dengan cara membantu
proses dekomposisi material organik menjaga keseimbangan ekosistem mangrove,
sehingga makrozoobenthos dapat digunakan untuk keseimbangan lingkungan
(Faiqoh dkk., 2016).

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan

makrozoobenthos

sebagai

indikator

kualitas

perairan

dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Kemudian oleh para ahli biologi
perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan
komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan
indikator kualitas perairan (Marpaung, 2013).
Sehubungan dengan fungsi ekologis mangrove di atas, maka keberadaan
dan kelimpahan makrozoobenthos sangat ditentukan oleh adanya vegetasi
mangrove yang ada di daerah pesisir. Makrozoobenthos sendiri berperan penting
dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi materi organik dan juga
berperan siklus nutrien di dasar perairan (Fahlifi dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Jenis dan Kelimpahan Sampah Laut (Makro dan Mikro Plastik)Serta Dampaknya Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Di Pesisir Desa Jaring HalusKabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

1 4 28

Jenis dan Kelimpahan Sampah Laut (Makro dan Mikro Plastik)Serta Dampaknya Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Di Pesisir Desa Jaring HalusKabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

27 111 7

Jenis dan Kelimpahan Sampah Laut (Makro dan Mikro Plastik)Serta Dampaknya Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Di Pesisir Desa Jaring HalusKabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

12 23 12

Jenis dan Kelimpahan Sampah Laut (Makro dan Mikro Plastik)Serta Dampaknya Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos Di Pesisir Desa Jaring HalusKabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

4 21 5

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 16

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 5

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Chapter III IV

0 1 30

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 2 4

Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

0 0 29