Hubungan Kerapatan Mangrove Terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Chapter III IV
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2016 sampai Januari
2017 di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Pengidentifikasian mangrove dan makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium
Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
dilakukan langsung di lapangan dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium
Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi
penelitian
dalam
dilihat
pada
Gambar
3.
dan
jadwal
kegiatanpenelitiandapatdilihatpadaLampiran 11.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Google Earth, 2016)
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System
(GPS), refraktometer, termometer, pH meter, DO meter, tali rapia, meteran, pisau,
tool box, toples plastik, pipet tetes, pipa paralon 4,5 inchi, papan 1m x 1m,
saringan, sekop, kamera digital, alat tulis dan kertas milimeter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mangrove,
sampel makrozoobenthos, tisu, kertas label, karet gelang, kantong plastik, plastik
putih ukuran 5kg, lakban, alkohol 70%, akuades, dan buku penuntun identifikasi
mangrove dan makrozoobenthos. Alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 4.
dan RincianbiayapenelitiandapatdilihatpadaLampiran 12.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah purposive random sampling yang dibagi
menjadi 3 stasiun, berdasarkan tujuan pemanfaatan. Setiap stasiun pengamatan
ditetapkan sebanyak 3 transek sepanjang garis yang dibentangkan mulai dari batas
laut tumbuhnya mangrove sampai dengan batas daratan di mana mangrove masih
tumbuh. Transek pada tiap stasiun dibagi masing-masing 3 plot.
Deskripsi Area
Desa Jaring Halus merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di
Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat. Desa ini merupakan sebuah perkampungan yang letaknya jauh dari pusat
kota. Secara geografis, Desa Jaring Halus terletak pada 3º51'30" - 3º59'45" LU
Universitas Sumatera Utara
dan 98º30' - 98º42' BT dengan ketinggian ± 1 m dpl. Adapun batas-batasnya
antara lain :
Sebelah barat
: Desa Tapak Kuda
Sebelah utara dan timur : Selat Malaka
Sebelah Selatan
: Desa Selontong
Stasiun I
Stasiun ini merupakan kondisi mangrove alami yang tidak ditemukan
adanya kegiatan masyarakat. Stasiun ini terletak diantara daerah perbatasan antara
muara dan laut. Yang secara geografis berada pada titik koordinat 03°56'21,6" LU
- 03°56'21,75" LUdan 098°33'44,0" BT - 098°34'27,42" BT. Stasiun dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Stasiun I (Dokumentasi Pribadi)
Stasiun II
Stasiun ini merupakan daerah muara yang dimanfaatkan masyarakat untuk
kegiatan penangkapan ikan. Stasiun ini berada pada titik koordinat 03°56'21,1"
Universitas Sumatera Utara
LU-03°56'23,55" LU dan 098°33'58,7" BT - 098°34'13,61" BT. Stasiun dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Lokasi Stasiun II (Dokumentasi Pribadi)
Stasiun III
Stasiun ini merupakan stasiun yang berada dekat dengan pemukiman
rumah warga dan langsung berbatasan dengan laut. Stasiun ini secara geografis
berada pada titik koordinat 03°56'44,21" LU - 03°56'47,5" LU dan 098°34'09,11"
BT - 098°34'12,3" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lokasi Stasiun III (Dokumentasi Pribadi)
Universitas Sumatera Utara
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data vegetasi mangrove, sampel
makrozoobenthos, parameter fisika kimia perairan, tipe substrat dan kandugan
C-organik. Pengumpulan data dilakukan secara pengamatan langsung (insitu)
pada saat perairan surut sebanyak tiga kali sampling dengan interval waktu 2
minggu selama 2 bulan, dan pengamatan laboratorium (ex situ).
Pengambilan Sampel Mangrove
Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan
menggunakan transek garis (line transect). Transek garis ditarik dari titik acuan
(pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan.
Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis
mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium Terpadu
Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku identifikasi Noor
dkk (2006). Pada transek pengamatan dan identifikasi mangrove dengan mengacu
kepada Kusmana (1997) :
1.
Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dan 10 cm pada petak
contoh 10 x 10 meter.
2.
Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm
dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contok 5 x 5 meter.
3.
Semai, adalah anakan mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter
pada petak contoh 2 x 2 meter.
Bentuk transek dan petak contoh untuk analisis vegetasi mangrove dapat
dilihat pada Gambar 7.
Universitas Sumatera Utara
10 m
5m
2m
5m
5m
2m
10 m
35 m
2m
10 m
Arah rintis
5m
2m
5m
10 m
10 m
Gambar 7. Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove berdasarkan Kategori Pohon
(10 x 10 m), Pancang (5 x 5 m), dan semai (2 x 2 m) (Kusmana, 1997)
Pengambilan SampelMakrozoobenthos
Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada plot/transek yang
sama dengan pengambilan mangrove. Sampel makrozoobenthos diambil secara
acak dengan melempar papan ukuran 1m x 1m. Substrat yang ada pada petakan
tersebut diangkat dengan sekop untuk kemudian dilakukan pemisahan. Sampel
makrozoobenthos yang di atas permukaan substrat maupun menempel pada pohon
juga diambil. Pemisahan antara makrozoobenthos dan substrat dilakukan di
lapangan. Sampel makrozoobenthos kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik
yang diberi alkohol 70% untuk diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
Pengambilan Sampel Substrat
Pengambilan sampel substrat diambil menggunakan pipa paralon 4,5 inchi.
Proses ini dilakukan pada saat perairan surut bersamaan dengan pengambilan
sampel mangrove dan makrozoobenthos. Pengambilan sampel substrat dilakukan
dengan membenamkan pipa paralon sedalam 20 cm dan memindahkan substrat ke
dalam kantong plastik untuk dianalisis di laboratorium.
Pengambilan Data Fisika Kimia Perairan
Pengambilan data parameter fisika kimia ini dilakukan saat keadaan
perairan surut. Parameter kualitas air dan metode analisis pengukuran dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter Fisika Kimia Perairan
Parameter
Satuan
0
Suhu
pH
DO
Salinitas
Substrat
C
mg/l
ppt
%
Metode Analisis/Alat
Lokasi
Termometer
pH meter
DO meter
Refraktometer
Pipa Paralon
In situ
In situ
In situ
In Situ
Ex Situ
Analisis Data
A. Analisis Mangrove
Analisis data yang dilakukan menurut prosedur Kusmana (1997)
mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif.
1. Kerapatan (K)
Kerapatan (K) =
Jumlah Individu
Luas Petak Contoh
(ind/ha)
Universitas Sumatera Utara
2. Kerapatan Relatif (KR)
Kerapatan Relatif (KR) =
ni
∑n
x 100 %
B. Analisis Makrozoobenthos
1.
Kepadatan Biota
K
=
ni
A
Keterangan :
K
: Kepadatan
ni
: Jumlah individu suatu jenis
A
: Luas Area
2.
Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener :
′
�
H = − � Pi ln Pi
�=1
Keterangan:
H′
: Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Pi
: Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah jumlah individu
total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies i N : total jumlah
spesies.
Kriteria:
3.
H'< 1 :
keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap
spesies rendah, dan komunitas biota rendah (tidak stabil).
1 3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap
spesies tinggi, dan komunitas biota tinggi (stabil).
Indeks Dominansi
Indeks Dominansi dihitung dengan rumus Dominance of Simpson (Odum, 1993).
Universitas Sumatera Utara
�
Dimana
: D
ni
N
�� 2
�= �
�
�=1
: Indeks Dominansi
: Jumlah individu jenis ke-i
: Jumlah total individu
Keterangan :
D = 0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau
struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D = 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur
komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres).
4.
Indeks Keseragaman
E=
H′
H max
Keterangan :
E
: Indeks Keseragaman
H'
: Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
H max (Ln S) : S = Jumlah spesies yang ditemukan
Analisis Substrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1.
Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi
pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.
2.
Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi
presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di
titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi
presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.
3.
Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat
Universitas Sumatera Utara
menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
(Ritung dkk., 2007)
Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel
tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi
parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie
(1980) adalah :
Y = a + bX
Keterangan :
Y
: Kelimpahan Makrozoobenthos
X
: Kerapatan Mangrove
Universitas Sumatera Utara
a
b
: Konstanta
: Slope
Analisis Korelasi
Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi
pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi
yang sempurna). Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada
penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi
yang berlawanan arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi
yang searah. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Hubungan Nilai Indeks Korelasi
No
Koefisien
1
0,00 - 0,199
2
0,20 - 0,399
3
0,40 - 0,599
4
0,60 - 0,799
5
0,80 - 1,000
Sumber : Steel and Torrie (1980)
Tingkat Hubungan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Kondisi Ekosistem Mangrove
Kerapatan
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun I ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu
Achantus ilicifolius, Avicennia alba, Bruguiera sexangula, Excoecaria agallocha,
Nypa fruticans, Rhizophoraapiculata, Rhizophora stylosa, danXylocarpus
granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori
semai, pancang dan pohon adalah jenis Avicennia alba. Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 9. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 10. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 11. Analisis data vegetasi mangrove
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
45000
40000
38333
35000
30000
22500
25000
20000
13333
15000
10000
5000
5000
0
Avicennia alba
Excoecaria
agallocha
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 9. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
3733
2000
1467
1067
667
400
b. Pancang
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
Gambar 10. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
1900
1133
700
167
267
233
433
333
c. Pohon
Gambar 11. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun II ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu
Ceriopsdecandra, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans,
Rhizophoraapiculata,Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,dan Xylocarpus
granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori
Universitas Sumatera Utara
semai, pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora mucronata. Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 12. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 13. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 14.
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
25000
20000
20000
17500
15000
15000
10000
5000
4166
0
Nypa fruticans
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 12. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
3000
2400
2500
2000
1600
1500
1067
1000
800
533
500
0
Ceriops tagal Excoecaria
Agallocha
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
b. Pancang
Gambar 13. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
800
533
600
500
500
333
467
333
c. Pohon
Gambar 14. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun III ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu
Avicennia
mucronata,
alba,Excoecaria
Rhizophora
agallocha,
Rhizophora
stylosa,dan
apiculata,Rhizophora
Xylocarpus
granatum
(Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori semai,
pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora apiculata.
Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 15. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 16. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 17.
Universitas Sumatera Utara
15000
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
16000
14000
12500
11667
12000
10000
8000
5833
6000
4000
2000
0
Avicennia alba
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 15. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
1800
1600
1600
1400
1333
1200
1067
1067
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
1000
800
667
600
400
200
0
Avicennia
alba
Excoecaria
agallocha
Rhizophora
apiculata
b. Pancang
Gambar 16. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
450
400
400
350
300
300
267
233
250
200
200
167
150
100
50
0
Avicennia Excoecaria Rhizophora Rhizophora Rhizophora Xylocarpus
alba
agallocha apiculata mucronata stylosa granatum
c. pohon
Gambar 17. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
2. Keanekaragaman Makrozoobenthos
Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobenthos
Hasil makrozoobenthos yang hidup di Pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ditemukan 16 spesies yaitu,
Achatina fulica, Dardanus calidus, Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex
trapa, Nerita balteata, Nerita grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar
alabastrum,
Polinices
didyma,
Polymesoda
Telescopium telescopium, Tutritidae terebra,
erosa,
Saginafusus
pricei,
dan Uca spp. (Lampiran
7).Komposisi spesies makrozoobenthos tertinggi dari seluruh stasiun adalah Uca
spp. dengan persentase sebesar 41%. Komposisi spesies makrozoobenthos dapat
dilihat pada Tabel 4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Komposisi Spesies Makrozoobenthos pada Seluruh Stasiun Pengamatan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Total
Nama Spesies
Achatina fulica
Dardanus calidus
Cerithidae alata
Cymatium labiosum
Murex trapa
Nerita balteata
Nerita grossa
Nerita undata
Pitar alabastrum
Polymesoda erosa
Polinices didyma
Penaeus merguiensis
Saginafusus pricei
Telescopium telescopium
Tutritidae terebra
Uca spp.
Jumlah
24
21
122
25
24
63
9
10
1
1
3
1
8
16
1
230
559
Rata-rata
8
7
40,7
8,3
8
21
3
3,3
0,3
0,3
1
0,3
2,7
5,3
0,3
76,7
Persentase (%)
4
4
22
4
4
11
2
2
0
0
1
0
1
3
0
41
100
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi di Pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ialah pada stasiun II, yaitu sebesar
1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah pada stasiun I dengan nilai 1,18.
Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar
0,81 dan nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,73.
Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi
terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,32. Hasil nilai indeks keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi makrozoobenthos secara spasial dapat dilihat pada
Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel
5.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman,
Makrozoobenthos secara Spasial
dan
Dominansi
Stasiun
Indeks
H' (Keanekaragaman)
E (Keseragaman)
D (Dominansi)
I
II
III
1,18
0,74
0,39
1,36
0,81
0,32
1,34
0,73
0,36
3. Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Kisaran dari hasil pengukuran masing-masing parameter yang dilakukan di
lapangan disajikan pada Tabel 6. Analisis data dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 6. Data Kisaran Kualitas Air
Parameter
Stasiun I
Suhu (˚C)
DO (mg/l)
Salinitas (‰)
pH
Stasiun II
31-32
4,0-5,0
15-18
7,1-7,4
Stasiun III
27-32
4,9-5,2
14-15
6,8-7,1
27-32
5,1-5,4
15-16
6,9-7,3
4. Karakteristik Substrat
Tabel 7. Karakteristik Fisika-Kimia Substrat
Stasiun
St. I. U 1
St. I U 2
St. I U 3
St. II. U 1
St. II. U 2
St. II. U 3
St. III U 1
St. III U 2
St. III U 3
COrganik
(%)
4,25
4,39
4,26
4,15
4,37
4,01
4,23
3,89
3,76
Pasir
57
53
54
51
53
49
77
71
63
Parameter
Tekstur (Hydrometer)
(%) Fraksi
Debu
Liat
21
22
27
20
29
20
25
24
27
20
31
20
11
12
15
14
21
16
Tekstur
Llip
Llip
L
Llip
Llip
L
Lp
Lp
Lp
Keterangan : L = Lempung ; Llip = Lempung liat berpasir ; Lp = Lempung
berpasir
Universitas Sumatera Utara
5. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos
Tabel 8. menunjukkan hubungan antara kerapatan spesies mangrove
terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 8. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos
Kerapatan Rata-rata
Mangrove (ind/ha)
646
508
261
Stasiun
I
II
III
Kelimpahan Rata-rata
Makrozoobenthos (ind/m2)
83
55
49
Model hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225dengan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,7526 dan koefisien korelasi r = 0,867
Kelimpahan Makrozoobenthos (ind/m2)
(Lampiran 5).
90
80
y = 0,080x + 24,22
R² = 0,752
70
83
60
55
50
49
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
Gambar 18. Grafik Regresi Hubungan KerapatanMangrove terhadap Kelimpahan
Makrozoobenthos
Universitas Sumatera Utara
6. Hubungan
Kandungan
Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Kelimpahan
Tabel 9. menunjukkan hubungan antara kandungan C-Organik terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara.
Tabel
9.
Hubungan
Kandungan
Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Kelimpahan
I
Kandungan Rata-rata
C-Organik (%)
4,3
Kelimpahan Rata-rata
Makrozoobenthos (ind/m2)
83
II
4,17
55
III
3,96
49
Stasiun
Model hubungan antara kandungan C-Organik terhadap kelimpahan
makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x – 323,8 dengan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,776 dan koefisien korelasi r = 0,881
(Lampiran 6).
Kelimpahan Makrozoobenthos
(ind/m2)
90
83
y = 93,20x - 323,8
R² = 0,776
80
70
60
55
50
49
40
30
20
10
0
3,9
3,95
4
4,05
4,1
4,15
4,2
4,25
4,3
4,35
Kandungan C-Organik (%)
Gambar
19.
Grafik Regresi HubunganKandungan
Kelimpahan Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan
1.
Kondisi Ekosistem Mangrove
Kerapatan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui bahwa pada seluruh
stasiun kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara masih tergolong baik. Dengan nilai kerapatan pada
stasiun I sebesar 5.166 individu/hektar, pada stasiun II sebesar 4.066
individu/hektar, dan stasiun III sebesar 1.567 individu/hektar. Hal ini berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 (Lampiran 10).
kondisi mangrove dengan kerapatan >1.500 individu/hektar dikategorikan masih
dalam keadaan baik dengan kriteria sangat padat.
Stasiun I merupakan stasiun dengan kondisi mangrove alami. Kerapatan
pohon tertinggi terdapat pada spesies mangrove yaitu Avicennia alba seluas 1.900
ind/ha, dan kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu Achantus
ilicifolius seluas 167 ind/ha.
Nilai kerapatan pohon tertinggi pada stasiun II terdapat pada spesies
mangrove yaitu R. mucronata seluas 800 ind/ha, dan nilai kerapatan terendah
terdapat pada spesies mangrove yaitu Nypa fruticansdan Rhizophora apiculata
seluas 333 ind/ha. Stasiun ini merupakan stasiun yang dimanfaatkan sebagai
daerah penangkapan ikan.
Stasiun III ialah stasiun yang terdapat pemukiman bagi masyarakat
setempat. Kerapatan pohon tertinggi pada stasiun ini terdapat pada spesies
mangrove yaitu Rhizophora apiculata seluas 400 ind/ha, dan kerapatan terendah
terdapat pada spesies mangrove yaitu Xylocarpus granatum seluas 167 ind/ha.
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan jenis mangrove yang berbeda-beda dan memiliki jenis yang
bervariasi pada setiap stasiun, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang ada pada lokasi stasiun masing-masing dan pemanfaatan di setiap stasiun
yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan Talib (2008) yang menyatakan bahwa
kondisi-kondisi lingkungan luar yang terdapat di kawasan mangrove cenderung
bervariasi di sepanjang gradien dari laut ke darat. Banyak spesies yang telah
beradaptasi terhadap gradien ini, sehingga di dalam suatu kawasan suatu spesies
mungkin tumbuh lebih efisien daripada spesies lain.
2.
Keanekaragaman Makrozoobenthos
Komposisi dan Kepadatan Makrozoobenthos
Spesies makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara dengan frekuensi kehadiran 100% terdapat 16 spesies
dari semua stasiun penelitian diantaranya adalahAchatina fulica, Bedeva blovillei,
Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex trapa, Nerita balteata, Nerita
grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar alabastrum, Polinices didyma,
Polymesoda erosa, Saginafusus pricei,
Telescopium telescopium, Tutritidae
terebra, dan Uca spp.
Persentase tertinggi dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan
ialah spesies Uca spp., sebesar 41%, dan terdapat 3 spesies dengan persentase
terendah dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan diantaranya Pitar
alabastrum, Polymesoda erosadanPenaeus merguensissebesar 0%. Hal ini sesuai
dengan Hartoni dan Agussalin (2013) yang menyatakan bahwa biota pada
ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
ekosistem tersebut, karena sifat hidupnya yang cenderung menetap akan
menyebabkan biota yang hidup di dalamnya menerima setiap perubahan
lingkungan ataupun perubahan dari hutan mangrove, misalnya perubahan fungsi
lahan mangrove menjadi areal pemukiman ataupun lahan tambak.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos
Nilai indeks keanekaragaman secara spasial tertinggi terdapat pada stasiun
II yaitu sebesar 1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada
stasiun III dengan nilai 1,18. Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi
terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,81 dan nilai keseragaman terendah
terdapat pada stasiun III sebesar 0,73. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada
stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi terendah terdapat pada stasiun II
sebesar 0,32 (Tabel 5).
Stasiun I memiliki keanekaragaman terendah dibandingkan dua stasiun
lainnya yang merupakan lokasi mangrove yang dimanfaatkan untuk penangkapan
ikan dan pemukiman masyarakat. Hal ini disebabkan karena pada stasiun I
terdapat spesies yang mendominasi di dalamnya yaitu spesies Uca spp. sehingga
keanekaragamannya menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan Ernanto dkk (2010)
jika spesies mampu memenangkan kompetisi baik ruang maupun makanan maka
spesies tersebut umumnya akan mendominasi suatu habitat.
3.
Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Hasil pengukuran suhu perairan pada ketiga stasiun pengamatan berkisar
antara 31-32oC pada stasiun I dan stasiun II dan III berkisar antara 27-32oC
Universitas Sumatera Utara
(Tabel 6). Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suatu
organisme. Kisaran suhu yang terdapat pada setiap stasiun pengamatan
merupakan kisaran suhu yang mampu mendukung kehidupan makrozoobenthos.
Dan pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu dengan kisaran
28-32oC. Hal ini sesuai dengan Sukarno (1988) suhu perairan yang ditolerir oleh
makrozoobentos yakni berkisar 23-35oC. Selanjutnya Nybakken (1992),
menyatakan
bahwa
suhu
memberikan
pengaruh
terhadap
migrasi,
lajumetabolisme dan mortalitas makrozoobenthos.
Berdasarkan hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun
diperoleh dengan kisaran pada stasiun I 4,0-6,0 mg/l, stasiun II 4,9-5,2 mg/l dan
stasiun III 5,1-5,4 mg/l (Tabel 6). Oksigen merupakan gas yang amat penting bagi
hewan. Perubahan kandungan oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar oksigen di perairan maka semakin
banyak organisme yang bisa bertahan hidup. Hal ini sesuai dengan Syamsurial
(2011) yang menyatakan nilai oksigen yang dibutuhkan oleh organisme
makrozoobenthos berkisar antara 1,00-3,00 mg/L.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang terukur pada setiap stasiun
pengamatan selama penelitian berkisar 7,1-7,4 untuk stasiun I, stasiun II berkisar
6,8-7,1 dan stasiun III berkisar 6,9-7,3 (Tabel 6). Setiap jenis benthos atau
organisme perairan lainnya mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap
nilai pH. Namun pada umumnya biota air dapat hidup layak pada kisaran 5-9. Hal
ini sesuai dengan Wahyuni dkk (2015), menyatakan bahwa untuk ukuran pH yang
bagus bagi kelangsungan hidup makrozoobenthos berkisar antara 6,8-8,5.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing
Universitas Sumatera Utara
stasiun penelitian mempunyai derajat keasaman (pH) yang cukup baik bagi
kehidupan organisme.
Kisaran salinitas pada stasiun I berkisar 15-18 ‰, stasiun II berkisar 14-15
‰ dan stasiun III 15-16 ‰. Beberapa faktor yang mempengaruhi salinitas suatu
perairan adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air tawar
dari sungai. Kisaran salinitas pada ketiga stasiun pengamatan berada pada kisaran
nilai yang masih layak bagi makrozoobenthos. Salinitas tidak memiliki pengaruh
besar terhadap makrozoobenthos karena memiliki toleransi yang luas terhadap
salinitas. Hal ini sesuai dengan Monika (2013) yang menyatakan bahwa kisaran
salinitas yang layak bagi kehidupan makrozoobenthos adalah 15-45‰.
4.
Karakteristik Substrat
Karakteristik substrat yang diamati meliputi kadar C-Organik dan fraksi
substrat (Tabel 7). Hasil analisis rata-rata kadar C-Organik pada setiap stasiun
berkisar 3,96 - 4,3 %. Hasil rata-rata kadar C-Organik tertinggi ditemukan pada
stasiun I 4,3%. Tinggi rendahnya kandungan bahan organik diduga berkaitan
dengan aktivitas yang terjadi atau kondisi lingkungan yang berada disekitarnya.
Kondisi lingkungan yang dipengaruhi langsung oleh ombak cenderung
mempunyai bahan organik yang relatif rendah. Rustam (2003) menyatakan bahwa
ombak akan menghanyutkan sedimen dan menghanyutkan bahan organik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 3 stasiun memiliki subtrat yang
berbeda. Dimana untuk stasiun I dan II berupa lempung liat berpasir dan lempung,
dan stasiun III lumpur berpasir (Tabel 7). Dapat dilihat bahwa dari karakteristik
substratnya merupakan substrat yang disukai kelas crustacea, gastropoda maupun
Universitas Sumatera Utara
bivalvia. Mayoritas organisme kelas gastropoda lebih suka hidup di subtrat
berlumpur berpasir. Syamsurial (2011) menyatakan bahwa gastropoda cenderung
memilih subtrat lempung berpasir dikarenakan pasir mudah untuk bergeser dan
bergerak ketempat lain, sedangkan subtrat lumpur cenderung memiliki kadar
oksigen yang sedikit, oleh sebab itu organisme yang hidup di dalamnya harus bisa
beradaptasi.
Makrozoobenthos hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di
bawah mangrove. Fraksi pasir mengakibatkan terjadinya penekanan kepadatan
makrozoobenthos di hutan mangrove. Pasir dibutuhkan dalam kehidupan
makrozoobenthos, yakni untuk memperbaiki aerasi (menyatu dengan debu) ketika
benthos menyusup ke dalam substrat ataupun tempat beristirahat (Arief, 2003).
5.
Hubungan
Kerapatan
KelimpahanMakrozoobenthos
Mangrove
terhadap
Hasil analisis regresi linear antara kerapatan mangrove terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Sumatera
Utara
menghasilkan
model
hubungan
antara
kelimpahan
makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan
persamaan y = 0,0808x + 24,225. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
adalah sebesar 0,7526 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos sebesar 75,26%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r =
0,867 (Gambar 18) artinya antara kerapatan mangrove dengan kelimpahan
makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat.Hal ini sesuai dengan
Rumalutur (2004) yang menyatakann kerapatan mangrove baik dilihat pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat pohon, semai dan pancang berpengaruh signifikan terhadap kelimpahan
makrozoobenthos.
6.
Hubungan
Kandungan
KelimpahanMakrozoobenthos
C-Organikterhadap
Hasil analisis regresi linear antara kandungan C-organik terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Sumatera
Utara
menghasilkan
model
hubungan
antara
kelimpahan
makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan
persamaan y = 93,20x – 323,8. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah
sebesar 0,776 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos sebesar 77,6%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r =
0,881 (Gambar 19) artinya antara kandungan C-organik dengan kelimpahan
makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat. Pamuji dkk (2015)
menyatakan kelimpahan makrozoobenthos disebabkan karena material-material
padatan yang terbawa arus danmengendap mengandung tekstur yang cocok bagi
organismebenthos, selain karena tekstur yang cocok faktor lain adalahkarena
material yang mengendap yang mengandung kadarbahan organik yang tinggi
sebagaipendukung kehidupan hewan makrozoobenthos. Selanjutnya Tis’in (2008)
tidak semua makrozoobenthos memiliki asosiasi atau hubungan yang erat dengan
vegetasi mangrove. Kerapatan mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan
organik yang terdapat pada lingkungan yang mendukung pertumbuhan
dekomposer untuk melakukan penguraian bahan organik, seperti oksigen terlarut
(DO), salinitas dan substrat.
Universitas Sumatera Utara
Rekomendasi Pengelolaan
Ekosistem mangrove memiliki peran dan arti penting dalam kehidupan,
baik dari segi ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh itu diperlukan pengelolaan yang
baik untuk tetap menjaga keberlanjutan kelestariannya. Ekosistem mangrove di
desa ini masih dalam keadaan baik maka rekomendasi pengelolaan untuk kawasan
ekosistem mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten langkat Sumatera
Utara setelah dilakukannya penelitian ini agar masyarakat bekerja sama dengan
pemerintah setempat melestarikan kawasan hutan mangrove guna tetap menjaga
kelestariannya di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara memiliki termasuk kategori kerapatan yang sangat
padat, Stasiun I memiliki kerapatan pohon 5.166 ind/ha. Stasiun II terdapat
4.066 ind/ha pohon. Selanjutnya Stasiun III terdapat 1.567 ind/ha pohon.
2.
Kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara memiliki Stasiun I sebesar 249 ind/m2,
Stasiun II sebesar 163 ind/m2 dan Stasiun III sebesar 147 ind/m2.
3.
Kerapatan mangrove dan kandungan C-organik berkorelasi sangat kuat dan
nyata terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Saran
1.
Kondisi hutan mangrove yang masih baik perlu diawasi instansi terkait dan
dilakukan pembinaan terhadap masyarakat lokal untuk tidak menebang hutan
mangrove sembarangan.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara terkait perikanan maupun kelautan.
Universitas Sumatera Utara
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2016 sampai Januari
2017 di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Pengidentifikasian mangrove dan makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium
Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
dilakukan langsung di lapangan dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium
Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi
penelitian
dalam
dilihat
pada
Gambar
3.
dan
jadwal
kegiatanpenelitiandapatdilihatpadaLampiran 11.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian (Google Earth, 2016)
Universitas Sumatera Utara
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System
(GPS), refraktometer, termometer, pH meter, DO meter, tali rapia, meteran, pisau,
tool box, toples plastik, pipet tetes, pipa paralon 4,5 inchi, papan 1m x 1m,
saringan, sekop, kamera digital, alat tulis dan kertas milimeter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel mangrove,
sampel makrozoobenthos, tisu, kertas label, karet gelang, kantong plastik, plastik
putih ukuran 5kg, lakban, alkohol 70%, akuades, dan buku penuntun identifikasi
mangrove dan makrozoobenthos. Alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 4.
dan RincianbiayapenelitiandapatdilihatpadaLampiran 12.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah purposive random sampling yang dibagi
menjadi 3 stasiun, berdasarkan tujuan pemanfaatan. Setiap stasiun pengamatan
ditetapkan sebanyak 3 transek sepanjang garis yang dibentangkan mulai dari batas
laut tumbuhnya mangrove sampai dengan batas daratan di mana mangrove masih
tumbuh. Transek pada tiap stasiun dibagi masing-masing 3 plot.
Deskripsi Area
Desa Jaring Halus merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di
Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Secanggang, Kabupaten
Langkat. Desa ini merupakan sebuah perkampungan yang letaknya jauh dari pusat
kota. Secara geografis, Desa Jaring Halus terletak pada 3º51'30" - 3º59'45" LU
Universitas Sumatera Utara
dan 98º30' - 98º42' BT dengan ketinggian ± 1 m dpl. Adapun batas-batasnya
antara lain :
Sebelah barat
: Desa Tapak Kuda
Sebelah utara dan timur : Selat Malaka
Sebelah Selatan
: Desa Selontong
Stasiun I
Stasiun ini merupakan kondisi mangrove alami yang tidak ditemukan
adanya kegiatan masyarakat. Stasiun ini terletak diantara daerah perbatasan antara
muara dan laut. Yang secara geografis berada pada titik koordinat 03°56'21,6" LU
- 03°56'21,75" LUdan 098°33'44,0" BT - 098°34'27,42" BT. Stasiun dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Lokasi Stasiun I (Dokumentasi Pribadi)
Stasiun II
Stasiun ini merupakan daerah muara yang dimanfaatkan masyarakat untuk
kegiatan penangkapan ikan. Stasiun ini berada pada titik koordinat 03°56'21,1"
Universitas Sumatera Utara
LU-03°56'23,55" LU dan 098°33'58,7" BT - 098°34'13,61" BT. Stasiun dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Lokasi Stasiun II (Dokumentasi Pribadi)
Stasiun III
Stasiun ini merupakan stasiun yang berada dekat dengan pemukiman
rumah warga dan langsung berbatasan dengan laut. Stasiun ini secara geografis
berada pada titik koordinat 03°56'44,21" LU - 03°56'47,5" LU dan 098°34'09,11"
BT - 098°34'12,3" BT. Stasiun dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lokasi Stasiun III (Dokumentasi Pribadi)
Universitas Sumatera Utara
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data vegetasi mangrove, sampel
makrozoobenthos, parameter fisika kimia perairan, tipe substrat dan kandugan
C-organik. Pengumpulan data dilakukan secara pengamatan langsung (insitu)
pada saat perairan surut sebanyak tiga kali sampling dengan interval waktu 2
minggu selama 2 bulan, dan pengamatan laboratorium (ex situ).
Pengambilan Sampel Mangrove
Pengambilan sampel untuk analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan
menggunakan transek garis (line transect). Transek garis ditarik dari titik acuan
(pohon mangrove terluar) dengan arah tegak lurus garis pantai sampai ke daratan.
Identifikasi jenis mangrove dapat langsung ditentukan di lapangan dan jenis
mangrove yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi di Laboratorium Terpadu
Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengacu pada buku identifikasi Noor
dkk (2006). Pada transek pengamatan dan identifikasi mangrove dengan mengacu
kepada Kusmana (1997) :
1.
Pohon, adalah memiliki diameter batang lebih besar dan 10 cm pada petak
contoh 10 x 10 meter.
2.
Pancang, adalah anakan yang memiliki diameter batang kurang dari 10 cm
dengan tinggi lebih dari 1,5 meter pada petak contok 5 x 5 meter.
3.
Semai, adalah anakan mangrove yang memiliki tinggi kurang dari 1,5 meter
pada petak contoh 2 x 2 meter.
Bentuk transek dan petak contoh untuk analisis vegetasi mangrove dapat
dilihat pada Gambar 7.
Universitas Sumatera Utara
10 m
5m
2m
5m
5m
2m
10 m
35 m
2m
10 m
Arah rintis
5m
2m
5m
10 m
10 m
Gambar 7. Transek Pengukuran Vegetasi Mangrove berdasarkan Kategori Pohon
(10 x 10 m), Pancang (5 x 5 m), dan semai (2 x 2 m) (Kusmana, 1997)
Pengambilan SampelMakrozoobenthos
Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada plot/transek yang
sama dengan pengambilan mangrove. Sampel makrozoobenthos diambil secara
acak dengan melempar papan ukuran 1m x 1m. Substrat yang ada pada petakan
tersebut diangkat dengan sekop untuk kemudian dilakukan pemisahan. Sampel
makrozoobenthos yang di atas permukaan substrat maupun menempel pada pohon
juga diambil. Pemisahan antara makrozoobenthos dan substrat dilakukan di
lapangan. Sampel makrozoobenthos kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik
yang diberi alkohol 70% untuk diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
Pengambilan Sampel Substrat
Pengambilan sampel substrat diambil menggunakan pipa paralon 4,5 inchi.
Proses ini dilakukan pada saat perairan surut bersamaan dengan pengambilan
sampel mangrove dan makrozoobenthos. Pengambilan sampel substrat dilakukan
dengan membenamkan pipa paralon sedalam 20 cm dan memindahkan substrat ke
dalam kantong plastik untuk dianalisis di laboratorium.
Pengambilan Data Fisika Kimia Perairan
Pengambilan data parameter fisika kimia ini dilakukan saat keadaan
perairan surut. Parameter kualitas air dan metode analisis pengukuran dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter Fisika Kimia Perairan
Parameter
Satuan
0
Suhu
pH
DO
Salinitas
Substrat
C
mg/l
ppt
%
Metode Analisis/Alat
Lokasi
Termometer
pH meter
DO meter
Refraktometer
Pipa Paralon
In situ
In situ
In situ
In Situ
Ex Situ
Analisis Data
A. Analisis Mangrove
Analisis data yang dilakukan menurut prosedur Kusmana (1997)
mencakup nilai kerapatan jenis, kerapatan relatif.
1. Kerapatan (K)
Kerapatan (K) =
Jumlah Individu
Luas Petak Contoh
(ind/ha)
Universitas Sumatera Utara
2. Kerapatan Relatif (KR)
Kerapatan Relatif (KR) =
ni
∑n
x 100 %
B. Analisis Makrozoobenthos
1.
Kepadatan Biota
K
=
ni
A
Keterangan :
K
: Kepadatan
ni
: Jumlah individu suatu jenis
A
: Luas Area
2.
Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener :
′
�
H = − � Pi ln Pi
�=1
Keterangan:
H′
: Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Pi
: Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah jumlah individu
total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies i N : total jumlah
spesies.
Kriteria:
3.
H'< 1 :
keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap
spesies rendah, dan komunitas biota rendah (tidak stabil).
1 3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap
spesies tinggi, dan komunitas biota tinggi (stabil).
Indeks Dominansi
Indeks Dominansi dihitung dengan rumus Dominance of Simpson (Odum, 1993).
Universitas Sumatera Utara
�
Dimana
: D
ni
N
�� 2
�= �
�
�=1
: Indeks Dominansi
: Jumlah individu jenis ke-i
: Jumlah total individu
Keterangan :
D = 0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau
struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D = 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur
komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres).
4.
Indeks Keseragaman
E=
H′
H max
Keterangan :
E
: Indeks Keseragaman
H'
: Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
H max (Ln S) : S = Jumlah spesies yang ditemukan
Analisis Substrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1.
Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi
pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.
2.
Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi
presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di
titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi
presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.
3.
Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat
Universitas Sumatera Utara
menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
(Ritung dkk., 2007)
Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel
tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi
parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie
(1980) adalah :
Y = a + bX
Keterangan :
Y
: Kelimpahan Makrozoobenthos
X
: Kerapatan Mangrove
Universitas Sumatera Utara
a
b
: Konstanta
: Slope
Analisis Korelasi
Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi
pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi
yang sempurna). Selain berdasarkan angka korelasi, tanda juga berpengaruh pada
penafsiran hasil. Tanda – (negatif) pada output menunjukkan adanya korelasi
yang berlawanan arah, sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah korelasi
yang searah. Tingkat hubungan nilai indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Hubungan Nilai Indeks Korelasi
No
Koefisien
1
0,00 - 0,199
2
0,20 - 0,399
3
0,40 - 0,599
4
0,60 - 0,799
5
0,80 - 1,000
Sumber : Steel and Torrie (1980)
Tingkat Hubungan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Kondisi Ekosistem Mangrove
Kerapatan
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun I ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu
Achantus ilicifolius, Avicennia alba, Bruguiera sexangula, Excoecaria agallocha,
Nypa fruticans, Rhizophoraapiculata, Rhizophora stylosa, danXylocarpus
granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori
semai, pancang dan pohon adalah jenis Avicennia alba. Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 9. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 10. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 11. Analisis data vegetasi mangrove
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
45000
40000
38333
35000
30000
22500
25000
20000
13333
15000
10000
5000
5000
0
Avicennia alba
Excoecaria
agallocha
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 9. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
3733
2000
1467
1067
667
400
b. Pancang
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
Gambar 10. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
1900
1133
700
167
267
233
433
333
c. Pohon
Gambar 11. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun II ditemukan 8 jenis mangrove, yaitu
Ceriopsdecandra, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Nypa fruticans,
Rhizophoraapiculata,Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa,dan Xylocarpus
granatum (Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori
Universitas Sumatera Utara
semai, pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora mucronata. Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 12. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 13. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 14.
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
25000
20000
20000
17500
15000
15000
10000
5000
4166
0
Nypa fruticans
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 12. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
3000
2400
2500
2000
1600
1500
1067
1000
800
533
500
0
Ceriops tagal Excoecaria
Agallocha
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
b. Pancang
Gambar 13. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
800
533
600
500
500
333
467
333
c. Pohon
Gambar 14. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
Hasil analisis vegetasi di Pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara pada stasiun III ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu
Avicennia
mucronata,
alba,Excoecaria
Rhizophora
agallocha,
Rhizophora
stylosa,dan
apiculata,Rhizophora
Xylocarpus
granatum
(Lampiran 8).Kerapatan jenis mangrove yang tertinggi pada kategori semai,
pancang dan pohon adalah jenis Rhizophora apiculata.
Kerapatan jenis
mangrovekategori semai dapat dilihat pada Gambar 15. Kerapatan jenis mangrove
kategori pancang dapat dilihat pada Gambar 16. dan Kerapatan jenis mangrove
kategori pohon dapat dilihat pada Gambar 17.
Universitas Sumatera Utara
15000
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
16000
14000
12500
11667
12000
10000
8000
5833
6000
4000
2000
0
Avicennia alba
Rhizophora
apiculata
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
a. Semai
Gambar 15. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Semai
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
1800
1600
1600
1400
1333
1200
1067
1067
Rhizophora
mucronata
Rhizophora
stylosa
1000
800
667
600
400
200
0
Avicennia
alba
Excoecaria
agallocha
Rhizophora
apiculata
b. Pancang
Gambar 16. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pancang
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
450
400
400
350
300
300
267
233
250
200
200
167
150
100
50
0
Avicennia Excoecaria Rhizophora Rhizophora Rhizophora Xylocarpus
alba
agallocha apiculata mucronata stylosa granatum
c. pohon
Gambar 17. Kerapatan Jenis Mangrove Kategori Pohon
2. Keanekaragaman Makrozoobenthos
Komposisi dan Kelimpahan Makrozoobenthos
Hasil makrozoobenthos yang hidup di Pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ditemukan 16 spesies yaitu,
Achatina fulica, Dardanus calidus, Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex
trapa, Nerita balteata, Nerita grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar
alabastrum,
Polinices
didyma,
Polymesoda
Telescopium telescopium, Tutritidae terebra,
erosa,
Saginafusus
pricei,
dan Uca spp. (Lampiran
7).Komposisi spesies makrozoobenthos tertinggi dari seluruh stasiun adalah Uca
spp. dengan persentase sebesar 41%. Komposisi spesies makrozoobenthos dapat
dilihat pada Tabel 4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Komposisi Spesies Makrozoobenthos pada Seluruh Stasiun Pengamatan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Total
Nama Spesies
Achatina fulica
Dardanus calidus
Cerithidae alata
Cymatium labiosum
Murex trapa
Nerita balteata
Nerita grossa
Nerita undata
Pitar alabastrum
Polymesoda erosa
Polinices didyma
Penaeus merguiensis
Saginafusus pricei
Telescopium telescopium
Tutritidae terebra
Uca spp.
Jumlah
24
21
122
25
24
63
9
10
1
1
3
1
8
16
1
230
559
Rata-rata
8
7
40,7
8,3
8
21
3
3,3
0,3
0,3
1
0,3
2,7
5,3
0,3
76,7
Persentase (%)
4
4
22
4
4
11
2
2
0
0
1
0
1
3
0
41
100
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi di Pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ialah pada stasiun II, yaitu sebesar
1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah pada stasiun I dengan nilai 1,18.
Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar
0,81 dan nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,73.
Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi
terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,32. Hasil nilai indeks keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi makrozoobenthos secara spasial dapat dilihat pada
Tabel 5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel
5.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman,
Makrozoobenthos secara Spasial
dan
Dominansi
Stasiun
Indeks
H' (Keanekaragaman)
E (Keseragaman)
D (Dominansi)
I
II
III
1,18
0,74
0,39
1,36
0,81
0,32
1,34
0,73
0,36
3. Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Kisaran dari hasil pengukuran masing-masing parameter yang dilakukan di
lapangan disajikan pada Tabel 6. Analisis data dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 6. Data Kisaran Kualitas Air
Parameter
Stasiun I
Suhu (˚C)
DO (mg/l)
Salinitas (‰)
pH
Stasiun II
31-32
4,0-5,0
15-18
7,1-7,4
Stasiun III
27-32
4,9-5,2
14-15
6,8-7,1
27-32
5,1-5,4
15-16
6,9-7,3
4. Karakteristik Substrat
Tabel 7. Karakteristik Fisika-Kimia Substrat
Stasiun
St. I. U 1
St. I U 2
St. I U 3
St. II. U 1
St. II. U 2
St. II. U 3
St. III U 1
St. III U 2
St. III U 3
COrganik
(%)
4,25
4,39
4,26
4,15
4,37
4,01
4,23
3,89
3,76
Pasir
57
53
54
51
53
49
77
71
63
Parameter
Tekstur (Hydrometer)
(%) Fraksi
Debu
Liat
21
22
27
20
29
20
25
24
27
20
31
20
11
12
15
14
21
16
Tekstur
Llip
Llip
L
Llip
Llip
L
Lp
Lp
Lp
Keterangan : L = Lempung ; Llip = Lempung liat berpasir ; Lp = Lempung
berpasir
Universitas Sumatera Utara
5. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos
Tabel 8. menunjukkan hubungan antara kerapatan spesies mangrove
terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 8. Hubungan Kerapatan Mangrove terhadap Kelimpahan Makrozoobenthos
Kerapatan Rata-rata
Mangrove (ind/ha)
646
508
261
Stasiun
I
II
III
Kelimpahan Rata-rata
Makrozoobenthos (ind/m2)
83
55
49
Model hubungan antara kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 0,0808x + 24,225dengan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,7526 dan koefisien korelasi r = 0,867
Kelimpahan Makrozoobenthos (ind/m2)
(Lampiran 5).
90
80
y = 0,080x + 24,22
R² = 0,752
70
83
60
55
50
49
40
30
20
10
0
0
100
200
300
400
500
600
700
Kerapatan Mangrove (ind/ha)
Gambar 18. Grafik Regresi Hubungan KerapatanMangrove terhadap Kelimpahan
Makrozoobenthos
Universitas Sumatera Utara
6. Hubungan
Kandungan
Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Kelimpahan
Tabel 9. menunjukkan hubungan antara kandungan C-Organik terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisirDesa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara.
Tabel
9.
Hubungan
Kandungan
Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Kelimpahan
I
Kandungan Rata-rata
C-Organik (%)
4,3
Kelimpahan Rata-rata
Makrozoobenthos (ind/m2)
83
II
4,17
55
III
3,96
49
Stasiun
Model hubungan antara kandungan C-Organik terhadap kelimpahan
makrozoobenthos ditunjukkan dengan persamaan y = 93,20x – 323,8 dengan
koefisien determinasi R2 sebesar 0,776 dan koefisien korelasi r = 0,881
(Lampiran 6).
Kelimpahan Makrozoobenthos
(ind/m2)
90
83
y = 93,20x - 323,8
R² = 0,776
80
70
60
55
50
49
40
30
20
10
0
3,9
3,95
4
4,05
4,1
4,15
4,2
4,25
4,3
4,35
Kandungan C-Organik (%)
Gambar
19.
Grafik Regresi HubunganKandungan
Kelimpahan Makrozoobenthos
C-Organik
terhadap
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan
1.
Kondisi Ekosistem Mangrove
Kerapatan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui bahwa pada seluruh
stasiun kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara masih tergolong baik. Dengan nilai kerapatan pada
stasiun I sebesar 5.166 individu/hektar, pada stasiun II sebesar 4.066
individu/hektar, dan stasiun III sebesar 1.567 individu/hektar. Hal ini berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 (Lampiran 10).
kondisi mangrove dengan kerapatan >1.500 individu/hektar dikategorikan masih
dalam keadaan baik dengan kriteria sangat padat.
Stasiun I merupakan stasiun dengan kondisi mangrove alami. Kerapatan
pohon tertinggi terdapat pada spesies mangrove yaitu Avicennia alba seluas 1.900
ind/ha, dan kerapatan terendah terdapat pada spesies mangrove yaitu Achantus
ilicifolius seluas 167 ind/ha.
Nilai kerapatan pohon tertinggi pada stasiun II terdapat pada spesies
mangrove yaitu R. mucronata seluas 800 ind/ha, dan nilai kerapatan terendah
terdapat pada spesies mangrove yaitu Nypa fruticansdan Rhizophora apiculata
seluas 333 ind/ha. Stasiun ini merupakan stasiun yang dimanfaatkan sebagai
daerah penangkapan ikan.
Stasiun III ialah stasiun yang terdapat pemukiman bagi masyarakat
setempat. Kerapatan pohon tertinggi pada stasiun ini terdapat pada spesies
mangrove yaitu Rhizophora apiculata seluas 400 ind/ha, dan kerapatan terendah
terdapat pada spesies mangrove yaitu Xylocarpus granatum seluas 167 ind/ha.
Universitas Sumatera Utara
Kerapatan jenis mangrove yang berbeda-beda dan memiliki jenis yang
bervariasi pada setiap stasiun, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang ada pada lokasi stasiun masing-masing dan pemanfaatan di setiap stasiun
yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan Talib (2008) yang menyatakan bahwa
kondisi-kondisi lingkungan luar yang terdapat di kawasan mangrove cenderung
bervariasi di sepanjang gradien dari laut ke darat. Banyak spesies yang telah
beradaptasi terhadap gradien ini, sehingga di dalam suatu kawasan suatu spesies
mungkin tumbuh lebih efisien daripada spesies lain.
2.
Keanekaragaman Makrozoobenthos
Komposisi dan Kepadatan Makrozoobenthos
Spesies makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara dengan frekuensi kehadiran 100% terdapat 16 spesies
dari semua stasiun penelitian diantaranya adalahAchatina fulica, Bedeva blovillei,
Cerithidae alata, Cymatium labiosum, Murex trapa, Nerita balteata, Nerita
grossa, Nerita undata, Penaeus merguiensis, Pitar alabastrum, Polinices didyma,
Polymesoda erosa, Saginafusus pricei,
Telescopium telescopium, Tutritidae
terebra, dan Uca spp.
Persentase tertinggi dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan
ialah spesies Uca spp., sebesar 41%, dan terdapat 3 spesies dengan persentase
terendah dari seluruh spesies makrozoobenthos yang ditemukan diantaranya Pitar
alabastrum, Polymesoda erosadanPenaeus merguensissebesar 0%. Hal ini sesuai
dengan Hartoni dan Agussalin (2013) yang menyatakan bahwa biota pada
ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
ekosistem tersebut, karena sifat hidupnya yang cenderung menetap akan
menyebabkan biota yang hidup di dalamnya menerima setiap perubahan
lingkungan ataupun perubahan dari hutan mangrove, misalnya perubahan fungsi
lahan mangrove menjadi areal pemukiman ataupun lahan tambak.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Makrozoobenthos
Nilai indeks keanekaragaman secara spasial tertinggi terdapat pada stasiun
II yaitu sebesar 1,36 dan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada
stasiun III dengan nilai 1,18. Selanjutnya nilai indeks keseragaman tertinggi
terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,81 dan nilai keseragaman terendah
terdapat pada stasiun III sebesar 0,73. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada
stasiun I sebesar 0,39 dan nilai dominansi terendah terdapat pada stasiun II
sebesar 0,32 (Tabel 5).
Stasiun I memiliki keanekaragaman terendah dibandingkan dua stasiun
lainnya yang merupakan lokasi mangrove yang dimanfaatkan untuk penangkapan
ikan dan pemukiman masyarakat. Hal ini disebabkan karena pada stasiun I
terdapat spesies yang mendominasi di dalamnya yaitu spesies Uca spp. sehingga
keanekaragamannya menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan Ernanto dkk (2010)
jika spesies mampu memenangkan kompetisi baik ruang maupun makanan maka
spesies tersebut umumnya akan mendominasi suatu habitat.
3.
Karakteristik Fisika Kimia Perairan
Hasil pengukuran suhu perairan pada ketiga stasiun pengamatan berkisar
antara 31-32oC pada stasiun I dan stasiun II dan III berkisar antara 27-32oC
Universitas Sumatera Utara
(Tabel 6). Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi suatu
organisme. Kisaran suhu yang terdapat pada setiap stasiun pengamatan
merupakan kisaran suhu yang mampu mendukung kehidupan makrozoobenthos.
Dan pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu dengan kisaran
28-32oC. Hal ini sesuai dengan Sukarno (1988) suhu perairan yang ditolerir oleh
makrozoobentos yakni berkisar 23-35oC. Selanjutnya Nybakken (1992),
menyatakan
bahwa
suhu
memberikan
pengaruh
terhadap
migrasi,
lajumetabolisme dan mortalitas makrozoobenthos.
Berdasarkan hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun
diperoleh dengan kisaran pada stasiun I 4,0-6,0 mg/l, stasiun II 4,9-5,2 mg/l dan
stasiun III 5,1-5,4 mg/l (Tabel 6). Oksigen merupakan gas yang amat penting bagi
hewan. Perubahan kandungan oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar oksigen di perairan maka semakin
banyak organisme yang bisa bertahan hidup. Hal ini sesuai dengan Syamsurial
(2011) yang menyatakan nilai oksigen yang dibutuhkan oleh organisme
makrozoobenthos berkisar antara 1,00-3,00 mg/L.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan yang terukur pada setiap stasiun
pengamatan selama penelitian berkisar 7,1-7,4 untuk stasiun I, stasiun II berkisar
6,8-7,1 dan stasiun III berkisar 6,9-7,3 (Tabel 6). Setiap jenis benthos atau
organisme perairan lainnya mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap
nilai pH. Namun pada umumnya biota air dapat hidup layak pada kisaran 5-9. Hal
ini sesuai dengan Wahyuni dkk (2015), menyatakan bahwa untuk ukuran pH yang
bagus bagi kelangsungan hidup makrozoobenthos berkisar antara 6,8-8,5.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masing-masing
Universitas Sumatera Utara
stasiun penelitian mempunyai derajat keasaman (pH) yang cukup baik bagi
kehidupan organisme.
Kisaran salinitas pada stasiun I berkisar 15-18 ‰, stasiun II berkisar 14-15
‰ dan stasiun III 15-16 ‰. Beberapa faktor yang mempengaruhi salinitas suatu
perairan adalah pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air tawar
dari sungai. Kisaran salinitas pada ketiga stasiun pengamatan berada pada kisaran
nilai yang masih layak bagi makrozoobenthos. Salinitas tidak memiliki pengaruh
besar terhadap makrozoobenthos karena memiliki toleransi yang luas terhadap
salinitas. Hal ini sesuai dengan Monika (2013) yang menyatakan bahwa kisaran
salinitas yang layak bagi kehidupan makrozoobenthos adalah 15-45‰.
4.
Karakteristik Substrat
Karakteristik substrat yang diamati meliputi kadar C-Organik dan fraksi
substrat (Tabel 7). Hasil analisis rata-rata kadar C-Organik pada setiap stasiun
berkisar 3,96 - 4,3 %. Hasil rata-rata kadar C-Organik tertinggi ditemukan pada
stasiun I 4,3%. Tinggi rendahnya kandungan bahan organik diduga berkaitan
dengan aktivitas yang terjadi atau kondisi lingkungan yang berada disekitarnya.
Kondisi lingkungan yang dipengaruhi langsung oleh ombak cenderung
mempunyai bahan organik yang relatif rendah. Rustam (2003) menyatakan bahwa
ombak akan menghanyutkan sedimen dan menghanyutkan bahan organik.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 3 stasiun memiliki subtrat yang
berbeda. Dimana untuk stasiun I dan II berupa lempung liat berpasir dan lempung,
dan stasiun III lumpur berpasir (Tabel 7). Dapat dilihat bahwa dari karakteristik
substratnya merupakan substrat yang disukai kelas crustacea, gastropoda maupun
Universitas Sumatera Utara
bivalvia. Mayoritas organisme kelas gastropoda lebih suka hidup di subtrat
berlumpur berpasir. Syamsurial (2011) menyatakan bahwa gastropoda cenderung
memilih subtrat lempung berpasir dikarenakan pasir mudah untuk bergeser dan
bergerak ketempat lain, sedangkan subtrat lumpur cenderung memiliki kadar
oksigen yang sedikit, oleh sebab itu organisme yang hidup di dalamnya harus bisa
beradaptasi.
Makrozoobenthos hidup dengan membenamkan diri dalam lumpur di
bawah mangrove. Fraksi pasir mengakibatkan terjadinya penekanan kepadatan
makrozoobenthos di hutan mangrove. Pasir dibutuhkan dalam kehidupan
makrozoobenthos, yakni untuk memperbaiki aerasi (menyatu dengan debu) ketika
benthos menyusup ke dalam substrat ataupun tempat beristirahat (Arief, 2003).
5.
Hubungan
Kerapatan
KelimpahanMakrozoobenthos
Mangrove
terhadap
Hasil analisis regresi linear antara kerapatan mangrove terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Sumatera
Utara
menghasilkan
model
hubungan
antara
kelimpahan
makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan
persamaan y = 0,0808x + 24,225. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
adalah sebesar 0,7526 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos sebesar 75,26%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r =
0,867 (Gambar 18) artinya antara kerapatan mangrove dengan kelimpahan
makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat.Hal ini sesuai dengan
Rumalutur (2004) yang menyatakann kerapatan mangrove baik dilihat pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat pohon, semai dan pancang berpengaruh signifikan terhadap kelimpahan
makrozoobenthos.
6.
Hubungan
Kandungan
KelimpahanMakrozoobenthos
C-Organikterhadap
Hasil analisis regresi linear antara kandungan C-organik terhadap
kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Sumatera
Utara
menghasilkan
model
hubungan
antara
kelimpahan
makrozoobenthos dengan kerapatan spesies magrove ditunjukkan dengan
persamaan y = 93,20x – 323,8. Koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah
sebesar 0,776 artinya pengaruh kerapatan mangrove terhadap kelimpahan
makrozoobenthos sebesar 77,6%. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah r =
0,881 (Gambar 19) artinya antara kandungan C-organik dengan kelimpahan
makrozoobenthos berkorelasi serarah yang sangat kuat. Pamuji dkk (2015)
menyatakan kelimpahan makrozoobenthos disebabkan karena material-material
padatan yang terbawa arus danmengendap mengandung tekstur yang cocok bagi
organismebenthos, selain karena tekstur yang cocok faktor lain adalahkarena
material yang mengendap yang mengandung kadarbahan organik yang tinggi
sebagaipendukung kehidupan hewan makrozoobenthos. Selanjutnya Tis’in (2008)
tidak semua makrozoobenthos memiliki asosiasi atau hubungan yang erat dengan
vegetasi mangrove. Kerapatan mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan
organik yang terdapat pada lingkungan yang mendukung pertumbuhan
dekomposer untuk melakukan penguraian bahan organik, seperti oksigen terlarut
(DO), salinitas dan substrat.
Universitas Sumatera Utara
Rekomendasi Pengelolaan
Ekosistem mangrove memiliki peran dan arti penting dalam kehidupan,
baik dari segi ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh itu diperlukan pengelolaan yang
baik untuk tetap menjaga keberlanjutan kelestariannya. Ekosistem mangrove di
desa ini masih dalam keadaan baik maka rekomendasi pengelolaan untuk kawasan
ekosistem mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten langkat Sumatera
Utara setelah dilakukannya penelitian ini agar masyarakat bekerja sama dengan
pemerintah setempat melestarikan kawasan hutan mangrove guna tetap menjaga
kelestariannya di masa mendatang.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Kerapatan mangrove di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara memiliki termasuk kategori kerapatan yang sangat
padat, Stasiun I memiliki kerapatan pohon 5.166 ind/ha. Stasiun II terdapat
4.066 ind/ha pohon. Selanjutnya Stasiun III terdapat 1.567 ind/ha pohon.
2.
Kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara memiliki Stasiun I sebesar 249 ind/m2,
Stasiun II sebesar 163 ind/m2 dan Stasiun III sebesar 147 ind/m2.
3.
Kerapatan mangrove dan kandungan C-organik berkorelasi sangat kuat dan
nyata terhadap kelimpahan makrozoobenthos di pesisir Desa Jaring Halus
Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Saran
1.
Kondisi hutan mangrove yang masih baik perlu diawasi instansi terkait dan
dilakukan pembinaan terhadap masyarakat lokal untuk tidak menebang hutan
mangrove sembarangan.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di pesisir Desa Jaring Halus Kabupaten
Langkat Provinsi Sumatera Utara terkait perikanan maupun kelautan.
Universitas Sumatera Utara