Keanekaragaman Plankton Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau
Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang
umumnya curam.Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air
terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau
dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi
akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).
Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang
terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan
vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang
dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dan
dengan membuat jalan bendungan pada daerah dataran rendah (Odum, 1994).
Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari
aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir.
Hasil pengerukan pasir di areal tersebut dimanfaatkan sebagai material timbunan
jalan tol yang menghubungkan Belawan-Medan-Tanjung Morawa, yang dibangun
pada tahun 1980-an. Danau Siombak yang jika dikelola dengan baik dapat
menjadi destinasi kegiatan wisata di kawasan Kota Medan bagian Utara, seperti
halnya kawasan Ancol di DKI Jakarta. Potensi wisata air di perairan Danau

Siombak sangat mungkin untuk dikembangkan, demikian juga daerah tepian
danau yang dapat dijadikan tempat CampingGround, Taman Margasatwa,
maupun Play Ground ( Restu dkk, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Plankton
Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama yang
berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton dibagi menjadi fitoplankton, yaitu
organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplanktonyaitu plankton yang
bersifat hewan (Barus, 2004).
Sebagai produsen utama, plankton memegang peranan penting dalam
jaringan makanan di semua perairan baik perairan pantai maupun lepas pantai.
Plankton yang umumnya dikenal terbagi atas fitoplankton dan zooplankton yang
merupakan dasar awal dari semua jaringan makanan, dapat langsung
dimanfaatkan oleh biota-biota yang hidup di perairan.Fitoplankton berperan
sebagai pembuat makanan, dimanfaatkan oleh zooplankton dan selanjutnya
zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil sebagai konsumen berikutnya.
Fitoplankton diatom adalah komponen kunci dari ekosistem akuatik yang sangat
berperan dalam jaring makanan (Lamberti,1996).

Fitoplankton
Fitoplankton merupakan tumbuh-tumbuhan air dengan ukuran yang sangat
kecil dan hidup melayang di dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan yang
sangat penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peranan
tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tingkatannya di ekosistem daratan.
Fitoplankton juga merupakan produsen utama (Primary producer) zat-zat organik
dalam ekosistem perairan, seperti tumbuh-tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton
membuat ikatan-ikatan organik sederhana melalui fotosintesa (Hutabarat dan
Evans, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Kelimpahan fitoplankton dalam suatu ekosistem apabila didominasi oleh
satu atau sejumlah kecil jenis saja maka dapat mempengaruhi keanekaragaman
jenis fitoplanktonnya. Hal ini dapat terjadi jika individu dari jenis tertentu
digantikan oleh jenis yang mampu berkembang biak dengan cepat. Fitoplankton
(plankton tumbuhan atau nabati) adalah organisme plankton yang berukuran kecil,
berklorofil dan mampu melakukan fotosintesis. Sifat lain fitoplankton adalah
mampu tumbuh dan berkembang dengan pesat dalam densitas tinggi dan tersebar
dalam area yang luas.

Fitoplankton sebagai organisme autotrof memperoleh energi melalui
proses yang

bagian permukaan-permukaan yang biasa disebut sebagai zona

euphotik. Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktifitas
primer. Melalui proses fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen
yang memenuhi atmosfer bumi. Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri
bahan organiknya menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar rantai
makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar (Barus, 2002)
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan
mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat
populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun
karena dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti
laju pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi
lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton (Nybakken, 1992).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi kelimpahan fitoplankton
dalam suatu perairan adalah arus, kandungan unsur hara, predator, suhu,
kecerahan, kekeruhan, pH, gas-gas terlarut, maupun kompetitor. Kelimpahan
fitoplankton di suatu perairan berkaitan dengan pemanfaatan unsur hara dan
radiasi sinar matahari. Selain itu, kelimpahan fitoplankton juga dipengaruhi suhu,
lingkungan, dan pemangsaan oleh zooplankton (Basmi,1988).
Selanjutnya

penelitian-penelitian

sebelumnya

mengenai

komunitas

fitoplankton menyatakan bahwa perubahan kualitas perairan erat kaitannya
dengan potensi perairan dan dapat ditinjau dari kelimpahan dan komposisi
fitoplankton.Kualitas perairan tersebut dapat ditentukan dengan melihat gambaran

tentang banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup disuatu perairan dan
jenis fitoplankton yang mendominasi yang dapat memberikan informasi bahwa
ada zat-zat tertentu yang sedang berlebih yang dapat memberikan gambaran
keadaan perairan yang sesungguhnya (Fachrul, 2005).
Zooplankton
Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan
tercemar adalah plankton.Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup
mengapung atau melayang di dalam air dan memiliki kemampuan gerak terbatas
(Nontji, 2008).
Zooplankton di alam cukup banyak jenisnya, baik yang bersifat
holoplankton (benar-benar sebagai plankton sepanjang hidupnya) maupun yang
termasuk meroplankton (sebagian dari siklus hidupnya termasuk golongan
plankton, tetapi bentuk dewasanya bukan sebagai plankton). Yang termasuk

Universitas Sumatera Utara

golongan meroplankton misalnya larva-larva ikan, larva crustacea dan larva
molusca (Wibisono, 2005).
Zooplankton ditemukan pada semua kedalaman air, karena mereka
memiliki kekuatan untuk bergerak, yang meskipun lemah, membantunya naik ke

atas dan ke bawah. Dalam banyak spesies zooplankton, suatu pergerakan tegak
adalah biasa serta banyak berirama, dan terjadi setiap hari. Bentuk yang berpindah
ini hidup pada kedalaman tertentu selama siang hari, dan naik ke permukaan
menjelang malam, serta tenggelam kembali ke kedalaman normal pada pagi hari
(Michael, 1994).
Keberadaan zooplakton dipengaruhi adanya fitoplankton yang terdapat di
suatu perairan. Di dalam penelitian perairan, plankton (fito dan zooplankton) dapat
menentukan kualitas suatu perairan tersebut. pengumpulan sampel dapat
dilakukan dengan metode yang terdiri atas pengumpulan sampel, pengawetan,
pencacahan, dan analisis statistik (Fachrul, 2007).
Penggunaan organisme indikator dalam penentuan kualitas air sangat
bermanfaat karena organisme tersebut akan memberikan reaksi terhadap keadaan
kualitas perairan, sehingga dapat melengkapi nilai kualitas perairan berdasarkan
parameter fisika dan kimia. Biota perairan diklasifikasikan menurut ukuran, sifat
hidup, dan habitatnya menjadi tiga kelompok besar diantaranya yaitu plankton,
bentos dan nekton (ikan) (Fachrul, 2007).
Keberadaan plankton sangat mempengaruhi kehidupan di perairan karena
memegang peranan penting sebagai makanan bagi organisme perairan.
Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan struktur


Universitas Sumatera Utara

dan nilai kuantitatif plankton. Perubahan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor
yang berasal dari alam dan maupun aktivitas manusia (Fachrul, 2007).

Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Suhu
Pola temperatur air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya,
ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990).
Secara umum, laju fotosintesa plankton meningkat dengan meningkatnya
suhu perairan, tetapi akan menurun drastis setelah mencapai titik suhu tertentu.
Hal ini disebabkan karena setiap spesies plankton selalu beradaptasi terhadap
suatu kisaran suhu tertentu (Aryawaty, 2007).
Menurut Fardiaz (1992) kenaikan temperatur akan menimbulkan beberapa
akibat sebagai berikut:
a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.
b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.
c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya
mungkin akan mati.
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara
visual dengan menggunakan secchi disk, yang nilai kecerahannya diungkapkan
dalam satuan meter. Nilai kecerarahan sangat dipengaruhi oleh padatan

Universitas Sumatera Utara

tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, kepadatan plankton, waktu pengukuran,
dan ketelitian orang yang melakukan penelitian (Goldman and Home, 1983).
Kecerahan dalam perairan sungai biasanya 3 - 4 meter atau lebih, relatif
dengan kedalaman sungai. Pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan
penurunan penetrasi cahaya ke dalam perairan yang selanjutnya akan
menurunkan fotosintesis dan produktivitas primer (Nybakken, 1992).
Kecepatan Arus
Kecepatan arus dapat berpengaruh pada beberapa hal, antara lain oksigen
terlarut (DO), pH, dan juga kadar bahan yang terlarut pada air. Kecepatan arus
dapat bervariasi sangat besar di tempat yang berbeda dari suatu aliran air yang
sama (membujur ataupun melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke

waktu. Di dalam aliran yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian
rupa sehingga menyerupai kondisi air yang tergenang (Odum, 1994).
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral
dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5.
Kondisi perairan dengan pH tertentu mempengaruhi metabolisme dan respirasi
bagi kelangsungan hidup organisme (Barus, 2004).
Fluktuasi nilai pH pada air dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain bahan
organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi oleh bahan
organik yang membebaskan CO2 jika mangalami proses penguraian, dan bahan
anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya

Universitas Sumatera Utara

mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga
tinggi (Siradz dkk, 2008).
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam

ekosistem air terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi dalam air bagi
sebagian besar organisme air. Sumber utama oksigen terlarut adalah penyerapan
oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari
fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/L
(Barus, 2004).
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke
badan air (Effendi, 2003).
Biological Oxygen Demand (BOD)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa
organik, yang diukur pada temperatur 20°C. Untuk menguraikan senyawa organik
yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20
hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa
hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang
diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum
dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan,


Universitas Sumatera Utara

tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik
tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian itu (Barus, 2004).
Fosfat
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis.Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk
terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air.Di daerah
pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai
melalui drainase dan aliran air hujan.Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air
buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen yang
mengandung

fosfat,

seperti

industri

pencucian,

industri

logam

dan

sebagainya.Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui
proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat untuk
pertumbuhannya (Winata dkk, 2000).
Fosfor merupakan unsur penting dalam air, Fosfor terutama berasal dari
sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke
dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama
air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).
Nitrat (NH3)
Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan
diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya, dibandingkan dengan
amonium/amoniak atau nitrit. Nitrat adalah zat nutrisi yang dibutuhkan oleh
mahluk hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi dapat menyebabkan perairan
bersangkutan eutrof sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton
yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti ini bias merugikan hasil kegiatan
perikanan pada daerah perairan tersebut (Wibisono, 2005).

Universitas Sumatera Utara