Struktur Komunitas Nekton Di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

ADIL JUNAIDI 100302017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

ADIL JUNAIDI 100302017

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

STRUKTUR KOMUNITAS NEKTON DI DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

ADIL JUNAIDI 100302017

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Struktur Komunitas Nekton Di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

Nama : Adil Junaidi

NIM : 100302017

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S. Hut, M. Si, Ph. D Ahmad Muhtadi, S. Pi. M. Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Adil Junaidi

NIM : 100302017

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Struktur Komunitas Nekton Di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Desember 2014

Adil Junaidi NIM. 100302017


(6)

ABSTRAK

ADIL JUNAIDI. Struktur Komunitas NektonPerairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan AHMAD MUHTADI.

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir dan danau ini juga dipengaruhi oleh pasang surut karena lokasi danau ini tidak jauh dari kawasan pesisir. Kestabilan ekosistem Danau Siombak dapat di kaji dari informasi tentang struktur komunitas nekton yang hidup di Danau Siombak tersebut. Sumberdaya hayati yang ada di daerah tersebut mempunyai peran penting agar fungsi alamiah Danau Siombak dapat dipertahankan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisika dan kimia di Danau Siombak dan untuk mengetahui struktur komunitas nekton. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel dari bulan Mei sampai bulan Juli 2014. Data yang diperoleh yaitu data komposisi jenis dan kelimpahan nekton, serta data kualitas air sebagai pendukung. Data yang diperoleh dianalisis dengan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan metode Analisis Korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukan terdapat 7 Ordo, dimana 6 ordo dari jenis ikan dan 1 ordo dari jenis udang. Ikan Slinding (Ambassis uroatenia) merupakan ikan yang tertangkap paling banyak yaitu sebesar 237 ekor dengan kelimpahan relative 64%.

Keanekaragaman nekton di Danau Siombak termasuk sedang (berada dalam kisaran 1 sampai 3) yaitu sebesar 1,07. Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu 0,54. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi. Nilai keseragaman yang cendrung mendekati angka 0 yaitu sebesar 0,48. Angka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama.

Kondisi perairan Danau Siombak tercemar sedang, perairan Danau Siombak dapat diperuntukan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan hasil Analisis Korelasi Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa suhu, kekeruhan, pH dan BOD5 memiliki kolerasi yang negatif atau memiliki hubungan yang tidak searah dengan keanekaragaman Nekton sedangkan salinitas, DO, kecerahan dan kedalaman memiliki kolerasi yang positif atau memilki hubungan yang searah dengan Nekton.

Kata Kunci : Danau Siombak, Struktur Komunitas Nekton, Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman, Ambassis uroatenia.


(7)

ABSTRACT

ADIL JUNAIDI. Community structure NektonPerairan Siombak Lake district of Medan Medan Marelan. Guided by MOHAMMAD BASYUNI and AHMAD MUHTADI.

Siombak Lake is an artificial lake formed as a result of sand dredging activity in an area formerly known as Sand Paya and the lake is also influenced by the tides due to the location of the lake is not far from the coastal region. Siombak Lakes ecosystem stability can be in the review of information about the structure of nekton communities that live in the lake Siombak. Biological resources in the region have an important role in order to function naturally Siombak lake can be maintained.

This study aims to determine the physical and chemical conditions in the Lake Siombak and to determine the structure of nekton community. This study uses primary data obtained from the results of sampling from May to July 2014. The data is data nekton species composition and abundance, as well as water quality data as a supporter. Data were analyzed with a diversity index, uniformity index, dominance index, and Pearson correlation analysis method. The results showed there were 7 of the Ordo, of which 6 ordo of fish and 1 ordo of types of shrimp. Fish Slinding (Ambassis uroatenia) is a fish that is caught at most in the amount of 237 birds and 64% relative abundance.

Diversity nekton in Lake Siombak including being (to be in the range of 1 to 3) that is equal to 1.07. General dominance index values approaching 0 is 0.54. It shows that almost no species dominates. Value uniformity tends approaching 0 is equal to 0.48. The figure shows the spread of the number of individuals of each type is not the same.

Siombak polluted lake water conditions are, the waters of Lake Siombak can be allocated to infrastructure/water recreation facilities, freshwater fish farming, animal husbandry, water to irrigate landscaping, and or other designation similar to these purposes. In accordance with the results of the Pearson Correlation Analysis. Pearson correlation analysis showed that temperature, turbidity, pH and BOD5 have a negative correlation or have a relationship that is not in line with the diversity nekton while salinity, DO, brightness and depth has a positive correlation or have the unidirectional relationship with Nekton.

Keywords: Lake Siombak, Nekton Community Structure, Diversity, dominance, Uniformity, Ambassis uroatenia.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Aceh Barat, Provinsi Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 17 Oktober 1992 dari Ayahanda Muhammad Junid dan Ibunda Arnidar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di MIN Drien Rampak pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan menengah pertama dari tahun 2004-2007 di SMP Negeri 3 Meulaboh. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Meulaboh dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas II Tanjung Balai Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ikan tahun 2010-2011 dan Ketua bagian Agama pada Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Barat tahun 2011-2012.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Struktur Komuntias Nekton di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota medan”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mohammad Basyuni, S. Hut, M. Si, Ph. D selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ahmad Muhtadi Rangkuti, S. Pi, M. Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Muhammad Junid dan Ibunda Arnidar yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan terima kasih juga kepada adik-adik tercinta Maulinda Rizki dan Rauzhatul Jannah.

Penulis juga mengucapkan Terima kasih kepada Achmad Taher Daulay, Prasetia Ajitama, Pahrurrozi, Muhammad Irfan Maulana, Muhammad Ambia,


(10)

Hilman Zarkasih, Muhammad Fadli Lubis, Sarah Diba Sandy, Rangga Warsito dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, Desember 2014


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Danau ... 5

Ekosistem Danau ... 6

Ekosistem Danau Siombak ... 8

Karakteristik Fiska dan Kimia di Danau ... 8

a.Suhu ... 8

b.pH ... 9

c.BOD ... 10

d.DO ... 11

e.Kedalaman ... 12

f.Kecerahan ... 13

g.Kekeruhan ... 14

h.Salinitas ... 15

Nekton ... 15

Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton... 16

Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau ... 18

Teknik Penangkapan Ikan dan Identifikasi Ikan ... 19

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21


(12)

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 23

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan ... 27

Analisis Data ... 29

a.Komposisi Jenis ... 30

b.Kelimpahan Relatif (Kr) ... 30

c.Frekuensi Keterdapatan (Fi) ... 31

d.Indeks Keanekaragaman (H’) ... 31

e.Indeks Keseragaman(E) ... 32

f.Indeks Dominasi (C) ... 32

g.Analisis Korelasi Pearson ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 34

Kondisi Habitat Danau Siombak ... 34

Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Siombak ... 35

Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Keterpadatan Nekton ... 44

Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Nekton ... 46

Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan Dengan Indeks Keanekaragaman Nekton……… 46

Pembahasan ... 47

Fisika Perairan ... 47

Kimia Perairan ... 51

Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Siombak ... 54

Komposisi dan Kelimpahan Relatif Nekton ... 55

Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Nekton ... 56

Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Nekton ... 58

Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan Dengan Indeks Keanekaragaman Nekton……… 62

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 64

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Zonasi Danau ... 7

3. Gambar Lokasi Penelitian ... 23

4. Stasiun1 ... 24

5. Stasiun 2 ... 24

6. Stasiun 3 ... 25

7. Stasiun 4 ... 26

8. Stasiun 5 ... 26

9. Mystus gulio ... 35

10. Dermogenys weberi ... 36

11. Terapon jarbua ... 37

12. Scatophagus argus ... 38

13. Oreochromis niloticus ... 39

14. Aplocheilus panchax ... 40

15. Valamugil seheli ... 41

16. Ambassis uroatenia ... 42

17. Rasbora sumatrana ... 42

18. Channa striata ... 43

19. Penaeus indicus ... 44


(14)

22. Kecerahan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 49

23. Kedalaman rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 50

24. Kekeruhan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan... 51

25. pH rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 52

26. DO rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 53

27. BOD rata-rata pada setiap stasiun pengamatan ... 54

28. Persentase Kelimpahan Relatif Nekton ... 56

29. Kelimpahan Relatif Nekton ... 57

30. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) Nekton Berdasarkan Lokasi Pengamatan ... 59

31. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) Nekton Berdasarkan Waktu Pengambilan Sampel ... 60

32. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (C) Nekton Berdasarkan Pasang, Normal dan Surut ... 61


(15)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisika, Kimia dan Biologi Perairan ... 29 2. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor ... 33 3. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak ... 34 4. Klasifikasi Jenis Nekton yang Terdapat di Danau Siombak Serta

Data Jumlah Jenis Nekton Berdasrkan Stasiun Pengamatan dan

Waktu Pengambilan Sampel ... 44 5. Data Kelimpahan Relatif Nekton ... 45 6. Data Frekuensi Keterdapatan Nekton ... 45 7. Data Keanekaragaman, Keseragman dan Dominasi Sumbaerdaya

Hayati Nekton ... 46 8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Keanekaragaman Nekton


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Bagan KerjaMetode Winkler untuk Mengukur Kelarutan

Oksigen (DO) ... 68

2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 69

3. Alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 70

4. Bahan yang Digunakan dalam Penelitian ... 73

5. Data Pengukuran Indikator Fisika dan Kimia di Perairan Danau Siombak ... 74

6. Data Nekton di Danau Siombak ... 76

7. Jenis-Jenis Nekton yang Diperoleh ... 77

8. Waktu dan Kondisi Lokasi Penelitian pada Saat Sampling ... 88

9. Foto Kegiatan di Lapangan ... 91


(17)

ABSTRAK

ADIL JUNAIDI. Struktur Komunitas NektonPerairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan AHMAD MUHTADI.

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir dan danau ini juga dipengaruhi oleh pasang surut karena lokasi danau ini tidak jauh dari kawasan pesisir. Kestabilan ekosistem Danau Siombak dapat di kaji dari informasi tentang struktur komunitas nekton yang hidup di Danau Siombak tersebut. Sumberdaya hayati yang ada di daerah tersebut mempunyai peran penting agar fungsi alamiah Danau Siombak dapat dipertahankan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisika dan kimia di Danau Siombak dan untuk mengetahui struktur komunitas nekton. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil pengambilan sampel dari bulan Mei sampai bulan Juli 2014. Data yang diperoleh yaitu data komposisi jenis dan kelimpahan nekton, serta data kualitas air sebagai pendukung. Data yang diperoleh dianalisis dengan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan metode Analisis Korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukan terdapat 7 Ordo, dimana 6 ordo dari jenis ikan dan 1 ordo dari jenis udang. Ikan Slinding (Ambassis uroatenia) merupakan ikan yang tertangkap paling banyak yaitu sebesar 237 ekor dengan kelimpahan relative 64%.

Keanekaragaman nekton di Danau Siombak termasuk sedang (berada dalam kisaran 1 sampai 3) yaitu sebesar 1,07. Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu 0,54. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi. Nilai keseragaman yang cendrung mendekati angka 0 yaitu sebesar 0,48. Angka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama.

Kondisi perairan Danau Siombak tercemar sedang, perairan Danau Siombak dapat diperuntukan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan hasil Analisis Korelasi Pearson. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa suhu, kekeruhan, pH dan BOD5 memiliki kolerasi yang negatif atau memiliki hubungan yang tidak searah dengan keanekaragaman Nekton sedangkan salinitas, DO, kecerahan dan kedalaman memiliki kolerasi yang positif atau memilki hubungan yang searah dengan Nekton.

Kata Kunci : Danau Siombak, Struktur Komunitas Nekton, Keanekaragaman, Dominansi, Keseragaman, Ambassis uroatenia.


(18)

ABSTRACT

ADIL JUNAIDI. Community structure NektonPerairan Siombak Lake district of Medan Medan Marelan. Guided by MOHAMMAD BASYUNI and AHMAD MUHTADI.

Siombak Lake is an artificial lake formed as a result of sand dredging activity in an area formerly known as Sand Paya and the lake is also influenced by the tides due to the location of the lake is not far from the coastal region. Siombak Lakes ecosystem stability can be in the review of information about the structure of nekton communities that live in the lake Siombak. Biological resources in the region have an important role in order to function naturally Siombak lake can be maintained.

This study aims to determine the physical and chemical conditions in the Lake Siombak and to determine the structure of nekton community. This study uses primary data obtained from the results of sampling from May to July 2014. The data is data nekton species composition and abundance, as well as water quality data as a supporter. Data were analyzed with a diversity index, uniformity index, dominance index, and Pearson correlation analysis method. The results showed there were 7 of the Ordo, of which 6 ordo of fish and 1 ordo of types of shrimp. Fish Slinding (Ambassis uroatenia) is a fish that is caught at most in the amount of 237 birds and 64% relative abundance.

Diversity nekton in Lake Siombak including being (to be in the range of 1 to 3) that is equal to 1.07. General dominance index values approaching 0 is 0.54. It shows that almost no species dominates. Value uniformity tends approaching 0 is equal to 0.48. The figure shows the spread of the number of individuals of each type is not the same.

Siombak polluted lake water conditions are, the waters of Lake Siombak can be allocated to infrastructure/water recreation facilities, freshwater fish farming, animal husbandry, water to irrigate landscaping, and or other designation similar to these purposes. In accordance with the results of the Pearson Correlation Analysis. Pearson correlation analysis showed that temperature, turbidity, pH and BOD5 have a negative correlation or have a relationship that is not in line with the diversity nekton while salinity, DO, brightness and depth has a positive correlation or have the unidirectional relationship with Nekton.

Keywords: Lake Siombak, Nekton Community Structure, Diversity, dominance, Uniformity, Ambassis uroatenia.


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Danau merupakan suatu badan air yang tergenang sepanjang tahun. Danau juga berupa cekungan yang berfungsi menampung air dan menyimpan air yang berasal dari air hujan, air tanah, mata air ataupun air sungai. Danau dicirikan dengan arus yang lambat atau bahkan tidak ada arus sama sekali. Waktu tinggal air di danau dapat berlangsung lama. Arus di perairan danau dapat bergerak keberbagai arah (Effendi, 2003).

Berdasarkan proses pembentukannya danau dibagi menjadi dua yaitu secara alami dan buatan. Proses pembentukan danau secara alami berupa danau vulkanik merupakan danau yang terbentuk karena peristiwa letusan gunung berapi contohnya danau Lau Kawa dan danau tektonik merupakan danau yang terbentuk karena peristiwa tektonik mislanya akibat gempa bumi contohnya danau Toba. Proses pembentukan danau secara buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dengan membuat bendungan pada daerah dataran rendah. Danau Siombak merupakan salah satu danau buatan.

Perairan Danau Siombak sangat dipengaruhi oleh pasang surut, hal ini dikarenakan Danau Siombak terletak tidak jauh dari kawasan pesisir. Pada sekitar danau juga terdapat berbagai macam jenis mangrove yang menjadi salah satu sumber kehidupan bagi biota yang hidup di sekitar perairan yang berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat perlindungan, berkembang biak, memijah


(20)

dan lain sebagainya. Pada area di sekitar danau terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti kegiatan wisata, pertanian, peternakan, perikanan tambak serta permukiman penduduk. Dengan berkembangnya aktivitas masyarakat tersebut maka secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kualitas lingkungan perairan Danau Siombak. Adanya perubahan lingkungan pada danau Siombak tersebut sangat berdampak positif maupun berdampak negatif pada struktur komunitas nekton di Danau Siombak.

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar (Odum, 1994). Banyaknya speises nekton di suatu perairan dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton di perairan, termasuk danau dapat mendeskripsikan tingkat kompleksitas suatu komunitas nekton di perairan tersebut.

Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu. Komunitas merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem (Odum, 1994). Soegianto(1994), menyatakan bahwa keragaman spesies yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula dan melibatkan transfer energi (jaring-jaring makanan), predasi, kompetisi dan pembagian relung). Dalam siklus hidupnya, ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan perairan karena ikan


(21)

memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan fisik maupun kimia (Mulya, 2004).

Konsep komunitas sangat relevan diterapkan untuk menganalisis lingkungan perairan, oleh karena itu penelitian ini berkaitan dengan penelaahan habitat dan struktur komunitas nekton pada segmen Danau Siombak, dimana sebelumnnya belum pernah dilakukan penelitian di danau ini. Diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengelolaan danau tersebut.

Kerangka Pemikiran

Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan keberadaan jenis serta keanekaragaman nekton di Danau Siombak. Kegiatan antropogenik di Danau Siombak dapat berakibat langsung terhadap habitat yang terdapat di Danau Siombak seperti pembuangan limbah rumah tangga yang dapat mengganggu pergerakan dan pertumbuhan nekton

Berbagai kegiatan antropogenik yang terdapat di sekitar perairan Danau Siombak seperti kegiatan wisata, peternakan, perikanan tambak serta permukiman penduduk dapat memberikan dampak positif maupun dampak yang negatif. Diantara dampak negatif yang ditimbulkan yaitu dampak terhadap lingkungan. Dengan berkembangnya aktivitas tersebut maka secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama nekton. Adanya pasang surut juga dapat mempengaruhui komunitas nekton, ketika surut biota yang biasanya ada dipinggir danau berpindah ke tengah danau karena perairan danau surut. Ketika pasang banyak biota-biota


(22)

masukdari tempat lain atau dari luar Danau Siombak tersebut. Dari kegiatan tersebut diduga sangat berpengaruh terhadap parameter fisika dan kimia terhadap komposisi dan kelimpahan nekton pada Danau Siombak tersebut. Lebih jelas pemaparannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Skema pendekatan struktur komunitas nekton di Danau Siombak.

Tujuan Penelitian

Penelitian di Danau Siombak ini bertujuan:

1. Mengetahui kondisi habitat nekton dan hubungannya dengan struktur komunitas.

2. Mengetahui struktur komunitas meliputi aspek komposisi dan kelimpahan nekton di Danau Siombak

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai struktur komunitas nekton diDanau Siombak Kecamatan Medan Marelan.

Antropogenik

Habitat

Pasang Surut

Parameter fisika

Parameter kimia

Komposisi dan kelimpahan

nekton

Struktur Komunitas


(23)

2. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang Danau Siombak sebagai bahan acuan untuk aspek pengelolaan, pengembangan dani pemanfaatan sumberdaya alam di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Danau

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam, dengan tepi yang umumnya curam.Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

Menurut Odum (1994) pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan-tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal (residence time) air dapat berlangsung lama. Arus air didanau bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim.Zonasi perairan dibagi menjadi dua yaitu zonasi dasar dan zonasi kolom air. Zonasi dasar, terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral dan profundal. Zonasi kolom air terdiri atas zonasi limnetik, tropogenik, kompensasi dan tropolitik (Effendi, 2003).


(25)

Ekosistem Danau

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik dan lotik. Perairan lentik disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga. Perairan lotik disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama. Sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Kutarga, et al. (2008) measumsikan bahwa keberadaan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya muka air, sehingga adanya danau akan mempengaruhi tinggi dan rendahnya muka air. Selain itu, adanya danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Odum (1994), menyatakan lingkungan air tawar sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup ikan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat laut dan darat.

Odum (1994) menyatakan ekosistem danau mempunyai tiga zona yaitu: 1. Litoral

Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas


(26)

permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.

2. Limnetik

Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan bakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian besar termasuk rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.

3. Profundal

Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba. Daerah zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.


(27)

Ekosistem Danau Siombak

Danau Siombak terletak di Kelurahan Rengas Pulau, Medan Marelan, berjarak 18 km sebelah utara dari pusat Kota Medan. Danau ini tidak secara alami terbentuk, melainkan sebuah danau buatan yang pada mulanya merupakan daerah rawa-rawa. Danau buatan ini mempunyai sejarah tersendiri, yakni sekitar tahun 1980 tanah di rawa-rawa itu dikeruk untuk menimbun pembuatan jalan tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera) sepanjang 34 km. Luas daerah yang dikeruk dari tanah milik masyarakat. Danau yang berada diketinggian dua meter di atas permukaan laut itu, sangat potensial sebagai sebuah tempat tujuan wisata karena memiliki keindahan alam. Danau itu terletak di antara dua sungai, yaitu Sungai Deli yang bermuara di Bagan Deli, Belawan, dan Sungai Terjun yang bermuara di Kuala Deli, Belawan (Agustini, 2013).

Karakteristik Fisika dan Kimia di Danau Suhu

Effendi (2003) menyatakan suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organisme. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang baik bagi pertumbuhannya. Suhu merupakan faktor penting di lingkungan perairan tawar karena secara langsung mempengaruhi biota, terutama laju metabolisme dan reproduksi, dan secara tidak langsung melalui faktor-faktor lingkungan lain seperti kelarutan gas, viskositas air dan sebaran densitas air. Suhu ambient untuk suatu wilayah spesifik berkaitan dengan


(28)

faktor-faktor oseanografi dan geografi, dan dapat spesifik ekosistem. Suhu mempengaruhi aktivitas ikan, seperti pernafasan, pertumbuhan dan reproduksi (Huet, 1970).

pH

Sawyer dan McCarty (1978) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman merupakan faktor yang penting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral apabila nilai pH sama dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari 7. Sedangkan pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat basa.

Perubahan nilai derajat keasaman (pH) dan konsentrasi oksigen yang berperan sebagai indikator kualitas perairan dapat terjadi sebagai akibat berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat polutan maupun bukan polutan. Limbah yang mengalir ke dalam perairan pada umumnya kaya akan bahan organik, berasal dari bermacam sumber seperti limbah rumah tangga, pengolahan makanan dan bermacam industri kimia lainnya. Bahan organik dalam limbah tersebut terdapat dalam bentuk senyawa kimia seperti karbohidrat, protein, lemak, humus, surfaktan dan berbagai zat kimia lainnya. Air laut umumnya memiliki nilai pH di atas 7 yang berarti bersifat basis, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari 7 sehingga menjadi bersifat asam. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH, nilai yang ideal untuk kehidupan antara 7 – 8,5. Pada nilai pH yang lebih rendah (< 4),


(29)

sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Susana, 2009).

BOD(Biochemical Oxygen Demand)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran

air buangan. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pada suhu 20°C (Salmin, 2005).

Biochemical Oxygen Demand (BOD5) menunjukkan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba aerob dalam proses respirasi untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. Secara tidak langsung BOD5 menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologi dan


(30)

merupakan indikator dari jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah tanaman dan hewan yang telah mati. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Effendi, 2003).

DO(Dissolved oxygen)

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan. Oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Adanya proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan. Oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan (Salmin, 2005). Huet (1970) menyatakan DO merupakan perubahan mutu air paling penting bagi organisme air, pada konsentrasi lebih rendah dari 50% konsentrasi jenuh, tekanan parsial oksigen dalam air kurang kuat untuk mempenetrasi lamella, akibatnya ikan akan mati lemas. Kandungan DO di kolam tergantung pada suhu, banyaknya bahan organik, dan bamyaknya vegetasi akuatik

Oksigen telarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi. Disamping itu juga dapat


(31)

digunakan sebagai petunjuk kualitas air. Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan organik dari limbah industri yang mengandung bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya (Effendi, 2003). Huet (1970), menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 mg/L dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%.

Sawyer dan McCarty (1978) menjelaskan bahwa oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Adanya pergolakan massa air akibat adanya angin atau gelombang membantu meningkatkan kandungan oksigen terlarut karena meningkatnya proses difusi oksigen dari atmosfer ke badan air.

Kedalaman

Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi


(32)

sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).

Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang disebut Compensation Depth, yaitu kedalaman tempat oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan organisme (Wijana, 2010).

Kecerahan

Cahaya matahari dibutuhkan tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis (Nybakken, 1988). Effendi (2003) menyatakan kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.

Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan


(33)

(Nybakken, 1988). Menurut Jubaedah (2006) cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator, atau untuk beruaya. Pada daerah gelap yang penetrasi cahayanya kurang, hanya akan dihuni oleh ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gelap. Effendi (2003) menyatakan nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukran, kekuruhan dan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran kecerahan sebaiknya diakukan pada saat cuaca cerah.

Kekeruhan

Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan resuspensi sedimen di dasar danau. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, yang berakibat produktivitas perairan menjadi turun (Wetzel, 2001).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa


(34)

tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Salinitas

Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan system (mekanisme) osmoregulasi pada organisme air tawar. Affandi (2001) menyatakan bahwa organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu, ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal.

Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal yang mantap. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan mengurangi gradient osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya, melakukan pengambilan garam secara selektif. Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan (Affandi, 2001).

Nekton

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi, serangga air besar dan termasuk golongan


(35)

ini (Odum, 1994). Banyaknya speises nekton di suatu perairan dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton di perairan, termasuk sungai dapat mendeskripsikan tingkat kompleksitas suatu komunitas nekton di perairan tersebut. Nekton adalah organism perairan yang dapat bergerak atau berenang sendiri dalam air sehingga tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Contoh nekton adalah aneka ikan-ikan, reptil, mamalia, udang dan lain-lain. Nekton merupakan organisme laut yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi.

Ekosistem perairan tawar diakui Bank Dunia kaya akan biodiversitas tetapi selama ini kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya berbagai aktivitas pembangunan mengancam kelestarian kekayaan biota perairan tawar. Salah satunya ikan air tawar yang mudah terkena dampak berbagai kegiatan manusia di daratan sekitarnya, seperti konversi hutan menjadi pemukiman transmigran dan limbah industri. Penurunan kekayaan jenis ikan air tawar dipercepat pula oleh kerusakan atau lenyapnya habitat (Wargasasmita, 2002).

Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton

Potensi sumberdaya perikanan disuatu perairan selalu dikaitkan dengan produksi, hasil tangkapan per unit usaha dalam kegiatan perikanan tangkap. Menurut Dirjen Perikanan Tangkap (2003) perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Pemanfaatan sumberdaya


(36)

(produksi) ikan terkait dengan kelestarian sumberdaya perikanan, maka semua kebijakan yang diterapkan mempertimbangkan keberadaan sumberdaya dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketentuan Umum Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan, bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan adalah Pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.

Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu komunitas. Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beraneka ragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1994).

Krebs (1972) mengasumsikan bahwa ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu (Kottelat, dkk., 1993).


(37)

Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau

Pengkajian komunitas biota merupakan dasar dari pengkajian ekosistem secara keseluruhan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur komunitas ikan berdasarkan keanekaragaman, kelimpahan relatif, dominansi, keseragaman dan indeks similaritas (Odum, 1994). Menurut Kordi (2007) bahwa secara alami, kandungan mineral tawar sangat beragam, tergantung pada sumber dan lokasinya. Dalam ekosistem air tawar, kadar garam yang terlarut dalam air tawar <0.05 %, di mana natrium mempunyai konsentrasi tinggi dibandingkan dengan kalium dan magnesium.

Menurut Odum (1994) komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang terdiri dari spesies yang berbeda yang menempati daerah tertentu. Komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti spesies dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dapat dipelajari melalui komposisi ukuran dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga terkait juga dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat akan berpengaruh pada tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusun populasi yang akan membentuk komunitas.

Brower, et al. (1990) menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi jika kelimpahan spesies yang ada atau individu antar spesies secara keseluruhan yang sama banyak atau hampir sama


(38)

banyak menurut ukurannya pada nilai indeks keanekaragaman (D’), indeks keseragaman (Es) dan indeks dominansi (D). Indeks keanekaragaman adalah ukuran kekayaan spesies dilihat dari jumlah spesies dalam suatu komunitas dan kelimpahan relatif (jumlah individu tiap spesies). Indeks keseragaman/kemerataan adalah ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu/proporsi antara spesies, maka keseimbangan komunitas akan makin meningkat.

Welcome (1985), menyatakan bahwa ikan air tawar dapat dibagi kedalam tiga golongan: jenis black fish, ikan ini memiliki kemampuan adaptasi tinggi diseluruh habitat air tawar, black fish tahan terhadap perubahan lingkungan dan umumnya memiliki alat pernafasan tambahan. Ikan tersebut termasuk jenis ikan residen pada daerah tertentu. Jenis white fish (ikan putihan), termasuk jenis ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan tersebut tidak mampu berdaptasi dengan lingkungan yang terus menerus berubah dan ikan ini hidup dibagian permukaan air dan ikan jenis moderat, ikan black fish memiliki kemampuan beradaptasi lebih dari ikan jenis white fish dan dapat ditemukan diberbagai tipe habitat. Jenis ikan black fish kebanyakan hidup di aliran sungai.

Teknik Penangkapan dan Identifikasi Ikan

Kotelat, et. al. (1993) mengatakan alat yang paling bermanfaat untuk mengumpulkan nekton berukuran kecil dari sebagian besar perairan adalah jalaserok, dengan ukuran minimum mata jaring kira-kira 1.5-2.0 mm, ukuranbingkainya 50-70 cm x 40-50 cm. Jaring semacam ini pada umumnya


(39)

digunakan di parit–parit atau sungai-sungai kecil untuk mengumpulkan nekton kecil dengan memegangnya secara tegak lurus kearah jenis nekton yang akan ditangkap. Jaring ini juga banyak digunakan untuk mengumpulkan jenis nekton yang hidup diantara vegetasi yang lebat, diantara akar-akar tumbuhan yang mengapung dan diantara vegetasi pesisir.

Jala termasuk alat penangkap yang umum dikenal karena hampir setiap nelayan dapat membuatnya sendiri. Alat tangkap ini di samping dapat digunakan sebagai usaha sampingan dapat juga merupakan usaha kecil-kecilan. Pada prinsipnya penangkapan dengan jala ialah mengurung ikan, udang dengan jalan menebarkan alat tersebut demikian rupa sehingga menelungkup atau penutup sasaran yang dikehendaki (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010).

Kelompok jenis alat penangkapan ikan yang dijatuhkan atau ditebarkan adalah kelompok alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring, besi, kayu, dan/atau bambu yang cara pengoperasiannya dijatuhkan/ditebarkan untuk mengurung ikan pada sasaran yang terlihat maupun tidak terlihat. Pengoperasian alat penangkapan ikan yang dijatuhkan atau ditebarkan dilakukan dengan cara menjatuhkan/menebarkan pada suatu perairan dimana target sasaran tangkapan berada. Pada jala tebar bagian bawah jala akan menguncup dengan sendirinya karena pengaruh pemberat rantai. Jala tebar dioperasikan di sekitar pantai yang dangkal untuk menangkap ikan-ikan kecil (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010).


(40)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2014 di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Stasiun pengambilan sampel nekton terdiri dari 5 stasiun pada setiap stasiun dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dengan jarak Stasiun 1 sampai Stasiun 2 adalah 339 m, Stasiun 2 sampai Stasiun 3 adalah 569 m, Stasiun 3 sampai Stasiun 4 adalah 427 m, dan dari Stasiun 4 sampai Stasiun 5 adalah 346 m dengan titik koordinat stasiun 1 13°43’34,65”N, 98°39’37,79”E, titik koordinat stasiun II 3°43’38,44”N, 98°39’46,58”E, titik koordinat stasiun III 3°43’29,68”N, 98°39’20,48”E., titik koordinat stasiun IV 3°43’40,65”N, 98°39’38,07”E, dan titik koordinat stasiun V adalah 3°43’38,94”N, 98°39’26,86”E. Pengambilan contoh nekton mernggunakan jala. Setelah pengambilan sampel, nekton akan dianalisis di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan. Gambar lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter,jala dengan diameter 1,5-2 mm, toples, keping secchi, tali plastik, lakban, kertas label, botol alkohol, GPS, plastik 5 kg, buku identifikasi, cool box, alat


(41)

tulis, dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer, pH meter,erlenmeyer 125 ml, refraktometer,beaker glass, dan gelas ukur. Bahan yang digunakan diantaranya adalah, alkohol, es, formalin 10%, KOH-KI, MnSO4, H2SO4, amilum,Na2S2O3 dan akuades. Foto alat dan bahan dapat dilihat pada lampiran 3.

Metode Pengambilan Contoh

Pengumpulan nekton

Nekton diambil menggunakan alat tangkap jala. Satu stasiun terdiri 3 titik. Setiap pengambilan sampel pada setiap titik memerlukan waktu +15 menit, sehingga total waktu pengamatan adalah +1 jam perstasiun.

Sampel nekton yang didapat kemudian dimasukan ke dalam plastik 5 kg dan dilakukan perendaman dalam formalin 10% untuk menghindari proses pembusukan. Sampel nekton yang terkumpul kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Nekton yang telah diawetkan selanjutnya diamati di Laboratorium. Identifikasi untuk jenis ikan menggunakan buku identifikasi Kottelat et al. (1993) dan udang menggunakan buku identifikasi James G. Needham dan Paul R. Needham (1992). Contoh nekton yang telah diidentifikasi dikelompokan berdasarkan jenisnya.

Pengambilan sampling nekton dilakukan menggunakan metode purposive sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh peneliti dengan menentukan lima stasiun penelitian. Pengambilan sampel nekton dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan jarak masing-masing stasiun adalah sebagai berikut :


(42)

Peta lokasi penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Gambar Lokasi Penelitian

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun 1

Stasiun ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’34,65”N, 98°39’37,79”E. Daerah ini merupakan daerah yang belum dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat vegetasi mangrove di sekitar perairan. Kondisi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 4.


(43)

Gambar 4. Stasiun 1

b. Stasiun 2

Stasiun ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38,44”N, 98°39’46,58”E. Pada daerah ini dapat dijumpai berbagai aktivitas masyarakat seperti kegiatan permukiman penduduk, wisata, peternakan dan perikanan tambak. Kondisi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Stasiun 2

c. Stasiun 3

Titik 1 Titik 2

Titik 3

Titik 1


(44)

Stasiun ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’29,68”N, 98°39’20,48”E. Pada daerah ini masih dijumpai aktivitas masyarakat, tapi tidak sebanyak pada stasiun 2. Di daerah ini juga terdapat buangan limbah dari kegiatan perikanan tambak.Kondisi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun 3

d. Stasiun 4

Stasiun ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’40,65”N, 98°39’38,07”E. Pada daerah ini merupakan bagian tengah atau pusat danau yang menjadi pembanding pada setiap stasiun lainnya. Kondisi stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 7.

Titik 1

Titik 2


(45)

Gambar 7. Stasiun 4

e. Stasiun 5

Stasiun ini terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38,94”N, 98°39’26,86”E. Pada daerah ini merupakan bagian inlet atau masuknya aliran air sungai ke danau. Kondisi stasiun 5 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Stasiun 5

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan Titik 1

Titik 2 Titik 3

Titik 1

Titik 2


(46)

Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia perairan mencakup :

a. Suhu Air (°C)

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit.Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut (Odum, 1994). Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

b. Kecerahan

Diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

c. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

d. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan Metoda Winkler. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol BOD kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Prosedur Metode Winkler dilampirkan pada lampiran 1.


(47)

e. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan Metoda Winkler. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan mengukur DO awal atau emisiasi dari DO pada hari ke-5. Prosedur Metode Winkler dilampirkan pada lampiran 2.

f. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Refraktometer dibersihkan dulu dengan tisu kearah bawah dengan air atau tisu basah dan dibersihkan lagi dengan tisu kemudian ditetesi dengan cairan tersebut lalu dibaca skalanya.

g. Kedalaman

Kedalaman diukur dengan menggunakan tali plastik dengan cara memasukkan tali ke dalam badan air yang telah diikat dengan pemberat pada tali tersebut telah diberi tanda.

h. Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan mengambil sampel air dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol kemudian dilakukan analisis di laboratorium setelah diambil airnya dilokasi pengamatan.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika, kimia dan biologi beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Dibawah ini.


(48)

Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan.

No. Parameter Fisika, Kimia dan Biologi

Satuan Alat Tempat

Pengukuran

1 Suhu Air °C Termometer Air

Raksa

In-situ

2 Kecerahan Cm Keping Sechii In-situ

3 BOD5 mg/l Metode Winkler Laboratorium

4 Kekeruhan Mg/l - Laboratorium

5 pH Air - pH meter In-situ

6 DO mg/l Metode Winkler In-situ

7 Kedalaman M Tali plastic In-situ

8 Salinitas oo/o Refraktometer In-situ

9 Nekton Ekor Jala In-situ

Analisis Data

Rumus Menghitung Konsentrasi DO

Perhitungan DO dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Barus, 2003):

�� (��/�) =�����������������������������

��� (� − � )

Keterangan :

8000 = Berat molekul Oksigen dalam 1000 ml ml thiosulfat = jumlah ml Na2S2O3 yang terpakai titrasi N thiosulfat = Normalitas Na2S2O3 yang digunakan titrasi 50 = Jumlah ml sampel air yang dititrasi (50 ml) V = volume botol winkler yang digunakan (150 ml)

2 = banyaknya air yang keluar pada saat botol winkler ditutup.


(49)

Perhitungan BOD dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Barus, 2003):

BOD (mg/l) = DO-nol – DO-5 x tingkat pengenceran

Keterangan :

DO-nol = konsentrasi oksigen terlarut nol hari DO-5 = konsentrasi oksigen terlarut 5 hari.

Rumus Menghitung Kecerahan

Untuk rumus menghitung kecerahan adalah sebagai berikut (Barus, 2003):

Kecerahan air (cm) =

2

Jarak tidak tampak (cm) + Jarak tampak (cm)

Untuk menganalisis data dimana dilakukan pengumpulan untuk nekton danau meliputi data komposisi jenis, kelimpahan relatif, frekuensi keterdapatan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, kemiripan habitat antar stasiun dan analisis korelasi pearson. Data-data tersebut dianalisis menurut kaidah sebagai berikut:

Komposisi Jenis

Komposisi jenis diperoleh dari data ukuran dan jumlah spesies nekton yangdiperoleh dari setiap lokasi dengan 5 stasiun yang telah ditentukan.


(50)

Perhitungan kelimpahan relatif setiap jenis nekton dilakukan dengan perhitungan persentase jumlah, dengan persamaan yang digunakan adalah (Krebs, 1972) :

Kr =��

x 100 % Keterangan :

Kr = Kelimpahan Relatif

ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah total individu semua jenis Frekuesi Keterdapatan

Frekuensi keterdapatan digunakan untuk menunjukan luasnya penyebaranlokal jenis tertentu. Hal ini dilihat dari frekuensi (%) nekton yang tertangkap dimana dengan menggunakan persamaan (Misra, 1968) :

Fi =��

X 100 % Keterangan :

Fi = Frekuensi keterdapatan ikan spesies ke-i yang tertangkap (%) Ti = Jumlah stasiun dimana spesies ke-i tertangkap

T = Jumlah semua stasiun

Bila persentase mendekati 100% maka nekton tersebut memiliki penyebaran lokal yang luas. Sedangkan jika jenis nekton yang memiliki nila F mendekati 0 % merupakan jenis ikan yang penyebaran lokal sempit atau terbatas.

Indeks Keanekaragaman

Odum (1994) menyatakan bahwa ada dua cara pendekatan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan: (1) Membandingkan pembanding yang didasarkan pada bentuk, pola atau persamaan


(51)

kurva banyaknya jenis, dan (2) Pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan jenis kepentingan. Dalam menentukan suatu keanekaragaman nekton digunakan indeks Shannon-Wiener (Brower, dkk., 1990) sebagai berikut:

H’ = -∑ �� � log2

�� � Keterangan :

H’ = Indeks Diversitas Shannon-Winer ni = Jumlah individu spesies ke- i N = Jumlah individu semua spesies Indeks Keseragaman

Diversitas maksimun (Hmaks) terjadi bila kelimpahan semua speies di semua

staiun merata, atau apabila H’ = Hmaks = log2 rasio keanekaragaman yang terukur

dengan keanekaragaman maksimum dapat dijadikan ukuran keseragaman (E), yaitu: (Odum, 1994).

E = ����� =

�′ �����

Keterangan :

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner H maks = Keanekaragaman maksimum

S = Jumlah spesies

Indek Dominansi

Untuk mengetahui ada tidaknya, digunakan indeks dominan Simpson (Odum, 1994):


(52)

C = Σ �� � Keterangan :

C = Indeks Dominansi Simpson Ni = Jumlah individu spesies ke-i N = Jumlah individu semua spesies

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1; indeks 1 menunjukan dominansi olehsatu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominansi.

Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi pearson digunakan untuk mengukur hubungan dengan data terdistribusi normal dan untuk mencari derajat keeratan hubungan dan arah hubungan antara keanekaragaman nekton yang terdapat di perairan Danau Siombak Medan dengan sifat fisika dan kimia airnya. Nilai korelasi memiliki nilai rentan antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1.Tanda positif menunjukkan hubungan searah. Jika satu variabel naik maka variabel yang lain naik. Tanda negatif menunjukkan hubungan berlawanan, jika satu variabel naik variabel yang lain turun (Trihendradi, 2005). Menurut (Sugiyono, 2005) interval korelasi dan tingkat hubungan antara faktor adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor (Sugiyono, 2005).

No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00-0,199 Sangat rendah

2 0,20-0,399 Rendah


(53)

4 0,60-0,799 Kuat

5 0,80-1,00 Sangat kuat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Habitat Danau Siombak

Pengambilan sampel air dilakukan sebelum pengambilan sample nekton, untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan kondisi perairan terhadap struktur komunitas sumberdaya hayati nekton di sungai tersebut. Hasil pengukuran rata-rata parameter fisik-kimia perairan selama pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak

PARAMETER

FISIKA KIMIA

Suhu Salinitas Kecerahan Kedalaman Kekeruhan pH DO BOD

BAKU MUTU Deviasi 3 33-34 - - 50 6-9 6 2

SATUAN oC ‰ cm M mg/l - mg/l mg/l

STASIUN 1

P 29,0 10,0 70,0 2,67 10,30 7,1 2,7 3,4

N 29,3 9,6 56,6 2,00 19,70 7,1 1,9 3,3


(54)

STASIUN 2

P 29,3 10,3 76,6 4,03 11,00 7,0 2,4 3,4

N 29,0 10,0 60,0 3,50 13,00 6,7 2,7 3,4

S 29,0 8,6 70,0 2,67 10,00 6,9 2,6 3,5

STASIUN 3

P 29,6 11,0 80,0 5,67 8,70 7,1 2,6 3,2

N 31,0 10,3 56,6 4,17 22,30 7,2 1,4 3,3

S 30,0 9,6 66,6 3,53 15,30 7,2 2,7 3,4

STASIUN 4

P 29,6 10,0 70,0 5,50 11,70 6,9 2,8 3,4

N 29,0 9,3 60,0 4,17 12,30 6,8 2,2 3,3

S 29,0 9,6 60,0 3,67 11,70 6,9 3,3 3,4

STASIUN 5

P 28,6 11,0 83,3 3,30 9,30 6,7 2,4 3,4

N 29,3 10,6 56,6 2,67 15,30 6,9 3,6 3,4

S 29,0 10,3 56,6 2,10 11,30 7,0 1,5 3,3

Baku mutu kualitas air untuk kegiatan perikanan

Keterangan : Tanda (-) Berarti parameter tersebut tidak di persyaratkan (*) : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004

Data merupakan rata-rata juga dikali pengulangan

Data pengukuran faktor fisika dan kimia air diperairan Danau Siombak dapat dilihat pada lampiran 4.

Sumberdaya Hayati Nekton di Danau Siombak

Data keseluruhan hasil tangkapan nekton selama penelitian di Danau Siombak dapat dilihat pada lampiran 5. Jenis- jenis Nekton dan udang yang diperoleh selama penelitian adalah:

1. Mystus gulio

Lundu alias keting adalah nama umum bagi sekelompok ikan air tawar yang tergolong kedalam marga Mystus (suku Bagridae, bangsa Siluriformes). Kelompok ikan dalam marga Mystus sangat beragam, terdiri dari jenis-jenis ikan yang berukuran kecil sampai sedang. Sistematika kelompok ini masih


(55)

memerlukan kajian lebih lanjut. Marga Mystus diyakini memiliki asal usul dari wilayah Asia Selatan dan Tenggara, sebelumnya marga ini juga dikenal dengan nama lain Macrones, nama yang kini tidak dikenal lagi. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 18 ekor yang tertangkap pada stasiun 4 dan 5 memiliki panjang tubuh rata-rata 7,9 cm sampai 11,3 cm dan berat rata-rata 5,9 g sampai 13 g.

Gambar 9. Mystus gulio

2. Dermogenys weberi

Bentuk tubuh berbentuk pipih memanjang seperti silindris atau pipa. Kepala bersisik, rahang bawah lebih panjang dari rahang atas dan bagian ujungnya, bibir tipis. Gurat sisi sempurna, memanjang mulai dari bawah tutup insang dan berakhir dipertengahan pangkal sirip ekor, tidak membentuk rigi pada batang ekor. Ikan ini pada umumnya berkumpul dekat permukaaan air dan melompat ke luar air. Terdapat dua anak suku, yang pertama adalah Hemiramphinae, khusus menghuni lautan, dan Zenarchopterinae, yang menghuni perairan penting:


(56)

yang tertangkap pada stasiun 3 memiliki panjang tubuh rata-rata 17,2 cm sampai 18 cm berat rata-rata 13,8 g sampai 14 g.

Gambar 10. Dermogenys weberi

3. Terapon jarbua

Randall (1994), menyatakan bahwa ikan ini memiliki ukuran yang kecil, adanya garis melengkung, berwarna coklat sepanjang tubuhnya. Memliki warna perak abu-abu pada bagian bawah tubuh dan perak-putih di bagian bawah, terapon jarbua memiliki tubuh agak pipih, lonjong serta memiliki tulang belakang yang kuat, mulut sedikit ke bawah dengan gigi tajam yang kecil dan memiliki panjang maksimum hingga 36 cm. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 1 ekor yang tertangkap pada stasiun 2 memiliki panjang tubuh rata-rata 5,2 cm dan berat rata-rata 2,4 g.


(57)

4. Scatophagus argus

Bentuk ikan Ketang mirip dengan ikan Discus sehingga ikan ini juga digunakan sebagai ikan hias bagi sebagian orang. Ikan ini mempunyai bercak totol-totol hitam pada tubuhnya dan ketika dewasa bercak totol hitam ini akan sedikit memudar. Tubuhnya pipih agak berbentuk persegi empat. Mata cukup besar diameternya sedikit lebih kecil dari pada panjang mulut. Ikan ketang memiliki panjang umumnya 20 cm dan maksimum 38 cm. Ikan ini merupakan ikan yang hidup pada perairan payau, muara sungai dan diantara mangrove. Ikan ini termasuk ikan pelagis eurihaline yaitu dapat hidup pada kisaran kadar garam yang besar.Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 18 ekor yang tertangkap pada stasiun 1, 2, 4 dan 5 memiliki panjang tubuh rata-rata 3,1 cm sampai 4,7 cm dengan berat rata-rata 0,8 g sampai 3 g.

Gambar 12. Scatophagus argus

5. Oreochromis niloticus

Ikan Nila pada umumya mempunya bentuk tubuh yang panjangdan ramping, perbandingan antar panjang dan tinggi badan rata-rata 3:1 sisik ikan Nila


(58)

mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan Nila adalah warna tubuhnya yang hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada Nila lokal putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Ikan Nila memiliki karakteristik sebagai ikan yang merawat anaknya dengan menggunakan mulutnya. Ikan Nila adalah ikan omnivor yang memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik, detritus dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Ikan Nila hidup pada lingkungan air payau, air tawar, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 ppt. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 31 ekor yang tertangkap pada stasiun 1, 2, 4 dan 5 memiliki panjang tubuh rata-rata 10,3 cm sampai 12,4 cm dan berat rata-rata 19,3 g sampai 22,7 g.

Gambar 13. Oreochromis niloticus

6. Aplocheilus panchax

Ikan kepala timah adalah sejenis ikan kecil penghuni perairan tawar, anggota suku Aplocheilidae. Ditemukan menyebar luas di Asia bagian selatan mulai dari Pakistan hingga Indonesia, ikan ini dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Blue panchax atau Whitespot, merujuk pada bintik putih yang ada di atas kepalanya yang serupa tetesan timah. Ikan yang bertubuh kecil, panjang tumbuh


(59)

hingga 55 mm atau lebih. Kepala memipih datar dibagian depan tegak dan datar dibagian belakangnya. Ikan ini mempunya adaptasi yang tinggi, kepala timah ditemukan hidup diberbagai air tawar ingga payau. Ikan ini biasanya menghuni air yang mengenang dan ternaungi. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 2 ekor yang tertangkap pada stasiun 3 memiliki panjang tubuh rata-rata 3. cm sampai 5 cm dengan berat rata-rata 0,3 g sampai 1,8 g.

Gambar 14. Aplocheilus panchax

7. Valamugil seheli

Belanak adalah jenis ikan laut tropis dan subtropis yang bentuknya hampir menyerupai bandeng.Belanak tersebar di perairan tropis dan subtropis juga ditemukan di air payau dan terkadang juga ditemukan di air tawar di. Di kawasan Pasifik belanak ditemukan di Fiji, Samoa, New Caladonia dan Australia sedangkan di Asia, banyak ditemukan di Indonesia, India, Filipina, Malaysia dan Srilangka. Ikan belanak secara umum bentuknya memanjangagak lansing dan gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu jari-jari keras dan delapan jari-jari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal dari bibir bagian bawahnya ini berguna untuk mencari makan di dasar atau organisme yang terbenam dalam lumpur.


(60)

Mempunyai gigi yang amat kecil tapi terkadang pada spesies lain tidak ditemukan gigi sama sekali. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 34 ekor yang tertangkap pada stasiun 2 dan 4 memiliki panjang tubuh rata-rata 9,2 cm sampai 10,6 cm dengan berat rata-rata 12,3 g sampai 13 g.

Gambar 15. Valamugil seheli

8. Ambassis cuvier

Seriding termasuk family Ambassidae. Umumnya berukuran kecil berwarna keperakan, terang agak tembus pandang. Hidup di perairan payau di dataran rendah, jarang ditemukan di air tawar, hidup di perairan yang banyak vegetasi, di perairan dangkal. Ikan ini merupakan ikan demersal, dan termasuk ikan omnivora cenderung ke carnivore. Pakan alaminya ganggang, serangga air, crustacea. Telur dan larva umumnya berada di estuaria.Ambassis atau Slinding adalah genus glassfishes Asia dalam keluarga Ambassidae. Mereka ditemukan secara luas di wilayah Indo-Pasifik, dengan spesies di perairan laut segar, payau dan pantai, Biasa tertangkap menggunakan alat tangkap jala, jaring (pukat) dan bagan. Jika tertangkap di jaring nelayan, ikan ini susah untuk di lepaskan dan sering merusak jaring karena durinya yang tajam (Suryati, 2009). Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 250 ekor yang tertangkap pada


(61)

semua stasiun memiliki panjang tubuh rata-rata 5,1cm sampai 6,3 cm dengan berat rata-rata 1,5 g sampai 2,4 g.

Gambar 16. Ambassis uroatenia

9. Rasbora sumatrana

Ikan puraga memiliki tulang sejati merupakan ikan air tawar dan hidup pada suhu berkisar 23°C - 25°C dengan panjang 13 cm dan mempunyai duri punggung lunak berjumlah 9 dan Sirip dubur lunak berjumlah 8. Ikan ini memiliki nama lokal yakni ikan Puraga. Ikan ini berasal dari famili Cyprinidae dan genus Rasbora.Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 1 ekor yang tertangkap pada stasiun 3 memiliki panjang tubuh 13,2 dengan berat 15,7 g.


(62)

Gambar 17. Rasbora sumatrana

10. Channa striata

Ikan Gabus adalah jenis ikan predator yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah. Ikan darat yang cukup besar, dapat tumbuh hinga mencapai panjang 1 m. berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular, dengan sisik besar di atas kepala.Tubuh bulat memanjang, seperti peluru kendali.Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat diujungnya. Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 3 ekor yang tertangkap pada stasiun 1 memiliki panjang tubuh rata-rata 4,3 cm sampai 4,5 cm dengan berat rata-rata 0,7 g sampai 0,8 g.


(63)

Gambar 18. Channa striata

11. Fenneropenaeus indicus

Udang putih kecil merupakan spesies udang yang memiliki bentuk yang sama dengan udang putih besar yang hanya berbeda dengan ukurannya. Udang ini merupakan jenis krustacea yang berkulit keras dan dipasarkan sebagai makanan dan banyak dijual dipasar-pasar.Jumlah individu ikan ini selama penelitian diperoleh sebanyak 19 ekor yang tertangkap pada stasiun 4 dan 5 memiliki panjang tubuh rata-rata 5,2 cm sampai 9,3 cm dengan berat rata-rata 1,9 g sampai 12,3 g.


(64)

Klasifikasi jenis-jenis nekton yang tertangkap selama penelitian di Danau Siombak dapat dilihat pada lampiran 6. Jumlah keseluruhan individu nekton yang diperoleh terdiri dari 371 ekor dan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi jenis nekton yang terdapat di Danau Siombak serta data jumlah jenis nekton berdasarkan stasiun pengamatan dan waktu pengambilan sampel.

Ordo Famili Spesies St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 Total

Siluriformes Bagridae Mystus gulio - - 1 6 11 18

Beloniformes Zenarchopterida

e Dermogenys weberi 2 - - - -

2

Perciformes

Terapontidae Terapon jarbua - - 1 1 - 2

Scatophagidae Scatophagus argus - 9 1 - - 10

Ambassidae Ambassis vroatenia 45 52 51 35 54 237

Channidae Channa stariata - 1 2 - - 3

Cichlidae Oreochromis niloticus 1 4 7 5 14 31

Cyprinodontiformes Aplocheilidae Aplocheilus panchax - - - - 1 1

Mugiliformes Muilidae Valamugil seheli - 46 - - 1 47

Cypriniformes Cyprinidae Rasbora sumatrana - - - - 1 1

Decapoda Penaeidae Fenneropenaeus indicus - - - 3 16 19

Total 48 112 63 50 98 371

Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Keterpadatan Nekton

Persentase nekton tertinggi pada lokasi pengamatan adalah Ambassius uroatenia yakni dari famil Ambassidae (ikan Slinding) sebesar 64% dan yang paling rendah yakni ikan Rasbora sumatrana dari famil Cyprinidae (ikan Puraga) sebesar 0% dan ikan Aplocheilus panchax dari famili Aplocheilidae (ikan Kepala Timah). Kelimpahan relatif berdasarkan waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.


(65)

Nama Spesies

Persentase nekton yang tertangkap (%) Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

Mystus gulio 7,1 1,81 7,34

Dermogenys weberi 1,02 - 0,92

Terapon jarbua 1,02 - 0,92

Scatophagus argus 1,02 6,06 2,75

Oreochromis niloticus 4,08 9,09 11,01

Aplocheilus panchax 2,04 - -

Valamugil seheli 12,24 13,3 -

Ambassis uroatenia 71,43 67,87 62,38

Rasbora sumatrana - - 0,92

Channa stariata - - 0,92

Fenneropenaeus indicus - 1,81 14,68

Jumlah (%) 100 100 100

Jumlah (ekor) 98 165 109

Dari hasil penangkapan nekton selama tiga bulan terdapat perbedaan pada kelimpahan nekton tiap bulan pengamatan, dimana kelimpahan nekton tertinggi pada bulan Juni sebanyak 165 ekor dan terendah pada bulan Mei sebanyak 98 ekor. Frekuensi keterpadatan berdasarkan waktu pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data frekuensi keterdapatan nekton

Nama Spesies

Persentase nekton yang tertangkap (%)

Rata-rata Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3

Mystus gulio

40 20 27

29

Dermogenys weberi 20 - 7 9


(66)

Scatophagus argus 20 27 20 22,3

Oreochromis niloticus 100 53 27 60

Aplocheilus panchax 20 - - 6,7

Valamugil seheli 20 13 - 11

Ambassis uroatenia 100 87 53 80

Rasbora sumatrana - - 7 2,3

Channa stariata - - 7 2,3

Fenneropenaeus indicus - 7 40 15,7

Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi nekton

. Secara umum, tingkat keanekaragaman, keseragaman, dominansi di Danau Siombak dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi sumberdaya hayati nekton.

Indeks Keanekaragaman (H’) Keseragaman (E) Dominasi (C)

Stasiun

Stasiun 1 0.46 0.2858 0.8128

Stasiun 2 1.107 0.6878 0.3878

Stasiun 3 0.845 0.4342 0.6546

Stasiun 4 0.89 0.642 0.5325

Stasiun 5 1.19 0.7394 0.3772

Sampling

Sampling 1 1.04 0.5001 0.5257

Sampling 2 1.07 0.5972 0.4918

Sampling 3 1.095 0.5266 0.4252

Pasang, normal dan

surut

Pasang 1.439 0.692 0.3391

Normal 1.1 0.529 0.4934


(67)

Analisis korelasi pearson antara faktor fisika dan kimia perairan dengan indeks keanekaragaman nekton

Berdasarkan pengukuran faktor fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman nekton maka diperoleh nilai indeks korelasi. Parameter fisika-kimia perairan yang diperhitungkan dalam analisis ini adalah suhu, kedalaman, kecerahan, kekeruhan, pH, DO dan BOD, yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai analisis korelasi pearson antara keanekaragaman nekton dengan sifat fisika dan kimia perairan Danau Siombak

Keanekaragaman nekton (H’) Analisis korelasi pearson kriteria/tingkat hubungan korelasi

Suhu (oC) -0,314 Rendah

Salinitas (‰) 0,402 Sedang

Kecerahan (cm) 0,498 Sedang

Kedalaman (m) 0,245 Sedang

Kekeruhan (cm) -0,794 Sangat rendah

pH -0,631 Sangat rendah

DO 0,103 Sedang

BOD5 -0,444 Rendah

Pembahasan

Berdasarkan Tabel 3. Hasil analisis perairan yang diperoleh dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni fisika perairan dan kimia perairan


(68)

28 28,5 29 29,5 30 30,5

1 2 3 4 5

S

uhu (

oC)

Stasiun Fisika perairan

a. Suhu

Suhu perairan pada kelima stasiun pengambilan contoh berkisar antara 27- 310C dengan suhu terendah terdapat di stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 4. Suhu tertinggi pada stasiun 3.Variasi suhu tersebut disebabkan oleh adanyaperbedaan waktu dan pengaruh lebatnya vegetasi tumbuh-tumbuhan di sekitarperairan tersebut diduga menghalangi penetrasi sinar matahari yang masukkedalam perairan.Dari hasil pengamatan, nilai kisaran suhu kelima stasiun tersebut masih tergolong dalam kisaran suhu normal dan masih layak bagi organisme perairan. Berdasarkan Effendi (2003), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan adalah 20-30 oC.

Gambar 20. Suhu rata-rata pada setiap stasiun pengamatan

b. Salinitas

Kadar salinitas yang didapat pada kelima stasiun penelitian berkisar 8.6 – 11 ‰ seperti yang tertera pada Tabel 3. Namun pada saat sampling kedua


(69)

terjadinya fluktuasi yang menyebabkan kondisi danau bersifat limnis. Hal ini sesuai dengan studi Barus (2004) yang menyebutkan bahwa ekosistem air di daratan umumnya bersifat limnis dengan kadar salinitas < 0,5 ‰ seperti sungai dan danau, meskipun terdapat juga danau yang mempunyai kadar salinitas yang tinggi dan biasanya bersifat payau dengan kadar salinitas 0.5–30 ‰. Danau seperti ini terutama terdapat di perairan tropis yang diakibatkan oleh tingginya penguapan. Terdapat perbedaan antara kandungan garam terlarut pada perairan tawar dengan kandungan garam terlarut pada ekosistem laut. Salinitas di Danau Siombak sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan air hujan.

Gambar 21. Salinitas rata-rata pada setiap stasiun pengamatan

c. Kecerahan

Nilai kecerahan pada kelima stasiun diperoleh kisaran antara 56.6−83.3%. Nilai terendah pada stasiun 4 dan tertinggi pada stasiun 2. Nilai kecerahan yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan stasiun 4 yang keruh dari akibat banyaknya limbah rumah tangga, aktivitas MCK dan limpasan dari pertambakan, sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar perairan. Hal ini diperjelas dengan besarnya nilai kekeruhan pada stasiun 4 yaitu sebasar 60-70 m (Tabel 3). Nilai kecerahan tertinggi pada stasiun 2. disebabkan kondisi air yang tidak terlalu keruh dan


(70)

60 62 64 66 68 70

1 2 3 4 5

K ecer ah an ( cm ) Stasiun 2 2,5 3 3,5 4 4,5 am an ( m )

kurangnya aktivitas pada kedalaman tersebut (267-403 cm) sehingga dasar perairannya tidak terlalu keruh. Hal ini diperjelas dengan besarnya nilai kekeruhan pada stasiun 2 yaitu 60-76.6 m (Tabel 3).

Gambar 22. Kecerahan rata-rata pada setiap stasiun pengamatan

d. Kedalaman

Kedalaman danau dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan arus serta pasang surut. Nilai kedalaman terendah pada stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 3 dengan kisaran antara 150 cm dan 567 cm. Hal sesuai dengan pernyataan Agustini (2013), yang menyatakan bahwa Danau Siombak adalah danau buatan dengan luas sekitar 40 hektar, diameter sekitar 1000 meter dan kedalaman kurang lebih 12 meter. Ketika pasang danau Siombak memiliki kedalaman kisaran antara 424 cm, normal berkisar antara 330 cm dan ketika surut berkisar antara 210 cm


(1)

A. Data Sampling Ke - 1 (Selasa, 27 Mei 2014)

: New

Moon

Stasiun Waktu Kondisi Cuaca Kondisi Perairan

Pasang

1 12.50 WIB Panas Terik Sedikit Kotor

2 13.25 WIB Panas Terik Bersih

3 11.20 WIB Panas Terik Kotor

4 13.45 WIB Panas Terik Bersih

5 14.00 WIB Panas Terik Kotor

Normal

1 16.10 WIB Cerah Bersih

2 16.30 WIB Cerah Sedikit Kotor

3 15.45 WIB Cerah Kotor

4 16.45 WIB Cerah Bersih

5 17.10 WIB Cerah Bersih

Surut

1 18.15 WIB Mendung Sedikit Kotor

2 18.25 WIB Mendung Kotor

3 18.00 WIB Sedikit Mendung Bersih

4 18.40 WIB Mendung Bersih


(2)

Lampiran 8. Lanjutan

B. Data Sampling Ke – 2 (Minggu, 8 Juni 2014)

: Last

Quarter

Stasiun Waktu Kondisi Cuaca Kondisi Perairan

Pasang

1 12.05 WIB Panas Terik Bersih

2 12.15 WIB Panas Terik Bersih

3 11.45 WIB Panas Terik Sedikit Kotor

4 12.25 WIB Panas Terik Bersih

5 12.35 WIB Panas Terik Bersih

Normal

1 14.50 WIB Panas Banyak Sampah

Serasah

2 15.00 WIB Panas Bersih

3 14.40 WIB Panas Sedikit Kotor

4 15.10 WIB Panas Bersih

5 15.20 WIB Panas Kotor

Surut

1 17.10 WIB Cerah Bersih

2 17.25 WIB Cerah Bersih


(3)

5 17.40 WIB Cerah Bersih

Lampiran 8. Lanjutan

C. Data Sampling Ke – 3 (Sabtu, 12 Juli 2014)

: Full

Moon

Stasiun Waktu Kondisi Cuaca Kondisi Perairan

Pasang

1 10.20 WIB Cerah Bersih

2 10.30 WIB Cerah Banyak Sampah

3 10.05 WIB Mendung Bersih

4 10.40 WIB Cerah Bersih

5 10.50 WIB Cerah Banyak Sampah

Normal

1 14.10 WIB Panas Terik Kotor

2 14.20 WIB Panas Terik Bersih


(4)

4 14.30 WIB Panas Terik Bersih

5 14.35 WIB Panas Terik Kotor

Surut

1 17.05 WIB Senja Bersih

2 17.15 WIB Senja Bersih

3 17.00 WIB Senja Kotor

4 17.20 WIB Senja Bersih

5 17.30 WIB Senja Bersih

Lampiran 9. Foto Kegiatan di Lapangan

a. Pengambilan sampel nekton

b. Pemisahan sampel nekton

dengan menggunakan Jala

antara ikan dan udang


(5)

c. Pengukuran DO

d. Pengukuran panjang dan

berat nekton


(6)