Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

(1)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI

INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

ACHMAD TAHER DAULAY 100302086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI

INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

ACHMAD TAHER DAULAY 100302086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS SEBAGAI

INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU SIOMBAK

KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

ACHMAD TAHER DAULAY 100302086

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

Nama : Achmad Taher Daulay NIM : 100302086

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Rusdi Leidonald, SP. M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Achmad Taher Daulay

NIM : 100302086

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Oktober 2014

Achmad Taher Daulay NIM. 100302086


(6)

ABSTRAK

ACHMAD TAHER DAULAY. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan RUSDI LEIDONALD.

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir dan danau ini juga dipengaruhi oleh pasang surut karena lokasi danau ini tidak jauh dari kawasan pesisir. Keanekaragaman makrozoobentos dan pengukuran faktor fisika dan kimia merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air di perairan Danau Siombak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor fisika dan kimia di perairan Danau Siombak dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet serta kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Juli 2014 di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota medan. Berdasarkan hasil yang didapat, hubungan antara faktor fisika kimia perairan Danau Siombak dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet menyatakan bahwa perairan Danau Siombak termasuk ke dalam golongan kelas C dengan kondisi perairan yang tercemar sedang dan nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,091 – 1,480. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi perairan Danau Siombak memiliki keanekaragaman makrozoobentos yang rendah. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa suhu, COD, fosfat, penetrasi cahaya, pH dan BOD5 memiliki kolerasi yang positif

atau memiliki hubungan yang searah dengan keanekaragaman makrozoobentos sedangkan salinitas, DO dan nitrat memiliki kolerasi yang negatif atau memilki hubungan yang saling berlawanan.


(7)

ABSTRACT

ACHMAD TAHER DAULAY. The Diversity of Macrozoobenthic as Water Quality Indicators of Siombak Lake District of Medan Marelan in Medan City. Supervised by DARMA BAKTI and RUSDI LEIDONALD.

Siombak Lake is an artificial lake formed as a result of sand dredging activities in an area formerly known as Paya Pasir and the lake is also influenced by the ups and downs because of the location of the lake is not far from the coastal region. The diversity of macrozoobenthic and measurement of physical and chemical factors is one of the parameters used to determine changes in water quality in the waters of Siombak Lake. The purpose of this study was to determine the physical and chemical factors in the waters of Siombak Lake in conjunction with water quality standards under PP 82 of 2001 and Storet methods as well as the density and diversity of macrozoobenthic. This study was conducted for three months that started from May to July 2014 in the waters of Siombak Lake District of Medan Marelan in Medan City. Based on the results obtained, the relationship between chemical physical factors Siombak Lake waters with water quality standards under PP 82 of 2001 and Storet method states that the waters of Siombak Lake belong to the class of the class C with the condition of being contaminated waters and value diversity index (H') of macrozoobenthic were obtained at each station study ranged from 1,091 to 1,480. These results indicate that the condition of the waters of Siombak Lake have a low diversity of macrozoobenthic. The results of Pearson correlation analysis showed that temperature, COD, phosphate, light penetration, pH and BOD5 have a positive

correlation or have a direct relationship with the diversity of macrozoobenthic while salinity, DO and nitrate have a negative correlation, or have the opposite relationship.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 16 Juni 1992 dari Ayahanda Jantan Daulae dan Ibunda Lesna Rayawati Nasution. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 060968 Medan pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan menengah pertama dari tahun 2004-2007 di SMP Negeri 5 Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 16 Medan dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II Belawan, Provinsi Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten laboratorium Hama Penyakit Ikan tahun 2013-2014 dan Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan tahun 2014-2015.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Jantan Daulae dan Ibunda Lesna Rayawati Nasution yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada abangda M. Ardhiansyah Daulay dan adinda Anissa Permata Sari Daulay.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Rusdi Leidonald, SP. M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Terimakasih kepada Adil Junaidi, Prasetia Ajitama, Pahrurrozi, Muhammad Irfan Maulana, Hilman Zarkasih, Muhammad Fadli Lubis, Sarah


(10)

Diba Sandy, Rangga Warsito dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Terimakasih penulis juga sampaikan kepada Sri Wahyuni Darlis serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, Oktober 2014


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Kerangka Pemikiran ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Ekosistem Danau ... 7

Ekosistem Danau Siombak ... 8

Keanekaragaman Makrozoobentos ... 9

Makrozoobentos Sebagai Indikator ... 12

Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos ... 13

a. Suhu ... 14

b. Salinitas ... 15

c. Penetrasi cahaya ... 15

d. Disolved Oxygen (DO) ... 16

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 16

f. Chemical Oxygen Demand (COD) ... 17

g. Derajat Keasaman (pH) ... 18

h. Kandungan Nitrat ... 18

i. Kandungan Fosfat ... 19

j. Substrat Dasar ... 20

METODE PENELITIAN ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22


(12)

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan ... 25

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan ... 28

Parameter Kualitas Air ... 32

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ... 32

Analisis Data ... 34

a. Kepadatan Populasi (K) ... 35

b. Kepadatan Relatif (KR) ... 35

c. Frekuensi Kehadiran (FK) ... 35

d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’) ... 36

e. Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) ... 37

f. Analisis Korelasi Pearson ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Hasil ... 39

Klasifikasi Makrozoobentos ... 39

Ciri Morfologi ... 40

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian ... 45

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobentos ... 47

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan ... 47

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Berdasarkan Metode Storet ... 50

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos ... 51

Pembahasan ... 52

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian .... 52

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobentos ... 54

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan ... 56

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Berdasarkan Metode Storet ... 62

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2. Lokasi Penelitian ... 24

3. Stasiun 1 ... 25

4. Stasiun 2 ... 26

5. Stasiun 3 ... 26

6. Stasiun 4 ... 27

7. Stasiun 5 ... 28

8. Mytilus ... 40

9. Pomacea ... 41

10. Planaxis ... 41

11. Neripteron ... 42

12. Sphaerassiminea ... 42

13. Melanoides ... 43

14. Tarebia ... 43

15. Sermyla ... 44


(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisika, Kimia dan Biologi Perairan ... 31

2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 Tahun 2001 ... 32

3. Penentuan Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet ... 33

4. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan ... 34

5. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor ... 38

6. Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan ... 39

7. Nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian ... 45

8. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian ... 47

9. Nilai Rata-rata Faktor Fisika Kimia Perairan yang Diukur pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel ... 47

10. Hasil Substrat yang Didapat pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel ... 49

11. Kondisi Fisika dan Kimia Air yang Terdapat di Perairan Danau Siombak Berdasarkan Metode Storet ... 50

12. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozoobentos dengan Sifat Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak Medan ... 51


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen ... 70

2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 71

3. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks ... 72

4. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3−) ... 73

5. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO4−3) ... 74

6. Jenis Substrat Berdasarkan Segitiga Millar ... 75

7. Anggaran Biaya Penelitian ... 76

8. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 77

9. Data Makrozoobentos di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan ... 79

10. Data Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Air di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan ... 86

11. Waktu dan Kondisi Lokasi Penelitian pada Saat Sampling ... 89

12. Foto Kegiatan di Lapangan ... 92

13. Foto Alat yang digunakan dalam Penelitian ... 93


(16)

ABSTRAK

ACHMAD TAHER DAULAY. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Dibimbing oleh DARMA BAKTI dan RUSDI LEIDONALD.

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir dan danau ini juga dipengaruhi oleh pasang surut karena lokasi danau ini tidak jauh dari kawasan pesisir. Keanekaragaman makrozoobentos dan pengukuran faktor fisika dan kimia merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan kualitas air di perairan Danau Siombak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor fisika dan kimia di perairan Danau Siombak dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet serta kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Juli 2014 di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota medan. Berdasarkan hasil yang didapat, hubungan antara faktor fisika kimia perairan Danau Siombak dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 dan metode Storet menyatakan bahwa perairan Danau Siombak termasuk ke dalam golongan kelas C dengan kondisi perairan yang tercemar sedang dan nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,091 – 1,480. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi perairan Danau Siombak memiliki keanekaragaman makrozoobentos yang rendah. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa suhu, COD, fosfat, penetrasi cahaya, pH dan BOD5 memiliki kolerasi yang positif

atau memiliki hubungan yang searah dengan keanekaragaman makrozoobentos sedangkan salinitas, DO dan nitrat memiliki kolerasi yang negatif atau memilki hubungan yang saling berlawanan.


(17)

ABSTRACT

ACHMAD TAHER DAULAY. The Diversity of Macrozoobenthic as Water Quality Indicators of Siombak Lake District of Medan Marelan in Medan City. Supervised by DARMA BAKTI and RUSDI LEIDONALD.

Siombak Lake is an artificial lake formed as a result of sand dredging activities in an area formerly known as Paya Pasir and the lake is also influenced by the ups and downs because of the location of the lake is not far from the coastal region. The diversity of macrozoobenthic and measurement of physical and chemical factors is one of the parameters used to determine changes in water quality in the waters of Siombak Lake. The purpose of this study was to determine the physical and chemical factors in the waters of Siombak Lake in conjunction with water quality standards under PP 82 of 2001 and Storet methods as well as the density and diversity of macrozoobenthic. This study was conducted for three months that started from May to July 2014 in the waters of Siombak Lake District of Medan Marelan in Medan City. Based on the results obtained, the relationship between chemical physical factors Siombak Lake waters with water quality standards under PP 82 of 2001 and Storet method states that the waters of Siombak Lake belong to the class of the class C with the condition of being contaminated waters and value diversity index (H') of macrozoobenthic were obtained at each station study ranged from 1,091 to 1,480. These results indicate that the condition of the waters of Siombak Lake have a low diversity of macrozoobenthic. The results of Pearson correlation analysis showed that temperature, COD, phosphate, light penetration, pH and BOD5 have a positive

correlation or have a direct relationship with the diversity of macrozoobenthic while salinity, DO and nitrate have a negative correlation, or have the opposite relationship.


(18)

Latar Belakang

Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga, dan sebagainya dan perairan lotik (lotic water) disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat. Danau Siombak termasuk perairan lentik (lentic water), atau juga disebut sebagai perairan tenang (Barus, 2004).

Perairan Danau Siombak sangat dipengaruhi oleh pasang surut, hal ini dikarenakan Danau Siombak terletak tidak jauh dari kawasan pesisir. Apabila terjadi pasang maka air di Danau Siombak tersebut akan naik hingga ke permukaan ataupun daratan sehingga dapat membanjiri jalan-jalan disekitarnya. Sebaliknya apabila terjadi surut maka perairan Danau Siombak akan menyebabkan pendangkalan dan menumpuknya limbah ataupun sampah akibat kegiatan aktivitas masyarakat dan wisata di sekitar perairan Danau Siombak. Pada sekitar danau juga terdapat berbagai macam jenis mangrove yang juga menjadi salah satu sumber kehidupan bagi biota yang hidup di sekitar perairan yang


(19)

berfungsi sebagai tempat mencari makan, tempat perlindungan, berkembangbiak, memijah dan lain sebagainya. Hal ini menjadi bahan acuan bahwa betapa pentingnya ekosistem perairan Danau Siombak baik bagi kehidupan manusia maupun kehidupan biota disekitarnya.

Lingkungan perairan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia yang semakin membutuhkan peningkatan hasil sumber daya perairan sehingga upaya penyelamatan perairan sangatlah penting. Kualitas lingkungan perairan sangat ditentukan oleh kehidupan organisme aquatik di perairan tersebut. Gangguan pada suatu perairan akibat dari tekanan lingkungan oleh kegiatan manusia maupun proses alamiah dapat mengakibatkan sekaratnya lingkungan perairan (Noortiningsih, dkk., 2008). Menurut Barus (2004) setiap takson dari bentos mempunyai toleransi yang berbeda terhadap perubahan faktor lingkungan. Ada jenis bentos tertentu yang toleran terhadap perubahan faktor lingkungan abiotik yang besar, sementara jenis lainnya sangat sensitif. Artinya bahwa bagi yang toleran, maka perubahan faktor lingkungan yang besar dan drastis tidak akan menyebabkan punah atau berkurangnya jenis tersebut. Sebaliknya bagi jenis yang sensitif, maka terjadinya perubahan faktor lingkungan akan mempengaruhi kelangsungan hidup jenis tersebut.

Berdasarkan ukurannya, bentos dapat digolongkan ke dalam kelompok bentos mikroskopik atau mikrozoobentos dan makrozoobentos. Bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Nugroho, 2006).


(20)

Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah makrozoobentos. Komponen lingkungan, baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan. Perairan yang berkualitas biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan yang tercemar (Fachrul, 2007). Sejauh ini masih sedikit kajian tentang keanekaragaman makrozoobentos dan kualitas air di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Berbagai kegiatan yang terdapat di sekitar perairan Danau Siombak seperti aktivitas masyarakat maupun aktivitas wisata dapat memberikan dampak positif maupun dampak yang negatif. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan yaitu dampak terhadap lingkungan. Berkembangnya aktivitas tersebut maka secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama keanekaragaman makrozoobentos. Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan keberadaan jenis serta keanekaragaman makrozoobentos pada perairan Danau Siombak. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kualitas faktor fisika dan kimia perairan Danau Siombak dibanding dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet?


(21)

3. Bagaimana hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan sifat fisika dan kimianya di perairan Danau siombak?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor fisika dan kimia perairan Danau Siombak dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet di kawasan perairan Danau Siombak Medan.

2. Untuk mengetahui kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos pada perairan Danau Siombak.

3. Untuk mengetahui hubungan keanekaragaman makrozoobentos dengan sifat fisika dan kimianya di perairan Danau siombak.

Hipotesis

1. Parameter faktor fisika dan kimia perairan Danau Siombak melewati ambang batas berdasarkan PP 82 Tahun 2001 dan metode Storet.

2. Keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Siombak rendah.

3. Parameter faktor fisika dan kimia perairan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Siombak Medan.


(22)

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman makrozoobentos di perairan Danau Siombak Medan.

2. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang kualitas perairan Danau Siombak Medan sebagai bahan acuan untuk aspek pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan.

Kerangka Pemikiran

Berkembangnya berbagai aktivitas di Danau Siombak maka secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kondisi ekologis terhadap kehidupan biota terutama keanekaragaman makrozoobentos. Sejauh ini belum banyak tulisan tentang kondisi fisika kimia perairan dan keberadaan jenis serta keanekaragaman makrozoobentos pada perairan Danau Siombak. Berdasarkan permasalahan diatas kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(23)

Danau Siombak

Aktivitas Masyarakat Aktivitas Wisata

Parameter Fisika Parameter Biologi Parameter Kimia

Keanekaragaman Makrozoobentos

Kualitas Air

Tindakan Manajemen

Batas Kajian

Usulan Tindakan Manajemen


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004).

Berdasarkan keadaan nutrisinya Payne (1986) diacu oleh Sinaga (2009), menggolongkan danau menjadi 3 jenis yaitu:

a. Danau Oligotrofik yaitu danau yang mengandung nutrien (miskin akan nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.

b. Danau Eutrofik, yaitu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien), khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan algae dan tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer pada danau ini


(25)

tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah.

c. Danau Distrofik, yaitu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik.

Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004).

Ekosistem Danau Siombak

Danau Siombak terletak di Kelurahan Rengas Pulau, Medan Marelan, berjarak 18 km sebelah utara dari pusat Kota Medan. Danau ini tidak secara alami terbentuk, melainkan sebuah danau buatan yang pada mulanya merupakan daerah rawa-rawa. Danau buatan ini mempunyai sejarah tersendiri, yakni sekitar tahun 1980 tanah di rawa-rawa itu dikeruk untuk menimbun pembuatan jalan tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera) sepanjang 34 km. Luas daerah yang dikeruk dari tanah milik masyarakat, yang kini telah menjadi danau itu memiliki


(26)

luas sekitar 40 ha dengan garis tengah 1.000 meter dan memiliki kedalaman 10 meter. Sebanyak 29 ha dari luas danau itu merupakan areal perairan, sisanya areal daratan. Danau yang berada di ketinggian dua meter di atas permukaan laut itu, sangat potensial sebagai sebuah tempat tujuan wisata karena memiliki keindahan alam yang sekelilingnya ditumbuhi pohon nyiur hijau. Danau itu terletak di antara dua sungai, yaitu Sungai Deli yang bermuara di Bagan Deli, Belawan, dan Sungai Terjun yang bermuara di Kuala Deli, Belawan (Agustini, 2013).

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal tersebut dimanfaatkan sebagai material timbunan jalan tol yang menghubungkan Belawan-Medan-Tanjung Morawa, yang dibangun pada tahun 1980-an. Danau Siombak yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi destinasi kegiatan wisata di kawasan Kota Medan bagian Utara, seperti halnya kawasan Ancol di DKI Jakarta. Potensi wisata air di perairan Danau Siombak sangat mungkin untuk dikembangkan, demikian juga daerah tepian danau yang dapat dijadikan tempat Camping Ground, Taman Margasatwa, maupun Play Ground (Restu, dkk., 2013).

Keanekaragaman Makrozoobentos

Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori bentos. Berdasarkan sifat hidupnya dibedakan antara fitobentos, yaitu organisme bentos yang bersifat tumbuhan dan zoobentos, yaitu organisme bentos yang bersifat hewan. Kelompok ini masih dibedakan menjadi


(27)

epifauna, yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan. Selanjutnya berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh siklus hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya. Misalnya sejenis Echinodermata yang bersifat plankton pada stadia larva dan menjadi hewan bentos setelah mencapai bentuk dewasa (Barus, 2004).

Hubungan perubahan lingkungan terhadap kestabilan suatu komunitas makrozoobentos dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan mengamati keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungan dengan kelimpahan tiap jenisnya sedangkan kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Baik buruknya kondisi suatu ekosistem tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Suatu ekosistem yang stabil dapat saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi tergantung pada fungsi aliran energi pada sistem tersebut (Odum, 1994).

Bentos merupakan organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan. Zoobentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan makrozoobentos lebih banyak ditemukan di perairan yang tergenang (lentik) dari pada di perairan yang mengalir (lotik) (Payne, 1986 diacu oleh Sinaga, 2009).


(28)

Berdasarkan ukuran tubuhnya, bentos dapat dibagi menjadi makrobentos (> 2 mm), meiobentos (0,2 - 2 mm) dan mikrobentos (< 0,2 mm). Bentos juga merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis ikan dan menempati urutan kedua dan ketiga dalam rantai makanan di suatu komunitas perairan. Bentos dapat dijumpai pada berbagai tipe perairan seperti sungai, kolam, danau, estuaria dan laut. Umumnya bentos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah crustaceae, molluska, insekta dan sebagainya. Bentos tidak saja berperan sebagai penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

Lind (1979) diacu oleh Sinaga (2009), menyatakan bahwa organisme bentos memainkan peran penting dalam komunitas dasar, karena fungsinya dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik yang tertangkap di dalam lingkungan perairan. Sifat pergerakan makrozoobentos yang terbatas atau relatif menetap dan habitat hidupnya di dasar perairan yang merupakan tempat bahan pencemar maka perubahan kualitas air dan substrat hidupnya mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos.

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik yang menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus diberbagai kedalaman serta fraksi substrat seperti debu, liat dan pasir (Zulkifli dan Setiawan, 2011).

Indeks diversitas ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil daripada ekosistem alami. Diversitas di suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies akan


(29)

semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin, dkk., 2002).

Makrozoobentos Sebagai Indikator

Makrozoobentos memiliki peranan penting dalam suatu perairan. Peranan tersebut adalah menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan serta dapat digunakan untuk memantau perubahan kualitas air. Peranan bentos dalam ekosistem perairan yaitu dapat menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan, selain itu bentos dapat mentransfer energi dari produsen primer ke tingkat tropik berikutnya (Jailani dan Nur, 2012).

Pemilihan bentos sebagai indikator kualitas di suatu ekosistem air memiliki beberapa alasan, diantaranya yaitu pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah diidentifikasi. Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah oleh kondisi air disekitarnya. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan bentos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut dan perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas bentos (Barus, 2004).

Bentos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air. Suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi. Penilaian kualitas perairan dan pengukuran keanekaragaman


(30)

jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Makrozoobenthos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994).

Populasi makrozoobentos yang melimpah merupakan indikasi bahwa kondisi lingkungan yang baik, tetapi ini hanya berlaku (baik) bagi jenis itu sendiri, kecuali populasi makrozoobentos yang melimpah terjadi pada sebagian besar jenis penghuni. Hal ini terjadi karena beberapa jenis bentos hanya dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik dalam lokasi yang mempunyai kualitas perairan bagus, tetapi beberapa jenis masih dapat hidup dan berkembang dalam perairan yang mempunyai kondisi buruk. Bila suatu jenis organisme bentos dapat toleran terhadap kondisi buruk, maka jenis tersebut akan berkembang dengan baik karena sedikitnya kompetitor (Tobing, 2009).

Bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 2000).

Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos

Sifat fisika kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor-faktor abiotik perairan. Dengan


(31)

mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan. Faktor abiotik (fisika dan kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos, antara lain :

a. Suhu

Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).

Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai suhu air. Terdapat organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas

(euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit

(stenoterm). Suhu juga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan dari organisme air

(Barus, 2004).

Kisaran suhu di lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan limbah pabrik misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berbeda (Suin, 2002).


(32)

b. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰) (Barus, 2004). Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat

stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit

disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem.

c. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya mengalami penghilangan atau pengurangan yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan (Jeffries dan Mills, 1996 diacu oleh Effendi, 2003). Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan (Barus, 2004).

Perairan dangkal cenderung memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Pada kondisi perairan yang dangkal, intensitas cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air sehingga mencapai dasar perairan, daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar daripada daerah yang lebih dalam sehingga cenderung mempunyai


(33)

makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks. Pada musim hujan perairan cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu perairan (Setiawan, 2008).

d. Disolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen dalam air umumnya sangat terbatas. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperatur 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur

air (Barus, 2004).

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan merupakan indikasi kuat adanya pencemaran terutama pencemaran bahan organik (Siradz, dkk., 2008).

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20°C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa


(34)

hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

f. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan

mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

Siregar (2011) menyatakan bahwa COD (Chemical Oxygen Demand) erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD5 tetapi senyawa-senyawa

organik itu tetap menurunkan kualitas air, karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan dan dapat bersifat toksik bagi makrozoobentos. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD dilakukan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian dipanaskan dengan larutan kalium dikromat dengan kepekatan tertentu yang jumlahnya sedikit di atas yang diperlukan. Dengan katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah teroksidasi. Dengan penentuan


(35)

jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD contoh dapat dihitung, dan dapat dilihat nantinya apa pengaruhnya pada makrozoobentos.

g. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi

garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

Fluktuasi nilai pH pada air dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mangalami proses penguraian, dan bahan

anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi (Siradz, dkk., 2008).

h. Kandungan Nitrat

Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton sebagai makanan makrozoobentos. Sumber makanan manusia dan hewan pada umumnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis tipe zat nutrisi yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Dengan demikian kandungan limbah domestik pada umumnya juga terdiri dari ketiga jenis zat nutrisi tersebut (Siregar, 2011).


(36)

Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Yang dapat menimbulkan masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi lemak dan terutama protein yang berupa amonium (NH

4 +

) atau amoniak (NH3

NH

). Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air seperti makrozoobentos. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaert dan Santika, 1987 diacu oleh Sinaga, 2009). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis jenis bakteri seperti Nitrosomonas :

4 + O2 NO2

NO

(Amonium) Nitrosomonas (Nitrit)

Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat :

2 + O2 NO

Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004). Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur

3

(Nitrit) Nitrobacter (Nitrat) (Barus, 2004). i. Kandungan Fosfat


(37)

atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2003).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat (Siregar, 2011).

j. Substrat Dasar

Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori bentos (Barus, 2004). Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan seperti bentos, baik pada air diam maupun pada air mengalir. Substrat dasar merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobentos (Tarigan, 2009).

Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka


(38)

pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesoebiono, 1979).

Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan dari predator (Lailli dan Parsons, 1993 diacu oleh Sinaga, 2009). Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Odum, 1994).


(39)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai Juli 2014 di perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan memperhatikan kondisi perairan pada saat normal, pasang dan surut. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di lapangan yang meliputi pengukuran beberapa parameter fisika, kimia dan biologi perairan yaitu suhu, penetrasi cahaya, salinitas, pH, DO serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan makrozoobentos, jenis substrat, BOD5,

COD, Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4). Analisis laboratorium dilaksanakan di

Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter, Eckman grabb, botol alkohol, keping Secchi, tali plastik, lakban, kertas label, botol sampel, Global Positioning System (GPS), kamera digital, plastik 5 kg, pipet tetes, sterofoam, spuit, alat tulis, dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer, refraktometer, pH meter, Erlenmeyer 125 ml, beaker glass, dan gelas ukur.


(40)

Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah KOH-KI, MnSO4,

H2SO4, amilum, dan Na2S2O3, alkohol 70%, formalin 4%, es dan akuades.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan Metode

Purposive Random Sampling, yang merupakan teknik pengambilan sampel

dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh peneliti dengan menentukan lima stasiun penelitian. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap stasiun dengan penjelasan sebagai berikut, yaitu pada stasiun 1 merupakan daerah yang belum dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat mangrove di sekitar perairan, stasiun 2 merupakan daerah yang terdapat berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata, stasiun 3 merupakan daerah yang terdapat aktivitas masyarakat yaitu kegiatan perikanan tambak, stasiun 4 merupakan bagian tengah danau yang jadi pembanding pada setiap stasiun lainnya dan stasiun 5 merupakan bagian inlet dan outlet atau masuk dan keluarnya aliran air sungai ke danau. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(41)

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel makrozoobentos diambil dengan menggunakan

Eckman grabb karena lokasi pengambilan sampel cukup dalam. Pengambilan

sampel dengan Eckman grabb dilakukan dengan cara menurunkannya hingga ke dasar danau dengan kondisi terbuka agar saat mencapai dasar danau, pemberat diturunkan sehingga Eckman grabb menutup bersamaan dengan masuknya substrat. Sampel yang didapat disortir menggunakan tangan untuk sampel yang berukuran besar dan metode penggaraman untuk sampel berukuran kecil (yang tidak bisa disortir). Bentos yang sudah berada dalam botol sampel diawetkan dengan alkohol 70% dan diberi label yang berisi data tentang lokasi dan waktu pengambilan sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971), De Bruyne (2004) dan Kozloff (1987).


(42)

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan a. Stasiun 1

Stasiun 1 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’34.65”LU, 98°39’37.79”BT. Daerah ini merupakan daerah yang belum banyak dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat mangrove di sekitar perairan. Kondisi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Stasiun 1

b. Stasiun 2

Stasiun 2 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38.44”LU, 98°39’46.58”BT. Pada daerah ini dapat dijumpai berbagai aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata dan di sekitar perairan juga terdapat kegiatan perikanan tambak. Jarak stasiun 1 ke stasiun 2 adalah ± 339 m. Kondisi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.


(43)

Gambar 4. Stasiun 2

c. Stasiun 3

Stasiun 3 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’29.68”LU, 98°39’20.48”BT. Pada daerah ini masih dijumpai aktivitas masyarakat dan terdapat buangan limbah dari kegiatan perikanan tambak. Jarak stasiun 2 ke stasiun 3 adalah ± 569 m. Kondisi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.


(44)

d. Stasiun 4

Stasiun 4 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’40.65”LU, 98°39’38.07”BT. Pada daerah ini merupakan bagian tengah danau yang menjadi pembanding pada setiap stasiun lainnya. Jarak stasiun 3 ke stasiun 4 adalah ± 427 m. Kondisi stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Stasiun 4

e. Stasiun 5

Stasiun 5 terletak di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan yang secara geografis terletak pada 3°43’38.94”LU, 98°39’26.86”BT. Pada daerah ini merupakan bagian inlet dan outlet atau masuk dan keluarnya aliran air sungai ke danau. Jarak stasiun 4 ke stasiun 5 adalah ± 346 m. Kondisi stasiun 5 dapat dilihat pada Gambar 7.


(45)

Gambar 7. Stasiun 5

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia perairan mencakup :

a. Suhu Air (°C)

Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada termometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

b. Salinitas

Penentuan kadar salinitas air dapat dilakukan dengan menggunakan refraktometer sehingga nilai salinitas air dapat diukur dengan mudah dan cepat. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

c. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya diukur menggunakan keping Secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping Secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap


(46)

d. pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

e. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan metode Winkler dan

pengukuran DO dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran DO awal dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Pengukuran DO akhir dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara.

f. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler.

Pengukuran BOD5 dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran BOD5

awal dilakukan setiap pengamatan di lapangan. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol Winkler kemudian dilakukan pengukuran BOD5. Pengukuran BOD5 akhir dilakukan di Laboratorium Pusat

Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara.


(47)

g. COD (Chemical Oxygen Demand)

Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode Refluks. Sampel air diambil dari danau kemudian diberi perlakuan sesuai dengan metode Refluks. Nilai COD diukur di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

h. Kandungan Nitrat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml, kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCl dengan pipet volum selanjutnya ditambahkan 5 ml H2SO4 75% dan 4 tetes asam

Brucine Sulfat Sulfanik. Larutan itu dipanaskan selama 25 menit pada suhu 95°C kemudian didinginkan selanjutnya kandungan nitrat dapat diukur dengan spektrofotometer pada � = 410 nm. Kandungan nitrat diukur di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

i. Kandungan Fosfat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 1 ml selanjutnya ditambahkan 1 ml asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian konsentrasi fosfat diukur dengan

spektrofotometer pada λ = 880 nm. Kandungan fosfat diukur di Laboratorium

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

j. Tekstur Substrat

Sampel substrat diambil dari dasar perairan dan dibawa ke Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Jenis substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada segitiga Millar.


(48)

Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Secara keseluruhan pengukuran faktor fisika, kimia dan biologi beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan

Parameter Satuan Alat/Metode Tempat Pengukuran Fisika

Suhu °C Termometer Air Raksa in situ

Salinitas ‰ Refraktometer in situ

Penetrasi Cahaya cm Keping Secchi in situ

Jenis Substrat - - ex situ

Kimia

BOD5 mg/l Metode Winkler ex situ

COD mg/l Metode Refluks ex situ

pH - pH meter in situ

DO mg/l Metode Winkler ex situ

Nitrat mg/l Spektrofotometri ex situ Fosfat mg/l Spektrofotometri ex situ Biologi

Makrozoobentos ind/m² Eckman grabb ex situ Sumber : Sinaga (2009)


(49)

Parameter Kualitas Air

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu °C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 2 Deviasi 5 Kimia

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

BOD mg/l 2 3 6 12

COD mg/l 10 25 50 100

DO mg/l 6 4 3 0

Fosfat mg/l 0,2 0,2 1 5

Nitrat mg/l 10 10 20 20

Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet (Storage and Retrieval) Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu kualitas air berdasarkan PP 82 Tahun 2001 yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Penentuan status mutu air dengan metode Storet ini dimaksudkan sebagai acuan dalam melakukan pemantauan kualitas air dengan tujuan untuk mengetahui mutu


(50)

(kualitas) suatu sistem akuatik. Penentuan status mutu air ini berdasarkan pada analisis parameter fisika dan kimia. Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh contoh air tersebut disebut baik atau tidak dinilai dengan metode Storet.

Hasil analisis kimia percontoh air kemudian dibandingkan dengan baku mutu yang sesuai dengan pemanfaatan air. Kualitas air dinilai berdasarkan ketentuan metode Storet untuk mengklasifikasikan mutu air ke dalam empat kelas yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet

Kelas Skor Kriteria

A 0 Memenuhi Baku Mutu

B -1 s/d -10 Tercemar Ringan

C -11 s/d -30 Tercemar Sedang

D ≥ -31 Tercemar Berat

Sumber : Canter (1977) diacu oleh Matahelumual (2007)

Cara Penilaian:

1. Nilai negatif (-) diberikan bila hasil analisis melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu.

2. Nilai nol (0) diberikan bila hasil analisis memenuhi syarat baku mutu. 3. Nilai parameter kimia = 2x nilai parameter fisika.


(51)

4. Bila angka rata-rata parameter hasil analisis melampaui baku mutu, diberi nilai = 3x nilai yang diberikan pada parameter maksimum atau minimum yang melampaui baku mutu.

5. Jumlah percontoh dari suatu stasiun yang ≥ 10, diberi nilai = 2x dari jumlah percontoh < 10.

6. Jumlah nilai negatif (-) seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya (Tabel 4) dengan melihat skor yang didapat.

Tabel 4. Penetapan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Perairan Jumlah Percontoh Nilai Parameter

Fisika Kimia

Maksimum -1 -2

<10 Minimum -1 -2

Rata-rata -3 -6

Maksimum -2 -4

≥10 Minimum -2 -4

Rata-rata -6 -12

Sumber : Canter (1977) diacu oleh Matahelumual (2007)

Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks kemerataan jenis/indeks Evenness dan analisis korelasi Pearson, dengan persamaan sebagai berikut :


(52)

a. Kepadatan Populasi (K) (Barus, 2004)

Kepadatan populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

K = ����� ℎ�������� ����� ������ � ���� ����

b. Kepadatan Relatif (KR) (Barus, 2004) KR (%) = ��������� ����� �����

����� ℎ��������� ������ ℎ����� x 100%

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR > 10%.

c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)

Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FK = ����� ℎ���� ���� ��������� ����� �����

����� ℎ����� ���� x 100% Keterangan :

FK = 0-25% : Kehadiran sangat jarang FK = 25-50% : Kehadiran jarang FK = 50-75% : Kehadiran sedang

FK = 75-100% : Kehadiran sering/absolut

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai FK > 25%.


(53)

d. Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) (Krebs, 1989) Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keadaaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing jenis pada suatu komunitas. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

H’ =− ∑�=1 ������

Keterangan :

H’ = Indeks Diversitas

pi = Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,..) s = Jumlah jenis

Ln = Logaritma nature

Pi = ∑ ��/� (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Dengan nilai H’ :

0 < H’ < 2,302 = Keanekaragaman rendah 2,302 < H’ < 6,907 = Keanekaragaman sedang H’ > 6,907 = Keanekaragaman tinggi


(54)

e. Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) (Fachrul, 2007)

Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness digunakan untuk menentukan status kondisi komunitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = H’/ ln S Keterangan :

E = Indeks kemerataan jenis/indeks Evenness H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis

Nilai indeks kemerataan jenis ini berkisar antara 0 - 1 dengan deskripsi kondisi sebagai berikut :

E = 0, kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1, kemerataan antar spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

f. Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari derajat keeratan hubungan dan arah hubungan antara keanekaragaman makrozoobentos yang terdapat di perairan Danau Siombak Medan dengan sifat fisika dan kimia airnya. Semakin tinggi nilai korelasi, semakin tinggi keeratan hubungan kedua variabel. Nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS Versi 19.00 (Trihendradi, 2005).


(55)

Menurut (Sugiyono, 2005) interval korelasi dan tingkat hubungan antar faktor adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antar Faktor No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan 1. 0,00 – 0,199 Sangat rendah 2. 0,20 – 0,399 Rendah 3. 0,40 – 0,599 Sedang 4. 0,60 – 0,799 Kuat 5. 0,80 – 1,000 Sangat kuat


(56)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Klasifikasi Makrozoobentos

Makrozoobentos yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini terdiri dari 3 Kelas Invertebrata yaitu : Bivalvia yang terdiri dari 1 genus, Gastropoda yang terdiri dari 7 genus dan Oligochaeta yang terdiri dari 1 genus seperti tertera pada tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

Kelas Ordo Famili Genus

Bivalvia Mytiloida Mytilidae Mytilus

Gastropoda Caenogastropoda Ampullariidae Pomacea Planaxidae Planaxis Cycloneritimorpha Neritidae Neripteron Littorinimorpha Assimineidae Sphaerassiminea Mesogastropoda Thiaridae Melanoides

Tarebia Sermyla Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae Branchiura


(57)

Ciri Morfologi

Berdasarkan hasil identifikasi makrozoobentos dengan menggunakan buku acuan Gosner (1971), De Bruyne (2004) dan Kozloff (1987) maka dapat dijelaskan ciri morfologi berbagai jenis makrozoobentos sebagai berikut :

a. Mytilus

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar antara 2 – 9,5 cm dengan bentuk

shell yaitu segitiga dan memanjang dengan ujung bulat. Genus ini berwarna ungu,

biru atau berwarna coklat dengan garis-garis radial. Permukaan luar shell ditutupi oleh periostracum yang seperti terkikis, memperlihatkan lapisan calcitic prismatic berwarna (Gambar 8).

Gambar 8. Mytilus

b. Pomacea

Ciri utama genus ini adalah memiliki cangkang bulat asimetris terpilin dan mengerucut dengan letak puncak pada bagian dorsal serta berwarna kekuning-kuningan. Pada saat masih hidup tinggi cangkang dapat mencapai 100 mm. cangkang dilengkapi dengan operculum (penutup) yang berwarna coklat


(58)

bagian dalamnya. Kaki lebar, berbentuk segitiga dan mengecil pada bagian belakang. Bukaan cangkang (aperture) lebar dan berbentuk oval hingga bulat. Ukuran genus ini bervariasi dengan lebar 40 – 60 mm dan tinggi 45 – 75 mm tergantung kondisi lingkungan (Gambar 9).

Gambar 9. Pomacea

c. Planaxis

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar 5 – 30 mm dengan cangkang berwarna keunguan-coklat dengan pola putih. Celah mulut berwarna coklat, bermata dengan strip putih (Gambar 10).


(59)

d. Neripteron

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar 10 – 25 mm. Cangkang kuat dan berbentuk oval, dengan puncak yang agak menonjol dan celah mulut menebal dengan beberapa gigi halus di tepi. Bagian luar cangkang berwarna abu kecoklatan dan hitam. Celah mulut dikelilingi oleh kalus berwarna oranye-kuning (Gambar 11).

Gambar 11. Neripteron

e. Sphaerassiminea

Genus ini memiliki cangkang berbentuk oval, berukuran kecil dengan ukuran tubuh hanya sekitar 0,5 cm dan berwarna kuning, coklat serta merah bata (Gambar 12).


(60)

f. Melanoides

Genus ini memiliki bentuk cangkang yang memanjang, berbentuk kerucut dan biasanya berwarna cokelat terang, ditandai dengan bintik-bintik karat berwarna. Ukuran tubuh berkisar antara 20 - 27 mm atau 30 - 36 mm dan memiliki 5 - 10 lingkaran dicangkangnya (Gambar 13).

Gambar 13. Melanoides

g. Tarebia

Genus ini memiliki ukuran tubuh berkisar 5 – 25 mm dengan memiliki dua bentuk warna yaitu satu memiliki cokelat pucat pada lingkaran cangkangnya serta berwarna gelap dipuncak cangkangnya dan pada cangkang sepenuhnya berwarna coklat tua sampai hampir hitam (Gambar 14).


(61)

h. Sermyla

Genus ini memiliki panjang berkisar antara 1 - 2,5 cm, tipe cangkang memanjang dengan bagian ulir utama agak membesar, cangkang memiliki warna putih, permukaan cangkang bergelombang membentuk garis-garis vertikal, memiliki apeks runcing dengan lekuk sifon lebar dan tumpul (Gambar 15).

Gambar 15. Sermyla

i. Branchiura

Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar 38 – 185 mm dengan warna kuning kemerahan yang menyala. Memiliki rambut setae yang pendek sebanyak 1 – 3 pada bagian atas depan tubuh, 11 – 12 setae pada ujung yang bercabang. Biasanya meiliki satu gigi yang belum sempurna bahkan tidak ada. Pada bagian ventral tubuh terdapat 10 – 11 setae yang bercabang (Gambar 16).


(62)

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada tabel 7 sebagai berikut :

Tabel 7. Nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian

Kepadatan Populasi (K) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Branchiura 0,33 - - - 16 Melanoides 99 46 35,33 62 115 Mytilus 31 19 12 127 364,33 Neripteron - 1,33 1 0,66 0,66 Planaxis 3 8 10,66 3,66 10,33 Pomacea - 0,66 - - - Sermyla 19,66 39,33 7 81,66 58,66 Sphaerassiminea 9,33 10,33 5,66 5,33 9 Tarebia 1 0,33 - - 0,33 Total 163,32 124,98 71,65 280,31 574,31


(63)

Kepadatan Relatif (KR) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Branchiura 0,20 % - - - 2,78 % Melanoides 60,61 % 36,80 % 49,30 % 22,11 % 20,02 % Mytilus 18,98 % 15,20 % 16,74 % 45,30 % 63,43 % Neripteron - 1,06 % 1,39 % 0,23 % 0,11 % Planaxis 1,83 % 6,40 % 14,87 % 1,30 % 1,79 % Pomacea - 0,52 % - - - Sermyla 12,03 % 31,46 % 9,76 % 29,13 % 10,21 % Sphaerassiminea 5,71 % 8,26 % 7,89 % 1,90 % 1,56 % Tarebia 0,61 % 0,26 % - - 0,05 % Frekuensi Kehadiran (FK) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Branchiura 3,70 % - - - 29,62 % Melanoides 88,88 % 74,07 % 77,77 % 92,59 % 88,88 % Mytilus 62,96 % 14,81 % 33,33 % 37,03 % 66,66 % Neripteron - 14,81 % 7,40 % 7,40 % 7,40 % Planaxis 18,51 % 29,62 % 44,44 % 33,33 % 29,62 % Pomacea - 7,40 % - - - Sermyla 59,25 % 29,62 % 37,03 % 74,07 % 66,66 % Sphaerassiminea 51,85 % 51,85 % 25,92 % 33,33 % 44,44 % Tarebia 7,40 % 3,70 % - - 3,70 %


(64)

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobentos

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8. Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian

Indeks Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Keanekaragaman 1,148 1,480 1,410 1,193 1,091 Shannon-Wiener (H’)

Kemerataan 0,590 0,711 0,787 0,666 0,524 Jenis/Evennes

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kelima stasiun penelitian di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan diperoleh nilai rata-rata parameter fisika kimia perairan pada tabel 9 sebagai berikut :

Tabel 9. Nilai Rata-rata Faktor Fisika Kimia Perairan yang Diukur pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter Kondisi Air Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Fisika

Suhu (°C) Pasang 29 29,3 29,6 29,6 28,6 Normal 29,3 29 31 29 29,3 Surut 29,6 29 30 29 29


(65)

Salinitas (‰) Pasang 10 10,3 11 10 11 Normal 9,6 10 10,3 9,3 10,6 Surut 9,3 8,6 9,6 9,6 10,3 Penetrasi Pasang 70 76,6 80 70 83,3 Cahaya (cm) Normal 56,6 60 56,6 60 56,6 Surut 66,6 70 66,6 60 56,6 Kimia

pH Pasang 7,1 7 7,1 6,9 6,7 Normal 7,1 6,7 7,2 6,8 6,9 Surut 7,1 6,9 7,2 6,9 7 BOD5 (mg/l) Pasang 3,4 3,4 3,2 3,4 3,4

Normal 3,3 3,4 3,3 3,3 3,4 Surut 3,3 3,5 3,4 3,4 3,3 COD (mg/l) Pasang 27,4 28,3 27,3 29 28,2 Normal 30,6 27,7 30,9 28,8 27,6 Surut 25,9 28,4 28,4 29,2 25 DO (mg/l) Pasang 7,3 6,8 7,1 7,3 7,1 Normal 7,3 7,7 7,1 7,2 6,9 Surut 6,7 6,6 6,7 6,9 6,8 Nitrat (mg/l) Pasang 2,7 2,4 2,6 2,8 2,4 Normal 1,9 2,7 1,4 2,2 3,6 Surut 2,7 2,6 2,7 3,3 1,5


(66)

Fosfat (mg/l) Pasang 1,31 1,37 1,43 1,35 1,51 Normal 1,21 1,42 1,13 1,32 1,05 Surut 1,12 1,28 1,18 1,35 1,17

Tabel 10. Hasil Substrat yang Didapat pada Setiap Lokasi Pengambilan Sampel Substrat (I) Parameter Tekstur Hydrometer

Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur Stasiun 1 52,40 39,28 8,32 Lp Stasiun 2 72,40 17,28 10,32 Lp Stasiun 3 88,40 3,28 8,32 Pl Stasiun 4 78,40 5,28 16,32 Lp Stasiun 5 72,40 15,28 12,32 Lp Substrat (II) Parameter Tekstur Hydrometer

Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur Stasiun 1 46,84 21,28 32,32 Llip Stasiun 2 52,84 17,28 30,32 Llip Stasiun 3 54,84 11,28 34,32 Llip Stasiun 4 64,84 11,28 24,32 Llip Stasiun 5 84,84 7,28 8,32 Pl Keterangan :

Lempung berpasir : Lp Lempung liat berpasir : Llip Pasir berlempung : Pl


(67)

Sifat Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Berdasarkan Metode Storet

Sifat fisika dan kimia air yang terdapat di Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan dihubungkan dengan kriteria metode Storet yang tercantum pada tabel 11.

Tabel 11. Kondisi Fisika dan Kimia Air yang Terdapat di Perairan Danau Siombak Berdasarkan Metode Storet

Metode Storet

No Parameter Satuan Baku Mutu St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 Air Gol. I* Skor Skor Skor Skor Skor 1. Suhu °C Deviasi 3 0 0 0 0 0 2. pH 6 – 9 0 0 0 0 0 3. BOD mg/l 2 -10 -10 -10 -10 -10 4. COD mg/l 10 -10 -10 -10 -10 -10 5. DO mg/l 6 0 0 0 0 0 6. Fosfat mg/l 0,2 -10 -10 -10 -10 -10 7. Nitrat mg/l 10 0 0 0 0 0 Jumlah -30 -30 -30 -30 -30 * Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan


(68)

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisika dan Kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Berdasarkan pengukuran faktor fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman maka diperoleh nilai indeks korelasi yang dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut.

Tabel 12. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozoobentos dengan Sifat Fisika dan Kimia Perairan Danau Siombak Medan

Keanekaragaman Analisis Korelasi Kriteria/Tingkat Makrozoobentos (H’) Pearson (r) Hubungan Korelasi Suhu 0,479 Sedang

Salinitas - 0,219 Rendah Penetrasi cahaya 0,846 Sangat kuat pH 0,078 Sangat rendah BOD5 0,707 Kuat COD 0,474 Sedang DO - 0,234 Rendah Nitrat - 0,374 Rendah Fosfat 0,458 Sedang


(69)

Pembahasan

Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 7 nilai kepadatan populasi (K), kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) makrozoobentos yang didapat pada setiap stasiun menunjukkan perbedaan yang tidak merata antar genus makrozoobentos. Kepadatan populasi (K) pada stasiun 1, 2 dan 3 terdapat jenis makrozoobentos yang dominan yaitu melanoides dengan nilai kepadatan populasi (K) pada stasiun 1 yaitu 99 individu/m², stasiun 2 yaitu 46 individu/m², dan stasiun 3 yaitu 35,33 individu/m². Sementara pada stasiun 4 dan 5 didominasi oleh makrozoobentos jenis mytilus dengan nilai kepadatan populasi (K) pada stasiun 4 yaitu 127 individu/m² dan stasiun 5 yaitu 364,33 individu/m². Total nilai kepadatan populasi (K) tertinggi terdapat pada stasiun 5 dengan jumlah yaitu 574,31 individu/m² sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 3 dengan jumlah yaitu 71,65 individu/m². Hal ini didukung oleh literatur Siregar (2011) yang menyatakan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat hubungan kelimpahan atau kepadatan populasi tiap jenisnya.

Kepadatan populasi (K) pada jenis lainnya hampir mengalami perbedaan yang jauh pada jumlah masing-masing jenis atau tidak merata. Pada jenis branchiura hanya terdapat pada stasiun 1 dan stasiun 5, jenis pomacea hanya terdapat pada staiun 2 serta jenis tarebia terdapat pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 5. Kondisi ini berpengaruh terhadap perbedaan habitat atau jenis substrat dasar masing-masing jenis makrozoobentos, sesuai dengan literatur Riniatsih dan Kushartono (2009) yang menyatakan bahwa jenis substrat dan jenis partikel


(70)

makrozoobentos karena masing-masing jenis makrozoobentos mempunyai cara hidup yang berbeda atau disesuaikan dengan jenis substrat dasar habitatnya.

Nilai kepadatan relatif (KR) makrozoobentos yang didapat dipengaruhi oleh nilai kepadatan populasi (KP). Dalam hal ini, jenis makrozoobentos yang perkembangannya sesuai dengan habitat perairan Danau Siombak terdapat pada jenis melanoides dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 60,61 %, stasiun 2 yaitu 36,80 %, stasiun 3 yaitu 49,30 %, stasiun 4 yaitu 22,11 % dan stasiun 5 yaitu 20,02 %, jenis mytilus dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 18,98 %, stasiun 2 yaitu 15,20 %, stasiun 3 yaitu 16,74 %, stasiun 4 yaitu 45,30 % dan stasiun 5 yaitu 63,43 %, jenis planaxis dengan nilai kepadatan relatif (KR) hanya pada stasiun 3 yaitu 14,87 % dan jenis sermyla dengan nilai kepadatan relatif (KR) pada stasiun 1 yaitu 12,03 %, stasiun 2 yaitu 31,46 %, stasiun 4 yaitu 29,13 % dan stasiun 5 yaitu 10,21 %. Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR > 10 %.

Nilai frekuensi kehadiran (FK) makrozoobentos yang diperoleh berpengaruh terhadap jumlah kehadiran suatu jenis dalam tempat pengambilan sampel yang telah ditentukan dengan habitat yang sesuai atau tidaknya bagi perkembangan makrozoobentos tersebut. Jenis makrozoobentos yang dapat dikategorikan ke dalam kehadiran sering atau absolut hanya terdapat pada jenis melanoides dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 yaitu 88,88 %, stasiun 3 yaitu 77,77 %, stasiun 4 yaitu 92,59 % dan stasiun 5 yaitu 88,88 %, kemudian jenis makrozoobentos yang dapat dikategorikan ke dalam kehadiran sedang terdapat pada beberapa jenis yaitu melanoides dengan nilai frekuensi


(71)

kehadiran (FK) pada stasiun 2 yaitu 74,07 %, mytilus dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1 dan stasiun 5 yaitu 62,96 % dan 66,66 %, sermyla dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 1, stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu 59,25 %, 74,07 % dan 66,66 %, serta sphaerassiminea dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) yang sama pada stasiun 1 dan 2 yaitu 51,85 %. Selanjutnya jenis makrozoobentos yang dapat dikategorikan ke dalam kehadiran jarang terdapat pada beberapa jenis yaitu branchiura dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 5 yaitu 29,62 %, mytilus dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 3 dan 4 yaitu 33,33 % dan 37,03 %, planaxis dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 2, stasiun 3, stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu 29,62 %, 44,44 %, 33,33 % dan 29,62 %, sermyla dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 2 dan stasiun 3 yaitu 29,62 % dan 37,03 %, serta sphaerassiminea dengan nilai frekuensi kehadiran (FK) pada stasiun 3, stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu 25,92 %, 33,33 % dan 44,44 %. Nilai frekuensi kehadiran (FK) tersebut didukung oleh literatur Barus (2004) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK > 25 %.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Kemerataan Jenis/Indeks Evenness (E) Makrozoobentos

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 8 nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos yang didapat pada setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1,091 – 1,480. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi perairan Danau Siombak memiliki keanekaragaman makrozoobentos yang rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Krebs (1989) yang mengklasifikasikan nilai indeks


(1)

C. Data Sampling Ke – 3 (Sabtu, 12 Juli 2014)

: Full Moon Stasiun Waktu Kondisi Cuaca Kondisi Perairan

Pasang

1 10.20 WIB Cerah Bersih

2 10.30 WIB Cerah Banyak Sampah

3 10.05 WIB Mendung Bersih

4 10.40 WIB Cerah Bersih

5 10.50 WIB Cerah Banyak Sampah

Normal

1 14.10 WIB Panas Terik Kotor

2 14.20 WIB Panas Terik Bersih

3 14.00 WIB Panas Terik Bersih

4 14.30 WIB Panas Terik Bersih

5 14.35 WIB Panas Terik Kotor

Surut

1 17.05 WIB Senja Bersih

2 17.15 WIB Senja Bersih

3 17.00 WIB Senja Kotor

4 17.20 WIB Senja Bersih

5 17.30 WIB Senja Bersih


(2)

Lampiran 12. Foto Kegiatan di Lapangan

a. Pengambilan sampel makrozoobentos b. Penyortiran sampel makrozoobentos

dengan menggunakan Eckman grabb

c. Pengukuran salinitas d. Pengambilan sampel air


(3)

Lampiran 13. Foto Alat yang digunakan dalam Penelitian

a. Tali plastik b. Plastik 5 kg

c. sterofoam d. Termometer air raksa


(4)

g. Kamera digital h. Keping Secchi

i. pH meter j. Pelampung k. Eckman grabb

l. Botol sampel m. Tisu n. Ember kapasitas 5 liter

o. Global Positioning System (GPS) p. Refraktometer

q. Pipet tetes r. Spuit


(5)

s. Erlenmeyer t. Gelas ukur


(6)

Lampiran 14. Foto Bahan yang digunakan dalam Penelitian

a. formalin 4% b. Alkohol 70%

c. Zat berupa KOH-KI, MnSO4, d. Es batu

H2SO4, amilum dan Na2S2O3