Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

TINJAUAN PUSTAKA

Agroforestri
Agroforestri merupakan suatu sistem penggunaan lahan terpadu, yang
memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian
pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan). Baik secara
bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total
nabati atau hewani yang optimal dalam arti berkeseinambungan. Secara umum
agroforestry berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada manfaat biofisik)
dan produktif

(yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis). Manfaat

agroforstry secara biofisik ini menjadi dua level yaitu level bentang lahan atau
global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi agroforestry dalam
konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stok) di daratan, mempertahankan
keanekaragaman hayati (Junaidah, 2014).
Salah satu cara untuk mengatasi alih guna lahan dari kondisi sekarang ini
adalah dengan melakukan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan salah satu
sistem pertanian yang berkelanjutan dengan menggunakan sebagian lahan hutan
sebagai pengganti lahan pertanian tanpa merusak ekosistem dan kondisi

lingkungan hutan. Dalam pengembangan agroforestri tidak hanya terfokus pada
teknik dan biofisik saja akan tetapi kebijakan pemerintah yang dibuat sebagai
aturan dalam penggunaan sistem agroforestri juga sangat menentukan
perkembangan agroforestri selanjutnya (Amrullah, 2008).
Agroforestri merupakan salah satu teknik yang bisa ditawarkan untuk
mengurangi konsentrasi CO2 di udara, karena potensinya yang cukup tinggi dalam
menyimpan karbon, baik dalam biomasa dari berbagai komponen penyusunnya,

Universitas Sumatera Utara

dan sebagai fraksi stabil dalam bahan organik tanah, serta dalam produksi kayu
yang dihasilkan. Sistem ini sangat sesuai untuk diimplementasikan pada daerahdaerah pertanian dan daerah-daerah terdegradasi yang harus dihutankan kembali.
Jumlah rata-rata C yang disimpan dalam sistem agroforestri umumnya adalah
sekitar 9, 21, 50, dan 63 Mg C ha-1 untuk daerah semiarid, subhumid, humid, dan
daerah temperate. Untuk agroforestri pada tingkat petani kecil didaerah tropika,
penyerapan potensial karbon adalah sekitar 1.5 hingga 3.5 Mg C ha-1 th-1.
Dengan demikian, dalam waktu 20 tahun cadangan karbon menjadi 70 Mg ha-1
(Hairiah et al., 2006).
Karet (Hevea brasiliensis)
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales


Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea brassilliensis Muell. Arg.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi

dan berbatang cukup besar. Untuk pertumbuhan tebaiknya, tanaman karet
memerlukan persyaratan iklim dan tanah yang sesuai. Sesuai dengan daerah
asalnya, Brazil yang beriklim tropis, daerah yang cocok ditanami karet yaitu
daerah yang berada antara 150 LU-100 LS. Suhu harian yang diinginkan tanaman

Universitas Sumatera Utara


karet antara 25-300 C. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman karet antara
6-700 m dari permukaan laut. Selain itu, tanaman karet menyenangi curah hujan
yang cukup tinggi, antara 2.000-2.500 mm setahun. Kebutuhan sinar matahari
juga cukup tinggi, dalam sehari memerlukan 5-7 jam dengan intensitas yang
cukup. Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi
cukup tingggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan
tanah yang terlalu tinggi. Tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang
banyak dijumpai di Indonesia dan Malaysia masih produktif untuk perkebunan
karet asal dibantu dengan pemupukan dan pengolahan yang baik. Di daerah
latosol dan aluvial tanaman karet juga bisa tumbuh dengan baik. Tanaman ini
masih bisa tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,5-7,5. Meskipun demikian
tanaman karet akan berproduksi maksimal pada tanah yang subur dengan pH
antara 5-6 (Setiawan, 2000).
Hasil penelitian Supriadi (2012) di Perkebunan Pasir Bungur, PTP VIII,
Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan bahwa total cadangan karbon pada tanaman
karet bagian atas (batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah) dan bagian
bawah (akar) nilainya bervariasi sesuai umur tanaman, semakin bertambah umur
tanaman cadangan karbonnya semakin tinggi. Pada umur 20 tahun total cadangan
karbon 67,45 ton C/ha dan pada umur 30 tahun mencapai 127,91 ton C/ha. Total
penyeratan CO2 pada umur 20, 25, 31 tahun masing-masing 274,29, 378,14, dan

468,96 ton CO2e/ha.
Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang ā€œCā€
dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama

Universitas Sumatera Utara

pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari
organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak
tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam
daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik
mati ataupun sediment seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah
karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya
kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat
kerusakan hutan yang terjadi (Manuri et al, 2011).
Di dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool (kantung karbon) yang
diperhitungkan setidaknya ada 4 kantung karbon. Kantung karbon adalah wadah
dengan kapasitas untuk menyimpan karbon dan melepaskannya. Keempat kantung
karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, adalah semua material hidup di
atas permukaan tanah.. Kedua adalah biomassa bawah permukaan tanah,

merupakan semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini
berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Berikutnya yang ketiga
adalah bahan organik mati, meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan
sebagai semua bahan organik mati dengan berbagai tingkat dekomposisi yang
terletak di permukaan tanah. Kayu mati, akar mati, dan tunggul dengan diameter
lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan adalah semua bahan organik mati
yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di
tanah. Keempat adalah karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah
mineral dan tanah organik termasuk gambut (Darussalam, 2011).
Wibowo (2010) menyebutkan terdapat lima sumber karbon (carbon
pools), yaitu karbon di atas permukaan tanah yang terdiri dari dua komponen,

Universitas Sumatera Utara

yaitu biomasa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang
sangat penting pada ekosistem hutan karena sebagian besar karbon hutan berasal
dari biomasa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar penyimpanan C di
daratan. Komponen kedua adalah biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah
meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar,
rumput-rumputan atau gulma. Sumber karbon selanjutnya adalah karbon di dalam

tanah, meliputi biomasa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung
ke dalam tanah dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Ketiga adalah
nekromassa, merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah
tumbang dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting
dari C. Selanjutnya adalah serasah, meliputi bagian tanaman yang telah gugur
berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah. Kelima adalah
bahan organik tanah, meliputi sisa tanaman, hewan, dan manusia yang ada di
permukaan dan di dalam tanah, dimana sebagian atau seluruhnya dirombak oleh
organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan
organik tanah.
Tinggi rendahnya kandungan karbon pada tanaman atau tumbuhan sangat
dipengaruhi

oleh

kemampuan

vegetasi

tersebut


menyerap

karbon

dari

lingkungannya melalui proses fotosintesis. Hasil proses fotosintesis ini,
terakumulasi dalam biomassa tanaman atau tumbuhan. Oleh sebab itu, total
karbon tegakan (vegetasi) berkorelasi positif dengan volume dan bobot
biomassanya. Biomassa dan karbon total tegakan (vegetasi) dalam suatu kawasan
atau unit lahan menggambarkan beberapa besar kemampuan kawasan tersebut
dalam menyerap (menambat) CO2 dari udara dan sekaligus menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

energi tersimpan (potensial) yang berada atau dimiliki oleh kawasan (unit lahan)
tersebut. Semakin lebat vegetasi di suatu kawasan, akan semakin tinggi
kemampuan penambatan CO2 udara dan energi tersimpan dalam kawasan itu,
demikian sebaliknya. Pemanfaatan energi potensial biomassa ini dengan baik dan

benar membawa manfaat bagi kelangsungan hidup manusia, sementara
penggunaan dengan tanpa terkendali seperti pembakaran akan meningkatkan
emisi karbon ke udara (penyebab efek rumah kaca dan pemanasan global),
sedangkan pembuangan biomassa ke dalam badan-badan air, akan mencemarkan
perairan itu sendiri, dengan meningkatnya kadar Biological Oxygen Demand
(BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) (Rauf, 2011).
Hairiah et al(2006) menyebutkan bahwa cadangan karbon atau karbon
tersimpan pada ekosistem daratan disimpan dalam tiga komponen pokok, yaitu
bagian hidup (biomassa), merupakan massa dari bagian vegetasi yang masih
hidup yaitu batang, ranting, dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya),
tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. Kemudian bagian mati
(nekromassa), adalah massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih
tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di
permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang
belum terlapuk. Ketiga adalah tanah (bahan organik tanah).
Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau
keragaman iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat
dari aktivitas manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi
akibat terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah


Universitas Sumatera Utara

kaca di atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat.
Perubahan iklim tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya
permukaan laut serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak
yang sangat besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia
(Susandi, 2004).
Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks.
Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen
oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi
karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi
pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin
meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan
lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan.
Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat
menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar
ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008).
Kenaikan suhu bumi kini menjadi fokus perhatian dunia. Inilah yang
sering kita sebut sebagai pemanasan global atau global warming. Meningkatnya

pemanasan global ini sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi. Jika
pemanasan global tidak dapat diatasi. Gelombang panas pun akan mengacaukan
iklim dan menimbulkan badai dahsyat yang akan memrakporandakan bangunan di
berbagai kota. Masalah global warming ini mulai diangkat ke permukaan pada
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro tahun 1992
dan kini terus menjadi perhatian dunia. Namun negara-negara yang mempunyai
perhatian besar pada pemanasan global ini belum melakukan aksi bersama dan

Universitas Sumatera Utara

bahkan saling mempersalahkan. Negara-negara berkembang mempermasalahkan
emisi karbondioksida yang berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju.
Sementara negara-negara maju mempermasalahkan negara-negara berkembang
yang tidak memperhatikan lingkungan dan merusak hutan (Mangunjaya, 2008).
Persamaan Allometrik
Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan tanaman
yang dinyatakan dalam bentuk hubungan-hubungan eksponensial atau logaritma
antar organ tanaman yang terjadi secara harmonis dan perubahan secara
proporsional (Parresol, 1999).
Oohata (1991) menyatakan persamaan allometrik dibentuk dengan cara
menebang pohon per pohon terlebih dahulu, selanjutnya persamaan yang
diperoleh diterapkan pada tegakan pohon yang masih berdiri. Berdasarkan
pengalaman, dikatakan bahwa persamaan allometrik hasilnya akan akurat apabila
variabel

bebasnya

dinyatakan

dalam

formulasi

volume

pohon

yang

direpresentasikan dalam bentuk D2H.
Kittredge (1994) dalam Onrizal (2004) merumuskan metode allometrik
dalam bentuk persamaan formulasi kuadrat sebagai berikut: Y = aXb . Dimana Y
merupakan variabel bergantung (biomassa), sedangkan X adalah variabel bebas
(diameter dan tinggi total pohon), dan a, b merupakan Konstanta. Sedangkan
model yang digunakan untuk membangun model allometrik regresi linear
berganda digunakan persamaan sebagai berikut: Y = a + bX1 + cX2 + dX3.
Dimana Y adalah biomassa, X1, X2, X3 merupakan parameter yang diukur,
sedangkan a, b, c adalah nilai estimasi. Proses menganalisis hubungan nilai dan
biomassa dilakukan dengan menggunakan program software SPSS. Pemilihan

Universitas Sumatera Utara

model terbaik menggunakan kriteria koefisien determinasi yang disesuaikan (Rsquare) dan Standard Error paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien
determinasi yang terkoreksi (R-square), maka semakin besar peranan nilai peubah
tersebut dalam menjelaskan nilai biomassa dan massa karbon. Semakin rendah
nilai Standard Error maka semakin akurat hasil penaksiran yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara