Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Karet
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang
bernilai ekonomis tinggi.Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa
diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnyauntuk membuat rumah, furniture dan lain-lain(Purwantaet al,
2008).
Saat ini luas perkebunan karet diIndonesia sekitar 3,6 juta hektar yang
meliputi 80% perkebunan rakyat serta 20% perkebunan negara atau swasta.
Perkebunan karet Indonesia terluas di pulau Sumatera yaitu sebesar 70%, diikuti
Kalimatan 20%, Jawa 5% dan lain-lainnya 5%. Sementara, luas perkebunan karet
di Sumatera Utara pada tahun 2008 mencapai 462.036 ha, 2009 mencapai 461.148
ha, 2010 mencapai 463.394 ha, 2011 mencapai 465.327 ha dan 2012 mencapai
470.202 ha (Dirjenbun, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Di perkebunan karet terdapat beberapa jenis penyakit yang sering

menimbulkan kerusakan yaitu penyakit akar, batang/cabang dan daun tanaman.
Penyakit akar merupakan penyakit yang penting karena berakibat kepada
kematian tanaman karet. Ada 5 jenis penyakit akar, tetapi penyakit akar putih
yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus merupakan penyakit yang
paling penting yang sering mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup berarti
(Situmorang dan Budiman, 2003).
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Luas serangan penyakit JAP diProvinsi Sumatera Utara tahun 2009 hingga
2011 cenderung meningkat.Pada tahun 2009 luas serangan JAP 12.535,06 ha,
tahun 2010 luas serangan JAP meningkat menjadi 26.539,47 ha dan tahun 2011
luas serangan menjadi 16.251,49 ha (Muklasin dan Matondang, 2010).
JAP terutama menular karena adanyakontak antara akar tanaman sehat
dengan akar tanaman sakit, atau dengan kayu-kayu yang mengandung JAP.Agar
dapat mengadakan infeksi pada akar yang sehat, jamur harus mempunyai
makanan yang cukup.JAP dapat menular dengan perantaraan rizomorf
(Semangun, 2008).
Timbulnya penyakit R. microporus erat hubungannya dengan kebersihan
lahan.Tunggul atau sisa tebangan pohon, perdu dansemak yang tertinggal dalam
tanah merupakansubstrat R. microporus.Potensi R. microporus sangat ditentukan
oleh banyaknya tungguldilahan yang bersangkutan (Pawirosoemardjo,2004).

Penyakit ini dapat menyerang pada tanaman di pembibitan sampai
tanaman menghasilkan.Tanaman yang terserang terlihat daun tajuknya pucat

Universitas Sumatera Utara

kuning dan tepi atau ujung daun tajuknya terlipat ke dalam, kemudian daun
gugurdan ujung ranting menjadi mati.Adakalanya terbentuk daun muda atau
bunga dan buah lebih awal (Purwanta et al,2008).
Rahayudkk.,(2006), mengatakan bahwa pada pohon dewasa gugurnya
daun, yang disertai dengan matinya ranting menyebabkan pohon mempunyai
mahkota yang jarang.Pada perakaran tanaman sakit terdapat benang-benang
berwarna putih dan agak tebal (rizomorf).Benang-benang tersebut menempel kuat
pada akar sehingga sulit untuk dilepas (Yulfahriet al, 2002).
Pada serangan berat akar tanaman menjadi busuk dan tanaman akan
tumbang dan mati. Penyakit ini bisa menular pada tanaman yang sehat di
sekitarnya melalui kontak akar (Purwantaet al, 2008).
Serangan lebih lanjut JAP akan membentuk badan buah, berbentuk
setengah lingkaran yang tumbuh pada pangkal batang. Badan buah berwarna pink
dengan tepi kuning mudah atau keputihan. Badan buah berisi spora-spora jamur
yang akan berkembang dan keluar dari tubuh buah. Spora tersebut akan berpencar

dan menyerang tanaman karet yang masih sehat (Fairuzahet al, 2008).
a. Biologi Patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Menurut Alexopoulus, dkk.,(1996) penyakit jamur akar putih (JAP) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Fungi

Filum

: Basidiomycota

Kelas

: Basidiomycetes

Universitas Sumatera Utara

Ordo


: Aphylloporales

Famili

: Polyporaceae

Genus

: Rigidoporus

Spesies

: Rigidoporus microporus
JAP membentuk tubuh buah berbentuk kipas tebal, agak berkayu,

mempunyai zona - zona pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat yang
radier, mempunyai tepi yang tipis. Warna permukaan tubuh buah dapat berubah
tergantung dari umur dan kandungan airnya. Pada permukaan tubuh buah benangbenang jamur berwarna kuning jingga, tebalnya 2,8-4,5 μm, mempunyai banyak
sekat (septum) yang tebal (Gambar 1). Pada waktu masih muda berwarna jingga
jernih sampai merah kecokelatan dengan zona gelap yang agak menonjol.

Permukaan bawah berwarna jingga, tepihnya berwarna kuning jernih atau putih
kekuningan. Jika menjadi tua atau kering tubuh buah menjadi suram, permukaan
atasnya cokelat kekuningan pucat dan permukaan bawahnya cokelat kemerahan
(Semangun, 2008).

Gambar 1. Tubuh Buah Jamur Rigidoporus microporus
Sumber : http://nad.litbang.deptan.go.id

Universitas Sumatera Utara

Tubuh buah berbentuk kipas, tebal agak berkayu, mempunyai zona-zona
pertumbuhan, sering mempunyai struktur serat yang, mempunyai tepi yang tipis.
Warna permukaan atas tubuh buah dapat berubah tergantung dari umur dan
kandungan airnya. Pada waktu masih muda berwarna jingga jernih sampai merah
kecoklatan, dengan zona berwarna gelap yang agak menonjol. Permukaan bawah
berwarna jingga, tepinya berwarna kuning jernih atau putih kekuningan
(Semangun, 2008).
b. GejalaSerangan
Serangan patogen menyebabkan akar menjadi busuk dan umumnya pada
permukaan akar ditumbuhi rizomorf jamur. Gejala yang tampak pada daun adalah

daun - daun yang semula tampak hijau segar berubah menjadi layu, berwarna
kusam dan akhirnya kering. Pada keadaan tersebut menunjukkan bahwa tanaman
telah menderita serangan pada tahap lanjut dan tidak mungkin untuk
diselamatkan. Membusuknya akar diduga karena rusaknya struktur kimia kulit
dan kayu akibat enzim yang dihasilkan jamur (Pawirosoemardjo, 2004).
Untuk memastikan gejala tersebut disebabkanoleh JAP maka sebaiknya
tanaman diperiksa dengan membuka leher akar. Apabila tanaman tersebut sakit
akibat JAP maka akan terlihat adanya rhizomorf jamur berwarna putih
menyelimuti permukaan akar. Terkadang akar tanaman sudah berwarna coklat dan
membusuk, sehingga mudah tumbang. Serangan lebih lanjut JAP akan
membentuk badan buah berbentuk setengah lingkaran yang tumbuh pada pangkal
batang (Situmorang danBudiman, 2003).
c. Penularan

Universitas Sumatera Utara

Penyebaran jarak jauh R. microporus utamanya terjadi dengan spora
dengan perantara angin. Spora yang jatuh pada tunggul akan tumbuh menjadidan
membentuk koloni baru. Jamur tersebut mulanya tumbuh sebagai saprofit, tetapi
jika bertemu atau menemukan tanaman inangnya berubah menjadi patogen dan

hidup sebagai parasit yang dapat meyebabkan kematian tanaman.Penyebaran dan
penularan dalam tanah selanjutnya dengan rizomorf yang terjadi melalui kontak
antar akar yang sakit dengan akar yang sehat. Oleh karena itu pada areal yang
sudah berkali - kali diremajakan semakin tinggi ancaman penyakit JAP karena
akan terjadi akumulasi sumber infeksi JAP pada areal yangterus menerus ditanami
dengan tanaman karet. Hal ini berarti penyebaran JAP di dalam tanah semakin
luas apabila areal tersebut ditanami karet secara berulang - ulang (Soepena, 1993).
Daur penyakit JAP terutama menular karena adanya kontak antara akar
tanaman sehat dengan akar tanaman yang sakit, atau dengan kayu yang
mengandung sumber infeksi.Agar dapat mengadakan infeksi pada akar yang
sehat, jamur harus mempunyai alas makanan (food base) yang cukup dari akar
yang halus yang tidak mengandung kayu, misalnya akar tanaman penutup tanah
kacang - kacangan, jamur tidak mampu menginfeksi akar karet yang sehat.
Berbeda dengan jamur akar lain, jamur akar putih dapat menular dengan perantara
rizomorf. Pada kebanyakan jamur akar, rizomorf hanya menjalar pada permukaan
akar, pada JAP rizomorf dapat menjalar bebas dalam tanah, terlepas dari akar atau
kayu yang menjadi makanannya.Setelah mencapai akar yang sehat rizomorf
tumbuh secara epifitik pada permukaan akar sampai agak jauh sebelum
mengadakan penetrasi ke dalam akar (Semangun, 1991).
d. Faktor yang Mempengaruhi Jamur Akar Putih


Universitas Sumatera Utara

Perkembangan penyakit JAP terutama dipengaruhi oleh banyaknya sumber
infeksi di dalam kebun. Kebun karet yang di bangun pada bekas lahan hutan atau
kebun karet tua dimana pengolahan tanah hayati tidak dapat dilakukan dengan
baik / teliti, tanaman akan banyak menderita serangan JAP. Pada kebun
bertunggul yang berasal dari kebun karet tua atau hutan primer menunjukkan
bahwa laju perkembangan kematian tanaman sangat cepat (Rahayuet al, 2006).
Serangannya terjadi pada akar, tanaman yang terinfeksi cepat menjadi mati
terutama pada infeksi yang bersifat akut. Menurut Semangun (2000), pada
serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang
dan

mati.

Kematian

tanaman


sering

merambat

pada

tanaman

tetangganya.Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman
sehat ke tunggul - tunggul, sisa akar tanaman atau perakaran tanaman
sakit.Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1 - 5 tahun
terutama pada tanaman yang bersemak, banyak tunggul atau sisa akar tanaman
dan pada tanah gembur atau berpasir (Muklasindan Matondang, 2011).
Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif bijak dalam
melestarikan lingkungan (Gerhardson, 2002).Salah satu komponen pengendalian
hayati adalah penggunaan mikroba antagonis sebagai agen pengendali hayati
penyakit tanaman.Penggunaan mikroba antagonis umumnya tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan dibandingkan dengan penggunaan fungisida sintetik
(Wartonoet al, 2012).


Universitas Sumatera Utara

Pengendalian hayati terhadap hama dan penyakit tanaman dengan
menggunakan musuh alami, seperti predator, parasitoid, pa-togen, maupun
antagonis telah lama dicanangkan sebagai salah satu komponen pengendalian
hama dan penyakit terpadu. Pengendalian ini populer seiring dengan
meningkatnya perhatian masyarakat

terhadap

kesehatan dan kelestarian

lingkungan.Namun,

tersebut

seringkali

agensia


hayati

kurang

mampu

diaplikasikan dalam skala komersial meskipun pada awalnya kemampuannya
sangat menjanjikan.Penyebabnya adalah agensia tersebut sering tidak mampu
beradaptasi di lingkungan yang baru atau kurang mampu bersaing dengan
mikroorganisme yang telah lama menghuni lingkungan tersebut.Selain itu,
pemeliharaan penyimpanan dalam waktu yang lama cenderung membuat agensia
tersebut tidak stabil (Weller, 1988).
Pengendalian penyakit tanaman secara hayati dalam arti luas adalah setiap
cara pengendalian penyebab penyakit atau pengurangan jumlah atau pengaruh
patogen tersebut yang berhubungan dengan mekanisme kehidupan oganisma lain
selain manusia (Campbell, 1989). Pengendalian hayati ini dapat meliputi: 1).
pergiliran tanaman dan beberapa system pengelolaan tanah, pemupukan, dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi mikroba tanah, 2). Menempatkan atau
menambahkan lansung mikroba antagonistik pada patogen atau yang sesuai
dengan tanamannya, 3). Penggunaan bahan kimia untuk merubah mikroflora serta
4). Pemuliaan tanaman yang diketahui dapat merubah genom tanaman yang dapat
mempengaruhi mikloflora baik pada pilosfher maupun rizosfher.Dalam arti sempit
pengendalian penyakit secara hayati adalah penambahan suatu mikroflora

Universitas Sumatera Utara

antagonis secara buatan ke dalam lingkungan untuk mengendalikan patogen
(Nurhayati, 2011).
Pengendalian hayati dapat juga didefinisi sebagai upaya pengurangan
kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit baik pada
waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih organisma yang
dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis
atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis (Baker danCook, 1982).
Pengendalian penyakit hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun
bakteri dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme. Mekanisme antibiosis
merupakan penghambatan patogen oleh senyawa metabolik yang dihasilkan oleh
agensia hayati seperti: enzim, senyawa-senyawa volatile, zat pelisis dan senyawa
antibiotik lainnya. Salah satu contoh adalah agensia hayati kelompok jamur.Jamur
diketahui mampu menghasilkan bermacam senyawa beracun (toksis) untuk
melawan organisma lainnya (Burge, 1988).Dalam mengkolonisasi suatu substrat
jamur mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sejumlah produk ekstra
selular yang bersifat racun.Kemampuan jamur menghasilkan suatu antibiotik
sangatlah penting dalam menentukan kemampuannya untuk mengkolonisasi dan
mengatur

keberadaannya

dalam

suatu

substrat.

Antibiotik

dapat

juga

mengakibatkan terjadinya endolisis atau autolisis yaitu pecahnya sitoplasma suatu
sel oleh enzim yang diikuti kematian yang mungkin disebabkan kekurangan hara,
antibiotik ataupun kerusakan dinding sel. Dengan demikian berhasil tidaknya
suatu organisma pengendali hayati sebagai agensia hayati bergantung pada
kemampuan

antibiotik

yang

dihasilkannya

menekan

pertumbuhan

dan

perkembangan patogen tanaman (Baker dan Cook, 1982). Kompetisi adalah suatu

Universitas Sumatera Utara

mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap sumbersumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan faktor –faktor
pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh adalah persaingan akan ruang/tempat
pada akar. Contoh ektomikoriza merupakan agensia yang dapat digunakan sebagai
agen pengendali hayati. Jamur tersebut mampu membungkus secara efektif
seluruh akar dan menempati bagian rizosfer sehingga apabila ada mikroorganisme
lain seperti misalnya Armilaria mellea atau Phytophthora spp, maka patogen
tersebut tidak dapat lagi mengkolonisasi bagian tersebut (Nurhayati, 2011).
Usaha penganggulangan penyakit yang berlaku selama ini adalah
penyingkiran sumber infeksi melalui pembongkarn tunggul, membersihkan sisa –
sisa akar, dan atau peracunan pohon / tunggul pada saat melakukan peremajaan
tanaman.Usaha tersebut belum menjamin tanaman terbebas dari JAP.Kenyatan
setelah satu tahunan tanaman di tanam di lapangan menunjukkan adanya gejala
serangan JAP yang cukup berarti (Sinulinggaet al, 1991).

Bangun - Bangun
Daun bangun – bangun (Coleus amboinicus), sebutan yang lazim dipakai
oleh orang batak, merupakan salah satu etnobotani Indonesia yang secara turun
temurun dimanfaatkan masyarakat Sumatra Utara sebagai menu sayuran seharihari dan terutama disajikan untuk ibu - ibu yang baru melahirkan. Tanaman ini
tidak diketahui asal usulnya, batangnya berbentuk bulat dan sedikit berambut,

Universitas Sumatera Utara

jarang berbunga (warnanya ungu putih) namun mudah sekali dibiakkan dengan
stek dan cepat berakar di dalam tanah (Heyne, 1987).
Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus) merupakan salah satu
tanaman Indonesia yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran
dan obat. Selain itu, air perasan dari daun tanaman bangun-bangun yang segar
biasa disajikan untuk ibu-ibu yang baru melahirkan, karena tanaman ini dapat
mempercepat pemulihan pasca melahirkan. Tanaman bangun-bangun mempunyai
kandungan kimia antara lain kalium, minyak atsiri, dan fenol sehingga tanaman
ini juga digunakan sebagai antiseptikum. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman
bangun-bangun memiliki senyawa metabolit sekunder yang aktif, seperti
antioksidan, flavonoid, dan fenol (Kartasapoetra, 2004).
Pembentukan senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti kandungan
antioksidan yang bermanfaat pada tumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan.Salah satu faktor lingkungan yang paling mempengaruhi
adalah metode penanaman yaitu secara konvensional atau organik.Pada umumnya
tanaman bangun-bangun ditanam menggunakan metode konvensional yaitu
menggunakan pupuk dan pestisida sintetik.Namun, penggunaan pupuk dan
pestisida sintetik ini dapat menyebabkan masalah yang serius bagi lingkungan dan
dapat menurunkan kandungan antioksidan pada tanaman.Salah satu teknologi
pertanian

organik

yang

dapat

diterapkan

adalah

teknologi

Effective

Microorganism (EM) yaitu penggunaan pupuk bokashi dan ekstrak tanaman
terfermentasi (ETT).Teknologi EM ini terbukti sangat efektif meningkatkan
kualitas tanah dan tanaman (Higa, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Tanaman bangun – bangun mengandung senyawa bioaktif sebagai
antioksidan (Patelet al, 2010) antibakteri dan antijamur (Manjamalaiet al,
2011).Hasil penelitian Santoso dan Triana (2005) menyebutkan bahwa dalam
daun bangun – bangun terkandung senyawa polifenol, saponin, glokosida flavonol
dan minyak atsiri. Penelitian lain oleh Hutajuluet al, (2008) menyebutkan bahwa
dalam ekstrak daun bangun – bangun positif mengandung senyawa flavanoid
lebih terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung fenol (isopropyl-o-kresol)
yang dapat bersifat anti septic bernilai tinggi.
Analisis fitokimia daun bangun - bangun menunjukkan bahwa senyawa
utama yang terkandung dalam daun tersebut adalah polifenol, saponin, glikosida
flavonol dan minyak atsiri. Pemberian ekstrak daun tersebut pada tikus dengan
dosis sebesar 19,0 g/Kg BB (kelompok A) dan 31,5 g/Kg BB(kelompok B)
sampai hari ke-30 menunjukkan peningkatan kapasitasfagositosis sel netrofil
berturut-turut 50% dan 60%, sedangkan kontrol hanya 10%. Pada pengamatan
hari ke-60 kapasitas fagositosis sel netrofil meningkat menjadi 80% (p

Dokumen yang terkait

Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

1 6 79

Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

0 0 13

Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

0 0 2

Uji Antagonis Tanaman Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus L.) Fungisida Nabati terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus Swartz) di Laboratorium dan di Lapangan

0 0 4

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

0 0 13

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

0 1 2

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

0 0 4

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium Chapter III V

0 0 17

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

1 4 5

Uji Evektifitas Eksudat Akar Bangun – Bangun (Coleus amboimicus) Untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) Di Laboratorium

0 0 17