Aktivitas Enzim Protease Isolat Bakteri Termofilik Dari Beberapa Sumber Air Panas Di Sumatera Utara

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Lingkungan Termofilik

Lingkungan geotermal alami yang tersebar di seluruh permukaan bumi, pada
dasarnya terbentuk dari pergerakan kerak bumi yang terjadi pada zona tektonik
yang aktif maupun aktivitas vulkanik (Brock, 1986). Aktivitas geotermal ini
mengakibatkan air panas yang berada di dalam perut bumi bergerak naik melalui
batuan, pori-pori dan retakan-retakan tanah menuju permukaan bumi yang
disebabkan tekanan litostatik membentuk mata air panas dan geyser (Barton and
Luizer, 2005).Sumber air panas ini biasanya memiliki pH netral sampai alkali serta
memiliki kandungan mineral yang tinggi namun ada juga yang bersifat asam.Air
panas yang keluar mengandung hidrogen sulfat, karbon dioksida, senyawa-senyawa
karbon organik dengan berat molekul rendah, metana, hidrogen, amonia dan
elemen-elemen garam seperti sulfur, besi, karbonat fosfor, bikarbonat dan
sebagainya (Brock, 1986).

2.2 Bakteri Termofilik


Kelompok bakteri termofil tergolong dalam kelompok Archaebacteria yang secara
umum struktur selnya memiliki beberapa kelebihan dibanding kelompok bakteri
lainnya.Kelompok ini umumnya memiliki daya adaptasi yang sangat tinggi
terhadap kondisi lingkungan yang bersifat ekstrim seperti sumber air panas dengan
pH netral, sumber air panas kaya sulfur dan asam serta daerah laut dalam (De Rosa
et al., 1986).Bakteri termofil juga merupakan kelompok mikroorganisma yang
dapat ditemukan di lingkungan yang sangat bervariasi kondisinya serta tetap eksis

Universitas Sumatera Utara

pada suhu tinggi dengan sifat obligat, fakultatif maupun termotoleran (Singleton
and Amelunxen, 1973).

Metabolisme bakteri termofilik sangat spesifik jika dibandingkan dengan
metabolisme organisme lain. Salah satu penyebabnya adalah adanya ikatan kimia
yang memelihara integritas DNA dan molekul-molekul esensial lainnya (Madigan
and Marrs, 1997). Pada organisma termofil senyawa lipid membran selnya
mengandung ikatan eter yang terbentuk lewat proses kondensasi dari gliserol atau
senyawa poliol kompleks lainnya dengan alkohol isoprenoid yang mengandung 20,
25 atau 40 atom karbon (De Rossa et al., 1986). Selain itu senyawa eter gliserol

pada bakteri termofil mengandung 2,3О-sn-gliserol yang menyebabkan struktur
lipoprotein dari membran sel termofil tersebut lebih kuat dan stabil ketika dalam
kondisi lingkungan yang panas.

Jika selama proses metabolisme berlangsung juga terjadi kerusakan
beberapa molekul-molekul yang berperan penting, maka untuk mengatasinya sel
bakteri juga memiliki sistem perbaikan khusus yang dibantu oleh suatu protein
khusus yang tidak dimiliki oleh organism lain. Protein adalah bagian dari semua
membran hidup dan merupakan senyawa katalis penting yang disebut enzim yang
membantu dalam proses reaksi biokimia. Ketika membran sel, enzim atau struktur
protein sel lain yang rusak, dalam satu atau kondisi yang lebih parah atau kritis, selsel akan mati. Oleh karena itu, diduga bahwa bakteri termofilik memiliki protein
yang dilindungi atau resisten terhadap inaktivasi panas dalam satu atau lebih
mekanisme pertahanan (Zaparty et al., 2010).

Chaperonin merupakan suatu jenis protein yang tidak umum dijumpai pada
protein-protein fungsional lainnya di dalam sel. Chaperonin tersusun oleh molekul
yang disebut chaperone, yang membentuk struktur chaperonin seperti tumpukan
kue donat pada sebuah drum. Tiap cincin ini terdiri atas 7, 8 atau 9 subunit
chaperone


tergantung

jenis

organismenya.

Protein

ini

berperan

dalam

mempertahankan kembali struktur tiga dimensi dari protein fungsional sel dari

Universitas Sumatera Utara

denaturasi suhu lingkungan yang bersifat ekstrim.Protein ini memiliki struktur yang
tetap stabil, tahan terhadap denaturasi dan proteolisis (Kumar and Nussinov,

2001).Protein ini dapat membantu organisme termofil mengembalikan fungsi
aktifitas enzimnya bila terdenaturasi oleh suhu yang tinggi (Everli and Alberto,
2000).

Beberapa

mikroorganisme

seperti

Bacillus

licheniformis,

Bacillus

amyloliquefaciens, dan Bacillus stearothermophilus dilaporkan mampu hidup
dalam lingkungan dengan suhu tinggi serta menghasilkan enzim termostabil (Uhlig,
1998).Sulfolobus merupakan bakteri yang paling sering dijumpai pada sumber air
panas dengan pH rendah dan kandungan sulfur yang tinggi. Pyrodictium sering

dijumpai pada sumber air panas dengan pH netral. sedangkan bakteri termofilik
metanogen misalnya Methanococcus jannaschii diisolasi dari zona laut dalam
(Brock, 1986).

2.3Enzim Protease

Salah satu fungsi yang paling menonjol dari protein yaitu aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994). Enzim merupakan molekul organik kompleks dan terdapat dalam
sel-sel hidup, yang berfungsi sebagai biokatalisator untuk menimbulkan perubahan
kimiawi pada berbagi substansi (Smith, 1995). Dengan kata lain, enzim merupakan
unit fungsional dari metabolisme sel (McGilvery and Goldstein, 1996).

Kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan yang semakin tinggi
serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta lingkungan menjadikan teknologi
enzim sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan berbagai proses kimiawi
dalam bidang industri (Akhdiya, 2003). Teknologi enzim mencakup produksi,
isolasi, pemurnian, serta penggunaan enzim dalam bentuk dapat larut dan akhirnya
immobilisasi dan pemakaian enzim dalam banyak jenis sistem reaktor.

Universitas Sumatera Utara


Perkembangan teknologi enzim di masa depan akan bergantung pada enzim-enzim
yang berasal dari mikroorganisme (Smith, 1995).

Protease merupakan enzim degradatif yang mengkatalisis seluruh proses
hidrolisis protein (Rao et al., 1998). Protease menghidrolisis protein menjadi
senyawa polipeptida, dipeptida dan asam-asam amino. Enzim ini berfungsi
memutus ikatan peptida CO-NH dengan penambahan molekul air ke dalam
molekul protein (Cappucino and Sherman, 1983).

2.4 Pemanfaatan Enzim Protease
Penggunaan enzim khususnya protease sebagai alternatif untuk menggantikan
pemakaian bahan-bahan kimia, telah sukses dikembangkan dalam meningkatkan
kualitas kulit dan mengurangi pencemaran lingkungan. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya metode konvensional pada proses pengolahan kulit kebanyakan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti natrium sulfida, yang menimbulkan
masalah seperti pencemaran dan pembuangan limbah. Di luar negeri, industri kulit
menggunakan protease yang stabil terhadap panas untuk proses pengolahan kulit.
Salah satu strategi utama industri adalah untuk meningkatkan termostabilitas
protease dengan cara menggabungkan ikatan disulfida dengan subtilin E yang

dihasilkan B. subtilis tanpa menyebabkan perubahan efisiensi katalitik enzim
tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pencemaran dan mempercepat proses
pengolahan (Rao et al., 1998).

Selain itu, protease juga digunakan dalam industri makanan misalnya dalam
proses pembuatan keju (Patke and Dey, 1997). Untuk membentuk tekstur keju yang
lebih kenyal dan kompak seperti jeli ditambahkan enzim proteolitik renin. Dalam
dunia perdagangan enzim ini disebut rennet (Ardhana et al., 1995). Rennet
diperoleh dari perut sapi muda atau hewan mamalia lainnya. Rennet yang
dihasilkan mikroba memiliki keunggulan lebih ekonomis dan dapat dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

dalam jumlah banyak (Rao et al., 1998). Salah satu mikroorganisme penghasil
rennet adalah Streptococcus thermophillus (Ardhana et al., 1995).

Salah satu penggunaan protease terbesar adalah pada bidang industri
deterjen. Protease berfungsi membersihkan noda dari pakaian (Ahmed et al., 2007).
Protease merupakan salah satu komposisi standar pada seluruh jenis deterjen yang
digunakan sebagai reagen buatan pada proses pencucian di rumah tangga.

Penggunaan protease sebagai agen pembersih atau deterjen menguasai 25% dari
total penjualan enzim dunia (Rao et al., 1998). Enzim ini pun harus stabil dan aktif
dalam berbagai komposisi deterjen yang diinginkan sesuai kebutuhan pasar
(Ahmed et al., 2007). Protease secara komersial paling banyak dihasilkan dari
berbagai jenis bakteri dan kira-kira 35% dari total enzim mikrobial yang digunakan
dalam industri deterjen adalah protease yang berasal dari bakteri (Huang et al.,
2006).Salah satunya yaitu B. licheniformis sebagai penghasil protease alkali
termostabil yang sering digunakan dalam industri ini (Rao et al., 1998).

Penelitian tentang protease tidak hanya sebatas pada penggunaannya dalam
industri seperti deterjen, kain, pelunak daging serta mengurangi risiko kontaminasi
dari mikroorganisme lain pada suhu tinggi tetapi juga digunakan pada mekanisme
elusidasi yang melibatkan enzim-enzim termostabil (Huang et al., 2006). Selain
pemanfaatan dalam bidang kesehatan, protease juga menarik perhatian dalam
bidang penelitian sains terutama yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri termofilik
seperti

B.

stearothermophilus,


Thermus

aquaticus,

Thermoanaerobacter

yonseiensis dan sebagainya. Pemutusan ikatan peptida yang selektif oleh protease
dimanfaatkan dalam proses penguraian struktur protein yang terhubung satu sama
lain, sintesis peptida dan sekuen protein (Rao et al., 1998). Salah satu contoh
penelitian di bidang sains yang cukup menarik perhatian beberapa tahun
belakangan ini yaitu stabilisasi enzim protease alkali termostabil yang dihasilkan
oleh B. licheniformis. Stabilisasi enzim yang dilakukan mengenai inaktivasi
terhadap panas, logam, zat-zat kimia dan sebagainya dengan beberapa cara, salah
satunya dengan proses immobilisasi enzim (Ahmed et al., 2007).

Universitas Sumatera Utara

Protease mikroba melalui teknik rekayasa genetika telah dikembangkan
dengan tujuan meningkatkan produksi enzim di masa depan. Lebih dari 50%

enzim-enzim penting dalam industri dihasilkan dari teknik rekayasa genetika
mikroorganisme. Berdasarkan suatu penelitian diketahui bahwa sebuah gen
pengkode proteinase netral dengan kemampuan termostabil yang tinggi dari
Bacillus sp. strain EA1 ternyata memiliki kekerabatan yang dekat dengan gen yang
berasal dari B. caldolycticus. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa enzim yang
dihasilkan Bacillus sp. strain EA1 lebih stabil terhadap panas daripada enzim yang
dihasilkan B. caldolycticus (Rao et al., 1998).

2.5 Mikroorganisme Penghasil Protease

Enzim protease diisolasi dari berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan jamur
(Kamelia et al., 2005). Protease yang dihasilkan mikroorganisme termofilik lebih
menguntungkan karena spesifisitas enzim yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dihasilkan mikroorganisme mesofil. Kebanyakan protease yang dihasilkan
mikroorganisme mesofilik labil terhadap suhu tinggi dan kondisi alkali walaupun
beberapa ada yang aktif pada pH tinggi (Patke and Dey, 1986).

Beberapa genus mikroorganisme seperti Bacillus, Pyrococcus, Sulfolobus
(Kamelia et al., 2005), Thermoactinomyces, Streptomyces (Patke and Dey, 1998),
Pseudomonas, Lysobacter, Escherichia, Serratia, Micrococcus (Vermelho et al.,

1996), Clostridium, Proteus, Streptococcus (Hidayat et al., 2006), Thermus dan
Thermonanaerobacter (Huang et al., 2006) dapat menghasilkan protease. Bacillus
licheniformis menghasilkan protease alkali secara optimal pada suhu 60oC dan pH
10. Thermoproteus tenax, Desulfurococcus mobilis dan Thermococcus celer
mampu menghasilkan protease dalam kondisi anaerob dengan menggunakan sulfur
sebagai akseptor elektron pada suhu 85oC (Brock, 1986). Termolisin yang
dihasilkan Bacillus stearothermophilus merupakan protease yang sangat stabil pada
suhu 80 oC (Rao et al., 1998).

Universitas Sumatera Utara