Analisis Pengaruh Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM)Terhadap Stabilitas Harga Beras di Kabupaten Deli Serdang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yamg di peruntukan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pagan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan
atau pembuatan makanan dan minuman (BKP, 2010).
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan (BKP, 2014).
Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang tinggi dan konsisten
dalam mewujudkan ketahanan pangan bagi rakyatnya. Komitmen yang tinggi
tersebut telah diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan dan programprogram peningkatan produksi pangan, khususnya beras. Besarnya perhatian
pemerintah terhadap perekonomian beras ini didasari pertimbangan bahwa beras
merupakan bahan pangan pokok bagi sebahagian besar penduduk Indonesia, serta
usaha tani padi merupakan sumber pendapatan dan sumber lapangan pekerjaan

bagi sebahagian besar masyarakat pedesaan.
Pembangunan ketahanan pangan, sesuai amanat Undang-undang Nomor 7
tahun 1996 tentang pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan

Universitas Sumatera Utara

bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu, dan gizi yang layak,
aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu (Suryana, 2003).
Pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM merupakan kegiatan bersama
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Peran dan
partisipasi dari pengurus dan anggota Gapoktan menjadi prioritas utama sebagai
pelaku untuk mencapai keberhasilan dari kegiatan ini. Partisipasi dari pengurus
dan anggota Gapoktan dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk membina dan
mendukung keberlanjutan dari Gapoktan dalam menjaga stabilitas harga
gabah/beras di tingkat petani anggotanya serta ketersediaan cadangan pangan
sepanjang waktu.
Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (PenguatanPLDPM) merupakan salah satu sub kegiatan dari program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan tahun 2014 dan Kegiatan Prioritas
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan. Kegiatan
Penguatan-LDPM merupakan kegiatan yang berkelanjutan selama tiga tahap

mulai dari tahun pertama : Tahap Penumbuhan, tahun kedua : Tahap
Pengembangan, dan tahun ketiga : Tahap Kemandirian.
Penguatan-PLDPM

dilakukan

melalui

pendekatan

pemberdayaan.

Gapoktan dibina agar mampu mengelola unit-unit usaha guna mengatasi
permasalahan khususnya ketidakmampuan mereka untuk mengakses pangan saat
paceklik, masalah harga pangan yang jatuh disaat panen raya dikarenakan
ketidakmampuan mereka untuk mendistribusikannya ke luar wilayahnya, dan
masalah pembiayaan/modal usaha.

Universitas Sumatera Utara


Strategi dasar dalam pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM antara lain
adalah memperkuat modal usaha Gapoktan untu dapat melakukan kegiatan
pembelian-penjualan gaba, beras dan jagung terutama dari hasil petani
anggotanya, membangun sarana penyimpanan dan pengadaan cadangan pangan
serta memberikan pendampingan kepada Gapoktan agar mampu mengembangkan
dan mengelola unit-unit usahanya dengan baik, kemudian meningkatkan
kemampuan SDM Gapoktan dalam mengaministrasikan kegiatannya dan
membuat laporan secara rutin.
Petani dan Poktan yang berada dalam wadah Gapoktan merupakan
produsen dari gabah, beras, dan jagung yang dimana pada saat tertentu mereka
juga sebagai konsumen. Pada saat sebagai produsen mereka mempunyai masalah
dalam pendistribusian pemasaran hasil panen, maka Gapoktan memulai unit usaha
distribusi atau pemasaran atau pengolahan yang mendapatkan dukungan dana
belanja Bansos dari pemerintah, wajib melakukan pembelian gabah dan beras
serendah-rendahnya sesuai HPP. Di sisi lain pada saat musim paceklik apabila ada
anggota Gapoktan tidak menghasilkan produk pangan sehingga berdampak tidak
mempunyai akses terhadap pangan, maka Gapoktan melalui unit pengelola
cadangan pangan dapat menyalurkan cadangan pangan dengan memprioritaskan
kepada anggota Gapoktan yang sudah memenuhi kewajiban sebagai anggota
Gapoktan sesuai dengan aturan dan sanksi yang telah disepakati bersama (BKP,

2014).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Penguatan LDPM

Universitas Sumatera Utara

Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM)
adalah bagian kegiatan program Peningkatan Ketahanan Pangan yang bertujuan
meningkatkan kemampuan Gapoktan dan unit-unit usaha yang dikelolanya
(distribusi/pemasaran dan cadangan pangan) dalam usaha memupuk cadangan
pangan dan memupuk modal dari usahanya dan dari anggotanya yang tergabung
dalam wadah Gapoktan. Kegiatan Penguatan-LDPM dibiayai melalui APBN
dengan mekanisme dana bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan langsung
kepada rekening Gapoktan (Badan Ketahanan Pangan Pusat, 2010).

Gambar 1. Penguatan LDPM
Dari gambar 1. Dapat diketahui, Program P-LDPM dilatarbelakangi oleh
beberapa permasalahan yaitu : rendahnya posisi tawar petani pada saat panen
raya, rendahnya nilai tambah produk pertanian, terbatasnya modal usaha
Gapoktan, dan terbatasnya akses pangan (beras) pada saat masa paceklik.

Sehingga melalui program ini diberikan dana bantuan sosial, perencanaan
pembiayaan dan pendampingan, serta dukungan operasional kegiatan kepada

Universitas Sumatera Utara

Gapoktan agar dapat mengelola modal yang diberikan dengan baik (Badan
Ketahanan Pangan, 2015).
Dana bantuan sosial serta pendampingan digunakan untuk :
1) Pengembangan unit-unit usaha (unit usaha distribusi atau pemasaran atau
pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan, yaitu melalui pembangunan
dan perbaikan gudang. Dengan adanya gudang tersebut, Gapoktan yang
membeli gabah/beras denan harga minimal sesuai HPP.
2) Pembangunan sarana penyimpanan milik Gapoktan agar dapat meningkatkan
posisi tawar petani, meningkatkan nilai tambah produksi petani dan
mendekatkan akses masyarakat terhadap sumber pangan (Badan Ketahanan
Pangan, 2015).
Dana bantuan sosial tersebut juga mempengaruhi unit pengolahan usaha,
dimana para Gapoktan diharapkan gabah menjadi beras sehingga dapat
meningkatkan nilai tambah sehingga petani dapat menjual dengan harga yang
lebih tinggi tanpa harus melalui tengkulak senigga kestabilan harga gabah/beras

dapat tercapai dan terwujud ketahanan pangan tingkat rumah tangga petani
(Badan Ketahanan Pangan, 2015).
Strategi yang dilaksanakan pada program P-LDPM ini antara lain: (a)
memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit usaha distribusi, pemasaran,
pengolahan untuk memperkuat kemampuannya mendistribusikan beras dari petani
anggotanya. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan pembelian dan penjualan
kepada mitra usahanya baik di dalam maupun di luar wilayahnya secara mandiri
dan berkelanjutan sehingga tercapainya stabilitas harga di tingkat petani; dan (b)
memberikan dukungan kepada Gapoktan dan unit pengelolaan cadangan pangan

Universitas Sumatera Utara

dalam mengelola cadangan pangan. Hal ini dilaksanakan dengan melakukan
pengadaan beras atau pangan pokok local spesifik lainnya sehingga mudah
diakses dan tersedia setiap waktu secara berkelanjutan (BKP, 2010).
Untuk mengukur keberhasilan kegiatan P-LDPM meliputi tiga hal yaitu :
a. Indikator keluaran (output) antara lain :
a. Terlaksananya

fasilitasi


penguatan

kapasitas

dan

kemampuan

sumberdaya pengelola Gapoktan dan pendamping.
b. Tersalurkannya dana Bansos Penguatan- LDPM kepada 6 Gapoktan
tahap pengembangan sebagai modal usaha pada unit usaha distribusi
atau pemasaran untuk melakukan kegiatan pembelian-penjualan beras
dan unit usaha pengelola cadangan pangan untuk pengadaan cadangan
pangan.
b. Indikator keberhasilan (income)antara lain :
a. Berkembangnya unit usaha cadangan pangan dan distribusi atau
pemasaran yang dikelola oleh Gapoktan.
b. Meningkatnya modal usaha Gapoktan menjadi lebih besar dari modal
awal yang diterimanya.

c. Indikator dampak (impact)antara lain :
a. Terwujudnya stabilitas harga gabah, beras, dan/atau jagungdi wilayah
Gapoktan.
b. Terwujudnya Ketahanan Pangan di tingkat rumah tangga petani.
c. Meningkatnya ekonomi pedesaan yang bersumber dari komoditas pangan.
d. Meningkatnya pendapatan petani padi dan jagung yang berada di wilayah
Gapoktan.

Universitas Sumatera Utara

e. Harga beras di tingkat petani saat panen raya diatas HPP.
2.2.2 Kelembagaan
Nasution

(2002),

menyebutkan

bahwa


kelembagaan

mempunyai

pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah
seperangkat aturan, prosedur, norma prilaku individual dan sangat penting artinya
sebagai pengembangan pertanian.
Kelembagaan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu : pertama,
lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua,
lembaga tradisional atau lokal. Kelembagaan merupakan kelembagaan yang
tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi
terselubung” bagi kelangsungan komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut
biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara hidup yang telah
lama hidup dalam komunitas.
Keberadaan

lembaga

dipedasaan


memiliki

fungsi

yang

mampu

memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam
mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka
lembaga dipedesaan yang saat ini memiliki kesamaan dengan karakteristik
tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga gabungan kelompok tani atau Gapoktan
(Sumarti, dkk, 2008).
Menurut Sesbany (2007), kelembagaan mempunyai titik strategis (entry
point) dalam menggerakkan sistem agribisnis pedesaan. Untuk itu segala sumber
daya yang ada dipedesaan perlu diarahkan / diprioritaskan dalam rangka
peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok tani). Penguatan
posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat

Universitas Sumatera Utara


mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar dapat bersaing dalam
melaksanakan kegiatan usaha tani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidunya.
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan
usaha agribisnis diatas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
peningkatan produksi dan pendapatan usaha tani bagi anggotanya dan petani
lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan lemahnya
akses petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha. Pada prinsipnya
lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun
diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran
penting terhadap pertanian (Syahyuti, 2007).
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumber daya dan
distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya
peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya
kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan
dalam mengatur distribusi output tersebut (Prihartanto, 2009).
2.2.3 Pengertian Program
Menurut Jones (1996), program adalah cara yang disahkan untuk
mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih
terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami,
karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya
kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek,
yang antara lain adalah :
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan
itu.
3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus dilalui.
4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan.
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan.
Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah
adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan
adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan
manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal
dilaksanakan.
Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dari unsur
pelaksananya. Pelaksana penting artinya karena pelaksanaan suatu program, baik
itu organisasi ataupun perseorangan bertanggung jawab dalam pengelola maupun
pengawasan dalam pelaksanaan. Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak
ukur yang bias dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung,
berhasilnya atau tidak berhasilnya suatu program berdasarkan tujuan yang sudah
tentu memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber
daya yang mengelolanya.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Stabilitas Harga
Stabilisasi harga merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya lonjakan harga yang dapat meresahkan masyarakat setelah melakukan
upaya pemantauan dan evaluasi perkembangan harga. Harga dinyatakan stabil jika
gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25 % dari kondisi normal
(Kemendag, 2012).
Stabilitas Harga (SH) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
n

SH =

∑ SHi
i =1

n

Keterangan:
SHi= Stabilitas Harga Beras ke i
I
n

= 1,2,3...n
= jumlah komoditi

dimana:
Stabilitas Harga (SH) di gambarkan dengan koefisien keragaman (CV)
1. Stabilitas Harga komoditas ke i (SHi) dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
CVHRi 

x100%
SHi = 2 −
CVHTi 


Keterangan:
CVHRi = Koefisien keragaman Realisasi untuk Harga komoditas ke i
CVHTi = Koefisien keragaman Target untuk Harga komoditas ke i
2. CVHRi dihitung dari rumus sebagai berikut :
CVHRi =

SDHRi
x100%
HHi

Universitas Sumatera Utara

Dimana :
SDHRi = Standar deviasi realisasi untuk Harga komoditas ke i
___

n

∑ ( HRi − HRi )

SDHRi =
HRi

i =1

2

n −1

= Realitas harga komoditas ke I

2.2.4.1 Instabilitas Harga
Fluktuasi harga atau instabilitas sebenarnya dibutuhkan untuk mendorong
realokasi sumberdaya dan realokasi konsumsi ketika ada goncangan ekonomi.
Namun untuk pangan, instabilitas harga yang berlebihan berpotensi memiliki
dampak negatif yang cukup substansial. Merangkum dari hasil-hasil kajian
Sadoulet dan De Janvry (1995), Timmer (2003), Jayne (2004), dan Jordan et
al.(2007), ada beberapa dampak negatif dari instabilitas harga pangan yang
berlebihan, yaitu :
1) Misalokasi sumberdaya dan efisiensi ekonomi. Instabilitas harga pangan
dapat menyebabkan inefisiensi baik pada sisi produksi maupun konsumsi,
khususnya untuk masyarakat berpendapatan rendah. Ketidakstabilan harga
pangan

dapat

meningkatkan

atau

menurunkan

tingkat

tabungan

masyarakat dan investasi dalam suatu kegiatan ekonomi. Konsumen
memerlukan tabungan untuk melindungi diri dari kemungkinan kenaikan
harga pangan, sementara produsen menabung untuk melindungi diri dari
kejatuhan harga pangan yang diusahakan.
2) Instabilitas ekonomi makro. Instabilitas harga pangan yang berlebihan
dapat berdampak pada ekonomi makro secara keseluruhan, terutama ketika
sebagian pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi pangan.

Universitas Sumatera Utara

Instabilitas in berpengaruh pada perubahan nilai tukar, dan inflasi yang
berpengaruh pada ekonomi makro.
3) Kemiskinan dan kerentanan. Fluktuasi harga pangan dapat meningkatkan
jumlah orang miskin atau membuat kelompok orang yang berpendapatan
rendah menjadi lebih rentan secara ekonomi. Instabilitas harga pangan
untuk kelompok masyarakat ini dapat menyebabkan kekurangan gizi,
kesehatan, bahkan kelaparan.
4) Instabilitas politik. Instabilitas harga pangan yang berlebihan sering
identik dengan instabilitas politik atau paling tidak mendorong instabilitas
politik, khususnya di negara yang tingkat kesejahteraannya masih rendah.
Ketentuan PP No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan bisa dipakai
sebagai pedoman untuk melakukan intervesi pasar, yaitu apabila harga naik 25%
di atas harga normal. Dengan angka besar kenaikan itu, maka bisa dihitung tingka
HLL (harga langit-langit sebagai refeerensi intervensi) yang diperoleh dengan
rumus berbeda tingkat kenaikannya (20% dan 25%).
2.2.5 Fungsi Sarana Penyimpanan (Gudang) Terhadap Stabilisasi Harga
Sebagaimana diketahui, sebagian besar produk pertanian bersifat musiman
sehingga ketersediaannya tidak terdistribusi merata sepanjang tahun. Agar produk
pertanian tertentu selalu tersedia dalam volume transaksi dan waktu yang
diinginkan harus dilakukan pengelolaan stok produksi tahunan. Dengan demikian
ada beberapa tipe penyimpanan berdasarkan motivasi atau alasan dilakukannya
penyimpanan, yaitu :
1) Seasonal stocks: ada sejumlah produk pertanian yang proses konsumsinya
dilakukan sepanjang tahun namun periode panennya relatif pendek, contoh

Universitas Sumatera Utara

bawang putih. Peyimpanan musiman ini bersifat jangka pendek tergantung
pada daya simpan produk dan periode panennya
2) Carryover stocks: hal ini dilakukan untuk produk pertanian yang tersedia
sepanjang tahun namun level produktivitasnya fluktuatif, contohnya telur
dan daging ayam. Fungsi penyimpanan umumnya ditujukan agar harga
produk stabil. Penyimpanan persediaan juga harus mempertimbangkan
penurunan kualitas produk akibat lamanya waktu penyimpanan
3) Speculative stocks: jenis penyimpanan ini dilakukan untuk produk-produk
pertanian yang pola permintaannya sepanjang tahun berbeda. Misalnya
permintaan kurma, tepung terigu dan bahan-bahan pembuat kue yang
selalu meningkat menjelang lebaran mendorong pedagang untuk
melakukan speculative stocks. Penyimpanan atau penimbunan produk
umumnya dilakukan pedagang sejak harga produk dan pola permintaan
belum meningkat. Stok spekulatif juga dilakukan karena alasan jarak
tempuh transportasi yang intensif waktu (Tatiek, 2013).
Untuk petani padi, kebanyakan petani menjual gabahnya di sawah
segera setelah

panen. Harga yang mereka terima adalah harga kesepakatan,

meskipun seringkali lebih ditentukan oleh para pedagang desa/penggilingan.
Sebenarnya petani dapat menerima harga lebih tinggi seandainya mereka
menjual padi mereka dalam bentuk gabah kering simpan (GKS). Namun hal ini
sulit dilakukan karena mereka tidak memiliki lumbung penyimpan yang cukup
luas dan lantai jemur untuk mengeringkan gabah (Surono, 1998).
Menurut Jannahari (2012), pola produksi tahunan komoditas gabah/beras
di daerah sentra produksi menunjukkan produksi gabah/beras pada saat panen

Universitas Sumatera Utara

raya selalu melimpah sedangkan permintaan akan gabah/beras bulanan relatif
stabil. Hal ini menyebabkan harga gabah/beras menjadi turun. Sebaliknya pada
saat tidak terjadi panen (paceklik), produksi gabah/beras lebih sedikit sehingga
lebih rendah dari kebutuhan gabah/beras. Akibatnya harga akan melonjak naik
dan tidak terjangkau, yang terjadi saat petani justru tidak memiliki persediaan. Hal
ini menunjukkan bahwa harga gabah/beras berfluktuasi menurut musim
Menurut Badan Ketahanan Pangan (2015), jika para petani mempunyai
gudang penyimpanan, maka para petani dapat meningkatkan volume pembelianpenjualan gabah, beras, minimal para petani sudah memperoleh harga yang layak
terutama saat panen raya serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah/beras,
sehinga harga untuk gabah/beras dapat stabil. Selain itu petani dapat mengelola
gabah tersebut, yaitu menyimpan dengan baik, mengolah menjadi beras dan
memasarkan pada saat harga cukup tinggi sehingga dapat memperoleh
keuntungan yang optimal.
2.2.6 Elemen Regulasi Pasar
Pemerintah sering meregulasi pasar. Dampak dari regulasi akan selalu
tercermin diharga. Salah satu tujuan pemerintah melakukan regulasi adalah
mentransfer pendapatan dari kelompok ekonomi yang satu ke yang lain. Transfer
pendapatan ini tidak hanya terjadi dari kelompok kaya ke pendapatan yang rendah
(Sunaryo, 2001).
Regulator pada dasarnya adalah pelaku ekonomi yang rasional. Mereka selalu
mengoptimalkan utility-nya sendiri. Regulator sering menggunakan price floor
(harga minimum) yang relatif tinggi untuk melindungi kelompok produsen
tertentu, misalnya pemerintah menaikkan harga gabah kering giling untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kesejahteraan petani. Regulator juga menggunakan price ceiling
(harga maksimum) yang relatif rendah yang biasanya untuk melindungi konsumen
tertentu, misalnya pemerintah menjual beras dengan harga maksimum Rp
10.000/kg (Sunaryo, 2001).
2.2.6.1 Price Ceiling (Harga Maksimum)
Ceiling price adalah harga yang tertinggi yang diperbolehkan oleh
pemerintah, yang biasanya ditetapkan untuk melindungi konsumen, jika harga
ekulibrium yang terjadi di pasar terlalu tinggi. Hal ini terjadi pada waktu jumlah
produksi/ penawaran kurang, umpamanya pada waktu pacekllik, atau panen gagal
(Kadariah,1994).

Gambar 2. Grafik Ceiling Price
Dari gambar 2. dapat diketahui, jika diserahkan kepada mekanisme pasar,
maka harga (ekuilibrium) terjadi pada titik E, ialah setinggi OA. Pada titik harga
ini yang dapat membeli beras hanyalah orang yang mampu (berpendapatan
tinggi), sedangkan orang- orang yang berpendapatan rendah tidak dapat membeli
bahan makanan pokok itu. Untuk menolong orang- orang yang tidak mampu maka
ditentukan harga yang lebih rendah daripada harga ekuilibrium, umpamanya

Universitas Sumatera Utara

setinggi OC. Dengan demikian maka akan terjadi excess demand sebesar RT,
yang dapat menimbulkan perebutan barang (Kadariah,1994).
2.2.6.2 Price Floor (Harga Minimum)
Pemerintah dapat menjamin kepada petani suatu tingkat harga yang lebih
tinggi dari pada harga ekuilibrium dengan menentukan suatu price floor, tingkat
harganya disebut floor price. Pada tingkat yang lebih tinggi ini tidak seluruh hasil
produksi terbeli oleh konsumen. Sisanya dibeli oleh pemerintah dengan harga
floor price untuk ditimbun. Jika tidak demikian, maka harga akan turun kembali
ketingkat semula (Kadariah,1994).

Gambar 3. Grafik Penentuan Floor - Price dan Pembelian Kelebihan Hasil
oleh Pemerintah

Dari gambar 3. dapat dilihat bahwa jumlah yang ditawarkan adalah OS;
harga ekuilibrium adalah SE=OA. Jika tidak ada kebijaksanaan pemerintah,
penerimaan total petani adalah OSEA. Sekarang pemerintah menentukan floor

Universitas Sumatera Utara

price setinggi OB. Jika yang dibeli konsumen turun sampai OS’, sisanya sebesar
S’S dibeli pemerintah dengan harga floor-price (Kadariah,1994).
2.3 Penelitian Terdahulu
Wenny (2009) dalam penelitiannya menganalisis DPM-LUEP terhadap
kestabilan harga jual gabah di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten
Deli Serdang. Kesimpulan yang diperoleh yaitu harga jual gabah lebih stabil
setelah program DPM-LUEP. Hal ini ditunjukan dengan pergerakan harga jual
gabah yang terus meningkat dari tahun ke tahun selama program DPM-LUEP
untuk setiap musim yang sama dibandingkan sebelum program DPM-LUEP yang
pergerakannya lebih fluktuatif.
Linda (2012) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberhasilan program Penguatan Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat (P-LDPM) di Kab. Serdang Bedagai. Kesimpulan yang diperoleh,
tidak ada hubungan antara umur dan pendidikan non formal pengurus terhadap
keberhasilan pelaksanaan programP-LDPM. Namun ditemukan hubungan antara
tingkat pendidikan pengurus terhadap keberhasilan pelaksanaan program PLDPM. Kemudian tidak ada perbedaan harga yang diperoleh petani Gapoktan
yang berhasil melaksanakan program P-LDPM dengan petani Gapoktan yang
tidak berhasil melaksankan program P-LDPM.
2.4 Kerangka Pemikiran
Petani adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha tani. Petani
menghadapi masalah pada saat musim paceklik dan panen raya. Seperti diketahui,
pada saat panen raya, harga jual gabah cenderung rendah bahkan di bawah harga
pemerintah. Sebaliknya, pada musim paceklik, harga jual gabah melambung

Universitas Sumatera Utara

tinggi tetapi produksi rendah. Dengan kata lain apabila terjadi paceklik maka
ketersediaan beras menjadi terbatas, sedangkan apabila terjadi panen raya maka
harga jual petani rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah membuat program
Penguatan-LDPM. Dengan dilaksanakannya kegiatan Penguatan-LPDM ini
diharapkan posisi tawar petani akan lebih baik, cadangan pangan selalu tersedia
bagi anggota Gapoktan manakala terjadi paceklik atau gagal panen, petani dapat
mengembangkan jejaring pemasaran dan terciptanya stabilitas harga gabah atau
beras serta adanya peningkatan kesejahteraan anggota Gapoktan melalui unit-unit
usaha yang dikelola.
Program P-LDPM berupa Bansos yang di berikan kepada Gapoktan yang
berada di central produksi padi. Dana di berikan kepada Gapoktan tanpa anggunan
atau jaminan, dan Gapoktan yang menerima bantuan tersebut tidak perlu
mengembalikan uang yang telah diberikan.
Tujuan akhir dari progam Penguatan-LDPM yaitu untuk mencaga
stabilitas harga gabah / beras. Jadi dengan adanya Penguatan-LDPM diharapkan
dapat mengatasi masalah petani pada saat paceklik dan panen raya sehingga harga
beras menjadi stabil.

Universitas Sumatera Utara

Sebelum Program
Petani
P-LDPM
Panen Raya
Produksi
Paceklik

Harga Jual

Sesudah Program P-LDPM
Pemerintah

Stabilitas Harga

Program
P-LDPM

Bansos
Gapoktan
Tahap Penumbuhan

Tahap Penumbuhan
Tahap Penumbuhan
Gambar 4. Kerangka Pikir Kegiatan Penguatan-LDPM
Keterangan :
: Menyatakan Hubungan

Universitas Sumatera Utara

2.5 Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya program Pengutan-LDPM maka harga beras menjadi stabil
terutama di daerah penelitian yaitu Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara