makalah pertanggungjawaban perdata bagi .

PERTANGGUNG JAWABAN PERDATA BAGI PERUSAHAAN
PERTAMBANGAN ATAS PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP
BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL
Disusun oleh:
1. Milah Sarmilah 8111416058
2. Lina Mustafidah 8111416076

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
1

2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pertanggungjawaban
Perdata Bagi Perusahaan Pertambangan Atas Pencemaran Lingkungan Hidup
Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Nasional”.
Makalah ini kami susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang

pertanggungjawaban perdata bagi perusahaan pertambangan yang melakukan
pencemaran lingkungan hidup, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber. Untuk memperluas pengetahuan terkait berbagai bentuk
pertanggung jawaban dari perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia.
Kami sebagai penyusun makalah menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, karna itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun sebagai pedoman dimasa mendatang. Maka penulis dengan
penuh rasa syukur mempersembahkan makalah ini semoga bermanfaat untuk
kita semua.

Semarang, 7 Oktober 2017
Penulis
2

DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................1
Kata Pengantar ..................................................................................2
Daftar Isi ............................................................................................3
Daftar Kasus/Putusan........................................................................15
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................4
B. Rumusan Masalah ....................................................................6
C. Metode Penulisan .....................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan 8
B. Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang
Dilakukan Oleh Perusahaan.....................................................12
C. Contoh kasus sengketan pencemaran lingkungan dari perusahaan
pertambangan dan penanganannya.......................................15
BAB III KESIMPULAN..........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................18

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Untuk itu
lingkungan


yang

baik

dan

sehat

merupakan

suatu

hak

mutlak

yang

dikaruniakan bagi umat manusia untuk dinikmati.Karenanya hak untuk

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi semua
manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia.
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak
asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena
itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban
untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia
dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta
makhluk hidup lain.
Dalam ruang lingkup pertambangan yang menajadi objek utama yaitu
tanah dan segala macam sumber daya tambang yang ada didalam tanah.
Begitu tingginya nilai tanah dalam UUD 1945 salah satu pasal, yaitu pasal 33
telah jelas dinyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasi oleh negara dan untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan
untuk kemakmuran rakyat.....”. pengaturan yang mengatur secara khusus
mengenai bidang keagrarian merupakan kekayaan alam memiliki fungsi yang
sangat luas dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia terlebih dari
segi ekonomi.1
Sehubungan dengan hal di atas, perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup merupakan upaya manusia untuk brinteraksi dengan lingkungan guna
mempertahankan

kehidupan

mencapai

kesejahteraan

dan

kelestarian

lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
1 Suhadi, Rofi wahanisa, “Tinjauan Yuridis Normatif Sebagai Peraturan Tentang Alih Fungsi
Tanah Pertanian di Indonesia”, Jurnal Pandecta, Vol.6, No.1, Tahun 2011, hlm. 71-72.


4

pengawasan dan penegakan hukum. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilakukan secara terpadu mencakup seluruh didang-bidang lingkungan
hidup untuk berkelanjutan fungsi lingkungan hidup. Dalam upaya perlindungan
dan

pengelolaan

lingkungan

hidup,

tidak

terlepas

untuk

dilakukan


pembangunan yang sifatnya berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan
rakyat.
Pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya merupakan pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan pemenuhan
hak

generasi

yang

akan

datang.

Pembangunan

berkelanjutan

adalah


pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, efisien dan memperhatikan
keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini, maupun
yang

akan

datang.

Pembangunan

berkelanjutan

yang

menempatkan

lingkungan hidup sebagai bagianintegral dalam dinamika pembangunan
nasional semakin mengkristal dalam realitas kehidupan bernegara

Menurut Pasal 1 ayat 3 UU-PPLH menjelaskan bahwa Pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin

keutuhan

lingkungan

hidup

serta

keselamatan,

kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Pembangunan berkelanjutan menghendaki adanya pendistribusian hak-hak
atas sumber daya alam dan lingkungan hidup secara adil baik bagi generasi

saat

ini,

maupun

masa

datang.

Konsep

pembangunan

berkelanjutan

menghendaki pembangunan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi,
sosial dan perlindungan daya dukung lingkungan secara seimbang dan
berkeadilan. Proses Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada faktor kondisi
sumber daya alam, kualitas lingkungan dan kependudukan.Untuk itu upaya

pembangunan berwawasan lingkungan perlu memuat ikhtiar pembangunan
yang memelihara keutuhan dan fungsi tatanan lingkungan. Dan dalam proses
pembanguna berkelanjutan ini, tidak terlepas dari akibat buruk terhadap
lingkungan yaitu pencemaran atau perusakan lingkungan.
Pencemaran lingkungan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dari
anggota lingkungan tersebut. Perusahaan yang peka dan peduli terhadap
masalah-masalah

sosial

harus

memprioritaskan

pemeliharaan

dan
5

pembaharuan lingkungan. Hal ini tidak berarti bahwa perusahaan boleh
mengabaikan

tanggung

jawab

kepada

stakeholders

(pihak-pihak

yang

berkepentingan terhadap bisnis) lain. Dikutip dari jurnal internasional tentang
pertambangan bahwa : Mining opponents in the United States say the 1872
law allows foreign companies to run roughshod over local residents and
environmental protections.Another complaint is that local, state and federal
government agencies don’t do enough to meaningfully regulate mining by
foreign companies on public and private land. Colorado attorney Roger Flynn
has spent his career opposing mines on behalf of local residents, Native
American tribes, and environmental
groups across the American west. Flynn notes that80 because the 1872 law
severely restricts the U.S. government’s “right to say no” to mining on public
land, opponents are often relegated to trying to delay the approval process in
hopes foreign mining companies will eventually decide that mining is
uneconomical.2
Tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders harus seimbang dalam arti
tidak menganakemaskan salah satu pihak tertentu. Pencemaran lingkungan
oleh perusahaan dapat terjadi pada udara, air dan tanah yang semuanya itu
merupakan bagian pokok dimana manusia itu hidup. Oleh karena itu setiap
peembangunan berkaitan langsung dengan lingkungan yang merupakan
wadah pembangunan yang oleh karena proses pembangunan tersebut
mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Pencemaran

lingkungan

dan

perusakan

lingkungan

disebakan

oleh

perbuatan manusia yang secara sengaja ataupun tidak sengaja yang telah
melampaui batas bahkan baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan
sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup.Pencemaran
dan perusakan lingkungan sering terjadi dalam suatu proses pembangunan
atau produksi seseorang ataupun korporasi.
Korporasi atau perusahaan merupakan badan usaha atau badan hukum yang
dalam proses produksinya berhubungan langsung dengan lingkungan. Untuk
itu kemungkinan besar dalam proses produksinya dapat mengakibatkan
pencemaran atau perusakan lingkungan. Oleh karena itu, pencemaran dan
2 Kari Lydersen, “Pacific Rim and Beyond : Global Mining, Global Resistance, and International
Law”, Colorado Journal of International Environmental Law and Policy, Vol 23, No.2, 2012, hlm.
379

6

perusakan lingkungan tersebut tentu sangat merugikan masyarakat yang
tinggal disekitarnya.
Pencemaran

lingkungan

hidup

dari

perusahaan

pertambangan

tentu

sangatlah merugikan baik dari segi materil maupun immateril. Pencemaran
atau perusakan lingkungan tersebut merupakan suatu perbuatan melawan
hukum karena perbuatan tersebut merugikan, melanggar undang-undang serta
melanggar kepentingan umum. Tentunya setiap perbuatan yang merugikan
orang lain tersebut haruslah dipertanggung jawabkan oleh pelaku pencemaran
atau perusakan lingkungan. Pertanggung jawaban tersebut dapat diberikan
kepada siapa saja yang mengalami dampak akibat pencemaran yang dilakukan
oleh perusahaan. Pertanggung jawaban perusahaan berupa pertanggung
jawaban perdata, pidana maupun administrasi dan harus sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penulisan makalah ini adalah :
1. BagaimanaTanggung

Jawab

Perusahaan

Terhadap

Pencemaran

Lingkungan?
2.

Bagaiman upaya penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan ?

3. Contoh kasus sengketan pencemaran lingkungan dari perusahaan
pertambangan dan penanganannya?
C. METODE PENULISAN
Penulisan ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu
atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang
menjadi metode-metode dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penulisan ini adalah data
sekunder yaitu menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini
bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yaitu :

7

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti
Undang-Undang

Dasar

atau

Norma

dasar,

Peraturan

Perundang-

Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
b. Bahan

Hukum

Sekunder,

yaitu

bahan

hukum

yang

memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur-literatur
rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis,
serta makalah-makalah
2. Metode Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang
terkumpulketentuan-ketentuan

mengenai

perlindungan

dan

pengelolaan

lingkunagan hidup serta kegiatan usaha atau produksi suatu perusahaan. akan
diolah dengan cara mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah
kemudian diinterprestasi dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan
kontruksi hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif, dimana
menguraikan data-data yang menghasilkan data deskriptif dalam mencapai
kejelasan masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan kebenaran
yang ada.

8

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Pencemaran Lingkungan
Suatu

perusahaan

yang

menjalankan

usahanya

di

lingkungan

masyarakat, sedikit banyak akan menimbulkan berbagai dampak. Baik itu
dampak negative maupun positif. Dan setiap perusahaan harus memiliki
tanggung

jawab

perusahaan

terhadap

memiliki

setiap

tanggung

kegiatan

jawab

sosial

yang

dijalankannya.

terhadap

Setiap

masyarakat

dan

lingkungan. Untuk merealisasikan bentuk tanggung jawab tersebut, setiap
perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda.
Pada

dasarnya

pencemaran

atau

kerusakan

lingkungan

adalah

merupakan kausa terjadinya sengketa lingkungan antara tercemar ( korban
pencemaran) melawan pencemar / perusak ( pelaku pencemaran atau
kerusakan.3
Dalam hal terjadi pencemaran lingkungan oleh perusahaan, perusahaan
harus mampu bertanggug jawab, oleh karena itu secara garis besar penulis
mengklasifikasikan
pencemaran

prinsip

lingungan

tanggung

yaitu

jawab

mengenai

suatu

prinsip

perusahaan

tanggung

terhadap

jawab

sosial

perusahaan, prinsip tanggung jawab hukum, dan politik tanggung jawab
administrasi (politik) Secara keseluruhan tanggung jawab tersebut secara lebih
jelas akan dijelaskan melalui tanggung jawab-tanggung jawab
Setiap

orang

yang

tindakannya,

usahanya,

dan/atau

kegiatannya

menggunakan menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang
menimbulkan

ancaman

serius terhadap lingkungan hidup bertanggung

jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan (principle strict liability). Dan dalam prinsip tanggung jawab social
dikenal juga prinsip tanggung gugat oleh perusahaan akibat pencemaran
lingkungan.
Untuk menentukan suatu perbuatan perlu diterapakan strict liability,
perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Perlunya ditaati suatu peraturan mengenai kesejahteraan masyarakat
b. Pembuktian kesalahan ( mensrea) sangat sulit
3 hadin muhdjat, 2015, hukum lingkungan sebuah pengantar untuk konteks Indonesia, genta
publishing, Banjar masin, hlm. 213.

9

c. Tinggginya

kadar

bahaya

sosial

penginterprestasian (setreat liability).

akan

membenarkan

4

Melihat keseluruhan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPPLH,
penulis

mengkualifikasikan

mengenai

pertanggungjawaban

perusahaan

umumnya yaitu pertanggungjwaban perdata, pertanggungjawaban pidana dan
pertanggungjawaban administrasi. Tapi yang dibahas dalam makalah ini adalah
pertanggungjawaban perdata bagi perusahaan pertambangan.
a. Tanggung Jawab Perdata.
Menurut Pasal Pasal 1 ayat (5) PERMEN No 13 tahun 2011 tentang Ganti
Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan, Ganti kerugian
adalah biaya yang harus ditanggung oleh penanggung jawab kegiatan
dan/atau usaha akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Korban pencemaran lingkungan mempunyai hak “ atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat” sebagai mana telah dirumuskan dalam pasal 65 ayat 1
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009. Atas dasar tersebut maka korban
pencemaran dapat menuntut pihak pencemar atas ganti rugi5
Menurut Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(UUPPLH):
“Setiap

penanggung

perbuatan

melanggar

jawab

usaha

hukum

dan/atau

berupa

kegiatan

pencemaran

yang

melakukan

dan/atau

perusakan

lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”
Di dalam hukum perdata megatur tentang ganti rugi akibat perbuatan
melawan hukum. Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah
suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih telah
merugikan pihak lain. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan salah satu
pihak atau lebih baik itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja sudah
barang tentu akan merugikan pihak lain yang haknya telah dilanggar (Pasal
1365 BW).
Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum menurut Pasal 1365
KUH Perdata, adalah “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian

kepada

orang

lain,

mewajibkan

yang

karena

kesalahannya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. perbuatan melawan
4 .andi hamzah, 2005, penegakan hukum lingkungan, sinar grafika, jakarta, hlm. 91.
5 . loc. cit

10

hukum

merupakan

suatu

perbuatan

yang

melanggar

Undang-undang,

kesusilaan, kepentingan umum, dan kepatutan.
Untuk itu setiap orang atau badan usaha yang melakukan perbuatan
melawan hukum (pencemaran lingkungan) harus bertangung jawab atas
kerugian yang dialami oleh masyarakat ataupun pemerintah serta pihak lainya.
Pertanggung jawaban tersebut berupa pertanggungjawaban perdata, pidana
dan adminisrasi. Untuk itu mengenai pemberian ganti rugi atau kompensasi
yaitu berkaitan dengan tanggungjawab keperdataan dengan dasar suatu
perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun
12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
menjelaskan hal-hal mengenai ganti rugi adalah sebagai berikut:
Pasal 3
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan
melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau masyarakat dan/atau
lingkungan hidup atau negara wajib:
a. melakukan tindakan tertentu; dan/atau
b. membayar ganti kerugian.
Pasal 4
Kewajiban melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a meliputi:
a. pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup;

dan/atau
c. pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 5
(1) Kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
meliputi:
a. kerugian karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah,
emisi, dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;
b. kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup;
c. kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa
lingkungan,

dan

biaya

pengawasan

pembayaran

ganti

kerugian

dan

pelaksanaan tindakan tertentu;
11

d. kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya fungsi
lingkungan hidup; dan/atau
e. kerugian masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
(2) Kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi kerugian
yang:
a. bersifat tetap; dan
b. bersifat tidak tetap.
(3) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan
huruf d merupakan kerugian yang bersifat tetap.
(4) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kerugian
yang bersifat tidak tetap.
Menurut N.H.T. Siahaan dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perikatan
bukunya Hukum Lingkungan dan Ekologi mengatakan sejak 1919 (HR 31-11919, Pembangunan mengatakan : asas RJ 1919, 161; Lindenbaum/ Cohen)
yang pertanggungjawaban secara kesalahan diartikan dengan perbuatan
melanggar (fault) didasarkan pada adagium bahwa hukum adalah berbuat atau
tidak berbuat tidak ada pertanggungjawaban apabila yang (1) melanggar hak
orang lain; atau tidak terdapat unsur kesalahan (No Liability Without Fault).
unsur persetujuan atau kata sepakat dan Pertanggungjawaban demikian, tidak
ada

causa

yang

diperbolehkan

sebagaimana yang terdapat alam

menurut

ilmu

hukum

disebut

dengan

“Tortious Liability” atau “Liability Based

kontrak. On Fault” (N.H.T. Siahaan : 2004 : 307). Adapun unsur-unsur pasal
1365 tahun 1919 telah ditafsirkan dengan KUHPerdata tentang perbuatan
seluas-luasnya yang dikenal dengan melanggar hukum (Onrechtsmatige, daad)
adalah :
a. adanya perbuatan yang harus bersifat melawan hukum
b. adanya kesalahan pada diri pembuat atau pelaku
c. adanya kerugian bagi korban dan dengan kewajiban hukum si pelaku
d. adanya hubungan kausalitas antara perbuatan yang bersifat dengan
kesusilaan (geode zeden) melawan hukum dengan kerugian.
Adanya perbuatan melanggar hukum bermasyarakat diawali oleh perbuatan
oleh pelakunya. Perbuatan yang dimaksudkan baik berbuat sesuatu maupun
tidak berbuat sesuatu. Contoh A tidak berbuat sesuatu pada hal A mempunyai

12

kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban mana timbul dari hukum yang
berlaku, sebab ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak.6
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan
hukum) yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengganti
kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan
pencemaran dan/atau perusakan. Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya
hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian (liability based on faults)
maupun tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan (liability without faults/strict
liability) (Pasal 88 UUPPLH).
Bagi pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha
industri, dapat mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan
maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab, mengenai dugaan
terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dari usaha
dan/atau kegiatan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pasca
pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur secara rinci dalam Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengaduan dan Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau
Perusakan Lingklungan Hidup.
Untuk pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah adanya putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap.Pemberian ganti rugi dapat dimintakan
melalui pengajuan gugatan (dalam Petitum) ke pengadilan.Putusan hakim
memuliki

kekuatan

mengikat,

kekuatan

pembuktian,

kekuatan

eksekutorial.Untuk itu putusan hakim memiliki kekuatan eksekutorial dimana
putusan tersebut dapat dijalankan apabila telah memiliki kekuatan hukum
tetap.kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa-apa yang
ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara terhadap
pelaku

usaha

atau

perusahaan

yang

tealah

melakukan

pencemaran

lingkungan.
B.

Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang

Dilakukan Oleh Perusahaan.

6 Bangun patrianto, “Tinjauan Yuridis Pertanggung jawaban Pidana Pencemar Lingkungan
Hidup”, jurnal prespektif , Vol. 10, No. 3, tahun 2005, hlm. 206.

13

Permasalahan lingkungan hidup berkembang dengan cepat ditandai
dengan kegiatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang sangat
terkait erat dengan perkembangan kemajuan teknologi yang menjadi kunci
utama dari kesuksesan kegiatan pembangunan nasional multi aspek. Akses
kemajuan tenologi memberi dampak, tidak hanya positif tetapi juga dampak
negatif, khususnya bagi pelestarian lingkungan hidup.
Dengan terjadinya pencemaran lingkungan

tersebut,

tentunya

menimbulkan dampak buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia atau
masyarakan sekitarnya. Biasanya pencemaran lingkungan terjadi akibat proses
produksi suatu perusahaan. Oleh karena itu tentunya setiap masyarakat yang
mengalami dampak akibat pencemaran lingkungan itu mengajukan suatu
keberatan bahkan tuntutan kepada suatu perusahaan itu dengan dampak
negatif itu yang membuat ketidak nyamanan pada keadaan lingkungan sekitar.
Sengketa pencemaran lingkungan merupakan suatu sengketa yang
terjadi akibat dari suatu proses produksi dari suatu perusahaan. Biasanya
sengketa terjadi apabila salah satu pihak mengajukan keberatan ataupun
tuntutan kepada suatu perusahaan agar kiranya bertanggungjawab atas
pencemaran yang dilakukannya itu. Indonesia merupakan suatu Negara hukum
yang prosedur segala sesuatunya diatur dalam suatu peraturan-peraturan
tertentu, termasuk peraturan mengenai mekanisme, serta upaya penyelesaian
sengketa pencemaran lingkungan baik yang dilakukan perorangan baik suatu
korporasi atau perusahaan.
Menurut Pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa
“Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih
yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada
lingkungan hidup.”
Dalam hal terjadinya sengketa atas pencemaran lingkungan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan, Dalam struktur penegakan hukum terdapat
tiga instrumen, yaitu melalui instrumen administratif atau pemerintah;
instrumen hukum perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri atau atas nama
kepentingan umum; dan instrumen hukum pidana melalui tindakan penyidikan.
Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di
luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu melalui
proses perdata dan pidana. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar
14

pengadilan dilakukan melalui arbitrase dan musyawarah yaitu negosiasi,
mediasi, dan konsiliasi sesuai pilihan hukum berupa kesepakatan dan bersifat
pacta sunt servanda bagi para pihak.
Upaya penyelesaian sengketa erat sekali hubungannya dengan suatu
penegakakn hukum (hukum lingkungan).Penegakan hukum mempunyai makna,
bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum
tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan
hukum, dan keadilan. Dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan,
penyelesaian sengketa melalui instrumen perdata tersebut di atas dapat di
jelaskan sebagai berikut :
Insrumen Perdata (upaya perdata)
Hukum lingkungan keperdataan telah mengatur perlindungan hukum
bagi

korban

pencemaran

dan/atau

perusakan

lingkungan

hidup

yang

mengakibatkan kerugian dan penderitaan. Tujuan penyelesaian sengketa
lingkungan melalui peradilan umum (perdata) hanyalah untuk memperoleh
ganti rugi atas pencemaran ataupun perusakan lingkungan.
Dalam sistim hukum perdata pembuktian dibebankan kepada pihak yang
menderita (yang dirugikan), pembuktian kesalahan darisuatu perbuatan
menjadi semakain pelik dan akibatnya, tidak jarang membuat korban sudah
jatuh

ditimpa

tangga

dengan

pengertian

bahwa

korban

untuk

dapat

membuktikan hal itu sangat sulit karena ia tidak mempunyai pengetahuan
yang mendalam tentang hal itu, sehingga banyak tanggung jawab perdata
atau tanggung gugat perdata tidak diatur secara khusus dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985, namun tanggung jawab perdata kini telah
diatur dalam Pasal 80 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
Pasal 1365 KUH Perdata dan pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982,
tentang ketentuan pokok lingkungan hidup jo pasal 34 sampai dengan pasal 35
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.7
Mekanisme penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan melalui
peradilan umum (perdata) yaitu Mengajugakan Gugatan Ke Pengadilan.Surat
gugatan pada dasarnya berisi dan berpedoman pada Pasal 8 No. 3 BRv : apa

7 Ridwan rangkuti, “Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Tindak Pidana Lingkungan
Hidup Menurut Undang–
Undang Nomor 23 Tahun 1997”, Jurnal Justitia , Vol. 1 No. 03 Agustus 2014, hlm. 259.

15

yang dituntut kepada tergugat, dasar-dasar tuntutan dan bahwa tuntutan
tersebut harus jelas (terang) dan tertentu :
-

POSITA ialah : Dasar gugatan/de middelen van de eis (Fundamentum

petendi).
- PETITUM ialah : Hal-hal apa saja yang dituntut/ onderwerp (voorwerp) van de
eis (pokok tuntutan).
Setelah surat gugatan diterima, hakim memanggil kedua belah pihak
yang bersengketa untuk hadir dalam sidang pengadilan, setelah penggugat
membacakan gugatannya, hakim memberikan kesempatan kepada tergugat
untuk membacakan jawaban gugatannya. Pada umumnya atas adanya
gugatan penggugat maka pada permulaan beracara menjawab dan jawaban
dapat berupa

Pengakuan Seluruh atau sebagian dalil-dalil gugatan, Referte

:Tidak membantah atau membenarkan gugatan, jadi terserah kepada hakim ,
menyerahkan saja pada putusan hakim, Menyangkal/bantahan (verweer) ,
Eksepsi, Ten principale. Replik dan Duplik :
Namun pengajuan gugatan perdata sebagai sarana penegakan hukum
oleh penguasa atau pemerintah terbatas pada situasi bilamana penegak
hukum

administrasi

pendayagunaan

tidak

gugatan

memadai,

perdata

sehingga

sebagai

pada

sarana

kenyataannya

penegakan

hukum

lingkungan oleh badan pemerintah dibelanda yang bersumber dari BW sangat
jarang

terjadi.8

Dari

berbagai

pengaduan

dan

gugatan

kasusu-kasus

pencemaran maupun kerusakan lingkungan ditemukan berbagai penyebab
terhambatnya penyelesaian sengketa lingkungan sebagai berikut :
1. Tidak

terdapatnya

kelembagaan

khusus

terutama

di

tingkat

pemerintah daerah yang memiliki mandat untuk menerima dan
menindak

lanjuti

pengaduan

masyarakat

terhadap

kasus-kasus

mekanisme

pengaduan,

lingkungan.
2. Tidak

adanya

prosedur-prosedur

serta

penelitian dan penuntutan ganti kerugian dalam kasus pencemaran
dan perusakan lingkungan.
3. Tidak adanya wadah penyedia jasa pelayanan sengketa diluar
pengadilan melalui mediasi, konsolidasi atau arbitrase.
8 .takdir rahmadi, 2015, hukum lingkungan di indonesia, raja grafindo persada, jakarta, hlm.
266.

16

4. Keterbatasan

akses

masyarakat

korban

maupun

kelompok

kepentingan organisasi lingkungan kelembaga pengadilan.9

C. Contoh kasus sengketan pencemaran lingkungan dari perusahaan
pertambangan dan penanganannya
Pencemaran Teluk Buyat
Pencemaran dan Dampak akibat kegiatan penambangan PT. NMR terjadi
mulai tahun 1996–1997 dengan 2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di
buang oleh PT. NMR ke perairan di Teluk buyatyang di mulai sejak Maret
1996. Menurut PT. NMR, buangan limbah tersebut, terbungkus lapisan
termoklin pada kedalaman 82 meter. Nelayan setempat sangat memprotes
buangan limbah tersebut. Apalagi diakhir Juli 1996, nelayan mendapati
puluhan bangkai ikan mati mengapung dan terdampar di pantai. Kematian
misterius ikan-ikan ini berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini terulang
pada bulan juli 1997. Kematian ikan-ikan yang mati misterius ini, oleh
beberapa nelayan dan aktivis LSM di bawa ke laboratorium Universitas Sam
Ratulangi Manado dan Laboratorium Balai Kesehatan Manado, tetapi kedua
laboratorium tersebut menolak untuk meneliti penyebab kematian ikan-ikan
tersebut. Hal yang sama PT. NMR berjanji untuk membawa contoh ikan mati
tersebut ke Bogor dan Australia untuk diteliti tetapi dalam kenyataannya
penyebab kematian dan terapungnya ratusan ikan tersebut belum pernah
di sampaikan pada masyarakat. Padahal PT. NMR sendiri, mulai melakukan
analisis dalam daging dan hati beberapa jenis ikan di Teluk buyatsejak 1
November 1995. Ini rutin tercatat setiap bulannya. Kemudian pada tanggal
19 juni 2004, Yayasan Suara Nurani (YSN) dengan dr. Jane Pangemanan, Msi
bersama-sama dengan 8 mahasiswa Pasca Sarjana Kedokteran jurusan
Kesehatan
kegiatan

Masyarakat

melalui

program pengobatan

Program
gratis

Perempuan,

untuk

warga

melaksanakan

korban

tambang

khususnya di Buyat pante (Lakban) Ratatotok Timur Kab. Minahasa Selatan,
dan dari hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa 93 orang yang
diteliti menunjukkan keluhan atau penyakit yang diderita seperti sakit
kepala, batuk, beringus, demam, gangguan daya ingat, sakit perut, sakit
9 Supriadi, 2005, hukum lingkungan di Indonesia sebuah pengantar, sinar grafika, Jakarta, hlm.
299.

17

maag, sesak napas, gatal-gatal dan lain-lain. Diagnosa yang disimpulkan
oleh dr Jane Pangemanan, adalah warga Buyat Pantai menderita keracunan
logam berat. Keracunan yang di derita warga desa Buyat Pantai ini,
ternyata sudah dibuktikan oleh penelitian seorang Dosen Fakultas Perikanan
Ir. Markus Lasut MSc, dimana pada bulan Februari 2004, dari hasil penelitian
terhadap 25 orang (dengan mengambil rambut warga) terbukti bahwa, 25
orang tersebut sudah ada kontaminasi merkuri dalam tubuh mereka.
Polemik tentang Penyakit akibat limbah NMR ini berkembang menjadi
tajam, karena pihak Pemerintah dan Dinas Kesehatan terang-terangan
membela PT. NMR dengan mengatakan tidak ada pencemaran.
Kemudian pihak pemerintah didalamnya Menteri Negara Lingkungan Hidup
menyelesaikan permasalahan ini memalui jalur non – litigasi terhadap PT.
NMR dengan meminta ganti kerugian sebesar 124 juta dolar AS sebagai
ganti rugi akibat turunnya mutu lingkungan dan kehidupan warga Buyat
yang menjadi korban akibat kegiatan tambang newmont. Pihak PT. NMR
hanya sanggup membayar 30 juta dolar AS, dan penyelesaian melalui jalur
non litigasi tersebut pun dianggap sebagai jalan keluar yang tepat. Namun
pada tahun 2005 kasus ini masuk ke jalur pidana, dimana surat pelimpahan
perkara dari Kejaksaan Negeri Tondano atas perkara No. Reg. B1436R112.
TP207/2005 yang diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Manado pada
tanggal 11 Juli 2005 dan hal ini telah sesuai berdasarkan Keputusan Ketua
Mahkamah Agung RI No. KMA033/SK04/2005 yang menyatakan bahwa
kewenangan mengadili dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Manado. Kasus
pencemaran perairan Teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa Raya apabila
dilihat dari aspek hukum administrasi, maka langkah-lanhkah yang harus
dilakukan adalah : Dilakukannya penyelidikan kasus dengan pengambilan
sampel air limbah yang dihasilkan oleh PT. NMR dan sampel pada perairan
yang tercemar, setelah itu di analisis oleh Dinas terkait dalam hal ini bisa
dilakukan oleh Baban pengolahan lingkungan daerah Sulawesi Utara
ataupun Dinas kesehatan daerah di sana. Hasil uji sampel yang diperoleh,
apabila parameter air limbah pada sampel limbah cair di PT. NMR sama
dengan parameter air limbah pada sampel air yang tercemar, pemerintah
dapat menjerat PT.NMR

dengan perkara pelanggaran perizinan yaitu

berupa pelanggaran terhadap syarat izin usaha yang diindikasikan dengan
18

pelanggaran terhadap RKL/RPL, pelanggaran terhadap izin pengolahan
tailing sebagai limbah B3 dan pelanggaran izin pembuangan limbah
tambang ke laut. Dari pelangaran-pelanggaran diatas maka pemerintah
wajib mengeluarkan sangsi berupa teguran tertulis. Dalam kurun waktu
maksimal tiga bulan apabila belum ada perbaikan maka pemerintah dapat
memberikan

sangsi

yang

kedua

yaitu

berupa

pencabutan

izin

pengoprasian peralatan pabrik, dan paksaan untuk mengatasi pencemaran
lingkungan perairan di Teluk Buyat. Dalam kurun waktu tertrntu apabila PT.
NMR tidak melakukan upaya dalam memperbaiki kualiatas perairan Teluk
Buyat yang mana ditentukan pemerintah terkait, maka pemerintah dapat
melakukan pencabutan izin beroperasi dan paksaan untuk memperbaiki
pencemaran lingkungan perairan di Teluk Buyat serta uang paksa untuk
mengganti kerugian kesehatan masyarakat minahasa Sulawesi Utara yang
diakibatkan oleh pencemaran air limbah PT.NMR. Bila PT.NMR masih tetap
beroperasi maka perkara ini beralih menjadi perkara pidana yang nama
diselesaikan dipengadilan.

19

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009

Tentang

mengkalisikasikan

Perlindungan
tanggung

dan
jawab

Pengelolaan
perusahaan

Lingkungan
terhadap

Hidup,

pencemaran

lingkungan yaitu tanggung jawab keperdataan (ganti rugi), tanggung jawab
administrasi (pencabutan izin usaha, pembekuan izin lingkungan, teguran
tertulis, dan paksaan pemerintah) serta pertanggung jawaban kepidanaan
(penutupan kegiatan usaha, perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana; perbaikan akibat tindak pidana; pewajiban mengerjakan apa
yang dilalaikan tanpa hak; dan/ataupenempatan perusahaan di bawah
pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.) serta secara umum yaitu pidana
penjara dan denda bagi pelaku usaha ataupun terhadap atasan yang
memberikan perintah
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Dan pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur mengenai upaya penyelesaian
sengketa baik di dalam atau pun di luar pengadilan.

20

DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
1. Hamzah, Andi, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta, Sinar
Grafika.
2. Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar,
Jakarta, Sinar Grafika.
3. Muhdjat, Hadin, 2015,

Hukum Lingkungan Sebuah Pengantar Untuk

Konteks Indonesia, Banjarmasin, Genta Publishing.
4. Rahmadi, Takdir, 2015, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada.
JURNAL :
1. Rangkuti, Ridwan, 2014, Pertanggungjawaban Korporasi Terhadap Tindak
Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun
1997, Jurnal Justitia , Vol. 1 No. 03.
2. Patrianto, Bangun, 2005, Tinjauan Yuridis Pertanggung jawaban Pidana
Pencemar Lingkungan Hidup, jurnal prespektif , Vol. 10, No. 3.
3. Suhadi,

Wahanisa,

Rofi,

2011,

Tinjauan

Yuridis

Normatif

Sebagai

Peraturan Tentang Alih Fungsi Tanah Pertanian di Indonesia, Jurnal
Pandecta, Vol.6, No.1.
4. Lydersen,

Kari, Pacific Rim and Beyond : Global Mining, Global

Resistance, and International Law, Colorado Journal of International
Environmental Law and Policy, Vol 23, No.2, 2012.

21