Implementasi Pendidikan Karakter (1). docx

Mempertanyakan Pendidikan Karakter:
Pendidikan Karakter dalam Kehidupan Sehari-hari di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kota Jambi
Oleh:

Miftahul Khairani, M.Pd.I
Fridiyanto, M.Pd.I
ABSTRAK
Pendidikan karakter merupakan salah satu fokus tujuan pendidikan di Indonesia.
Pentingnya pendidikan karakter dikarenakan semakin menurunnya etika, moral
peserta didik dan semakin maraknya kenakalan pelajar, seperti tawuran.
Implementasi pendidikan karakter sangat penting untuk di evaluasi bagaiamana
proses dan hasilnya.
Penelitian dilakukan di SMPN 7 Kota Jambi. Tujuan penelitian yaitu: Pertama,
bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi? Kedua,
bagaimana implementasi pendidikan karakter dan faktor yang mempengaruhinya
dalam pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi? Ketiga, apa upaya yang
dilakukan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kurikulum dan
proses pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi?
Pendekatan penelitian yaitu kualitatif dengan metode pengumpulan data:
observasi, wawancara dan dokumentasi. Temuan penelitian yaitu (1) implementasi

pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi belum optimal ditilik dari belum
duduknya pemahaman konsep mengenai pendidikan karakter di kalangan guru di
SMPN 7 Kota Jambi, (2) implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum
pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi masih belum optimal (3) faktor
yang mendukung implementasi pendidikan karakter adanya budaya sekolah,
sedangkan faktor penghambat yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman
guru mengenai pendidikan karakter.
Rekomendasi penelitian yaitu pentingnya memberi sosialisasi dan pelatihan
mengenai pendidikan karakter kepada guru. Sekolah harus melibatkan orang tua
dan masyarakat sebagai partner pembinaan dan pembiasaan karakter siswa.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Kurkulum Pembelajaran Biologi.

2

A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan teknologi memiliki dampak yang positif dan
negatif. Teknologi menjadi bermanfaat positif bila dikelola oleh sumber daya
manusia berkarakter positif. Namun teknologi akan menjadi masalah ketika
dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki karakter negatif. Karakter

seperti menjadi satu-satunya solusi permasalahan bangsa Indonesia, terutama
dalam degradasi moral. Karakter yang diinginkan dimiliki oleh peserta didik
tersebut diinternalisasi melalui pendidikan formal, nonformal dan informal.
Peserta didik berpotensi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi
warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis.1 Hal ini menjadi dasar
filosofis tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter.2 Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Kementerian
Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh

telah mencanangkan penerapan

pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan.
Pendidikan karakter dalam jalur pendidikan formal di dapat dari sekolah.
Pendidikan karakter di sekolah, dianggap akan dapat mencegah meningkatnya
perilaku menyimpang pelajar. Pendidikan karakter diharapkan menciptakan
generasi unggul, tangguh dan mempunyai daya saing.3 Oleh karena itu sekolah
harus mendesain positive school culture4 sebagai salah satu cara bagi setiap
sekolah menginternalisasikan karakter yang akan dibentuk dan menjadi profil
peserta didik.


1www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt.
2 Ibid.

3Inggried Dwi Wedhaswar, Di Palangka Raya Sekolah Wajib Terapkan Pendidikan Karakter,
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/.
4School culture adalah seperangkat norma, nilai,kepercayaan, ritual, seremoni, symbol dan cerita
yang meliputi seluruh persona di sekolah. School culture dapat menjadi transmisi sejarah, bentuk makna
meliputi norma, nilai, kepercayaan, seremoni, ritual, tradisi dan pemahaman mitos oleh anggota
masyarakat sekolah.

3

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan
pendidikan karakter. Tanpa kurikulum yang tepat akan sulit mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan. Dalam upaya menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat, perkembangan teknologi dan cita-cita Bangsa Indonesia,
kurikulum pendidikanpun harus mengalami perubahan.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Kota Jambi 5 merupakan
salah satu Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) 6 di Kota Jambi.

Sebagai sekolah berpredikat RSBI, idealnya, nilai-nilai yang berlaku di sekolah
tersebut harus berstandar internasional dengan memenuhi kriteria RSBI yakni
memiliki kultur sekolah yang menjamin adanya pendidikan karakter, bebas
bullying, demokratis dan partisipatif.7
Membentuk karakter peserta didik tidak lepas dari landasan filosofi, visi,
misi dan tujuan yang membangun kultur mekanisme organisasi pendidikan
yang melibatkan sumber daya manusia di lembaga pendidikan. 8 Melalui semua
indikator tersebut maka siswa diharapkan mampu mengaktualisasikan diri di
tengah masyarakat.
Konsep pendidikan karakter yang dirancang secara nasional dalam
pelaksanaannya tidaklah berjalan secara lancar, banyak muncul pertanyaanpertanyaan mengenai konsep dan implementasi pedidikan karakter. Beberapa
pertanyaan yang muncul dari implementasi pendidikan karakter, yaitu:
Pertama, peserta didik di SMPN 7 dibagi dalam empat jenis kelas: Kelas
Akselerasi, Kelas Unggul, Kelas RSBI dan Kelas Reguler. Pengamatan peneliti
peserta didik di kelas-kelas tersebut tidak memiliki kecakapan sosial dalam
interaksi kehidupan sekolah. Pola pergaulan yang terjadi, seorang anak dari

5Selanjutnya Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kota Jambi akan ditulis dengan SMPN 7 Kota
Jambi.


6Selanjutnya Rintisan Sekolah Berstandar Internasional akan ditulis dengan RSBI.

7Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan
Nasional.
8Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa (Jakarta:
Grasindo, 2011), h. 39.

4

kelas unggul lebih memilih untuk bersosialisasi hanya dengan teman
sekelasnya daripada dengan peserta didik dari kelas lain.
Kedua, Peserta didik mengalami penurunan etika dalam berkomunikasi
dengan guru dalam proses pembelajaran. Selama jam sekolah berlangsung,
peserta didik kelas RSBI yang sedang berada di kelas pada proses
pembelajaran , bebas berjalan, keluar-masuk kelas, mengerjakan lembaran
tugas mata pelajaran lain, dan sibuk melakukan aktifitas lain seperti install
program pada laptop yang tidak berkaitan dengan materi. Peserta didik tidak
begitu memperhatikan

guru yang sedang memberikan petunjuk serta


penjelasan mengenai materi dan tugas melalui tayangan slide.
Ketiga, peserta didik memiliki rasa individualisme yang tinggi di kelas.
Kondisi ini dampak suasana kompetitif dalam proses pembelajaran yang
diciptakan. Beberapa orang peserta didik mencoba mendominasi peran dan
tugas yang seharusnya didistribusikan dengan baik dalam kelompok masingmasing. Keempat, banyak guru yang mempertanyakan konsep pendidikan
karakter yang sedang berlangsung di sekolah.
Adanya jarak antara konsep dan praktek pendidikan karakter tersebut
menarik peneliti untuk mempertanyakan mengenai konsep dan pelaksaanan
pendidikan karakter di SMPN 7 Jambi Kota Jambi dengan rumusan masalah:
Pertama, bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi?
Kedua, bagaimana implementasi pendidikan karakter dan faktor yang
mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota Jambi?
Ketiga, apa upaya yang dilakukan untuk mengimplementasikan pendidikan
karakter dalam kurikulum dan proses pembelajaran Biologi di SMPN 7 Kota
Jambi?
B. Tinjauan Pustaka
Hadist berikut merupakan konsep pendidikan karakter yang telah
disampaikan Nabi Muhammad SAW :


5

‫حدثنى اسحاق اخبرنا عبدالرزاق اخبرنا معمر عن همام عن ابى هريرة قال قال رسول الله‬
‫صلى الله عليه وسلم ما من مولود ال يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه كما‬
‫تنتجون البهيمة هل تجدون فيها من جدعاء حتى تكونوا انتم تجدعونها‬
Artinya:
Dari Ishaq dari Abdur Rozaq dari Muamar dari Hamam dari Abi
Hurairah telah berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Tidak satu
kelahiran (anak) pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah maka
kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau
Majusi,
sebagaimana
binatang
melahirkan
binatang
keseluruhannya.Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang
yang rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari
surat ar-Rum: 30 ini:…(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah …
itulah agama yang lurus…” (HR Bukhari) 9

Karakter peserta didik sebenarnya telah dibentuk ketika mereka lahir.
Hanya karakter yang seperti apa, hal itu sangat tergantung di lingkungan mana
dan siapa yang mendidik anak. Apabila anak telah dibiasakan dengan karakter
yang baik, maka anak akan menjadi baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang
ditanamkan maka anak akan berkarakter buruk.
Anak yang telah diperkenalkan dengan nilai karakter yang baik, kemudian
dibina untuk mencintai dan memahami nilai tersebut sehingga melekat pada
kepribadiannya yang membedakan dia dengan anak lainnya dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini merupakan cerminan iman dan ikhsan dalam konteks Islam.
Adapun

tujuan

pendidikan

karakter

yaitu

meningkatkan


mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter
dalam lingkup nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
9Hadits berdasarkan data dari kitab mu’jam masing-masing terletak di dalam kitab sebagai
berikut:
 Shahih Bukhari: kitab janaiz bab 80, kitab tafsir surah bab 30, kitab qadar bab 3
 Shahih Muslim: kitab qadar hadits no 22,23,24
 Musnad Ahmad bin Hanbal: juz 2 h. 315 dan 345
(A.J. Wensinck, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Fadz Al-Nabawi juz 5. h. 180)

6

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.10
C. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang menuntut
pengumpulan data pada setting alamiah. Dalam mencari data peneliti tidak
mengubah situasi dan perilaku yang terjadi di SMPN 7 Kota Jambi. Data
primer penelitian yaitu data mengenai konsep Pendidikan Karakter yang
berlangsung di SMPN 7 Kota Jambi. Sedangkan data sekunder berupa
dokumen I dan II Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dipakai oleh
SMPN 7 Kota Jambi serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Sumber data penelitian ini terdiri dari : Pertama, Sumber data berupa
manusia; 1 orang Kepala Sekolah, 2 orang wakil kepala sekolah, seluruh guru
terutama 2 orang guru Biologi, dan peserta didik di SMPN 7 Kota Jambi.
Kedua, Sumber data berupa suasana; Pembelajaran di kelas, suasana interaksi
antara guru dengan siswa, guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah dan
wakil kepala sekolah, serta interaksi antar warga SMPN 7 Kota Jambi. Ketiga,
Sumber data berupa dokumen; dokumen kurikulum, kebijakan serta tata tertib
yang berlaku di SMPN 7 Kota Jambi.
Penelitian dilaksanakan di lingkungan SMPN 7 Kota Jambi, dengan
beberapa pertimbangan SMP Negeri 7 Jambi yang awalnya merupakan sebuah
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Subjek penelitian meliputi 18
orang yang terdiri dari 2 guru Biologi kelas VIII dan IX, 11 orang guru mata
pelajaran, 1 orang kepala sekolah, 2 orang wakil kepala sekolah, 1 orang

kepala Tata Usaha serta 1 orang peserta didik.
Peneliti melakukan observasi untuk melihat keadaan sarana dan prasarana,
lingkungan sekolah, pergaulan guru dengan guru, guru dengan peserta didik,
guru dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Peneliti juga melakukan
10www.puskurbuk.net/ Kerangka Acuan Pendidikan Karakter.

7

pengamatan berulang ketika data yang diperlukan dianggap belum terlalu jenuh
seperti mengamati proses pembelajaran Biologi baik berupa proses
pembelajaran di dalam kelas ataupun di dalam laboratorium untuk dapat
menyaksikan langsung sikap dan tingkah laku guru dan peserta didik.
Teknik wawancara tidak teratur dilakukan melalui wawancara dalam
bentuk dialog dengan informan dengan tetap berpedoman pada instrumen
pertanyaan yang telah disiapkan. Sedangkan data yang dikumpulkan melalui
metode dokumentasi antara lain Silabus dan RPP, serta dokumen yang
dianggap mendukung penelitian. Peneliti menggunakan flow model analysis
yang memiliki langkah analisis reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan11 serta diperlukan adanya analisis dan refleksi data.12
D. SMPN 7 Kota Jambi Profil RSBI
SMPN 7 Kota Jambi didirikan pada tanggal 2 September 1978, berada di
Jalan Jenderal Ahmad Thalib Kecamatan Telanaipura-Kota Jambi. SMPN 7
Kota Jambi pada awalnya merupakan sekolah negeri biasa namun kemudian
disebut sebagai Sekolah potensial (SP). Tahun 2005 Kota Jambi. SMPN 7 Kota
Jambi menjadi Sekolah berstandar Nasional (SSN). Sejak tahun 2009 Kota
Jambi. SMPN 7 Kota Jambi menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI)

hingga

terbitnya

keputusan

Mahkamah

Konstitusi

mengenai

pencabutan label RSBI . SMPN 7 Kota Jambi berakreditasi A yang mempunyai
sister school dalam negeri yaitu: 1) SMPN 1 Magelang, 2) SMPN 1 Bantul, 3)
SMPN 1 Subang, 4) SMPN 255 Jakarta dan 5) SMPN 11 Jakarta. sister school
luar negeri berasal dari Newton Moore High School Perth-Australia.
SMPN 7 Kota Jambi dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu
oleh 4 orang wakil kepala sekolah yaitu: 1 wakil kepala sekolah urusan
kurikulum, 2 wakil urusan kesiswaan, 3 wakil urusan sarana dan prasarana dan
4 wakil urusan hubungan masyarakat. Sedangkan tenaga pengajar di SMPN 7
11Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman.terj.,Analisis Data Qualilatif (Jakarta: UI Press,
2007), h. 21.
12 Mudjia Raharjo,
http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/221-analisis-data-penelitiankualitatif-sebuah-pengalaman-empirik.html

8

Kota Jambi berjumlah 55 orang yang terdiri dari 52 orang guru Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan Guru Tidak Tetap (GTT) sebanyak 3 orang. SMPN 7 Kota
Jambi merekrut 7 orang pegawai yang berstatus PNS, 9 orang PTT dan 4 0rang
Honorer untuk membantu kelancaran proses pembelajaran di sekolah seperti
juru ketik, ekspedisi, pegawai UKS, pegawai kebersihan dan penjaga
keamanan sekolah.
SMPN 7 Kota Jambi mempunyai 902 peserta didik yang terdiri dari kelas
VII, VIII dan IX serta didistribusikan ke dalam beberapa kelas seperti kelas
reguler, kelas akselerasi, kelas RSBI, kelas Cerdas Istimewa dan kelas Bakat
Istimewa. Kelas 7 terdapat 153 siswa dan 165 siswi. Kelas 8 ada 129 siswa dan
169 siswi. Sedangkan Kelas 9 ada 120 siswa dan 166 siswi (Dokumentasi
2012/2013).
Keadaan sarana dan prasarana SMPN 7 Kota Jambi, yaitu: Ruang referensi
1, Ruang koneksi internet 2, Ruang multimedia 1, Ruang tunggu dan informasi
2, Ruang unit kegiatan siswa 1, Ruang bimbingan konseling 1, Ruang tunggu
2, Ruang usaha kesehatan sekolah 2, Ruang arsip referensi 3, Ruang operator
alat 2, Ruang rapat 1, Ruang guru 1, Ruang Majelis guru 2, Ruang wakil
kepala sekolah 1, Ruang kepala sekolah 2, Ruang audio visual dan rapat 1,
Ruang koperasi 1, Ruang Lobi 1, Ruang keuangan 1, Ruang administrasi
sekolah 1, Ruang humas 1, Ruang keamanan 1, Ruang laboratorium computer
2, Ruang laboratorium Fisika 1, Ruang laboratorium Biologi 1, Ruang Osis 1,
Perpustakaan 1,Ruang penjaga sekolah 1, Ruang kelas 26, Mushalla, 2, toilet 4,
Kantin 1 (Dokumentasi 2012/2013).

Keadaan sarana dan prasarana yang

tersedia di SMPN 7 Kota Jambi tersebut dalam keadaan baik dan mendukung
implementasi pendidikan karakter.
E. Pendidikan Karakter di Kehidupan Sekolah
1. Guru Menggugat Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak berjalan dengan lancar bukan hanya karena
permasalahan teknis tetapi juga lemahnya konsep pendidikan karakter. Masih

9

terdapat perbedaan perspektif dan konsep di antara para guru sehingga dalam
pelaksanaannya terjadi keragaman. Walaupun pada dasarnya keragaman itu
penting, namun konsekuensi dari perbedaan konsep pendidikan karakter
menyebabkan anggapan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak perlu
dibebankan dalam segala mata pelajaran.
Keragaman konsep guru mengenai pendidikan karakter tersebut peneliti
temukan ketika guru menyatakan bahwa pendidikan karakter sebenarnya sudah
cukup dalam bahasan materi pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bagi guru pendidikan karakter hanya menambah pekerjaan
guru dan hasilnyapun tidak akan memuaskan, karena untuk satu mata pelajaran
saja guru sudah cukup sulit untuk memahami materi dan

menuntaskan

pembelajaran bagi peserta didik.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para guru untuk menerapkan pendidikan
karakter di seluruh mata pelajaran, diantaranya: (a) Format tertulis mengenai
standar penilaian karakter siswa dari sekolah tidak ada tersedia. Guru yang
pernah mengikuti workshop hanya membuat dan menyusun sistem penilaian
sendiri sesuai dengan materi yang didapatkan dari membaca ataupun browsing;
(b) Guru mata pelajaran tidak dilibatkan seluruhnya (bergantian) ke dalam
workshop pendidikan karakter, sehingga hanya sebagian guru mata pelajaran
yang memahaminya. Kedua faktor tersebut mengkondisikan guru untuk
menentang formalisasi pendidikan karakter dengan pandangan bahwa
sebenarnya pendidikan karakter tidak bisa diajarkan tetapi hanya bisa
ditanamkan dan dibiasakan. Pendidikan karakter hanya dapat diselipkan dalam
mata pelajaran.
2. Standar Penilaian Pendidikan Karakter?
Salah satu kesulitan implementasi pendidikan karakter adalah standar dan
teknis penilaian dari guru untuk peserta didik. Guru merasa sulit menilai siswa
secara individu, karena banyaknya jumlah peserta didik. Sehingga yang terjadi

10

adalah guru masih subjektif dalam menilai peserta didik berdasarkan
kecenderungan sikap dan perilaku peserta didik.
Kesulitan memberikan penilaian karakter peserta didik juga dikarenakan
sulitnya untuk memberikan pengawasan dan penilaian per individu terhadap
peserta didik. Guru mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian secara
rinci per individu peserta didik karena setiap kelas berisi tiga puluh dua hingga
tiga puluh tiga orang. Keadaan ini tentu saja membutuhkan perhatian dan
waktu ekstra agar guru dapat mengamati satu demi satu sikap dan perilaku
siswa kemudian mencatatnya di dalam catatan khusus guru di selama proses
pembelajaran.
3. Eksklusivisme Kelas dan Kecanggungan Pergaulan Sosial
Salah satu masalah yang dikeluhkan guru dalam menjalankan dan membina
karakter siswa adalah adanya pembagian kelas seperti kelas RSBI, kelas
Cerdas Istimewa, dan kelas Bakat Istimewa. Pembagian kelas yang awalnya
merupakan langkah untuk dapat lebih memfokuskan pembelajaran yang efektif
bagi siswa, ternyata berpotensi memberikan dampak negatif terhadap
kehidupan sosial siswa terutama di sekolah.
Dampak negatif tersebut diantaranya adalah terbentuknya individualisme
pada peserta didik yang cenderung menjadi asosial. Peserta didik dari kelaskelas eksklusif tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam kehidupan
sosial sekolah dan cara mereka berkomunikasi dengan gurunya. Pengutamaan
kepentingan intelektual ini menghasilkan sikap arogansi kepada peserta didik,
misalnya cara bicara dan bersikap yang dianggap guru tidak sopan.
Pembagian tersebut terkadang membuat mereka harus memberikan layanan
yang berbeda. Selain itu, peserta didik di kelas RSBI dan Cerdas Istimewa
lebih cenderung untuk bergaul dengan teman sekelas mereka saja. Keadaan ini
berpeluang menciptakan pengikisan sisi kemanusiaan peserta didik untuk dapat
bertenggang rasa, tepa salira, musyawarah dan bekerja sama sebagaimana nilai
yang terkandung dalam sila dari Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa

11

bernegara karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan mutualisme tanpa
adanya keterikatan nilai.
F. Mengapa Sulit Menjalankan Pendidikan Karakter?
Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti
yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang
di dalam Seminar Pendidikan Karakter. Berikut beberapa faktor sulitnya
mengimplementasikan pendidikan karakter:
1. Lemahnya Kepemimpinan
Menurut guru, kepala sekolah masih bersikap diskriminatif dalam
memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop mengenai pendidikan
karakter. Kepemimpinan masih bersikap nepotisme karena hubungan
kekerabatan menjadi landasan kepala sekolah dalam memutuskan siapa yang
dapat mengikuti workshop pendidikan karakter. Kenyataan yang terlihat
menjelaskan tidak adanya distribusi yang baik terhadap hak guru. Seorang
pemimpin yang visioner, seharusnya memahami kebutuhan pembangunan
kapasitas guru dan staf, sehingga dapat secara adil memberikan kesempatan
peningkatan wawawasan dan keterampilan dalam pendidikan karakter.
2.

Kedisiplinan Versus Hukuman
Era reformasi, telah merubah kehidupan sekolah. Kalau dulu hukuman

fisik merupakan pemandangan sehari-hari dalam kehidupan sekolah. Hukuman
ini biasanya dilakukan sebagai upaya guru membentuk disiplin peserta didik.
Namun saat ini hukuman fisik tidak diperbolehkan lagi, dimulai dari hal kecil
misalnya guru yang mendelik atau melotot kepada peserta didik sebagai
pertanda marah pun tidak diperbolehkan, karena dianggap melanggar Hak
Asasi Manusia. Salah satu contohnya ketika peserta didik tidak mengerjakan
Pekerjaan Rumah,

guru tidak diperbolehkan memberi hukuman fisik

membersihkan kamar mandi. Guru hanya boleh menghukum peserta didik

12

dengan cara yang dianggap mendidik seperti memberikan tugas tambahan lain
kepada peserta didik yang bermasalah sehingga hanya menambah tugas bagi
peserta didik.
Perilaku disiplin ini bisa dilihat dari pembelajaran Biologi dimana peserta
didik sering tidak membersihkan dan merapikan kembali alat-alat eksperimen
setelah kegiatan eksperimen. Guru

harus berkali-kali menghimbau dan

berteriak memanggil peserta didik untuk disiplin merapikan ruangan
laboratorium kembali. Seringkali keadaan ini membuat guru Biologi memilih
untuk bergerak sendiri untuk merapikan ruangan dan alat-alat eksperimen.
Tidak ada daya bagi guru untuk memberikan hukuman keras kepada peserta
didik selain hanya bergumam dan mengeluh kepada sesama rekan sejawat.
Kedisiplinan bukanlah masalah peserta didik saja tetapi juga seluruh warga
sekolah. Guru dan staf seharusnya juga menjalankan karakter disiplin jika ingin
peserta didik mengikutinya. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengawas
seharusnya

memperhatikan

kedisiplinan

guru

dan

stafnya.

Namun

kenyataannya, kedisiplinan guru untuk hadir di kelas tepat waktu dan membuat
laporan evaluasi pendidikan karakter belum ditegaskan oleh kepala sekolah.
Kedisiplinan guru menjalankan evaluasi pendidikan karakter ini justru sangat
penting untuk memperbaiki pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota
Jambi.
3. Minimnya Workshop
Tanpa adanya workshop, sangatlah sulit mengharapkan pendidikan karakter
dapat dijalankan dengan baik. Di SMPN 7 Kota Jambi, visi pendidikan
karakter bersamaan dengan dijalankan dengan pemberian workshop kepada
guru dan sosialisasi mengenai

pendidikan karakter yang dilakukan secara

bersamaan dengan penyusunan RPP seminggu sebelum jadwal kegiatan
pembelajaran tahun ajaran baru dimulai. Kegiatan workshop menjadi agenda
rutin tahunan untuk mengakomodir kebutuhan kurikulum sekolah. Akan tetapi,
guru juga bisa mendapatkan semacam workshop, pelatihan atau pun seminar

13

yang sesuai dengan pengembangan kurikulum sekolah. Untuk itu, ada beberapa
guru yang diutus mewakili sekolah mengikuti workshop atau pelatihan
tersebut.

Pelaksanaan workshop pendidikan karakter juga masih sangat

terbatas terbatas dan tidak semua guru mendapat kesempatan diutus untuk
mengikutinya. Program workshop mengenai pengembangan silabus dan RPP
berkarakter yang bisa diikuti pun masih kurang. Kurangnya workshop menjadi
penghambat implementasi pendidikan karakter.
Dinas Pendidikan Kota Jambi memiliki tuntutan tinggi untuk implementasi
pendidikan karakter. Namun masih dianggap kurang memberikan workshop
berkaitan dengan pendidikan karakter. Dinas Pendidikan Kota Jambi memang
turut membantu pendanaan kegiatan workshop pendidikan karakter tetapi tidak
pernah mengutus perwakilannya untuk menjadi pelatih pendidikan karakter,
sehingga guru masih belum utuh memperoleh konsep dan teknis yang jelas dari
Diknas Kota Jambi. Para guru sangat mengharapkan adanya sirkulasi atau
pergantian ketika ada program worksop ke luar daerah, namun hal itu tidak
terjadi. Peserta workshop biasanya hanya diwakilkan oleh guru mata pelajaran
dan perwakilan yang sudah ditentukan dari sekolah.
G. Pendidikan Karakter di Ruang Kelas
Bagaimana pendidikan karakter berlangsung di ruangan kelas? Untuk
menjawab ini, peneliti menekankan pengamatan implementasi pendidikan
karakter di proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Biologi.
Kegiatan pembelajaran Biologi di kelas dan laboratorium dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua materi pembelajaran.
1. Silabus pembelajaran
Silabus telah

memuat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian (teknik,
bentuk instrumen, contoh instrumen), alokasi waktu dan sumber belajar. Semua
komponen tersebut dirumuskan di dalam silabus untuk memfasilitasi peserta

14

didik dalam menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta
mengembangkan karakter dengan melakukan penambahan atau modifikasi
pada: komponen kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian dan teknik
penilaian. Tentunya dengan waktu demikian, penyampaian materi dan
pemahaman konsep penyusunan silabus belum dikuasai sebagaimana mestinya
oleh para guru. Sehingga tidak jarang, masih terdapat kesalahan dalam
penyusunan silabus.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan silabus yang telah
dikembangkan oleh sekolah. Peneliti menemukan bahwa nilai karakter yang
diharapkan tersebut cenderung persis sama pada RPP yang kelas, materi,
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya berbeda.
3. Bahan ajar
Buku sebagai bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang sangat
berpengaruh terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran.
Dengan melakukan pengembangan berbagai bentuk kegiatan pada bahan ajar,
maka suasana pembelajaran menjadi aktif dan kondusif dalam internalisasi
nilai karakter bagi peserta didik.
4. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik
mempraktekkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dan perilaku guru
sepanjang proses pembelajaran menjadi model pelaksanaan nilai bagi peserta
didik.
a. Kegiatan pendahuluan,
Selama proses pembelajaran, peserta didik masih ada yang bersikap acuh
dengan sibuk berbicara dan tertawa dengan beberapa temannya. Ada pula

15

yang membuka sepatu serta kaos kaki kemudian menaikkan kaki ke atas
kursi. Sementara ketika peneliti perhatikan secara seksama, kebanyakan
peserta didik masih lengkap menggunakan sepatu dan kaos kakinya. Namun
ada pula peserta didik yang serius dan bertanya dengan kritis mengenai
istilah-istilah Biologi sehingga guru menjadi agak kewalahan. Saat
pembahasan soal berlangsung, semua peserta didik berebut ingin menjawab
dengan keras. Situasi pembelajaran seperti ini membuat kelas menjadi ramai
dan bising. Peserta didik tidak menampakkan perilaku sebagai seorang
pelajar dan guru tidak bisa memimpin kelas dengan baik. Maka, tujuan
pembelajaran berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi
sulit untuk dicapai.
b. Kegiatan inti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007
menyatakan bahwa kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap yaitu;
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Pengamatan peneliti bahwa guru

cenderung untuk menerangkan satu persatu langkah eksperimen kepada
masing-masing kelompok. Dengan demikian, banyak peserta didik menjadi
tidak fokus karena berusaha mencari, melihat dan menyaksikan langsung
eksperimen dari satu kelompok ke kelompok lain. Kemudian melakukan
perbandingan hasil eksperimen kelompok lain dengan kelompoknya. Ada
pula peserta didik yang sempat bermain-main, atau diam, tidak berperan
serta seperti tidak tertarik dengan kegiatan eksperimen tersebut.
Pengamatan tersebut mencerminkan bahwa tahapan eksplorasi, elaborasi
dan eksplorasi tidak terlaksana dengan baik. Alih-alih menumbuhkan
karakter peserta didik agar aktif, disiplin, memiliki rasa hormat, tekun,
bertanggung jawab dan teliti, kegiatan eksperimen tersebut menjadikan
kegiatan pembelajaran tidak kondusif dan lancar dalam internalisasi karakter
bagi peserta didik. Keaktifan dan keingintahuan peserta didik yang digali

16

oleh guru juga membawa dampak ketidaknyamanan dalam proses
pembelajaran.
c. Kegiatan penutup
Kegiatan penutup dilakukan dengan memberikan nasehat berkaitan
materi pelajaran

agar peserta didik

menjaga kesehatan sehingga

metabolisme sistem saraf dan koordinasinya tetap seimbang yang secara
tidak langsung menumbuhkan semangat pada peserta didik untuk
mempersiapkan laporan yang terbaik sehingga mereka berusaha untuk
melakukan dengan teliti dan rasa percaya diri.
d. Evaluasi Pembelajaran
Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak
hanya mengukur pencapaian akademik kognitif tetapi juga mengukur
perkembangan kepribadian peserta didik. Tetapi, guru mengeluh kesulitan
dalam pemberian nilai berkaitan dengan karakter siswa. Walaupun sering
diikutsertakan dalam pelatihan ataupun workshop eksternal, guru tersebut
belum pernah mendapatkan materi ataupun diberitahu mengenai teknik
penilaian berkarakter. Begitu pula guru lain yang belum pernah
diikutsertakan dalam pelatihan atau workshop eksternal. Maka, kedua guru
tersebut memberikan nilai berupa penilaian kognitif kepada peserta didik
berbentuk skor angka yang tercantum dalam daftar nilai. Kedua guru
berpendapat, nilai karakter peserta didik sudah tercakup dalam nilai angka
tersebut. Apakah peserta didik tergolong anak yang baik, rajin, pintar, sopan,
suka bekerja keras ataupun sebaliknya, guru hanya memberi tanda dalam
catatan tertentu atau mengingatnya kemudian meramu pengamatan mereka
tersebut dengan skor angka untuk kognitif peserta didik. Tidak ada catatan,
format khusus atau format standar yang diberlakukan dari sekolah.

H. Penutup

17

Peneliti menyimpulkan bahwa tidak adanya keberlanjutan

penanaman

nilai karakter peserta didik karena kegiatan yang menjadi program sekolah
tidak jauh berbeda halnya seperti kegiatan rutin dan kegiatan spontan. SMPN 7
Kota Jambi masih belum berupaya menciptakan iklim sekolah dan budaya
positif sekolah untuk mendukung optimalnya pelaksaan pendidikan karakter.
Evaluasi pendidikan yang terukur belum terlihat dengan tidak adanya laporan
perkembangan mengenai karakter peserta didik yang telah mengikuti kegiatan
ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Unit Kesehatan
Sekolah, Drum Band, Bengkel Seni serta Seni tari di sekolah. Program
pembinaan karakter sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kebijakan
pembina masing-masing kegiatan ekstra kurikuler. Kebijakan yang diambil
oleh kepala sekolah mengenai penanaman karakter peserta didik juga belum
disosialisasikan dengan baik secara keseluruhan.
Implementasi pendidikan karakter membutuhkan kepemimpinan kepala
sekolah. Kepala sekolah yang masih menggunakan gaya kepemimpinan
pseudo-demokratis karena kebijakan yang diambil oleh kepala sekolah untuk
menunjuk seseorang dalam mengemban tugas masih dipertanyakan dan
penugasan guru yang mengikuti beberapa pelatihan atau workshop tidak
didistribusikan dengan baik. Kepala sekolah masih belum mampu membina
seluruh guru, dan staf yang menjadi binaannya.
Dalam tataran konsep pendidikan karakter masih menjadi perdebatan di
antara sesama guru dan guru dengan kepala sekolah. Kurangnya pengetahuan
guru

tentang

pentingnya

pendidikan

karakter

serta

prinsip-prinsip

implementasinya dalam kurikulum pembelajaran menyebabkan terjadinya
lempar tanggung jawab dalam internalisasi karakter peserta didik.
Secara khusus penanaman pendidikan karakter di kehidupan kelas seperti
yang peneliti amati di mata pelajaran iologi. Guru Biologi masih belum
memahami secara konsep filosofis dan teknis pendidikan karakter. Guru
Biologi juga masih mengalami kesulitan untuk memenuhi target capaian
pendidikan karakter secara proses maupun hasil. Secara administrasi guru

18

belum memahami alur tugas dan tanggung jawab mengenai implementasi
pendidikan karakter peserta didik. Bagaimana dan kepada siapa laporan
penanaman serta pengamatan perkembangan karakter peserta didik harus
dilaporkan.
Setelah mendiskusikan dan menyimpulkan implementasi pendidikan
karakter, peneliti memberikan rekomendasi agar pendidikan karakter tidak lagi
dipertanyakan oleh guru dan dapat dijalankan dalam kehidupan sekolah:
Pertama, pemerintah Provinsi/ Kota seharusnya memberikan sosialisasi yang
baik agar benar-benar dipahami oleh guru. Pemerintah perlu mengakomodir
para guru, salah satunya dengan mendistribusikan dengan baik pemahaman dan
tata

laksana

pembelajaran

berkarakter

melalui

kegiatan-kegiatan

diperlukan.Begitu juga kepala sekolah yang bisa dan mau untuk terlibat aktif.
Kedua, seluruh warga sekolah harus menjalankan tugas masing-masing
sesuai peraturan dan program sekolah. Kepala sekolah harus lebih tegas dan
memiliki jiwa kepemimpinan dan juga mengayomi seluruh warga sekolah
sehingga penegakkan disiplin sebagai salah satu bentuk adanya karakter bisa
dibudayakan di sekolah sehingga dapat mencapai pendidikan berkarakter yang
telah ditetapkan bersama dalam visi dan misi sekolah.
Ketiga, guru sebagai pendidik benar-benar harus memahami empat
kompetensi (pedagogik, sosial, kepribadian, profesi) sebagai tenaga pendidik
profesional dengan selalu mempersiapkan diri terutama mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan penanaman dan pembinaan karakter siswa. Dalam proses
pembelajaran. Guru harus memberikan teladan, baik sikap, maupun perilaku
yang berkarakter sehingga peserta didik serta warga sekolah lain yang melihat
dapat

mencontohnya

selain

bertugas

untuk

mengimplementasi nilai karakter pada peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

menginternalisasi

dan

19

A. Sumber berupa Buku
Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Thoha Putra, 1991.
, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana IAIN STS
Jambi, 2012.
Agusmizal, ProgramPembinaan Akhlak Siswa MAdarasah Tsanawiyah Negeri
Bangko, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta. Edisi Revisi IV.1998.
Baihaki, Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Sarolangun.Tesis Magister,
Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun
2011.
Tuckman, Bruce W., Conducting educational research, New York. Harccourt
Brance, 1972.
Forcese, Denis and Stepher Richer, Social Research Methode, New Jersey,
Prentice-hall, Englewood Cliffs.
Faisal, Sanafiah. Pendidikan Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang,
Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press. Cet. 2. 2009.
Jack R.Frankel, dan Norman E. Wisallen. How To Design And Evaluate Reseach
In education. New York. Mc. Graw. Hill Publishing Company. 1990.
Matwey Miler dan Huberman. Analisis Data Qualilatif, tej. Djejep Rohidi, Jakarta
UI Press.
Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Depdikbud RI, 1998.
Mulyana, Dedi. Metode Kualitatif: Paradigma Baru Penelitian Komunikasi Dan
Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2000.
Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

20

Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1991.
Pendidikan Karakter di SMP Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen
Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010.
Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalamPembangunan
Bangsa, Jakarta: Grasindo, 2011
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta. Cetakan ke-6. 2009
Summiyani, Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pengelolaan Kantin Kejujuran
( Studi Kasus di SMA Negeri 5 Kota Jambi), Tesis Magister, Program
Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2010.
Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Edisi
ke 7, Bandung: Tarsito, 1984
Victor Battistich Character Education, Prevention, and Positive Youth Development, University of Missouri,
St. Louis

Yanfaunnas, Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Muara Bungo,
Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN
Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.

B.

Sumber dari Internet

Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the
Student Citizen Act of 2001.(Character and Civic Education).
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/.
http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas:
Pendidikan Karakter untuk Tangkal.Radikalisme.

Perlu

http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/
Terapkan.Pendidikan. Karakter.

Wajib

Sekolah

21

http://www.Inherent-Dikti.Net/Files/Sisdiknas.Pdf.
http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/13/158247hikmah-pendidikan-karakter.
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/09/128972-pendidikankarakter-diterapkan-dalam-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan
http://www.today.co.id/read/2011/05/02/29089/pendidikan_karakter_masuk_kurik
ulum_pada_2012
Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan
SMP Tahun 2010, Pendidikan Karakter di SMP
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2003). CEP’s Eleven Principles of Effective
Character Education. Washington, DC: Character Education
Partnership.
www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt