Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Aman Nyaman (Nyeri) di RSUD. dr Pirngadi Medan

BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Konsep Dasar
2.1 Defenisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri.
1. Mc. Coffery ( 1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan
yang memengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya
jika orang tersebut per nah mengalaminya.
2. Wolf Weifsel (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan.
3. Arthur C. Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak,
dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri.
4. Scrumun, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari

serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.
2.2 Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan.

Reseptor

nyeri

yang

dimaksud

adalah

nociceptor,

merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,

khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya
stimulasi atau rangsangan.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang
oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan

Universitas Sumatera Utara4

serabut lamban (serabut C). impuls-impuls yang ditransmisikan oleh
serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut
C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal
root) serta sinaps pada dorsal horn.
Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya
nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh
pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari
thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls
supresif. Serotonin merupakan neutransmiter dalam impuls supresif.
System


supresif

lebih

mengaktifkan

stimulasi

nociceptor

yang

ditransmisikan oleh serabut A. jalur nonopiate merupakan desenden yang
tidak memberikan respon terhadap naloxone yang kurang banyak
diketahui mekanismenya (Barbara C. Long, 1989).
2.3 Klasifikasi Nyeri
Dua kategori dasar dari nyeri yang secara umum diketahui yaitu nyeri
akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri Akut

Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah
terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya
penyembuhan, nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan.
Sebagai contoh nyeri akut ialah jari yang tertusuk biasanya sembuh
dengan cepat, dengan nyeri yang hilang dengan cepat. Pada kasus
dengan kondisi lebih berat, seperti fraktur ekstremitas, pengobatan
dibutuhkan dengan nyeri menurun sejalan dengan penyembuhan
tulang.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronis dapt tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
pengobtan yang diarahkan pada penyebabnya.

Universitas Sumatera Utara5

Selain klasifikasi nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik,
diantaranya nyeri somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent

pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri
neurologis, dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri visceral ini umumnya bersumber dari kulit
dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang.
Perbedaan antara kedua jenis nyeri ini dapat dilihat pada tabel
berikut:
Karakteristik

Nyeri Somatis

Nyeri Viseral

Superfisial

Dalam

Tajam,

Tajam, tumpul, nyeri


Tajam, tumpul,

menusuk,membakar

terus

nyeri terus, kejang

Menjalar

Tidak

Tidak

Ya

Stimulasi

Torehan, abrasi


Torehan, panas, iskemia Distensi, iskemia,

terlalu panas dan

pergeseran tempat

Kualitas

spasmus, iritasi

dingin

kimiawi (tidak ada
torehan)

Reaksi

Tidak

Ya


Ya

Tidak

Ya

Ya

otonom
Reflex
kontraksi otot
Sumber. Barbara C, Long, 1989.
Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang
lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral.
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang
timbul akibat psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang
disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri
neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di
sepanjang atau di beberapa jalur saraf (Hidayat, 2009).

2.4 Efek Membahayakan dari Nyeri
Nyeri akut, tanpa melihat sifat, pola atau penyebab nyeri, nyeri
yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan
diluar

ketidaknyamanan

yang

disebabkannya.

Selain

merasakan

Universitas Sumatera Utara6

ketidaknyamanan dan menganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat
mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal,
endokrin, dan imunologik (Yeager dkk, 1987; Benedetti dkk, 1984).

Nyeri kronik, sama seperti halnya nyeri akut yang mempunyai
efek negatif, nyeri kronis juga mempunyai efek yang merugikan. Supresi
fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri kronis sering mengakibatkan
depresi dan ketidakmampuan melakukan aktivitas (Liebeskind, 1991).
Mengabaikan tentang bagaimana pasien mengatasi nyeri kronisnya, nyeri
yang terjadi sepanjang waktu yang lama sering mengakibatkan pasien
tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan
interpersonal sebelum nyeri mulai terjadi. Ketidakmampuan ini dapat
berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai tidak
mampu untu memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau
makan. Perawat harus mengerti efek dari nyeri kronis pada pasien dan
keluarganya dan harus mempunyai pengetahuan tentang strategi
peredaan nyeri dan sumber-sumber yang sesuai untuk membantu
penatalaksanaa nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
2.5 Stimulus Nyeri
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau
dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain
threshold). Menurut Alimul terdapat beberapa jenis stimulasi nyeri,
diantaranya ialah:
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya

kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat
terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya
asam laktat.
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
2.6 Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, diantaranya
ialah (Barbara C. Long, 1989):

Universitas Sumatera Utara7

1. Teori Pemisahan (Specifity Theory)
Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis
(spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah
posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang digaris
median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori Pola (Pattern Theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis dan merangsang aktivitas sel T. hal ini mengakibatkan suatu
respon yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks
serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot sehingga
menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari
reaksi sel T.
3. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan
kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansi
gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme
sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran
rangsangan ikut terhambat. Rangsangan pada serat kecil akan
menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya
akan mengahantarkan rangsangan nyeri.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi
Adanya stimulus pada niciceptor melalui transmisi impul-impuls
saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh
neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri
menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate
system supresif.
2.7 Faktor-fakrot yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
termasuk pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, usia, dan lainlain. Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi

Universitas Sumatera Utara8

nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap nyeri dan
pengaruh sikap respon terhadap nyeri. beberapa hal yang dapat
mempengaruhi pengalaman nyeri pada seseorang, diantarnya ialah:

1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami perubahan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami.
Karena mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang
harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (contoh, tidak pantas bila laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
merespon nyeri (contoh, suatu daerah yang menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya sendiri).
4. Makna Nyeri
Berhubungan dengan bagaiman pengalaman seseorang terhadap
nyeri dan bagaiman mengatasinya. Bagi beberapa orang, nyeri masa
lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi
nyeri.

Universitas Sumatera Utara9

6. Ansietas
Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan.
Ansietas yang berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri.
7. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan seseorang
dalam mengatasi nyeri.
8. Support keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan, dan perlindungan.
2.8 Asuhan Keperawatan pada Masalah Nyeri
a. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah
adanya riwayat nyeri, keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas
nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan
dengan PQRST:
1. P (pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri
2. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau
tersayat.
3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri
4. S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri
5. T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
Gambar 2.1
Skala pengukuran nyeri angka

10
Universitas Sumatera Utara

b. Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagnosis yang berhubungan dengan masalah
nyeri, diantaranya adalah:
1. Nyeri akut akibat fraktur panggul
2. Nyeri kronis akibat arthritis
3. Gangguan mobilitas akibat nyeri pada ekstremitas
4. Kurangnya perawatan diri akibat ketidakmampuan menggerakkan
tangan yang disebabkan oleh nyeri persendian
5. Cemas akibat ancaman peningkatan nyeri
c. Perencanaan Keperawatan
Perawat membantu meredakan nyeri dengan memberikan
intevensi penghilang nyeri (termasuk pendekatan farmakologis dan
nonfarmakologis),

mengakaji

keefektifan

intervensi

tersebut,

memantau terhadap efek yang merugikan dan berperan sebagai
advokat pasien apabila intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam
meredakan nyeri. Selain itu, perawat bertindak sebagai edukator bagi
pasien dan keluarganya untuk memampukan mereka dalam
menangani

sendiri

intervensi

yang

diharuskan

bilaman

memungkinkan (Smeltzer & Bare, 2002).
Beberapa

perencanaan

keperawatan

dalam

mengatasi

nyeri

diantarnya ialah (Hidayat, 2009):
1. Mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri
2. Menggunakan berbagai teknik noninvansif untuk memodifikasi
nyeri yang dialami

11
Universitas Sumatera Utara

3. Menggunakan cara-cara unutuk mengurangi nyeri yang optimal,
seperti memberikan analgesik sesuai dengan program yang
ditentukan.
d. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
Semua intervensi nyeri akan sangat berhasil bila dilakukan
sebelum nyeri menjadi semakin parah, dan keberhasilan terbesar
sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan.
Beberapa tindakan keperawatan yang dapat mengurangi nyeri yang
dialami oleh pasien, diantaranya ialah:
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya
ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan
kebosanan.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan teknik-teknik seperti:
a. Teknik latihan pengalihan, seperti menonton televisi,
berbincang-bincang dengan orang lain, dan mendengarkan
musik.
b. Teknik relaksasi, yaitu menganjurkan pasien untuk menarik
napas

dalam

dan

mengisi

paru-paru

dengan

udara,

menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot
tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang
sama sambil terus berkonsentrasi hingga di dapat rasa
nyaman, tenang, dan rileks.
c. Stimulasi kulit,seperti menggosok dengan halus pada daerah
nyeri, menggosok punggung, mengguanakan air hangat dan
dingin, dan memijat dengan air mengalir.
3. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna memblok
transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri.
4. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau
mengubah stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai
kemampuan

dalam

merespon

rangsangan

nyeri,

diantaranya

hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya

12
Universitas Sumatera Utara

respon fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
B. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit
Berdasarkan penugasan dan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktek di
rumah sakit, pada tanggal 3 Juni 2014 mahasiswa melakukan pengkajian
keperawatan pada pasien Tn.M. Berikut deskripsi dari hasil pengkajian yang
dilakukan dan secara lengkap terdapat di lampiran 1.
1. Seorang laki-laki Tn.M, berusia 64 tahun dan telah menikah, agama Islam.
Tn. M adalah seorang wiraswata dengan pendidikan terakhir adalah SLTA,
tinggal di Desa Parsombaan Padang Lawas Utara, Prop. Sumatera Utara.
Pada tanggal 23 Mei 2014 dirawat di ruangan Tulip 2, kamar 609, dengan
nomor rekam medik 00.92.68.06.
2. Dalam pengkajian yang dilakukan pasien mengatakan mengalami nyeri pada
abdomen sinistra region hipokondria sinistra, hal ini dialami pasien kurang
lebih selama 1 bulan. Nyeri bersifat hilang timbul dan terkadang nyeri akan
terasa sangat sakit sampai menjalar ke pinggang sebelah kiri. Nyeri yang
dirasakan pasien seperti ditusuk, pasien juga mengeluhkan sering masuk
angin sehingga perut terasa seperti ada yang menekan-nekan dan pasien
merasa tidak nyaman.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien sering merasa sakit pada abdomen sinistra, region hipokondria
kiri dan apabila nyeri yang dirasakan sangat hebat akan menyebar sampai ke
pinggang kiri. Nyeri yang dialami oleh pasien disebabkan karena adanya
batu pada ginjal, apabila pasien merasakan nyeri, pasien akan istirahat dan
memijit bagian tubuh yang terasa nyeri. Pasien mengatakan nyeri dirasakan
bila pasien sedang melakukan aktivitas, dan pada saat dilakukan
pengakajian, pasien terlihat baik-baik saja dan nyeri yang dirasakan tidak
terlalu sakit. Nyeri yang dialami oleh psien adalah hilang timbul, dan pada
saat-saat tertentu nyeri akan sangat hebat.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien pernah mengalami sesak napas karena dulu sering merokok dan
terkadang sesak akan kambuh bila pasien melakukan aktivitas yang berat
atau melakukan perjalanan yang jauh dan sesak akan mereda bila pasien
beristirahat. Bila pasien mengalami sesak, pasien akan berobat pada bidan

13
Universitas Sumatera Utara

atau mantri yang ada di kampungnya. Pasien memiliki alergi terhadap
makanan yang mengandung tinggi protein dan lemak serta pengawet seperti
telur, daging, dan indomie. Hal ini ditandai bila pasien mengalami luka pada
tubuh, luka akan lama sembuh dan semakin membesar apabila pasien
mengkonsumsi makanan yang dapat mengakibatkan alergi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari hasil pengkajian yang dilakukan, di dapatkan hasil bahwa orang tua
pasien maupun saudara kandung tidak memiliki riwayat penyakit yang
serius, dan saudara pasien masih hidup semua, namun oarng tua pasien
sudah meninggal.
6. Pemeriksaan Fisik
Secara umum didapati pasien sadar dan dapat diajak komunikasi dengan
baik, namun terkadang pasien mengalami sesak bila diajak berbicara terlalu
lama dan nyeri yang dialami pasien masih dirasakan walaupun tidak terlalu
berat dengan suhu tubuh 37,50 C, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi
85x/menit, pernafasan 24x/ menit, skala nyeri 3 dengan pengukuran
universal pain assessment tool (0-10), TB 160 cm dan BB 70 Kg.
Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe
untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam pemeriksaan
kepala dan rambut didapati bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan pada
ubun-ubun, kebersihan kepala terjaga. Rambut tumbuh merata, berwarna
hitam dan sebagian berwarna putih dan pendek serta tidak ada ketombe,
tidak ada bau pada rambut.
Pada pemeriksaan wajah warna kulit tampak

sawo matang dengan

struktur wajah oval dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra merah,
lembab, dan tidak terdapat edema pada palpebra konjungtiva merah dan
tidak anemis, sklera berwarna putih dan tidak ikterik, pupil hitam dan akan
mengecil bila diberikan rangsangan cahaya, kornea bulat merata, iris simetris
berbatas jelas berwarna coklat, ketajaman penglihatan baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung tepat di tengah, posisi septum
nasi simetris, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak
ada pernafasan cuping hidung. Bentuk daun telingan normal, dan simetris,
ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga pasien lengkap dan
bersih, ketajaman pendengaran baik.

14
Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir lembab dan
tidak ada luka pada bibir serta sedikit hitam, keadaan gusi baik berwarna
pink, gigi sehat dan bersih, keadaan lidah bersih tidak ada jamur dan tidak
ada luka pada lidah, pita suara baik. Posisi trachea normal, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba.
Pada pemeriksaan integumen kebersihan integumen bersih dan tampak
keriput. Akral hangat, warna kulit normal, tidak ada cianosis, turgor kulit
baik, CRT < 2 detik, kelembaban kulit baik, kelainan pada kulit tidak ada
kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris,
pernafasan (frekuensi, irama) 20kali / menit dan tidak ada tanda kesulitan
saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal.
Pada pemeriksaan jantung tidak didapati cianosis, tampak denyut jangtung
pada celah intercosta 4, 5, 6 sebelah kiri, pulsasi teraba, suara dullnes saat
perkusi, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen
terlihat normal, simetris, tidak ditemukan benjolan, tidak ada nyeri saat di
tekan, tidak ada benjolan maupun asites.
Pada pemeriksaan muskoloskeletal (kesimetrisan, kekuatan otot, edema)
otot tampak simetris, tidak ada edema.
7. Pola kebiasaan sehari-hari
Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), nafsu makan
pasien baik dan pasien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
sakit, tidak terdapat nyeri ulu hati, pasien alergi terhadap daging, telur, dan
indomie. Biasanya pasien minum setelah selesai makan dan bila pasien
merasa haus saja. Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum.
8. Perawatan diri/ Personal Hygiene
Tubuh pasien tampak bersih, kebersihan gigi dan mulut juga terjaga,
kuku, kaki dan tangan tampak bersih.
9. Pola Kegiatan/aktivitas
Pasien dapat melakukan aktivitas mandiri dalam memenuhi kebutuhan
dasar. Untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, bisa dilakukan secara
mandiri.
Selama dirawat di rumah sakit pasien selalu melakukan sholat bila sudah
tiba waktunya dan pasien melakukannya secara mandiri. Namun selama

15
Universitas Sumatera Utara

dirumah sakit pola tidur pasien terganggu, pasien akan terbangun pada
malam hari bila merasakan nyeri yang sangat hebat dan pasien sering sulit
lagi tidur bila sudah terbangun. Pasien juga terlihat sering mondar-mandir
di depan kamar dan tampak sedang berpikir. Pasien mengatakan cemas
dengan pengobatan yang dilakukan.
10. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan bila BAB pasien normal yaitu 1 kali dalam sehari,
karakter fese lunak dan tidak memiliki riwayat perdarahan serta tidak ada
penggunaan laksatif. Pasien BAK 5 kali per hari dengan karakteristik urine
kuning dan pasien tidak merasa nyeri pada kelamin saat BAK, Terdapat
riwayat penyakit batu ginjal dan akan segera dilakukan pembedahan. Untuk
mengatasi masalah akan dilakukan operasi, namun belum ditentukan jadwal
operasi.
C. Masalah Keperawatan dan Analisa data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 3 Juni 2014
dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan
data objek dan data subjek. Dari analisa data yang dilkukan ditemukan tiga
masalah keperawatan yaitu: gangguan rasa aman nyaman (nyeri), ansietas, dan
gangguan pola tidur. Secara lengkap terdapat pada lampiran 2.
D. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai
masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil
perumusan diperoleh tiga diagnosa yaitu:
1. Gangguan rasa aman nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya
batu pada ginjal
2. Ansietas (cemas) berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
proses pembedahan yang akan dilakukan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
E. Perencanaan Keperawatan dan Rasional
Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh
dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian
dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat
melakukan perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan

16
Universitas Sumatera Utara

keperawatan kepada Tn. M. Perencanaan keperawatan dan rasional dari
setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 2.1. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan rasa aman
nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya batu pada ginjal
No
Dx

Perencanaan Keperawatan

Dx. 1 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman
(nyeri) dapat berkurang
Kriteria hasil:
1. pasien mengatakan nyerinya berkurang
2. skala nyeri 1
3. pasien dalam keadaan tenang dan keadaan umum pasien membaik
Rencana Tindakan
1. Gunakan

Rasional

komunikasi 1. Untuk mengetahui pengalaman nyeri

terapeutik
2. Kaji

keadaan

yang dialami oleh pasien
umum 2. untuk

mengetahui

klien dan PQRST yang

pasien,

dialami klien

nyeri,kualitas,kapan

:

keadaan

mengetahui

umum
daerah
nyeri

dirasakan,faktor

pencetus,berat

ringannya nyeri yang dirasakan serta
mengetahui

efek

penggunaan

obat

secara jangka panjang

3. Observasi TTV klien 3. Mengetahui perkembangan kesehatan
dan skala nyeri

pasien.

4. Jelaskan teknik latihan 4. Dengan teknik latihan pengalihan dapat
pengalihan

mengalihkan

rasa

nyeri,

teknik

relaksasi dapat mengurangi nyeri..
5. Kolaborasi

dengan 5. Untuk

dokter dalam pemberian

mengurangi

nyeri

dan

mempercepat proses penyembuhan

anlgetik

17
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa ansietas (cemas)
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
No

Perencanaan Keperawatan

Dx
Dx. 2

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan ansietas yang dialami
pasien berkurang dengan
Kriteria hasil:
1. Tingkat ansietas hanya ringan sampai dengan sedang
2. Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi, dan
koping
Rencana Tindakan
1. Bina

Rasional

hubungan

saling 1. Hubungan saling percaya adalah

percaya antara perawat dan

hubungan

dasar

terpadu

yang

klien.

mendukung klien dalam mengatasi
perasaan cemas

2. Kaji tingkat ansietas yang 2. Mengetahui sejauh mana tingkat
kecemasan

dialami oleh pasien.

yang

dialami

oleh

pasien.

pada

3. Berikan
penjelasan

pasien 3. Dapat mengurangi perasaan cemas
tentang

pasien terhadap penyakitnya.

penyakitnya.
4. Berikan informasi tentang
prosedur dan tes khusus dan
apa yang akan terjadi
5. Dorong
mengatakan

pasien
apa

sedang dirasakan

untuk
yang

4. Membantu
tujuan

pasien

yang

memahami

dilakukan

dan

mengurangi masalah ketidaktahuan
5. Mengidentifikasi

masalah

yang

sedang dihadapi oleh pasien

18
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan pola tidur
berhubungan dengan nyeri
No

Perencanaan Keperawatan

Dx
Dx. 3

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami
gangguan pola tidur dengan
Kriteria hasil:
1. Pasien mengatakan tidurnya cukup.
2. Pasien mengatakan tidurnya nyenyak

Rencana Tindakan

Rasional

1. Kaji pola tidur klien

1. Untuk mengetahui bagaimana pola
tidur klien

2. Berikan lingkungan yang 2. Lingkungan yang tenang dan aman
aman dan tenang kepada

dapat membantu klien beristirahat

pasien.
3. Anjurkan

klien

untuk 3. Minum air hangat dapat membantu

minum air hangat sebelum

pasien lebih relaksasi dan lebih

tidur.

nyaman

4. Kaji fungsi pernapasan dan 4. Untuk
irama pernapasan.
5. Ajarkan

klien

mengetahui

tingkat

kegelisahan yang dialami klien.
teknik 5. Membantu klien untuk mengurangi

relaksasi sebelum tidur.

persepsi nyeri atau mengalihkan
perhatian klien dari nyeri

6. Catat tindakan kemampuan
untuk

mengurangi

6. Untuk memantau seberapa jauh
dapat bersikap tenang dan rilex.

kegelisahan.

F. Implementasi dan Evaluasi
Dari perencanaan yang dilakukan tidak semua tindakan dilakukan sesuai
dengan perencanaan, ada juga perencanaan yang dilakukan namun pasien tidak
setuju tindakan itu dilakukan (secara lengkap terdapat pada lampiran 3).

19
Universitas Sumatera Utara

Untuk diagnosa pertama yaitu gangguan rasa aman nyaman (nyeri),
tindakan yang dilakukan adalah menggunakan komunikasi terapeutik,mengkaji
keadaan umum dan tingkat nyeri yang dialami oleh pasien, mengobservasi TTV
klien dan skala nyeri yang dialami, menjelaskan teknik relaksasi dan distraksi,
serta berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Setelah di
evaluasi selama perawatan masalah untuk diagnosa pertama belum teratasi,
pasien masih mengalami nyeri pada bagian perut sebelah kiri.
Untuk diagnosa kedua ansietas, tindakan yang dilakukan adalah
membina hubungan saling percaya antar perawat dan klien, mengkaji tingkat
ansietas yang dialami oleh pasien, memberikan penjelasan pada klien tentang
penyakit yang dialami, memberikan informasi pada klien tentang prosedur, dan
tes khusus dan akibat apa yang akan terjadi. Dari tindakan yang dilakukan
masalah teratasi, dapat dilihat ketika pasien tidak bertanya-tanya lagi tentang
prosedur yang akan dilakukan dan dapat mengambil keputusan atas tindakan
yang akan dilakukan.
Untuk diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur, tindakan yang
dilakukan pada pasien adalah mengkaji pola tidur klien, memberikan lingkungan
yang aman dan tenang kepada klien, menganjurkan klien untuk minum air
hangat sebelum tidur, mengkaji fungsi pernapasan dan irama pernapsan,
mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi sebelum tidur, serta mencatat
tindakan kemampuan untuk mengurangi kegelisahan. Gangguan pola tidur dapat
teratasi, ditunjukkan dengan keadaan umum pasien mulai membaik, dan tidak
tampak lemas.

20
Universitas Sumatera Utara