perbandingan kadar serum vegf dan mmp-9 pada pasien gastritis h. pylori dan non h. pylori

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dispepsia merupakan keadaan k linis yang sering dijumpai dalam praktek seharihari. Di Indonesia diperkirakan terdapat 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada
praktek spesialis. Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan, dan menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa,
regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.1
Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia, yang bukan merupakan suatu diagnosis
melainkan suatu sindroma. Sementara gastritis adalah diagnosis yang bisa ditegakkan
secara histologis, bukan diagnosis klinis. Gastritis merupakan proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat
bersifat akut maupun kronik.2 Infeksi dengan kuman Helicobacter pylori merupakan
penyebab tersering gastritis kronik aktif di seluruh dunia. Sementara gastritis kimiawi
seperti akibat NSAID merupakan faktor resiko terpenting nomor 2 terjadinya ulkus
peptikum setelah gastritis H.pylori.3
Helicobacter pylori memegang peranan penting terjadinya gastritis dan ulkus
peptikum. Infeksi Helicobacter pylori (H.pylori) diperkirakan terjadi pada 50% populasi
di dunia di mana sebagian besar infeksi tersebut terjadi di negara-negara berkembang

yaitu sebesar 70-90% dan hanya 40-50% di negara-negara industri. Gastritis terkait
NSAID ini juga merupakan masalah medis yang sering dijumpai di praktek klinis.
Sekitar 11% populasi US mengalami masalah ini.4,5,6
Prevalensi H.pylori di negara barat terus menurun dan ini disebabkan perbaikan
standar hidup, higiene yang baik, tingkat kepadatan yang rendah, dan penggunaan
antibiotik. Sementara di Asia, tingkat infeksi H.pylori sangat tinggi, termasuk di
Indonesia.7,8
Mekanisme umum yang terlibat dalam patogenesis inflamasi dan lesi epitelial
ulseratif adalah neoangiogenesis yang merupakan perkembangan pembuluh darah baru
dari prekursor endotelial yang ada. Vascular endothelial growth factor (VEGF)
merupakan salah satu marker penting untuk neoangiogenesis. Terjadi peningkatan
ekspresi gen VEGF pada proses penyembuhan lesi peptik. Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar VEGF pada kasus keganasan termasuk
Ca gaster. Tetapi dari penelitian didapatkan bahwa terjadi peningkatan VEGF pada lesi
pra keganasan gaster seperti gastritis kronik atrofi dan metaplasia intestinal, yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspresi VEGF berkontribusi terhadap proses awal
dari karsinogenesis gaster.9 Penelitian oleh Maciorkowska E, et al terhadap anak-anak
yang terinfeksi H.pylori didapatkan bahwa VEGF tertinggi pada kondisi gastritis
moderate dan berat.10
89


Sementara pada gastritis non H.pylori juga terjadi peningkatan VEGF sebagai
respons fisiologis terhadap kerusakan endotel yang bisa disebabkan oleh pajanan
aspirin, indometasin, NSAID lain, asam empedu, alkohol, iskemia, bahan korosif.
Kerusakan endotel mikrovaskular menyebabkan stasis mikrovaskular, berhentinya
suplai oksigen, dan transport nutrisi, sehingga merangsang peningkatan VEGF untuk
angiogenesis.11
Matriks metaloproteinase (MMPs) adalah proteinase dependen yang mampu
mengurai hampir semua protein matriks ekstraseluler. MMP-9 mengambil bagian dalam
banyak proses-proses biologis seperti dalam remodeling jaringan, penyembuhan luka,
dan perkembangan embrio dan juga memainkan peran dalam invasi tumor serta
metastasis melalui degradasi jaringan ikat, membran basal dan stroma matriks.12 Telah
diketahui dari beberapa studi bahwa MMP-9, berkaitan erat dengan penyakit ulkus
lambung dan kanker. Saat ini, kajian vivo dan in-vitro telah menetapkan aktivasi
beberapa MMP-9 dihubungkan dengan infeksi H. Pylori.13 Sesuai dengan sifat
proteolitiknya, peningkatan produksi MMP-9 telah didokumentasikan dalam beberapa
penyakit manusia yang ditandai dengan degradasi jaringan, termasuk infeksi H.pylori
yang berhubungan dengan gastritis dan ulkus gastrointestinal.14
MMP-9, juga disebut gelatinase, memiliki aktivitas untuk mendegradasi matrix
ekstraseluler terutama kolagen tipe IV. Ekspresi MMP-9 dapat ditingkatkan oleh

beberapa mediator seperti PMA, TNF α dan produk – produk bakteri seperti LPS dan
CpG–ODN. MMP-9 berhubungan dengan disrupsi membran basal pembuluh darah dan
memicu metastasis melalui kelenjar limfatik.15
Berdasarkan informasi di atas disusunlah penelitian ini untuk mengetahui
hubungan kadar serum VEGF dan MMP-9 pada pasien gastritis H.pylori dan Non
H.pylori.
1.2

Rumusan Masalah
- Bagaimana perbandingan kadar serum VEGF dan MMP-9 pada penderita gastritis
H.pylori dan Non H.pylori?

1.3

Tujuan Penelitian
- Mengetahui kadar serum VEGF pada penderita gastritis H.pylori dan Non H.pylori.
- Mengetahui kadar serum MMP-9 pada penderita gastritis H.pylori dan Non H.pylori
- Mengetahui perbandingan antara kadar serum VEGF dengan MMP-9 pada penderita
gastritis H.pylori dan Non H.pylori.


1.4

Hipotesis
- Terdapat peningkatan kadar serum VEGF dan MMP-9 yang lebih tinggi pada
penderita gastritis H.pylori daripada Non H.pylori
90

1.5

Manfaat Penelitian
- Bagi ilmu pengetahuan : untuk mengetahui perbandingan kadar serum VEGF dan
MMP-9 pada pasien gastritis H.pylori dan Non H.pylori yang digunakan untuk
penelitian lanjutan.
- Bagi masyarakat : diharapkan kedepannya pemeriksaan ini menjadi pemeriksaan non
invasif untuk dapat mengetahui deteksi dini gastritis yang dihubungkan dengan
proses pre malignansi pada lambung.

1.6

Kerangka Konsepsional

Variabel independen pada penelitian ini adalah gastritis H.pylori dan gastritis non
H.pylori dan variabel dependen adalah VEGF dan MMP-9.

Variabel
Independen

Variabel
Dependen

VEGF
Gastritis
H. Pylori

MMP-9
Dyspepsia

VEGF
Gastritis
Non H.
Pylori

Gambar 1.1 Kerangka KonsepsionalMMP-9

91