Studi Taksonomi Pandanus (Pandanaceae) Di Kawasan Rawa Aceh Singkil

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

George Eberhard Rumpf atau yang lebih dikenal Rumphius (1743) adalah
yang pertama kali menyebutkan dengan jelas nama “pandan” dan “tingkatan
taksonomi/ taxonomic rank yang sepadan dengan marga” untuk jenis-jenis
pandan. Sepanjang hidup Rumphius di Ambon (mulai dari tibanya di Ambon pada
tahun 1652 hingga wafatnya di tahun 1702),

ia menulis banyak manuskrip

tentang flora dan fauna di Maluku. Setelah 39 tahun Rumphius wafat, kumpulan
manuskrip tersebut diterbitkan secara berseri mulai tahun 1741 hingga 1745
dengan judul Herbarium Amboinense sebanyak 6 jilid dan dalam bahasa Latin
dan Belanda (Keim 2007). Kata “pandan” itu sendiri berasal dari bahasa Melayu
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai “Pandanus”. Pandan
merupakan tumbuhan yang membutuhkan curah hujan yang tinggi dengan kondisi
tanah yang baik. Pandan tidak dapat tumbuh di daerah tanah liat yang kering
dengan curah hujan yang sedikit (Lemmens & Buyan 2003).

2.1 Keanekaragaman dan Persebaran Pandanus

Pandanus merupakan salah satu marga dari suku Pandanaceae selain Freycinetia
dan Sararanga. Marga ini mempunyai jumlah jenis yang terbesar (sekitar 600
jenis) dengan daerah persebaran paling luas meliputi bagian barat dan timur
Afrika, Madagaskar, India, Asia termasuk China dan Malesia (Malaysia,
Indonesia, Filipina, New Guinea), Australia hingga Pasifik (Stone 1975).
Pandanus dapat ditemukan hampir pada semua habitat mulai tepi laut sampai
puncak pegunungan tertinggi, di daerah berpasir atau wilayah pantai berbatu,
rawa-sungai dan rawa-mangrove. Di rawa, lebih banyak ditemukan pada daerah
yang terbuka. Pandanus juga ditemukan di hutan Dipterocarpus, kapur, rawa

Universitas Sumatera Utara

gambut hingga tanah berpasir yang relatif kering dan miskin zat-zat hara (Stone
1966, Stone 1982).
Beberapa habitat dan

jenis Pandanus yang digambarkan oleh Stone

(1966) adalah sebagai berikut:
A. Daerah perairan seperti rawa, perairan air tawar atau perairan air laut

a. Mangrove, pinggiran mangrove, pasang surut rawa dan air payau
Contoh : P. odoratissimus; P. corneri.
b. Hutan rawa air tawar dan muara rawa, kadang-kadang juga sedikit payau
Contoh:

P. aurantiacus; P. atrocarpus; P. helicopus; P. brevicornutus;

P. inundatus dan P. immersus.
c. Daerah berbukit, dataran rendah dan di sepanjang sungai.
Contoh: P. yvanii; P. militaris.
B. Daerah daratan, tidak pada sungai ataupun rawa yang permanen.
a. Hutan kering dataran rendah sampai hutan pegunungan cukup basah.
Contoh: P. recurvatus; P. houlletii; P. penangensis dan P. klossii.
b. Hutan pegunungan basah dengan ketinggian di bawah 1500 kaki.
Contoh: P. longicaudatus; P. ovatus dan P. stelliger.
c. Daerah bukit berkapur. Contoh: P. irregularis; P. calcicola; P. piniformis.
d. Daerah perbukitan hingga pegunungan dari ketinggian sedang hingga
dengan ketinggian tertinggi (3000-7000 kaki). Contoh: P. bidens.
e. Daerah berpasir dan daerah pantai berbatu. Contoh: P. odoratissimus dan
P. polycephalus.

.
2.2

Ciri Morfologi Pandanus

2.2.1 Perawakan
Pandanus umumnya merupakan pohon atau semak yang tegak, tinggi 3-7 m,
bercabang, kadang-kadang batang berduri, dengan akar penopang sekitar pangkal
batang (Keim 2007). Pandanus ada yang berupa tumbuhan epifit dan ada juga
berupa teresterial (Gambar 1). Selain P. alticola di Malaya, ada 2 jenis Pandanus

Universitas Sumatera Utara

lain yang bersifat epifit ditemukan di Borneo yaitu P. pumilus St. John. dan
P. epiphyticus Martelli..

Gambar 1

Bentuk Hidup Pandanus. 1. Epifit (P. alticola); Teresterial berperawakan
besar 2. (P. atrocarpus) dan 4 (P. odoratissimus); 3. Pandan berperawakan

sedang (P. yvanii); 5. Pandan bersifat monopodial (P. stelliger); 6. Pandan
dengan karangan kecil (P. bidens); 7. Pandan dengan rhizome
(P. dumetorum) (Figure model dengan tinggi 5-6 kaki) (Sumber: Stone
1966).

Stone (1966) membagi Pandanus atas:
1.

Batang berada di bawah tanah, mempunyai rhizome, mempunyai rumpun
daun, memiliki akar penopang dan arah tumbuh batang ke atas.
Contoh: P. dumetorum; P. saint-johnii.

2.

Batang berada di atas permukaan tanah yang dibagi atas berperawakan kecil,
sedang dan besar.
a. Pandanus berperawakan kecil; batang pendek jarang tingginya mencapai
1 m, arah tumbuh ke atas, tidak bercabang atau sedikit yang memiliki
percabangan, memiliki akar penopang. Contoh: P. bidens; P. scortechinii;
P. ovatus dan P. herbaceous.

b. Pandanus berperawakan sedang; biasanya mempunyai percabangan pada
tumbuhan yang sudah tua dengan diameter 2-9 cm dan akar penopang
yang mencolok. Contoh: P. yvanii; P. aurantiacus; P. recurvatus dan
P. stelliger.

Universitas Sumatera Utara

c. Pandanus berperawakan besar; diameter batang 10-20 cm, arah tumbuh
ke atas, seringkali tinggi mencapai 5-6 m, ada atau tidak akar penopang.
Contoh: P. atrocarpus; P. penangensis; P. odoratissimus dan P. klossii.

2.2.2 Daun
Daun pandan selalu berupa daun tunggal, keras dan dapat berduri halus pada tepi
yang umumnya besar dengan panjang 2-3 m, lebar 8-12 cm, tekstur daun berlilin
dan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Daun-daun pandan mengelompok
sangat rapat dan melekat pada batang dalam tiga atau empat putaran (tristichous
atau tetratichous). Pada sebagian besar pandan, dedaunan mengelompok sangat
rapat di ujung batang membentuk karangan (rosette) (Keim 2007).
Menurut Stone (1966), ada beberapa catatan penting yang harus
diperhatikan dalam pengkoleksian daun pandan, yaitu:

1.

Panjang dan lebar daun. Pada daun, terdapat duri mencolok yang berada jauh
atau dekat dari pertulangan daun, dan apakah sejajar dengan pertulangan
daun.

2.

Warna daun. Pada tumbuhan muda, warna dekat pangkal daun yaitu
berwarna merah kecokelatan, merah muda, oranye, krem dan lavender.
Keseluruhan warna daun terutama pada bagian permukaan bawah daun
(berlilin, biru keabu-abuan) atau hijau, warna lebih terang atau lebih gelap
daripada bagian atas permukaan daun, kusut atau mengkilap, dll.

3.

Warna duri yaitu hijau, coklat, keunguan, kemerahan atau kemerahan.

4.


Koleksi daun secara lengkap dengan ujung daun yang utuh itu sangat penting
karena sifatnya tidak keras dan mudah patah. Banyak jenis dengan ujung
daun yang memanjang.

5.

Organ tambahan pada daun apakah duri pada pertulangan daun melengkung
ke depan atau berada dekat pangkal daun.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Perbungaan
Perbungaan berbentuk malai (panicles) atau tongkol (spadices). Perbungaan pada
pandan hanya terdiri dari satu kelamin saja (unisexual). Berumah dua, perbungaan
jantan dan perbungaan betina terdapat pada individu yang berbeda. Perbungaan
baik jantan maupun betina adalah terminal (di ujung batang). Tidak ada perbedaan
antara mahkota (corolla) dan kelopak (calyx) bunga atau bunga pandan hanya
tersusun atas perhiasan bunga (perianth). Jumlah benang sari sangat banyak.
Bakal biji (ovule) satu hingga banyak. Perbungaan jantan pada pandan amat
jarang ditemui. Hal ini disebabkan masa mekarnya (anthesis) bunga jantan yang

sangat singkat yaitu 1-3 hari. Sebaliknya, masa perkembangan dari perbungaan
ke perbuahan pada individu betina sangat panjang dan dapat mencapai waktu
berbulan-bulan. Oleh karena itu klasifikasi pandan lebih didasarkan atas alat
kelamin betinanya (Keim 2007).

2.2.4 Perbuahan
Buah

dapat berupa buah majemuk yang menyatu (syncarp). Buah majemuknya

dapat berupa buah majemuk satu tingkat artinya buah majemuk selalu tersusun
atas buah tunggal (drupe) yang kemudian bersama-sama membentuk buah
majemuk. Sebagian yang lain berupa buah majemuk dua tingkat artinya beberapa
buah tunggal ada yang menyatu membentuk kelompok-kelompok majemuk yang
disebut phalange, beberapa phalange ini kemudian bersama-sama membentuk
buah majemuk tingkat berikutnya. Oleh karena itu, secara umum buah majemuk
pada pandan mempunyai istilahnya sendiri, “kepala” atau cephalium (Keim 2007).

2.3 Ciri Anatomi (Stomata)
Stomata berasal dari kata Yunani, stoma yang mempunyai arti lubang atau porus.

Esau mengartikannya sebagai sel-sel penutup dan porus yang ada diantaranya.
Jadi stomata adalah porus atau lubang-lubang yang terdapat pada epidermis yang

Universitas Sumatera Utara

masing-masing dibatasi oleh dua buah “guard cell” atau sel-sel penutup
(Sutrian 1992).
Stomata adalah celah diantara epidermis yang diapit oleh 2 sel epidermis
khusus yang disebut sel penutup. Di dekat sel penutup terdapat sel-sel yang
mengelilinginya disebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup
sesuai dengan kebutuhan tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga
turut serta dalam perubahan osmotik yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel
penutup (Pandey 1982).

Stomata biasanya ditemukan pada bagian tumbuhan yang berhubungan
dengan udara terutama di daun, batang dan rhizome (Fahn 1991). Stomata
umumnya terdapat pada permukaan bawah daun, tetapi ada beberapa spesies
tumbuhan dengan stomata pada permukaan atas dan bawah daun. Ada pula
tumbuhan yang hanya mempunyai stomata pada permukaan atas daun, misalnya
pada bunga lili air. Bentuk atau tipe stomata dibedakan atas 4 yaitu anomositik,

anisositik, parasitik dan diasitik (Lakitan 1993).
Menurut fungsi, bentuk, ukuran dan susunan sel-sel epidermis tidaklah
sama atau berbeda pada berbagai jenis tumbuhan, demikian juga dengan bentuk
atau tipe stomata (Fahn 1991). Walaupun berbeda epidermisnya, semua epidermis
tersusun rapat satu sama lain dan membentuk bangunan padat tanpa ruang antar
sel (Woelaningsih 2001). Setiap

jenis

tumbuhan

mempunyai

struktur

sel

epidermis yang berbeda. Perbedaan struktur sel epidermis yang dimaksud dapat
berupa bentuk dan susunan sel epidermis, letak atau kedudukan stomata terhadap
sel tetangga, arah membukanya stomata, bentuk stomata, jumlah sel epidermis dan

stomata, jarak antara stomata dan panjang sel epidermis dan stomata
(Rompas et al. 2011).
Dalam hal penelitian taksonomi, pendekatan dengan penanda morfologi
sangat umum dilakukan. Namun, sering juga penanda morfologi ini menghasilkan
sejumlah problem karena plastisitasnya cukup tinggi sehingga diperlukan analisis
tambahan yaitu pendekatan secara anatomi (stomata). Pendekatan anatomi
mempunyai peran penting yang digunakan untuk menguatkan batasan-batasan
takson, terutama bukti taksonomi untuk memperkuat karakter morfologi yang

Universitas Sumatera Utara

masih meragukan. Selain itu juga mempunyai kegunaan yang besar pada takson
infragenetik. Karakter anatomi baik digunakan untuk mengidentifikasi maupun
untuk menentukan hubungan filogenetik. Pendekatan taksonomi dengan penanda
morfologi dan anatomi hingga saat ini masih merupakan pendekatan yang paling
banyak digunakan karena secara umum pendekatan ini membutuhkan biaya yang
tidak terlalu besar dan lebih efisien dalam waktu jika dibandingkan dengan
pendekatan secara molekuler (Pasaribu 2010).

2.4 Kegunaan Pandanus
Pandanus adalah kelompok tumbuhan yang anggotanya memiliki manfaat yang
besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pandan hutan termasuk tumbuhan
yang multiguna dimana semua bagian pohonnya dapat dimanfaatkan (Tabel 1).
Akar digunakan sebagai tali; batang sebagai bahan pembuatan kapak kecil atau
nani; tongkol bunga sebagai obat, makanan dan pengharum; tongkol buah sebagai
obat, sumber minyak, penyedap nasi; tunas muda sebagai lalap, obat; serta daun
sebagai bahan anyaman, bahan pulp, obat dan bahan minyak wangi
(Sahwalita 2007).
Pemanfaatan tumbuhan khususnya Pandanus yang berdaya guna
memerlukan pencegahan terhadap dampak negatif yang mengancam kelestarian
jenis tumbuhan itu sendiri. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya pengenalan,
pengembangan dan peningkatan sumber daya tumbuhan tersebut yang di dukung
dengan pemahaman yang mendalam tentang arti dan peranannya bagi kehidupan
dan kesejahteraan umat manusia sehingga pembangunan yang dijalankan lebih
bijaksana, terutama dalam mengelola kekayaan sumber daya alam hayati tersebut
(Yuliana & Lekitoo 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1

Keanekaragaman

Jenis

Pandanus

sebagai

bahan

pangan

(Sumber: Purwanto & Munawaroh. 2010)
No
1

Nama Lokal
Buah merah

Nama Ilmiah
P. conoideus

2

Kelapa hutan

P. julianettii
dan P. iwen

3

Kelapa hutan

P. brosimos

4

Pandan
raintui
-

P. krauelianus

5

P. dubius dan
P. tectorius

Potensi dan wilayah persebarannya
Telah dibudidayakan secara tradisional, memiliki
potensi sebagai bahan ramuan obat, bahan pangan
tambahan dan bahan adat
Telah dibudidayakan oleh masyarakat Papua di
kawasan pegunungan Tengah (Lembah Baliem dan
sekitarnya) sebagai bahan pangan
Telah dibudidayakan oleh masyarakat Papua di
kawasan pegunungan Tengah (Lembah Baliem dan
sekitarnya) sebagai bahan pangan
Secara terbatas dimanfaatkan sebagai bahan pangan
dan daunnya sebagai bahan kerajinan
Melimpah di kawasan Pantai; berpotensi sebagai jenis
tanaman pangan dan kerajinan

Universitas Sumatera Utara