Tayangan Iklan Pemilu 2014 Dan Motivasi Pemilih Pemula

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat terlepas dari
kehidupan makluk hidup, khususnya manusia. Sejak lahir manusia telah
melakukan kegiatan komunikasi baik verbal maupun non-verbal. Dalam dunia
pemasaran, komunikasi merupakan salah satu hal terpenting. Hal ini jelas terlihat
di dalam proses pemasaran yang berlangsung antara produsen dan konsumen.
Produsen memberikan informasi kepada pembeli terkait produk atau jasa yang
dijual. Informasi tersebut berisi penawaran yang diharapkan dapat membujuk
konsumen untuk membeli produk tersebut, kemudian pembeli mengajukan
penawaran, arus pertukaran informasi inilah yang dinamakan komunikasi
pemasaran. Proses pemasaran tidak dapat berlangsung tanpa adanya komunikasi.
Dengan kata lain, keberhasilan pemasaran sangat berlangsung pada keberhasilan
komunikasinya. Maka dari itu komunikasi pemasaran dianggap sangat penting,
juga melihat dimana kegiatan pemasaran tidak dapat terlepas dari kehidupan
manusia.
Saat ini cakupan ruang lingkup pemasaran telah meluas. Kegiatan pemasaran
tidak lagi hanya menyangkut proses penjualan produk atau jasa, namun juga ideide sosial maupun politik. Muncul beberapa cabang pemasaran baru seperti
marketing not-for-profit organization (pemasaran organisasi nirlaba) dan social
marketing (pemasaran sosial). Pemasaran sosial mencakup kegiatan desain,

implementasi dan pengendalian program-program yang dimaksudkan untuk
meningkatkan penerimaan maksud atau tujuan dan ide-ide sosial pada kelompok
sasaran.
Bentuk dari pemasaran sosial ini ialah Political Marketing yang bertitik tolak
dari konsep meaning yang dihasilkan oleh stimulus politik berupa komunikasi
politik baik lisan maupun non lisan dan baik secara langsung maupun melalui
perantara. Makna yang muncul dari stimulus tersebut berupa persepsi yang tidak
selalu mencerminkan makna yang sebenarnya. Makna tersebut pada gilirannya

Universitas Sumatera Utara

akan mempengaruhi sikap, aspirasi dan perilaku politik, termasuk pilihan politik.
Salah satu bentuk penggunakan political marketing dapat dilihat di dalam
kegiatan pemilihan umum. Para kandidat berlomba-lomba mempromosikan partai
politik dan diri mereka kepada para pemilih yang bertindak sebagai pembeli di
dalam kegiatan pemasaran ini. Produk yang dijual tentu saja ide-ide sosial dan
politik guna membujuk masyarakat untuk memilih mereka. Ide-ide tersebut
disampaikan dengan cara-cara kampanye dan kegiatan kehumasan konvensional.
Kegiatan pemilihan umum yang merupakan salah satu bentuk dari political
marketing bukanlah suatu kegiatan yang asing ditelinga masyarakat. Masyarakat

Indonesia telah mengenal pemilihan umum sejak tahun 1955 dengan dilakukannya
pemilihan umum legislatif pertama. Pemilihan umum ini dilakukan setelah
lahirnya Undang-Undang No.7 Tahun 1953 tentang Partai Politik dan Persyaratan
untuk mengikuti pemilihan umum oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai lembaga legislatif pertama. Pemilihan umum anggota DPR pertama yang
dilaksanakan pada 29 September 1955 diikuti oleh 28 partai politik dan
perorangan, kemudian disusul pemilihan anggota konstituante yang dilaksanakan
15 Desember 1955 yang diikuti oleh 34 partai politik dan perorangan. Kemudian
pemilihan umum kembali dilakukan pada 3 Juli 1971 yang diikuti oleh 10 partai
politik, dan terus berlangsung hingga saat ini.
Dalam pemilihan umum tahun 2004 tercatat 148.000.369 warga Negara
Indonesia yang memiliki hak pilih, namun hanya 124.420.339 jiwa yang
menggunakan hak suaranya. Ini berarti ada 23.580.030 jiwa tidak menggunakan
hak pilihnya. Suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri adalah timbulnya kelompok
yang tidak mau menggunakan hak suaranya. Golongan ini disebut golongan putih.
Golongan ini kadang berpendapat sebagai kelompok yang merasa tidak diwakili
atau tidak setuju dengan kandidat atau partai politik yang mengikuti pemilu.
Golongan ini memiliki jumlah yang cukup besar dari waktu ke waktu bahkan
melebihi jumlah perolehan suara yang diraih oleh partai politik peserta pemilu.
Sebagai contoh pada pemilu tahun 2009 dimana 72.271.209 suara golput

ditambah suara tidak sah dari 176.367.056 yang seharusnya memilih dalam

Universitas Sumatera Utara

pemilu legislatif. Angka ini melebihi suara terbanyak yang diraih oleh Partai
Demokrat yakni hanya 21.703.137 suara (Cangara, 2011: 208).
Masyarakat yang menjadi bagian dari golongan putih tidak hanya berasal
pemilih yang sudah mengikuti kegiatan pemilihan umum lebih dari satu kali,
namun juga pemilih pemula. Pemilih pemula yang dimaksud adalah kelompok
muda yang baru pertama kali menggunakan hak suara dalam pemilu. Namun tidak
hanya itu, anggotan TNI/Polri yang baru pensiun dan kembali menjadi warga sipil
yang memiliki hak pilih juga dikategorikan sebagai pemilih pemula. Pada pemilu
2004, jumlah pemilih pemula mencapai sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada
pemilu 2009 meningkat mencapai 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyebutkan penduduk usia 15-19
tahun berjumlah 20.871.086 orang, usia 20-24 tahun berjumlah 19.878.417 orang.
Dengan demikian jumlah pemilih muda sebanyak 40.749.503 orang. Dalam
pemilu jumlah itu sangat besar dan bisa menentukan kemenangan partai politik
atau


kandidat

tertentu

yang

berkompetisi

dalam

pemilihan

umum

(www.kpujakarta.go.id Pemilih Pemula). Besarnya jumlah pemilih pemula serta
untuk mengurangi angka golongan putihlah yang mendorong pemerintah gencar
melakukan aksi promosi kegiatan pemilihan umum kepada para pemilih pemula.
Kegiatan tersebut terlihat dengan dibentuknya berbagai program, diantaranya
melalui “iklan generasi pemilih cerdas pemilu 2014” yang ditayangkan di
berbagai stasiun tv nasional.

Iklan yang diproduksi oleh Kalingga Romansa Film ini merupakan salah satu
produk iklan layanan masyarakat yang dicanangkan oleh divisi Hubungan
Partisipasi Masyarakat Komisi Pemilihan Umum (HUPMAS KPU). Terlihat jelas
di dalam iklan tersebut pemuda-pemudi yang menggunakan seragam sekolah yang
berarti pemilih pemula. Makna tersirat yang terkandung di dalamnya ialah
berharap pemilih pemula dapat menggunakan hak suaranya secara cerdas dan
mampu meneruskan estafet pemerintahan Indonesia. Target pasar iklan ini
jelaslah para pelajar sebagai pemilih pemula.

Universitas Sumatera Utara

Kota Lhokseumawe yang merupakan salah satu bagian dari propinsi Aceh
ternyata memiliki jumlah golongan putih yang tinggi. Hal ini terlihat jelas pada
pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) Kota Lhokseumawe 10 April 2012.
Jumlah pemilih dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota
Lhokseumawe yang tidak menggunakan hak suaranya mencapai 15.145 jiwa dari
total keseluruhan pemilih 24.138 jiwa. Jelas terlihat hampir 63% dari total pemilih
tidak menggunakan hak suaranya. Ini merupakan bukti bahwa golongan putih
masih mendominasi pada pemilu di Indonesia, khususnya di Kota Lhokseumawe
(Sumber: Pusat Informasi dan Data KPU Kota Lhokseumawe).

Walaupun Aceh memiliki hak khusus dengan dibentuknya beberapa Partai
politik lokal, bahkan 3 partai berhak ikut dalam pemilu 2014 mendatang, yakni
Partai Nasional Aceh, Partai Aceh serta Partai Damai Aceh. Namun ternyata
pembentukan partai lokal tersebut tidak juga menumbuhkan minat para pemilih
untuk turut serta menggunakan hak suaranya pada pemilihan umum
(http://www.partaiaceh.com/2012/02/sejarah-partai-aceh.html).
Berangkat dari fakta diatas, maka peneliti tertarik untuk melihat apakah iklan
pemilihan umum yang dicanangkan pemerintah mampu memotivasi pemilih
pemula untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemilihan umum mendatang.
Peneliti memilih salah satu sekolah di Kota Lhokseumawe mengingat tingginya
angka golongan putih di Kota tersebut. SMA Negeri 1 Lhokseumawe terpilih
sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini merupakan sekolah favorit dan sempat
menjadi

satu-satunya

Lhokseumawe,

rintisan


berdasarkan

sekolah

keputusan

bertaraf
SK

Internasional

Dirjenmandikdasmen

di

Kota

Nomor:

4100.a/C.C4/KP/2010 tanggal 24 September 2010 di Kota Lhokseumawe. Siswa

kelas XII terpilih sebagai populasi dalam penelitian karena telah berusia 17 tahun
dan menjadi bagian dari pemilih pemula.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

“Sejauh mana Pengaruh Tayangan Iklan Generasi Pemilih Cerdas Pemilu 2014 di
Televisi Terhadap Minat Memilih Dalam Pemilu Pada Pelajar SMA Negeri 1
Lhokseumawe?”
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga
mengaburkan penelitian, maka peneliti melakukan pembatasan masalah. Adapun
pembatasan masalah yang akan diteliti ialah :
1. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu bersifat mencari atau menjelaskan
hubungan dan menguji hipotesis.
2. Fokus penelitian ini ialah tayangan iklan “Generasi Pemilih Cerdas Pemilu
2014” di Televisi.
3. Populasi penelitian ini dibatasi hanya pada pelajar kelas XII SMA Negeri 1

Lhokseumawe yang berjumlah 308 orang sebagai pemilih pemula.
4. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2014.
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian sudah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal
ini tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui gambaran tentang tayangan iklan “Generasi Pemilih Cerdas
Pemilu 2014” di televisi.
2. Untuk mengetahui tanggapan pelajar SMA Negeri 1 Lhokseumawe terhadap
tayangan iklan “Generasi Pemilih Cerdas Pemilu 2014” di televisi.
3. Untuk mengetahui sejauh mana tayangan iklan “Generasi Pemilih Cerdas
Pemilu 2014” di televisi dapat mempengaruhi minat memilih pelajar SMA
Negeri 1 Lhokseumawe dalam memilih.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, sebagai wadah untuk menerapkan ilmu komunikasi yang
diterima penulis selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Universitas Sumatera Utara

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, serta menambah

cakrawala pengetahuan dan wawasan penulis terhadap dunia penyiaran.
2. Secara akademis, penelitian ini dapat dikembangkan kepada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen
Ilmu Komunikasi dalam rangka memperkaya bahan penelitian dan sumber
bacaan.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Komisi
Pemilihan Umum dan pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap masalah
tayangan iklan khususnya iklan layanan masyarakat di televisi.

Universitas Sumatera Utara