POLITIC AWARENESS PEMILIH PEMULA PEMILU

ABSTRAK
POLITIC AWARENESS PEMILIH PEMULA PEMILU 20141
Dr. Eni Maryani2 , email : eni.maryani@unpad.ac.id
Kualitas Pemilu dan pemimpin yang terpilih dalam sebuah Pemilu
salah satunya ditentukan oleh kesadaran politik para calon
pemilihnya. Kesadaran politik calon pemilih akan menentukan
tingkat partisipasi dan kualitas partisipasi dalam Pemilu yang akan
diikuti. Pemilih pemula membutuhkan berbagai informasi dan
motivasi untuk dapat menyadari posisi baru mereka sebagai calon
pemilih untuk pertamakalinya dalam sebuah Pemilu. Berdasarkan
data sementara terdapat sekitar 67 juta orang pemilih pemula untuk
Pemilu di Indonesia yang akan berlangsung pada bulan April tahun
2014. Studi ini dilakukan dengan survey dan wawancara mendalam
terhadap siswa SLTA di Kecamatan Jatinangor, sebuah kawasan
pendidikan di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
informasi tentang Pemilu 2014 yang didapatkan pemilih pemula di
Jatinangor masih sangat minim. Sebagian besar menyatakan Media
dan tokoh masyarakat menjadi sumber informasi pemilu bagi
mereka, sebaliknya yang menyebutkan KPUD sangat sedikit.
Pengetahuan mereka tentang politik dan Pemilu masih sangat
terbatas (iiliterate) akan tetapi mereka memiliki kepedulian pada

sistem politik Indonesia dan percaya bahwa Pemilu dapat dilakukan
dengan ‘jurdil’, serta menyadari hak pilihnya. Hanya sebagian kecil
memandang buruk politik dan Pemilu, serta memiliki fanatisme
kelompok dalam memilih (misinformed). Sangat sedikit yang dapat
dikategorikan activist dan tidak ada yang expert terkait Pemilu.
Mereka memiliki potensi terlibat money politic dan dimobilisasi
partai. KPUD masih perlu meningkatkan kerjasamanya dengan
berbagai pihak termasuk kalangan NGO dan akademisi setempat,
untuk melakukan voter education.
Kata kunci; political awareness, pemilih pemula, dan media

1

Dipublikasikan dalam Seminar Besar Nasional Komunikasi dan Kongres Ikatan
Sarjana Komunikasi (prosiding)
2
Eni Maryani, Dosen Jurusan Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi,
Universitas Padjadjaran.

1


A. Pendahuluan
Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia adalah metode
untuk memilih wakil rakyat (legislatif) dan pimpinan
pemerintahan (kepala eksekutif). Pemilu di Indonesia yang
terjadi setelah masa reformasi memiliki dinamika yang
berbeda dibandingkan di masa sebelumnya atau masa Orde
Baru. Pasca reformasi dapat dikatakan Pemilu Indonesia lebih
demokratis
dan
bebas.
Dominasi
penguasa
yang
mempertahankan status quonya terus menerus melalui
Pemilu tidak lagi terjadi. Selain itu tidak ada lagi tekanan pada
calon pemilih khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
keluarganya untuk memilih partai tertentu. Pada masa-masa
sebelumnya kepala pemerintahan Indonesia (eksekutif) tidak
dipilih secara langsung melalui Pemilu akan tetapi dipilih oleh

anggota legislatif hasil Pemilu. Saat itu kepala pemerintahan
sangat kuat sehingga dianggap mampu mempengaruhi
putusan anggota legislatif.
Melemahnya kekuatan penguasa di Indonesia pasca
reformasi, dimanfaatkan oleh sekelompok pihak yang
menggunakan uang untuk mempengaruhi proses Pemilu dan
mendapatan keuntungan dari calon pemimpin atau anggota
DPR maupun DPRD terpilih. Denga kata lain kekuatan
penguasa yang dominan beralih pada kekuatan pengusaha
yang juga menjadikan ajang pemilu untuk menginvestasikan
uangnya dalam lingkaran kekuasaan. Upaya ini dilakukan agar
dapat memperlancar usaha atau urusan mereka di masa yang
akan datang apabila calon yang didukungnya berhasil terpilih.
Penggunaan uang oleh para kandidat untuk mendongkrak
citranya dan membujuk calon pemilih dengan uang seringkali
juga disebut money politic.
Sistem pemilihan kepala pemerintahan (presiden dan
wakil presiden) secara langsung menjadikan seluruh calon
pemilih yang berhak memilih dan terdaftar sebagai pemilih
memiliki potensi memberikan suara untuk mempengaruhi

berhasil tidaknya pasangan Presiden dan Wakil Presiden
terpilih. Begitu pula dengan pemilihan anggota DPR dan DPRD
yang dicalonkan oleh masing-masing partai dan menggunakan
nomer urut. Nomer urut masing-masing calon akan
mempengaruhi peluang calon untuk terpilih dan juga
tergantung pada banyaknya suara yang didapat partai
tersebut. Peran pemilih menjadi lebih konkrit dan jelas dalam

2

Pemilu langsung, sehingga suara pemilih menjadi lebih
penting dibanding Pemilu di masa Orde Baru.
Kondisi yang terjadi terkait dengan diamika Pemilu di
Indonesia menimbulkan pertanyaan-pertanyan; apakah para
calon pemilih sudah memiliki bekal memadai tentang pemilu
baik tentang proses, partisipasi maupun implikasi kualitas
Pemilu dalam kehidupan bernegara atau bermasyarakat.
Apakah para calon pemilih sudah memahami Pemilu dari
berbagai aspek sehingga mampu menggunakan hak pilihnya
untuk berpartisipasi dalam pemilu secara berkualitas?. Apakah

para pemilih khususnya pemilih pemula sebagai warganegara
yang pertama kali mendapat hak untuk memilih atau
berpartisipasi
dalam
Pemilu?
Pertanyaan-pertanyaan
sederhana tersebut kemudian dibahas lebih lanjut dalam
penelitian tentang Pemilih Pemula pada Pemilu 2014 yang
menjadi dasar penulisan artikel ini.
B. Tinjauan Pustaka
Kesadaran politik atau dikenal dengan political
awareness berdasarkan perbedaannya dapat dikategeorikan
ke dalam 5 kategori 3 1). Illiterate, adalah seseorang yang
secara politis buta huruf. Mereka tidak membaca dan
mengikuti saama sekali berita-berita atau isu politik
disekitarnya baik dia media maupun lingkungannya 2).
Misinformed, adalah mereka yang telah lekat sekte ekstrim,
masalah emosional, gerakan atau kepribadian yang
karismatik. Mereka sering dogmatis tentang pandangan
mereka dan lebih memilih dendam partisan karena mereka

akan kehilangan perdebatan obyektif. Orang dalam kategori
ini biasanya akan mengklaim untuk memilih tetapi sering
tidak . 3) General atau kesadaran umum. 4). Activis - individu
ini memiliki pemahaman yang baik tentang isu-isu , yang
dapat membaca rincian sekte dalam masing-masing pihak dan
telah bekerja pada setidaknya satu pemilu. 5). Expert, Ahli
adalah seorang individu yang memahami bahasa diplomasi
dan dapat menyusun strategi dengan lembaga dan organisasi
masyarakat bila diperlukan. Mereka selalu berpartisipasi
sebagai pemilih dalam setiap Pemilu dan melakukannya
secara terbuka.
Berdasarkan kategori di atas maka para pemilih pemula
dapat dilihat dalam beberapa karakteristik dari kelima
kategori yang tersebut. Selanjutnya berdasarkan karakteristik
yang ditemuka dari para pemilih maka kita bisa menilai
kecenderungan seseorang atau sekelompok orang terkait
dengan
keterlibatnnya
dalam
Pemilu

2014.
Melalui
karakteristik yang dikemukan oleh Hutchinson tentang 5 level
3

Hutchinson, Alex, (2007), “The Five Levels of Political Awareness”,
blogcritics.org/the-five-levels-of-political-awareness/

3

kesadaran politik, maka kita juga dapat mengetahui dinamika pemilu
berdasarkan kesadaran politik para pemilih pemula di Jatinangor dan
kemungkinan memperkirakan bentuk partisipasi mereka dalam Pemilu 2014.
Selain memahami pemilih maka dalam membahas pemilu tentu kita
harus memahami substansi materi pemilu yang harus diketahui para calon
pemilih. Pertama-tama perlu diketahui bahwa dalam Pemilu 2014 nanti bagi
masyarakat Kabupaten Sumedang atau Jatinangor, mereka akan memilih: 1).
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 2). Anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), 3). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi, 4). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kabupaten/Kota, dan 5) Presiden dan Wakil Presiden.
Adapun partai nasional yang megikuti pemilu 2014 adalah: 1). Partai NasDem
(Ketua : Surya Paloh), 2). Partai Kebangkitan Bangsa* (Ketua : Muhaimin
Iskandar), 3). Partai Keadilan Sejahtera* (Ketua : M. Anis Matta), 4). Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan* (Ketua : Megawati Soekarnoputri), 5).
Partai Golongan Karya* (Ketua : Aburizal Bakrie), 6). Partai Gerakan
Indonesia Raya* (Ketua : Suhardi), 7). Partai Demokrat* (Ketua : Susilo
Bambang Yudhoyono), 8). Partai Amanat Nasional* (Ketua : M. Hatta
Rajasa), 9). Partai Persatuan Pembangunan* (Ketua : Suryadharma Ali), 10).
Partai Hati Nurani Rakyat* (Ketua : Wiranto), 14). Partai Bulan Bintang
(Ketua : M. S. Kaban), 15). Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (Ketua :
Sutiyoso). Selain itu terdapat 3 partai lokal di Aceh yang mengikuti Pemilu
2014 yaitu 1) Partai Damai Aceh (Ketua : Tgk. Muhibbussabri AW), 2). Partai
Nasional Aceh (Ketua : Irwansyah), 3). Partai Aceh (Ketua : Muzakir
Manaf)Masing-masing partai akan mengusulkan orang-orangnya untuk
menjadi anggota DPR atau DPRD dengan daftar urutannya.4
Untuk menyebarluaskan materi Pemilu pada khalayak dalam rangka
demokratisasi maka dibutuhkan media untuk menyebarluaskannya. Tanpa
penyebarluasan materi tersebut melalui media maka akan sangat sedikit
masyarakat yang dapat dijangkau untuk memahami Pemilu. Sedikitnya orang

yang memahami Pemilu maka masyarakat yang berpartisipasi juga akan
sedikit sehingga tidak saja kuantitas peserta Pemilu yang rendah akan tetapi
juga kualitas pemilu akan berkurang.
Oleh karena itu secara umum diasumikan bahwa media menjadi hal
penting terkait dengan keberhasilan dan kegagalan sebuah Pemilu. Hal itu
tentu saja masih perlu dibuktikan secara operasional dalam konteks atau waktu
yang berbeda. Pemikiran tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan
Dahlan bahwa ;
the relationship between democracy and the media is seemingly very
clear. There is a popular, general perception that both are closely
related. Ostensibly, development of mass media and increasing
exposure to mass communications stimulates modernization and the
growth of democracy in society. Likewise, rapid democratic progress
creates media development and growth (Dahlan, 2000, 72)
Pemilu membutuhkan media untuk menyebarluaskan informasi terkait
dengan tujuan dan pelaksanaannya akan tetapi keberadaan pemilih yang
4

Komisi Pemilihan Umum (2013), Anak Cerdas Berdemokrasi, website :
www.kpu.go.id


4

beragam menuntut cara-cara sosialisasi yang berbeda. Remaja sebagai pemilih
pemula pasti memiliki kesadaran politik yang berbeda, tujuan yang berbeda
dan juga sikap dan perilaku politik yang khas dibandingkan generasi
diatasnya. Keikutsertaan mereka sebagai pemilih untuk pertama kalinya dalam
sebuah kegiatan sebesar Pemilu tentu diharapkan dapat memanfaatkan
haknyaa dan berpartisipasi dengan kesadaran yang didasarkan pengetahuan
yang benar tentang pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Pusat (KPU) atau Daerah baik kota maupun
kabupaten (KPUD) yang bertanggung jawab terhadap Pemilu telah
menyiapkan beragam materi dan bentuk media untuk menyosialisasikan
materi tentang Pemilu 2014. Akan tetapi permasalahannya, apakah hal ini
mencukupi? Kalau tidak, bagaimana seharusnya pengembangan kuantitas dan
kualitas kegiatan untuk mengupayakan meningkatnya kesadaran politik para
pemilih terkait pemilu 2014?. Hal ini membutuhkan tidak saja kerja keras
KPU akan tetapi juga kerjasama KPU maupun KPUD dengan berbagai pihak
yang peduli dan bersedia turut serta dalam proses atau kegiatan pendidikan
bagi para calon pemilih atau voter education.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian mix method yang
menggunakan
beberapa
teknik
pengumpulan
data.
Pengumpulan data dilakukan dengan survey, wawancara
mendalam, observasi dan studi literatur. Merujuk pada tujuan
penelitian maka analisis data dilakukan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif.
Prosedur penelitian dilakukan melalui beberapa tahap.
Tahap pertama penelitian dilakukan dengan menyusun
proposal, design penelitian, instrument penelitian. Seluruh
proses tersebut didukung oleh studi literatur dan observasi.
Tahap selanjutnya dilakukan koordinasi dengan sekolahsekolah SLTA di Kecamatan Jatinangor. SLTA yang menjadi
responden adalah siswa-siswa dari SMA Negeri I Jatinangor,
SMA PGRI Jatinangor dan SMKN PGRI Jatinangor sejumlah 89
responden, yang terdiri dari laki-laki (49.44 %) dan
perempuan (50.46%).
Selain survey juga dilakukan wawancara mendalam
pada beberapa pemilih pemula untuk mendapat data yang
lebih mendalam terkait dengan pengetahuan, sikap atau
perilaku pemilih pemula terhadap Pemilu 2014. Setelah
pengumpulan data survey melalui kuesioner dan wawancara
mendalam selesai maka maka dilakukan pengolahan data.
Analisis
deskriptif
kemudian
dilakukan
dengan
mengintegrasikan semua data yang diperoleh dan merujuk
pada pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan.
D. Hasil Penelitian dan Analisis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data
bahwa mayoritas responden memiliki handphone (89.89%),
5

bahkan melebihi kepemilikan TV yang mencapai 79.77% dari
keseluruhan responden. Selain itu kepemilikan komputer
49.43% mulai melampaui kepemilikan radio 44.94. Akses
terhadap jaringan internet juga sudah mulai berkembang bagi
sebagian responden yang memiliki jaringan internet di rumah
(23.60). Media sebaran yang banyak beredar seperti poster
umumnya sebagian besar (67.41)dari mereka hanya kadangkadang saja meliha (67.41) begitu pula brosur lebih dari
setengah responden (50.56%) menyatakan kadang-kadang
saja melihat brosur.
Merujuk pada hasil penelitian di atas, maka handpone
menjadi salah satau alat komunikasi yang memiliki potensi
besar untuk menjadi alat utama dalam menyosialisasikan
inforasi tentang Pemili di kalangan pemilih pemula. Selain itu
penggunaan televisi untuk menyebarluaskan pemilu pada
para pemilih pemula juga masih cukup signifikan. Radio dan
internet juga masih dapat dimanfaatkan karena penetrasinyaa
masih cukup tinggi. Sementara penggunaan media sebaran
harus benar-benar inovatif, kreatif dan terletak sangat
strategis sehingga dapat mencuri perhatian khalayak dalam
hal ini para remaja sebagai calon pemilih pemula.
Televisi masih disebut sebagai media yang dijadikan
sumber informasi oleh sebagian besar responden (73.03%)
dan mulai diikuti berkembangnya perilaku yang menjadikan
media online sebagai sumber informasi seperti dikemukakan
oleh sebagian besar responden. (68.545). Media online yang
sering digunakan oleh para responden adalah facebook
(84.27%), dan diikuti penggunaan oleh lebih dari separuh
responden yaitu Twitter (51.68%) dan Web site ( 50.56%).
Berdasarkan data penggunan media online maka penggunaan
internet dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
para calon pemilih pemula dapat difokuskan pada berbagai
media sosial terutama facebook selain twitter.
Penggunaan media yang cukup tinggi ternyata masih
kurang memenuhi kebutuhan informasi mereka tentang
Pemilu seperti dikemukakan oleh 65. 17% responden. Hanya
sebagiann kecil responden yang menyatakan kebutuhan
informasi mereka tentang Pemilu terpenuhi. Sebagian
responden (10.12 %) menyatakan kebutuhan informasinya
tentang Pemilu tidak terpenuhi, bahkan sebagian kecil lainnya
menyatakan sangat kurang terpenuhi (5.62%). Padahal
hampir
seluruh
responden
(93.26%)
menyatakan
membutuhkan informasi tentang Pemilu, dan separuhnya
bahkan mengatakan sangat membutuhkan (46.07%).
Walaupun pengetahuan para remaja atau pemilih
pemula minim, akan tetapi keterlibatan mereka untuk
pertamakalinya dalam Pemilu tampaknya mendasari antusias
mereka untuk turut serta. Hal ini terlihat dari temuan
penelitian yang menunjukan bahwa hampir seluruh responden

6

menyatakan membutuhkan informasi tentang Pemilu 2014.
Antusias para calon pemilih ini tentunya harus mendapat
respon yang baik dari berbagai pihak yang peduli akan
terselenggaranya Pemilu yang berkualitas terutama KPUD
yang
bertanggung
jawab
untuk
mengelola
atau
mengkoordinasikan berabagai upaya untuk melancarkan
kegiatan pemilu dan mengupayakan pemilu yang berkualitas
di Daerah dalam hal ini Kabupaten Sumedang.
Sumber informasi Pemilu menurut sebagian besar
responden adalah media (59.55%) dan Tokoh masyarakat
(56.18%). Hampir separuh responden (40.45%) juga
menyatakan Guru sebagai sumber informasi Pemilu.
Sementara hanya sedikit (5.62%) yang menyatakan KPUD
sebagai sumber informasi tentang Pemilu.
Terbatas atau minimnya informasi yang diperoleh dan
tidak dijadikannya KPUD sebagai sumber infomasi oleh
sebagain besar responden menyebabkan pengetahuan
tentang Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2014
masih kurang. Hanya sebagian kecil dari responden (32%)
yang mengetahui secara pasti bahwa pemilu 2014 akan
dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014.
Pengetahuan responden tentag partai peserta Pemilu
juga hanya minin yaitu hanya mengetahuin kurang dari 10
partai yang akan mengikuti Pemilu. Hal ini diungkapkan oleh
hampir separuh responden (48.31%). Hanya sebagian kecil
responden (25.83) yang menyatakan mengetahui lebih dari 10
partai peserta Pemilu, Bahakan ada sebagain kecil responden
(4.49%) yang menyatakan mengetahui semua partai yang
akan terlibat dlam Pemilu 2014.
Pemilu yang akan diikuti oleh para responden sebagai
pemilih pemula dimaknai sebagai pemilihan Presiden oleh
hampir seluruh responden (80.90), sementara yang
memahami bahwa Pemilu juga memilih anggota Legislatif di
tingkat kabupaten (DPRD) hanya sebagian kecil responden
(22.47%). Artinya pengetahuan para pemilih pemula tentang
apa yang akan dipilihnya dalam Pemilu masih belum
menyeluruh.
Kesadaran politik responden diantaranya pertama-tama
terungkap melalui kepedulian mereka terahadap sistem politik
di Indonesia. Mayoritas responden (80.90%) menyatakan
bahwa mereka peduli terhadap sistem politik di Indonesia,
bahkan ada yang menyatakan sangat peduli (26.97%)
terhadap sistem politik yang diterapkan atau dijalankan di
negeri ini. Hanya sedikit responden (19.10%) yang
menyatakan kurang peduli terhadap sistem politik di
Indonesia.
Merujuk pada hasil penelitian di atas maka remaja yang
menjadi pemilih pemula masih memiliki kepedulian terhadap
politik. Mereka memiliki kesadaran bahwa politik merupakan

7

hal yang penting dalam kehidupan bernegara. Diharapkan
mereka juga memiliki kesadaran bahwa Pemilu merupakan hal
yang penting dalam sistem politik Indonesia.
Pernyataan bahwa Pemilu akan menentukan kepimpinan
Indonesia lima tahun kedepan disetujui oleh sebagian besar
responden (93. 26%). Artinya sebagian besar responden
memiliki keadaran politik dalam hal memahami arti penting
Pemilu dalam sistem politik Indonesia sebagai Negara yang
demokratis.
Kepercayaan responden sebagai pemilih pemula bahwa
penyelenggaraan Pemilu yang Jujur dan adil (jurdil) dapat
dilaksanakan juga cukup dimiliki oleh mayoritas responden
(78.77). bahkan terdapat 74.16% yang menyatakan sangat
setuju bahwa Pemilu dapat dilakukan dengan Jujur dan Adil.
Akan tetapi terdapat pula sebagian kecil responden (7.86%)
yang menyatakan ketidaksetujuannya bahwa Pemilu dapat
dilakukan secara Jujur dan Adil.
Selain itu kesadaran mereka untuk beraprtisipasi dalam
Pemilu dengan menggunakan hak pilihnya, juga dimiliki oleh
hampir seluruh responden (95.50%). Salah seorang responden
menyatakan dengan tegas dalam wawancara bahwa “Saya
mau banget ikutan pemilu, karena saya punya hak”
(Wawancara, Ls,
2013). Akan tetapi responden lain
menyatakan alasan lain tentang keikutsertaannya dalam
Pemilu seperti dalam ungkapan berikut ““Saya ikut pemilu,
karena saya ingin membuktikan janji-janji para calon
legislative yang sudah berjanji pada kami.” (Wawancara, Sr,
2013)
Hanya sebagian kecil yang memiliki kecenderungan
untuk tidak berpartisipasi dalam Pemilu dengan tidak
menngunakan hak pilihnya (1,13%) dan sebagian lain
menyatakan tidak tahu (2,25%). Ajakan untuk tidak mengikuti
atau ‘Golput’ ternyata juga sudah mereka terima dari ornagorang disekitar mereka misalnya seperti yang diungkapkan
oleh seorang responden yang tinggal di Panti Asuhan.
Responden tersebut mengemukakan ;
Yang mengajak saya untuk golput yaitu Ibu Panti saya.
Karena kata ibu panti, kalau kita memilih belum tentu
ada yang benar. Jadi mendingan ga usah milih
aja.”….“Iya, apalagi kalau kita sudah memilih orang itu
tetapi orang itu tidak sesuai dengan janjinya. Seperti
korupsi gitu, ya lebih baik ga usah memilih.”
(Wawancara, Sr, 2013).
Adanya kesadaran tentang penggunaan hak pilih dalam
Pemilu
maka
hampir
seluruh
responden
(92.13%)
mengemukakan akan menggunakan hak pilih mereka di
Pemilu 2014, atau beratisipasi dlaam pemilu. Walaupun masih
ada juga responden yang ragu (23.37%) atau menyatakan

8

tidak tahu (3.37%) apakah mereka akan menggunakan hak
pilihnya atau tidak.
Responden sebagai pemilih pemula dalam Pemilu 2014
walaupun hampir seluruhnya menyatakan akan menggunakan
hak pilihnya akan tetapi hanya sebagian responden yang
sudah terdaftar (61.80%). Sementara sebagian lainnya
menyatakan tidak tahu (37.09%) apakah mereka sudah
terdaftar sebagai pemilih atau belum. Bahkan sebagian kecil
responden menyatakan tidak peduli (1.2%) apakah mereka
sudah terdaftar atau belum.
Sebagai anak muda dan pemilih pemula yang menjadi
responden dalam penelitian ini,menjadi incaran banyak partai
atau tim sukses para kandidat untuk dilibatkan dalam money
politic. Menghadapi hal tersebut sebagian besar responden
(66%) mengemukakan bahwa tawaran uang untuk memilih
seorang kandidat akan mereka tolak. Akan tetapi sebagian
lainnya masih dapat atau memiliki kemungkinan untuk terlibat
karena sebagian dari mereka (30.33.%) menyatakan tidak
tahu apakah mereka akan menolak atau tidak (20.22%).
Bahkan sebagian kecil lainnya tidak peduli tentang
kemungkinan tersebut dan apa tindakan mereka (10.11%).
Selain dijadikan saasaran untuk menggunakan hak
pilihnya berdasarkan pesanan pemberi uang, para pemilih
pemula ini juga memiliki kemungkinan untuk dilibatkan dalam
berbagai kampanye melalui proses mobilisasi dengan imbalan
uang. Terkait dengan kemungkinan tersebut sebagian besar
responden (66.29%) menyatakan akan menolak. Akan tetapi
masih terdapat cukup banyak responden (33.50%) yang tidak
menyatakan penolakannya langsung. Sebagian dari mereka
menyatakan tidak tahu ( 20.22%) apakah mereka akan
menolak atau menerima ajakan kampanye partai dengan
imbalan uang. Selain itu sebagian lainnya (13.28%) juga tidak
peduli apakah mereka nanti akan menolak atau menerima
tawaran tersebut.
Terkait dengan money politic terdapat juga paandangan
responden yang merasa bahwa Pemilu Indonesia masih rentan
money politic seperti dalam ungkapan berikut :
“Politik di Indonesia itu, kayak masih main-main. Politik
di Indonesia tidak sesuai seperti pengertian politik yang
sebenarnya”
“Politik itu sendiri masih banyak penyimpanganpenyimpangan,
seperti
kasus
korupsi,
money
politik.”……“Pemilu
di
Indonesia
masih
kurang
demokratis,
jadi
masih
banyak
penyimpanganpenyimpangannya. Semisal kita ingin dipilih, harus
nyogok dulu. Banyak sekali sogokan dan money politic.
Terus ada permainan-permainan dalam pemilu itu
sendiri yang mengakibatkan dampak seperti kasus

9

korupsi dan banyak yang gak bener sesuai dengan
harapan kita.” (Wawancara, Az, 2013).
Fanatisme kelompok dalam pemilu sehingga partisipasi
Pemilu tidak didasarkan dengan informasi yang benar dapat
terjadi dan melibatkan para pemilih pemula. Untuk
mengetahui kemungkinan sikap tersebut maka ditanyakan
pada para responden apakah mereka hanya akan memilih
kelompok mereka, kerabat, atau orang-orang yang sewilayah
dengan mereka. Berdasarakan isian kuesioner diketahui
bahwa
Sebagian besar
(67.42%) tidak mengatakan tidak
setuju. Artinya mereka menganggap bahwa memilih kandidat
hanya didasarkan pada kandidat yang berasal dari kelompok,
kerabat atau orang-orang sewilayahnya merupakan hal yang
seharusnya atau wajar, walaupun hampir separuh responden
diantaranya masih manyatakan kekurangsetujuaannya. Akan
tetapi hanya sebagian kecil (31.58%) yang menyatakan
secara tegas tidak setuju (25.84%) atau sangat tidak setuju
(6.74%) dengan pemikiran tersebut.
Merujuk pada data di atas maka dapat dikatakan bahwa
para rema atau pemilih pemula masih memiliki pandangan
yang terkait dengan budaya kolektif masyarakat. Pemilihan
yang kemudian didasarkan pada kekerabatan atau kelompok
tertentu
mengenyampingkan
kuaitas
kandidat
yang
seharusnya menjadi alasan penting dalam memilih pemimpin.
Apabila kesadaran tentang pertimbangan memilih seorang
kandidat tidak
ditingkatkan maka hal tersebut dapat
mengurangi kualitas partisipasi pemilih pemula. Oleh karena
itu voter education bagi para pemilih pemula masih harus
terus ditingkatkan untuk Pemilu 2014 yang lebih berkualitas.
E. Kesimpulan
Berdasarkan anaalisis yang dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpuan berikut :
 Informasi tentang Pemilu 2014 yang didapatkan pemilih
pemula di Jatinangor masih sangat minim. Sebagian besar
menyatakan Media dan tokoh masyarakat menjadi sumber
informasi
pemilu
bagi
mereka,
sebaliknya
yang
menyebutkan KPUD sangat sedikit.
 Pengetahuan mereka tentang politik dan Pemilu masih
sangat terbatas (iiliterate) akan tetapi mereka memiliki
kepedulian pada sistem politik Indonesia dan percaya
bahwa Pemilu dapat dilakukan dengan ‘jurdil’, serta
menyadari hak pilihnya.
 Hanya sebagian kecil memandang buruk politik dan Pemilu,
serta memiliki fanatisme kelompok dalam memilih
(misinformed). Sangat sedikit yang dapat dikategorikan
activist dan tidak ada yang expert terkait Pemilu.

10

 Sebagian besar belum dapat secara tegas menolak atau
melaporkan penyimpangan atau ajakan dengan imbalan,
maka dapat dikatakan memiliki potensi terlibat money
politic dan dimobilisasi partai. KPUD masih perlu
meningkatkan kerjasamanya dengan berbagai pihak
termasuk kalangan NGO dan akademisi setempat, untuk
melakukan voter education.

11

DAFTAR PUSTAKA
Hutchinson, Alex, (2007), “The Five Levels of Political Awareness”,
blogcritics.org/the-five-levels-of-political-awareness/
Komisi Pemilihan Umum (2013), Anak Cerdas Berdemokrasi, website :
www.kpu.go.id
Dahlan, Alwi, M, (2000) The Indonesian Experience, Country Report, Asian
Media Information and Communication Centre (AMIC), Singapore.

12