Studi Kualitatif Dampak Aborsi dari Kehamilan yang Tidak Diinginkan pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2015

11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Abortus
2.1.1. Pengertian
Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yangsedang
berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram
(Manuaba, 2007).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat
500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2008).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun
buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan
dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum
20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009).
Klasifikasi Abortus (Sarwono, 2008)
1) Abortus Spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas

digunakan adalah keguguran (Miscarriage).

11

12

Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus
insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula
missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.
a) Abortus Imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilansebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus,dan tanpa adanya dilatasi
serviks
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanitahamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum,disertai mules sedikit atau tidak
sama sekali, uterus membesarsebesar tuanya kehamilan, serviks belum
membuka, dan teskehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat
terjadiperdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jikatidak
terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusanvilli koreales ke
dalam desidua, pada saat implantasi ovum.Perdarahan implantasi biasanya

sedikit, warnanya merah, cepatberhenti, dan tidak disertai mules-mules.
b) Abortus Incipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Dalam hal ini rasamules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah.

13

c) Abortus Incomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilansebelum 20minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal,
kanalis servikalis terbukadan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadangkadangsudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
d) Abortus Complet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasilkonsepsi telah di
keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buahkehamilan telah dilahirkan dengan
lengkap. Pada penderitaditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup,


danuterus

sudah

banyak

mengecil.

Diagnosis

dapat

di

permudahapabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakanbahwa
semuanya sudah keluar dengan lengkap.
e) Abortus Infeksiosa dan Abortus Septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi padagenitalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosaberat dengan penyebaran
kuman atau toksinnya ke dalamperedaran darah atau peritoneum. Infeksi

dalam uterus atausekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanyaditemukan pada abortus inkompletus dan lebih seringditemukan pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpamemperhatikan asepsis dan antisepsis.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padadesidua. Pada abortus
septik virulensi bakteri tinggi, daninfeksi menyebar ke miometrium, tuba,

14

parametrium,

danperitoneum.

Apabila

infeksi

menyebar

lebih


jauh,

terjadilahperitonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti olehsyok.
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanyaabortus yang disertai
gejala dan tanda infeksi genitalia, sepertipanas, takikardi, perdarahan
pervaginam berbau, uterus yangmembesar, lembek, serta nyeri tekan, dan
leukositosis. Apabilaterdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadangkadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.
f) Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di
dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang
kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala
subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak
membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan
ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai dengan usia kehamilan.
g) Abortus Habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut turut tiga kali atau
lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi
kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi

0,41% abortus habitualisp ada semua kehamilan. Menurut Malpas dan
Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita mengalami

15

abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%.Sebaliknya, Warton dan Fraser dan
Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%
(Sarwono, 2008).
2) Abortus Provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum
janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke
Centers for Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita
ini berusia 19 tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25
tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60% abortus terinduksi
dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12
kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).
Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang
sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu
atau berat janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a) Abortus Therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b) Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.

16

c) Unsafe Abortion
Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut
tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga
dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.
2.1.2. Etiologi
Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah (Mochtar,
2002):
1) Faktor Maternal
a) Kelainan genetalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita:
(1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).

(2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
(3) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasidari ovum yang
sudah dibuahi, seperti kurangnyaprogesteron atau estrogen, endometritis,
dan mioma submukosa.
(4) Terus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, molahidatidosa).
(5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
b) Penyakit-penyakit ibu
Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun
sekarang berbagai penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan
perkembangan diperkirakan berperan dalam abortus. Misalnya pada:

17

(1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia,
tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus
dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada
fetus.
(2) Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.
(3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat,
anemi gravis.

(4) Malnutrisi,

avitaminosis

dan

gangguan

metabolisme,

hipotiroid,

kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.
c) Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus,
sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Misalnya,
sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain.
Dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak
langsung karena instrument, benda, dan obat-obatan.

e) Gangguan Sirkulasi Plasenta
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia
gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis olehkarena lues.
f) Usia Ibu
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena padausia kurang dari
20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat

18

merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin,
sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan
berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit
kronis.
2) Faktor Janin
Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan
abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari1000 abortus spontan, maka
48,9% disebabkan karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak
embrio; dan 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal
6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.
Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang

kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda
kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh
kelainan ovum (50-80%).
3) Faktor Paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus.
Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini
abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003).
Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi,
dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan
lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis (Mochtar, 2002).

19

2.1.3. Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan
ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan
pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak
dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban
pecah maka disusul dengan pengeluaran janin dan plasentayang telah lengkap
terbentuk. Perdarahan tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap.
Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk.Ada kalanya
janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin
pula janin telah mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak
dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan
darah, isiuterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneo saapabila
pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena
cairan amnion yang diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti
kertas perkamen atau fetus papiraseus. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin

20

yang meninggal tidak dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit
terkupas, tengkorak menjadi lembek, dan seluruh janin berwarna kemerah merahan
(Sarwono, 2008).
2.1.4. Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,perforasi, infeksi,
syok, dan gagal ginjal akut.
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiper retrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi
perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luas
nyacedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.

21

3) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi
biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila
infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syokhemoragik) dan infeksi
berat (syok endoseptik).
5) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek
infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat
berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi
klostridium yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka
gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk
memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi
berat (Cunningham, 2005).

2.2. Klasifikasi Penanganan Aborsi
2.2.1. Aborsi Aman
Aborsi adalah fakta yang menjadi problem serius di masyarakat, isu yang
kontroversial khususnya dikaitkan dengan nilai-nilai moral, demikian juga dengan

22

sikap Undang-Undang yang memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana. Hal ini
di sebabkan karena aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan di
luar nikah, padahal faktanya tidak selalu demikian.
Nasruddin (dalam Maria, 2006) mengatakan, besarnya angka dan jumlah
angka kematian ibu (AKI) pada setiap tahunnya bisa jadi disebabkan karena tidak
adanya aturan mengenai palayanan aborsi yang aman, sehingga angka tersebut
bukannya berkurang, tetapi justru memberikan peluang yang besar terjadinya praktik
aborsi diam-diam tanpa pedoman, prosedur dan standar kesehatan. Kondisi ini
sungguh memprihatinkan bagi kita, padahal Indonesia sendiri sudah menandatangani
kesepakatan Kairo 1994 tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi yang
salah satunya adalah mengeliminir aborsi ilegal dan tidak aman. Nasruddin
menguraikan lebih lanjut, ada lima persoalan mendasar yang menjadi perdebatan
sekitar masalah aborsi. 1) Apa yang dimaksud dengan aborsi; 2) Kapan manusia
mulai dianggap hidup, apakah semenjak masa konsepsi (pembuahan) atau ketika
benih janin itu sudah berumur tertentu; 3) Apakah semua jenis aborsi dilarang secara
mutlak atau ada faktor-faktor pembenaran tertentu; 4) Apakah akibat hukum baik
hukum agama maupun hukum positif terhadap pelaku aborsi dan 5) Bagaimana upaya
mencegah meluasnya aborsi dalam masyarakat.
Pelayanan aborsi yang aman dapat diberikan persyaratan antara lain
1) Dilakukan secara profesional oleh para ahli yang tergabung dalam tim
2) Dengan persejuan perempuan yang bersangkutan
3) Dilakukan konseling pra dan pasca tindakan,

23

4) Dilakukan secara komersil. Indikasi yang menjadi dasar dibolehkannya pelayanan
aborsi tidak hanya disebabkan alasan medis (Sebagaimana diatur dalam UU
No.36/2009), tetapi juga alasan psiko-sosial perempuan yang mengalami KTD,
(PKBI, 2004).
George seorang ahli Antropolog (Dalam PKBI 2004), menyatakan permintaan
pelayanan aborsi yang aman oleh perempuan sudah menjadi fenomena yang
universal, alasan permintaan tersebut karena perempuan membutuhkan pelayanan
kesehatan yang memadai yang dapat mencari jalan keluar kesehatan yang aman.
Kemungkinan perempuan akan dihadapkan pada masalah kehamilan yang tidak
diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu sewajarnya jika perempuan mengajukan
permintaan pelayanan aborsi yang aman.
2.2.2. Aborsi Tidak Aman
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah
penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/ kompeten dan
menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi
bahkan kematian. Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya
pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi
medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan
lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negative dari keluarga atau
masyarakat akhirnya menurut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan
secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya (http://www.nedstatbasic.net).

24

Aborsi tidak aman merupakan salah satu masalah pelayanan atau oleh
kesehatan yang terabaikan di negara berkembang. Bekti (2005) dan PKBI (2004),
menguraikan aborsi tidak aman sebagai terminasi (penghentian) kehamilan yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau ditempat yang tidak memenuhi standar
minimal medis atau keduanya, apabila dilakukan lebih dari 12 minggu. Jurnalis
(2007), memberikan pengertian bahwa aborsi tidak aman dilakukan oleh bukan
dokter atau oleh tenaga terlatih untuk itu, dilakukan ditempat yang tidak memenuhi
syarat-syarat kesehatan dan dilakukan dengan cara yang tidak dikenal di dunia
kedokteran.
Penelitian PKBI (2004), mendapatkan gambaran karena aborsi yang tidak
aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam bentuk infeksi, rahim robek,
perdarahan), kesakitan dan kecacatan. Sesungguhnya disetiap wilayah, masyarakat
mengembangkan cara-cara pengguguran kandungan sesuai nilai budaya lokal masingmasing yang ada pada dasarnya jauh dari aman dan memadai.
Karena tidak ada pelayanan aborsi yang aman, perempuan yang mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan melakukan aborsi secara tidak aman (unsafe
abortion). Dari aspek medis, praktek aborsi tidak aman beresiko sangat tinggi
terhadap kematian ibu karena tidak dilakukan oleh ahli yang kompeten serta tidak
dikerjakan dengan peralatan medis yang layak (Untung, 2007). Dijelaskan lebih
lanjut praktik aborsi tidak aman sebenarnya juga melanggar tiga hal, yaitu : Pertama,
melanggar kode etik profesi medik; Kedua, tidak sesuai dengan prosedur medik;
Ketiga, melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.

25

2.3. Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Kehamilan biasanya didambakan oleh pasangan suami istri, karena dengan
kehamilan akan hadir anggota keluarga baru yang sangat dicintai. Tetapi kadang kala
kehamilan bisa mendatangkan kecemasan bagi perempuan. Jumlah perempuan yang
mengalami KTD di Indonesia diperkirakan sebanyak 1 juta orang setiap tahun dan
KTD dapat menimpa pasangan yang sudah menikah atau belum (Adrianus, 2004).
Selanjutnya dijelaskan pengertian dari KTD adalah suatu kondisi dimana
pasangan tidak menghendaki adanya kehamilan yang merupakan akibat dari suatu
perilaku seksual baik secara sengaja maupun tidak sengaja. KTD dapat menimpa
siapa saja baik yang sudah menikah maupun belum menikah, remaja, pasangan muda
ataupun ibu-ibu tengah baya, golongan atas atau bawah dari agama apapun. PKBI
(2004), menjelaskan kehamilan tidak diinginkan (KTD) dialami banyak perempuan,
misalnya saja satu alasannya adalah kegagalan KB, tapi juga ada alasan lain seperti
masih adanya kelompok unmet need, yaitu mereka yang tidak pernah memakai
kontrasepsi atau sedang menggunakan kontrasepsi padahal mereka termasuk aktif
secara seksual.
Penyebab Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Adrianus (2004),
menguraikan banyak faktor yang menyebabkan KTD antara lain :
1) Hamil sebelum menikah.
2) Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat
menyebabkan kehamilan. Misalnya masih banyak perempuan yang beranggapan
selesai melakukan hubungan seksual kemudian loncat-loncat agar tidak hamil.

26

3) Kehamilan akibat pemerkosaan.
4) Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengijinkan.
5) Kehamilan pada saat yang belum diharapkan, keadaan ini sering terjadi pada
perempuan yang masih dalam proses pendidikan/sekolah, bekerja dan karena
alasan ekonomi.
6) Bayi dalam kandungan cacat berat.
7) Gagal dalam menggunakan alat kontrasepsi.
8) Kehamilan karena incest (hubungan seksual antara saudara saudara)

2.4. Aborsi dan Hukum
2.4.1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Pada pasal 299, 346-349, 535 KUHP tersebut mengkategorikan sebagai tindak
pidana, sebagaimana bunyi lengkap pasal-pasal tersebut dibawah ini :
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4tahun
penjara atau pidana denda paling banyak Empat Puluh Lima Ribu Rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika dia seorang
Tabib, Bidan, atau Juru Obat pidananya ditambah sepertiga.

27

3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan
pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu. Jika
pasal diatas dianalisis maka tidak perlu dibuktikan bahwa adanya kandungan yang
masih hidup bahkan tidak perlu dibuktikan bahwa wanita itu benar sedang hamil.
Pasal ini hanya memberikan harapan bahwa buah kandunganya akan segera
gugur.
Pasal 346
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama Empat
Tahun”
Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama Dua
Belas Tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan pidana
penjara paling lama Lima Belas Tahun.
Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama Lima
Tahun Enam Bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama Tujuh Tahun.

28

Pasal 349
“Jika seorang Dokter, Bidan atau Juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”
Pasal 535
“Barang siapa secara terang- terangan mempertunjukan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan sarana atau pertolongan untuk menggugurkan kandungan, ataupun
secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menyatakan
bahwa sarana atau pertolongan yang demikian itu bisa didapat, diancam dengan
pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah”.
2.4.2. Aborsi dan Undang-undang Kesehatan
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat

29

dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidakdapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 76
“Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratanmedis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

30

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dariaborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) danayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan
tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2.4.3. UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia)
Pasal 53
“Ayat 1 :Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup & meningkatkan taraf kehidupannya”.

2.5. PSK (Pekerja Seks Komersial)
Pekerja seks komersil adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk
dengan istilah WTS atau wanita tunasusila. Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah
satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa
mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa latin
pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan
persundalan, percabulan, dan pergendakan (Kartini, 2007).
PSK merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan
manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali, karena
adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas
kesopanan. PSK selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai
sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum

31

dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan
manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai bentuk dan tingkatannya.
Pilihan pekerjaan mudah bagi perempuan dengan keterampilan dan pendidikan
rendah, tetapi dengan harapan mendapat kehidupan yang layak adalah dengan
menjalani profesi sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK). Kesulitan-kesulitan dalam
situasi tertentu mempengaruhi kondisi mental/moral seseorang dalam usaha
memenuhi kebutuhan tersebut; yang bertentangan dengan akhlak, moral, dan agama,
menjadi faktor banyaknya para wanita menjadi seorang PSK (Triono, 2008).
Pelacur adalah setiap orang baik pria ataupun wanita yang menjual diri kepada
umum untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan baik untuk
mendapatkan imbalan uang maupun tidak. Sedangkan Wanita Pekerja Seks
Komersial mengacu kepada mereka yang menjual diri dengan melakukan hubungan
seksual di luar pernikahan dengan mendapatkan imbalan yang mengacu kepada jenis
kelamin perempuan. Pelacuran adalah praktek dengan kesenangan seksual dijadikan
komoditas untuk mencari keuntungan. Dilakukan dengan memperdagangkan manusia
(pelacur). Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti oral seks
atau hubungan seks, untuk uang (Wikipedia, 2007).

2.6. Perilaku
Menurut Notoatmojo (2012) perilaku manusia adalah semua tindakan atau
aktivitas dari manusia yang mempunyai bentangan yag sangat luas, baik yag dapat
diamati langsug maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis, perilaku adalah

32

suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup yang bersangkutan).
Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku adalah apa yang
dikerjakan oleh organisme tersebut baik diamati secara langsung maupun tidak
langsung.
2.6.1. Bentuk Perilaku
Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010) membedakan
perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu : Kognitif (Cognitive), Afektif (Affective) dan
Psikomotor (Psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini kemudian
dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu :
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pegindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior)
a. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2012) tercakup
dalam 6 tingkatan, yaitu :
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pegetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh : dapat
menyebutkan tada-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak.

33

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Contoh dapat
menjelaskan mengapa harus makan makan bergizi.
3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Contoh dapat menggunakan rumus-rumus statistic dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian.
4. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk mejabarkan suatu materi atau
objek ke komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh : dapat
menggambarkan (memuat bagan) membedakan dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakan atau
menghubugkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Contoh : dapat menyusun, dapat merencanakan dan sebagainya
terhadap suatu materi atau rumusan rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Contoh : dapat membandingkan antara anak yang cukup
gizi dengan kekurangan gizi.
b. Cara memperoleh pengetahuan. Menurut notoatmodjo (2012) ada 2 cara
memperoleh pengetahuan, yaitu :

34

1) Cara tradisional atau non ilmiah
a) Cara coba-salah (trial and eror), memperoleh pengetahuan dari cara
coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and eror”
b) Cara kekuasaan atau otoritas. Kebiasaan ini bisa diwariskan turun
temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman adalah guru yang
terbaik, mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
2) Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah atau lebih popular disebut metodelogi penelitian (research
methodology)
2) Sikap (attitude)
Masih menurut Notoatmodjo (2012), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu satimulus atau objek. Dapat
disimpulakan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Alport (1945) yang dikutip Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide konsep terhadap suatu objek

35

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend tobehave)
Newcomb (1998), salah seorang psikolog social menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap merupakan (reaksi
terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan)
atau reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu :
a. Menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang memberikan
nilai positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan
orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon
d. Bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi tindakannya adalah
bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya.
3) Tindakan (practice)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tetu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan diperlukan factor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas atau sarana dan prasarana.

36

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut practik (practice)
kesehatan (Notoatmodjo, 2012)
Menurut Notoatmodjo (2012) praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3
tingkatan menurut kualitasnya, yakni :
a) Praktik terpimpin (guided response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan
panduan, contoh : seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih
menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya.
b) Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang
telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis, missal :
seorang anak secara otomatis menggosok gigi setelah makan, tanpa disuruh
ibunya
c) Adopsion (adoption), yaitu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi
sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan perilaku berkualitas. Misalnya :
seorang anak menggosok gigi, bukan sekedar menggosok gigi, melainkan
dengan teknik-teknik yang benar.

37

2.6.2. Proses Adopsi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012), dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan.
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi porses yang beruruta yakni:
1) Awareness : Orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)
terlebih dahulu
2) Interest : Orang mulai tertarik kepada stimulus
3) Evaluation : Orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya
4) Trial : Orang mulai mencoba perilaku baru
5) Adoption : Orang tersebut telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan.
Kesadaran sikanya dan terhadap stimulusnya.
2.6.3. Perilaku Kesehatan
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner (1997), maka perilaku
kesehatan (healt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan factor-faktor yang memengaruhi
sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan
kesehatan. Dengan perkaataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau
kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat
diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan

38

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lainnya.
Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan
menjadi dua yakni :
1) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku
ini disebut perilaku sehat ( healthy behaviour). Contoh : makan dengan gizi
seimbang.
2) Perilaku orang yang sakit atau terkena masalah kesehatan, untuk memperoleh
penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh sebab itu perilaku ini
disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (healt seeking behaviour).
Tempat pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan
kesehatan seperti RS, Puskesmas, Poliklinik dan lain-lain.
2.6.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010), factor penentu atau determinan perilaku
manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai factor,
baik internal maupun lingkungan eksternal. Dari berbagai determinan perilaku
manunia banyak ahli telah merumuskan teori-teori atau model model terbentukya
perilaku. Masing masing teori, konsep atau model tersebut dapat diuraikan seperti
berikut.
Berdasarkan pengalaman empiris dilapangan, disimpulakan bahwa garis
besarnya perilaku manusia dapat dibagi 3 aspek , yakni :

39

1) Aspek fisik
2) Aspek psikis
3) Aspek social
Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya perilaku adalah teori
“precede-procede” (1991), yaitu teori yang dikembangkan Lawrence Green, yang
dirintis sejak tahun 1980. Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,
yaitu factor prilaku (behavior causes)dan factor luar perilaku (non behavior causes).
Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam
akronim PRECEDE :Policy, Regulatory, Organizational Construct In Educational
And Environmental Development, adalah merupakan arahan dalam perencanann,
implementasi dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila precede
merupakan face diagnosis masalah, maka proceed adalah merupakan perencanaan,
pelaksaanaa dan evaluasi promosi kesehatan (Maine,2001).

2.7. Landasan Teori
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan hasil dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal
(lingkungan). Secara lebih terperinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada kenyataanya sulit dibedakan
atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang, apabila

40

ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh
berbagai factor, diantaranya adalah factor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat dan sebagainya sehingga proses terbentuknya perilaku dapat
diilustrasikan seperti.
Determinan Perilaku Manusia (Lawrence Green)





Pengalaman
Fasilitas
Lingkungan
Social budaya









Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat

Perilaku

Gambar 2.1. Landasan Teori
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan
perubahan perilaku karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari promosi atau
pendidikan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainya dan
beberapa factor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku adalah :
1) Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu
memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami
individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi
otobiografi. Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehari harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap

41

manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan
dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. ( KBBI, 2005).
2) Lingkungan
Lingkungan diartikan Sebagai sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk
hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling
mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya yang dapat
membentuk suatu perilaku manusia.
3) Social budaya
Spranger mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang itu ditentukan oleh salah
satu nilai budaya yang dominan pada diri orang tersebut. Selanjutnya, kepribadian
tersebut akan menentukan pola dasar perilaku manusia yang bersangkutan.
Kebudayaan, nilai-nilai, tradisi didalam seseorang itu akan menghasilkan suatu
pola hidup (way of life). Kebudayaan ini terbentuk dalam kurun waktu yang lama
sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama dan akan selalu berubah
baik secara cepat maupun lambat sesuai denga peradaban umat manusia.
4) Persepsi
Persepsi berasal dari bahasa Latin perceptio, percipio yang merupakan tindakan
menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan
gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. Persepsi meliputi semua sinyal
dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari
organ pengindra. Seperti misalnya penglihatan yang merupakan cahaya yang
mengenai retina pada mata, pencium yang memakai media molekul bau (aroma),

42

dan pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi bukanlah
penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan,
harapan, dan perhatian. Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem saraf,
tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaran.
5) Niat
Niat berkaitan dengan keinginan terhadap suatu hal yang biasanya diikuti oleh
tingkah laku yang mendukung keinginan tersebut. Menurut Fishbein dan Kotler
(www.digilib.petra.ac.id 2010), niat adalah kecenderungan untuk melakukan
tindakan atau perilaku atau sesuatu yang segera mendahului tingkah laku
seseorang yang sebenarnya.

2.8. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian-uraian dan juga teori-teori yang telah disebutkan
sebelumnya, maka dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut :
− Pengalaman
− Lingkungan
− Informasi

− Pengetahuan
− Keinginan
− Motivasi

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Aborsi tidak
aman (unsafe
abortion)