Studi Kualitatif Dampak Aborsi dari Kehamilan yang Tidak Diinginkan pada Wanita Pekerja Seks Komersial di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2015

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Aborsi masih menjadi salah satu masalah yang cukup serius untuk diteliti,
dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Abortus
itu sendiri merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 26
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan. Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului
oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin
dikeluarkan dalam keadaan masih hidup.
WHO

(World

Health

Organization)


mengungkapkan

bahwa

terjadi

peningkatan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Bandingkan dengan
Kamboja yang sudah mencapai 208 per 100.000 kelahiran hidup, Myanmar sebesar
130 per 100.000 kelahiran hidup, Nepal sebesar 193 per 100.000 kelahiran hidup,
India sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup, Bhutan sebesar 250 per 100.000
kelahiran hidup, Bangladesh sebesar 200 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan kini
Indonesia sudah tertinggal dengan Timur Leste dalam pencapaian AKI, dimana AKI
Timor Leste mencapai 300 per 100.000 kelahiran hidup.(Prakarsa 2013).
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta kejadian
aborsi tidak aman (unsafe abortion) di Dunia, 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan aborsi
tidak aman) diantaranya terjadi di Negara berkembang. Sekitar 13 % dari total

1

2


perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko
kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 berbanding
3700 dibanding dengan aborsi.
Di Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap
tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di
antaranya berakhir dengan kematian. Angka aborsi di Indonesia diperkirakan
mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja.
(Soetjiningsih, 2004).
Bila melihat target MDGs 2015 untuk AKI, target Indonesia adalah
menurunkan AKI mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan posisi 359 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 maka akan sangat sulit bagi pemerintah
untuk mencapai target penurunan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Melonjaknya AKI tidak terlepas dari kegagalan program Kependudukan
dan Keluarga Berencana (KKB) (SDKI 2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan
masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals
(MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang
ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian Ibu
akibat kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas

penyebab serta langkah‐langkah untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya
berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat

3

penurunan AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan
hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228
per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup). Diskusi
sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas mengenai sulitnya menghitung
AKI dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda dan fluktuasinya
kadang drastic (Syafiq.A 2013).
Salah satu penyebab utama tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia
adalah perdarahan yang disebabkan oleh aborsi, itu menandakan bahwa derajat
kesehatan reproduksi perempuan belum seperti yang diharapkan. Padahal kesehatan
Ibu merupakan salah satu wujud hak asasi perempuan.
Akibat aborsi tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam
bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan), kesakitan/kecacatan bahkan kematian.
Menurut Azwar (2005), presentasi kontribusi aborsi terhadap AKI di Indonesia bisa
mencapai 30-50%. Rasio aborsi 10.4 per 100 kehamilan yang paling banyak terjadi
dan ikut berperan pada 36.3% aborsi. Komplikasi kehamilan, jumlah kehamilan,

pemeriksaan

dan

antenatal

berkaitan

dengan

kejadian

aborsi

(Setyowati,

Balitbangkes, 2004).
Diperkirakan jumlah aborsi setiap tahun berkisar antara 750.000 – 100.000
atau 18 aborsi per 100 kehamilan. Sedangkan Utomo, dkk (2001) memperkirakan
insiden aborsi pertahun sebesar 2.000.000 atau 43 aborsi per 100 kehamilan. Data

yang dikumpulkan dari sembilan daerah di Indonesia sejak tahun 2000-2003,

4

menunjukkan adanya 37.685 permintaan pelayanan pemulihan haid, terdapat 73%
klien meminta pelayanan pemulihan haid karena kegagalan KB 31%, selain telah
memiliki cukup anak 21%.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini
ditegaskan dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009. Bahkan KUHP dengan tegas
melarang tindakan aborsi apapun alasannya kecuali untuk menyelamatkan nyawa si
ibu sebagaimana diatur dalam pasal 299, pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasal 349,
pasal 535 (KUHPidana).
Kasus aborsi di Indonesia diperkirakan semakin meningkat setiap tahunya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), diperkirakan setiap tahunnya jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta
jiwa dari 5 juta jiwa kelahiran pertahun. Bahkan 1-1,5 juta diantaranya adalah
kalangan remaja. Data yang dihimpun Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menemukan dalam kurun waktu 3 tahun (2008-2010) kasus aborsi terus meningkat.
Tahun 2008 ditemukan 2 juta jiwa anak korban aborsi, tahun berikutnya (2009) naik
300.000 menjadi 2,3 juta janin yang dibuang paksa. Sementara itu, pada tahun 2010

naik dari 200.000 menjadi 2,5 juta jiwa. 62,6% pelaku diantaranya adalah anak
berusia dibawah 18 tahun. Metode aborsi 37 % dilakukan melalui kuret, 25% melalui
oral dan pijatan, 13% melalui cara suntik, 8% memasukkan benda asing ke dalam
rahim dan selebihnya melalui jamu dan akupuntur.
Upaya pencegahan yang dilakukan oleh perempuan merupakan perilaku yang
berbahaya, karena mereka pada umumnya sudah melakukan inisiatif sendiri untuk

5

mengatasinya seperti minum jamu terlambat bulan/jamu peluntur, minum ramuan
yang diyakini mampu membuat haid, minum obat-obatan dan sebagainya, jika tidak
berhasil mereka pergi ke dukun atau tenaga medis tanpa berfikir aman atau tidak yang
penting janin didalam kandungannya dapat dijatuhkan sesegera mungkin.
Ketua KPAI Maria U.A mengatakan bahwa pada 2003, rata-rata terjadi 2 juta
kasus aborsi pertahun. Lalu pada tahun berikutnya, 2004 penelitian yang sama
menunjukkan kenaikan tingkat aborsi yakni 2,1-2,2 juta pertahun. Kehamilan
pranikah angkanya 12,7% dan 87% dilakukan oleh perempuan yag sudah memiliki
suami. Data serupa juga diungkapkan oleh Inne S, Direktur Eksekutif Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pusat pelaku aborsi justru paling banyak
adalah perempuan yang sudah menikah karena program KB nya gagal. Data studi

(PKBI) di 12 kota dari tahun 2000-2011 juga menunjukan 73-83% wanita yang ingin
aborsi adalah wanita menikah karena kegagalan kontrasepsi. Berapapun jumlah
aborsi yang terjadi di Indonesia dan siapa pelakuya remaja atau wanita yang sudah
menikah yang menjadi pertanyaannya adalah apa penyebab aborsi ini angkanya terus
meningkat.
PKBI (2010) juga menemukan kasus aborsi dari kehamilan yang ditidak
diinginkan di Medan masih tinggi sebanyak 1.446 kasus. Dilihat dari segi
karakteristik Usia wanita yang melakukan aborsi Usia ˃30 th sebesar 58%, Usia 2030th sebesar 39%, Usia < 20th

sebesar 3%. Sedangkan bila dilihat dari status

pernikahan, yang berstatus Menikah 87%, dan Belum Menikah 12%. Dan yang
terakhir adalah status pekerjaan, Ibu Rumah Tangga 48%, yang Bekerja 43%, Pelajar

6

7%. Tindakan Aborsi yang aman hanya ditemukan sebesar 0,6% dari 100.000 kasus
dan Aborsi Tidak Aman sebesar 10-50% alami komplikasi.
Menurut Tinceuli (2007) berdasarkan penelitian yang dilakukan SMA Negeri
1 Siantar, Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun menyatakan bahwa pegetahuan

dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan yang tidak dikehendaki sudah
cukup membaik. Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan siswi SMU Negeri 1
Siantar mengenai pengetahuan dan sikap terhadap aborsi dari kehamilan yang tidak
dikehendaki pada umumnya “sedang” yaitu sebesar (77,22%), sikap siswi SMU
Negeri 1 Siantar “baik” yaitu sebesar (100%).
Berdasarkan hasil penelitian dari Koordinator Kesehatan Reproduksi Jaringan
Epidomologi Nasional (JEN) tahun 2007, 15% dari 2.224 mahasiswa di 15
Universitas negeri dan swasta telah biasa melakukan hubungan seks diluar nikah
(Agustiar, 2007). Hasil survey yang dilakukan Bali Post tahun 2007 di 12 kota di
Indonesia yaitu terdapat penerimaan angka kasar sebesar 11% remaja di bawah usia
19 tahun pernah melakukan hubungan seksual dan berpotensi melakukan aborsi,
sedangkan 59,6% remaja di atas 19 tahun juga pernah melakukan hubungan seksual
dan berpeluang lebih besar untuk melakukan aborsi (Balipost, 2007).
Menurut Survei Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak di 33 Provinsi
pada Januari – Juni 2008 menjelaskan 21,2 % remaja pernah melakukan aborsi.
Sekitar 30% aborsi dilakukan wanita usia 15 – 24 tahun dari kalangan SMA,
mahasiswa, hingga korban perkosaan.

7


Dari Penelitian Agustino, dkk tahun 2007 tentang perilaku seks bebas dan
aborsi pada 19 mahasiswa yang tersebar pada 10 kampus terbesar di Malang tercatat
79% melakukan seks dengan alasan saling mencintai atau sebagai bukti kesetiaan
terhadap pasangan, 5% just for fun, 16% bersifat materiil.
Dari penelitian Azinar M tahun 2013 tentang perilaku seksual pranikah
beresiko terhadap kehamilan tidak diinginkan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa 12,1% mahasiswa memiliki perilaku seksual pranikah berisiko terhadap
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi
square menunjukkan ada lima variabel yang secara signifikan berhubungan dengan
perilaku seksual pranikah mahasiswa yaitu religiusitas, sikap, akses

dan kontak

dengan media pornografi , sikap teman dekat, serta perilaku seksual teman dekat.
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan,
diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang
dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang
memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak
aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani
oleh orang yang tidak berkompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi

standar, apalagi ditambah dengan pekerjaan yang mengharuskan wanita untuk
melakukan tindakan aborsi tersebut, contohnya saja seperti wanita

pekerja seks

komersial yang bekerja dengan menjajakan tubuhnya sebagai mata pencaharian
utama. Tanpa berfikir dampak yang akan terjadi bila hal itu terus-menerus dilakukan
demi kepentingan ekonomi semata (hanifah, 2007).

8

Pekerja seks komersial itu sendiri adalah suatu profesi yang sampai sekarang
tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Dimana norma agama dan nilai nilai leluhur
sudah dikesampingkan demi uang ataupun kepuasan nafsu belaka. Salah satu akibat
yang ditimbulkan dari aktivitas seksual yang tidak sehat adalah munculnya berbagai
komplikasi kesehatan reproduksi seperti aborsi dan Penyakit Menular Seksual (PMS).
Penularan penyakit ini biasanya terjadi karena seringnya seseorang melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan (Ajen,2003).
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kec. Medan
Petisah tepatnya di Jalan Nibung Raya terdapat sebuah kasus yang mengungkapkan

bahwa terjadinya kematian seorang Wanita pekerja seks komersial yang berinisial
(Sebut saja namaya Bunga) berusia 28 tahun yang meninggal akibat aborsi tidak
aman yang dilakukan di salah satu Hotel yang ada di Kota Medan. Namun hal
tersebut tidak berjalan lancar, setelah praktik aborsi itu dilakukan Bungapun pulang
dengan keadaan lemas dan pucat tak berdaya kerumah kontrakannya. Setelah 2 hari
tak kunjung keluar kamar Mawar yang merupakan pemilik kos langsung menggedor
pintu kamar Bunga dan mengajak Bunga ke salah satu Rumah Sakit swasta yang ada
di Medan yang akhirnya dirujuk ke RSUD Medan akibat infeksi usai melakukan
pengguguran. Namun disayangkan Bunga megalami infeksi yang telah meradang
keseluruh bagian organ reproduksinya hingga menyebabkan Bunga meninggal dunia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi khususnya penangan aborsi
tidak Aman (unsafe abortion) yang memfokuskan pada Perilaku Wanita Pekerja Seks

9

Komersial terhadap Pencegahan Kehamilan, Hamil dan aborsi tidak aman (unsafe
abortion) dari Kehamilan yang tidak Diinginkan di Kec.Medan Petisah”.

1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian
yaitu : Bagaimana Perilaku Wanita Pekerja Seks Komersial terhadap Pencegahan
Kehamilan, Hamil dan Aborsi tidak Aman (Unsafe Abortion) dari kehamilan yang
tidak Diinginkan di Kec. Medan Petisah Tahun 2015.

1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis Perilaku Wanita Pekerja Seks Komersial terhadap Pencegahan
Kehamilan, Hamil dan Aborsi tidak Aman (Unsafe Abortion) dari Kehamilan yang
tidak Diinginkan di Kec. Medan Petisah Tahun 2015.

1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk mengembangkan programprogram promosi kesehatan dan mengembangkan media komunikasi kesehatan
yang strategis dalam penanganan perilaku masyarakat yang beresiko, terkait
dengan unsafe abortion.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dan referensi bagi institusi pendidikan dan mahasiswa
untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai permasalahan aborsi tidak aman

10

pada wanita pekerja seks komersial. Sebagai masukan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai program-program promosi kesehatan yang
strategis untuk mengurangi perilaku bersiko akibat aborsi yang tidak aman unsafe
abortion.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat terutama pada wanita usia subur dalam
mengurangi perilaku bersiko akibat aborsi yang aman maupun tidak aman unsafe
abortion.Terhadap kesehatan reproduksi dan dapat melakukan pencegahan
sebelum kehamilan yang tidak diinginkan terjadi.