Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) dari Perspektif Perempuan yang Mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)

(1)

PENANGANAN ABORSI TIDAK AMAN (UNSAFE ABORTION) DARI PERSPEKTIF PEREMPUAN YANG MENGALAMI

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD)

TESIS

OLEH

RAHMADANI HIDAYATIN 077033025/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE HANDLING UNSAFE ABORTION BY UNWANTED PREGNANCY IN FEMALE PERSPECTIVE

THESIS

BY

RAHMADANI HIDAYATIN 077033025/IKM

POST GARDUATE PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

MEDAN 2012


(3)

PENANGANAN ABORSI TIDAK AMAN (UNSAFE ABORTION) DARI PERSPEKTIF PEREMPUAN YANG MENGALAMI

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

RAHMADANI HIDAYATIN 077033025/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENANGANAN ABORSI TIDAK AMAN (UNSAFE ABORTION) DARI PERSPEKTIF PEREMPUAN YANG MENGALAMI

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) Nama Mahasiswa : Rahmadani Hidayatin

Nomor Induk Mahasiswa : 077033025

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Imu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG Ketua

) (Dra. Syarifah, M.S Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Luthan, M.Sc, Sp.OG Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. dr. Muhammad Rusda, Sp. OG


(6)

PERNYATAAN

PENANGANAN ABORSI TIDAK AMAN (UNSAFE ABORTION) DARI PERSPEKTIF PEREMPUAN YANG MENGALAMI

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD)

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2012


(7)

ABSTRAK

Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menandakan bahwa derajat kesehatan perempuan belum seperti yang diharapkan. Padahal kesehatan ibu merupakan salah satu wujud hak asasi perempuan dan indikator status sosial dan kesejahteraan diseluruh negara dalam rangka pencapaian Millinium Development Goals (MDGs), untuk menurunkan AKI pada tahun 2015. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang berakhir dengan tindakan unsafe abortion adalah salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan masalah ini merupakan The Hidden Epidemic, diperkirakan insiden aborsi pertahun sebesar 2 juta atau 43 aborsi per 100 kehamilan atau 11% kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman (WHO). Karena perempuan yang mengalami masalah KTD melakukan tindakan yang beresiko yang menyebabkan perempuan berada daam unsafe abortion tract.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penanganan masalah aborsi yang tidak aman dari perspektif perempuan yang mengalami KTD serta bentuk-bentuk dukungan terhadap pemenuhan hak reproduksi perempuan terhadap keputusan untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam (Indepth Interview) kepada delapan perempuan sebagai informan, serta diskusi kelompok (Focus Group Discusion) dengan lima orang perempuan yang pernah melakukan aborsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan yang mengalami KTD memiliki keinginan yang kuat untuk menghentikan kehamilannya, ini terlihat dari upaya yang dilakukan tanpa memperhitungkan resiko yang dapat dialami karena melakukan tindakan yang tidak aman. Pengetahuan dan pemahaman yang terkait dengan kesehatan reproduksi termasuk tentang kehamilan terlihat masih rendah, sehingga baru mengetahui hamil setelah usia kehamilan dua bulan. Meskipun tidak terlalu peduli dengan pandangan masyarakat yang buruk karena melakukan aborsi, informan tetap membutuhkan adanya dukungan, sikap empati dan pengertian serta tidak menyalahkan karena pada dasarnya informan memiliki alasan yang kuat. Kebutuhan informan agar pemerintah meninjau Undang-Undang Kesehatan yang terkait dengan masalah aborsi agar lebih berpihak pada hak-hak reproduksi perempuan. Menyediakan layanan atau klinik khusus dengan tenaga-tenaga medis yang terlatih dan memahami masalah KTD, sehingga perempuan mendapatkan pelayanan yang aman dalam mengatasi masalah tersebut.

Kata Kunci : Aborsi, KTD, Kesehatan Reproduksi dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, Dukungan Sosial, Kebijakan dan Layanan, Informasi.


(8)

ABSTRACT

The high maternal mortality rate (MMR) in Indonesia indicates that the health status of women has not been as expected. Maternal health is one manifestation of women's human rights and social status and welfare of indicators in all countries in the achievement of Millennium Development Goals (MDGs) to reduce maternal mortality by 2015. Unwanted pregnancy (KTD), which ended with the unsafe abortion is one of the contributors to maternal mortality in Indonesia. Indonesia Family Planning Association (IPPA), said the issue is The Hidden Epidemic, an estimated incidence of 2 million abortions per year or 43 abortions per 100 pregnancies, or 11% of maternal deaths caused by unsafe abortion (WHO). Because women who are having problems KTD doing actions at risk, that make women in the tract unsafe abortion.

This study was conducted to determine the handling of the problem of unsafe abortion from the perspective of women who had KTD The research was conducted to determine the handling of the problem of unsafe abortion from the perspective of women who had KTD, and other forms of support to the fulfillment of reproductive rights of women to the decision to terminate the unwanted pregnancy. The study was conducted in the city of Medan, using a qualitative method and in-depth interviews to the eight women as informants, and focus group discussions of six women who had an abortion.

The output of study showed that the informant who had KTD insist in terminating the pregnancy , it is found by the efforts of conducting it without predicting the risk

Knowledge and understanding related to reproductive health, including pregnancy still low, Although not too concerned with the views of poor communities because of abortion, the informants still need support, empathy and understanding and not to blame because it is basically the informant have strong reason. The needs of informant is that the government will review the health constitution related to abortion and support the woman reproduction rights, to provide services or special clinic with trained medical staffs and understanding KTD where woman get a safe service in handling the matter accordingly.

Keyword : Abortion, Unwanted Pregnancy (KTD), Health of Reproduction, Woman Reproduction Rights, Social Support, Policy, Service and Information.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Alah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan judul “Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) dari Perspektif Perempuan yang Mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)” di Kota Medan. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakutas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Karya ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibunda, kakak abang dan adik-adik tersayang, serta kedua buah hati tercinta M. Fadhil Al-Rasyid dan Akifah Salsabila, semoga menjadi motivasi bagi keduanya untuk menjadi insan yang selalu belajar dalam hidupnya.

Penulis menyadari bagitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan semangat serta kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Banyak pihak yang juga memiliki perhatian dan dukungan kepada penulis, untuk itu ucapan terima kasih yang tiada terhingga kami sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM), M.Sc, Sp. A(K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Dr. Drs. Surya Utama, M.S yang telah banyak membantu dan memberikan perhatian yang tulus.


(10)

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan Sekretaris Program Studi Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, dengan kearifannya, tesis ini dimungkinkan untuk diuji dan disempurnakan, serta seluruh staf yang banyak membantu.

4. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih, semoga sehat, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT kepada Prof. Dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG dan Dra. Syarifah, M.S, selaku pembimbing dengan sabar dan tulus serta banyak memberi perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga selesai tesis ini.

5. Kepada para penguji Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M yang dengan sabar selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(K), yang senantiasa memberi semangat dan motivasi hingga tesis ini bisa selesai.

6. Sahabat-sahabat tersayang dari PKBI SU, HIMPSI SU, HRte Konsultan, mohon maaf penulis sampaikan karena selama proses belajar ini konsentrasi menjadi terpecah, buat tim @t Panca Budi, adik-adik di CMR, klinik WKBT serta kader-kader PITA PKBI yang banyak memberikan bantuan serta dukungan moril kepada penulis untuk tetap semangat hingga akhir penyelesaian tesis ini.

7. Seluruh Dosen Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat dari Allah SWT.


(11)

8. Seluruh teman-teman seangkatan di Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, yang banyak mewarnai penulis selama proses belajar bersama.

Sesungguhnya penulis sudah berusaha secara maksimal dalam menyelesaikan tesis ini dan menyadari bahwa tesis ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, karenanya saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2012 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rahmadani Hidayatin, merupakan anak ke tiga dari Sembilan bersaudara, beragama Islam, lahir dan besar di Medan pada tanggal 11 November 1969. Bertempat tinggal di Jl. Bunga Pancur IX Gg. Tarigan No. 9 Simpang Selayang Medan.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 pada tahun 1976-1982, SMPS Taman Pendidikan Mardi Lestari Medan tahun 1982-1986, selanjutnya sekolah di Madrasah Aliyah Negeri Medan tahun 1986-1988 serta menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area tahun 1995 dan mengambil profesi Psikolog di Yogyakarta pada tahun 1996, terakhir menyelesaikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis memiliki pengalaman bekerja sebagai Senior Koordinator di CMR-PKBI SU dari tahun 1997-2002, menjadi Manager Operasional di Psiko Utama Konsultan dari tahun 2002-2004, menjadi konsultan di PHPB-PHP II Sumatera Utara pada tahun 2003-2006, saat ini sebagai Direktur Pelaksana PKBI SU sejak tahun 2004 sampai sekarang, Direktur HRte Indonesia Konsultan sejak tahun 2005 sampai sekarang, Dosen di UNPAB Medan sejak tahun 2009 sampai sekarang.

Penulis juga aktif di beberapa organisasi ; KuIS SU, KAHMI SU, Medan HRD Club dan MUI-SU saat ini sebagai Ketua Himpunan Psikologi Indonesia SU.


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... RIWAYAT HIDUP ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR MATRIKS ... DAFTAR LAMPIRAN ...

Halaman i ii iii vi vii x xi xii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. 1.2. 1.3. 1.4.

Latar Belakang ... Permasalahan ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...

1 8 9 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 11

2.1. Kesehatan Reproduksi ... 11 2.1.1.

2.1.2.

Pengertian Kesehatan Reproduksi ... Hak-Hak Kesehatan Reproduksi ...

11 13 2.2. Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) ... 15

2.2.1. 2.2.2.

Pengertian Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD). Penyebab Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)...

15 16 2.3. Aborsi Aman dan Aborsi Tidak Aman ... 17

2.3.1. 2.3.2. 2.3.3.

Pengertian Aborsi ... Aborsi Aman ... Aborsi Tidak Aman ...

19 21 21 2.4. Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) ... 24 . 2.4.1.

2.4.2. 2.4.3.

Aspek Layanan dan Kebijakan ... Aspek Dukungan Sosial ... Aspek Informasi dan Pengetahuan ...

24 32 33

BAB 3. METODE PENELITIAN 37

3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6.

Jenis Penelitian ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... Pemilihan Informan ... Metode Pengumpulan Data ... Variabel dan Defenisi Operasional ... Metode Analisis data ...

37 37 39 40 43 45


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN 48 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.

Gambaran Informan (Indepth Interview) ... Profile Informan ... Gambaran Focus Group Discussion ... Profile Peserta Focus Group Discussion ... Matriks Hasil Penelitian ...

48 49 61 61 64 4.5.1. 4.5.2. 4.5.3. 4.5.4.

Perasaan, Sikap, Tindakan Ketika Mengalami KTD. Pengetahuan dan Informasi yang dimiliki ... Kebutuhan akan Dukungan Sosial ... Pandangan dan Kebutuhan akan Kebijakan dan Layanan ...

64 71 78 83

BAB 5. PEMBAHASAN 88

5.1. Perasaan, Sikap, Tindakan ketika Mengalami KTD ... 88 5.1.1.

5.1.2. 5.1.3.

Alasan untuk Menghentikan Kehamilan ... Upaya-upaya Unsafe Abortion yang sudah dilakukan.. Sebab Informan Mencari Bantuan yang Aman ...

90 92 96 5.2. Pengetahuan dan Informasi ... 97

5.2.1. 5.2.2. 5.2.3. 5.2.4. 5.2.5.

Cara Informan Mengetahui Kehamilan ... Pemahaman tentang Resiko dari Upaya Unsafe Abortion ... Pengetahuan Tentang Hak-Hak Reproduksi ... Pengetahuan dan Informasi yang Harus Dimiliki... Pengetahuan dan Informasi tentang Klinik atau Tenaga Medis ...

97 99 101 102 104 5.3. Pandangan dan Kebutuhan akan Dukungan Sosial ... 104

5.3.1. 5.3.2. 5.3.3.

Teman atau Tempat Diskusi dalam Mengatasi Kehamilan yang Tidak Diinginkan ... Pendangan tentang Penilaian Masyarakat yang Buruk terhadap Aborsi ... Kebutuhan Dukungan dari Masyarakat terhadap Perempuan yang Mengalami KTD ...

104 106 108 5.4. Tanggapan dan Kebutuhan akan Kebijakan dan Layanan 109

5.4.1. 5.4.2. 5.4.3.

Pendapat tentang Undang-Undang yang Melarang Aborsi ... Kebutuhan akan Dukungan Kebijakan dan Layanan… Penanganan Masalah Kehamilan yang tidak diinginkan ...

109 109 114

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 117

6.1. 6.2. Kesimpulan ... Saran ... 117 120


(15)

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

122 126


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Definisi Operasional ………... 44

2 Karakteristik Informan ………. 48

3 Emosi atau Perasaan Informan ………... 88

4 Alasan Ingin Menghentikan Kehamilan ……….. 90

5 Upaya-Upaya untuk Menghentikan Kehamilan ………. 93

6 Kebutuhan Informasi ………... 103


(17)

DAFTAR MATRIKS

No Judul Halaman

4.2.1.1 Perasaan Ketika Mengetahui Hamil dan Kehamilan yang

tidak Diinginkan ……… 65 4.2.1.2 Alasan untuk Menghentikan Kehamilan ……… 66 4.2.1.3 Upaya Unsafe Abortion yang Sudah Dilakukan ……… 67 4.2.1.4 Hal yang Mendorong untuk Mencari Bantuan Aman ……… 70 4.2.2.1 Cara Mengetahui Kehamilan ………... 71 4.2.2.2 Pemahaman tentang Upaya yang Dilakukan adalah Aborsi

yang Tidak Aman dan Memiliki Resiko ……… 73 4.2.2.3 Pengetahuan tentang Hak-Hak Reproduksi ………... 74 4.2.2.4 Kebutuhan akan Informasi dan Pengetahuan Perempuan dan

Mengatasi Kehamilan yang tidak Diinginkan ……… 76 4.2.3.1 Teman Diskusi Rencana untuk Menghentikan Kehamilan

………. 78

4.2.3.2 Tanggapan terhadap Penilaian Buruk Masyarakat kepada

Perempuan yang Melakukan Aborsi ……….. 80 4.2.3.3 Kebutuhan akan Dukungan Masyarakat pada Perempuan

yang Mengalami KTD ………... 81 4.2.4.1 Pendapat tentang Undang-Undang dan Kebijakan yang

Mearang Aborsi ………... 83 4.2.4.2 Kebutuhan akan Dukungan Kebijakan dan Layanan dari


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara ……… 125

2 Pedoman Focus Group Discusion ……….. 127

3 Rekaman hasil Focus Group Discusion ……… 129


(19)

ABSTRAK

Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menandakan bahwa derajat kesehatan perempuan belum seperti yang diharapkan. Padahal kesehatan ibu merupakan salah satu wujud hak asasi perempuan dan indikator status sosial dan kesejahteraan diseluruh negara dalam rangka pencapaian Millinium Development Goals (MDGs), untuk menurunkan AKI pada tahun 2015. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang berakhir dengan tindakan unsafe abortion adalah salah satu penyumbang AKI di Indonesia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengatakan masalah ini merupakan The Hidden Epidemic, diperkirakan insiden aborsi pertahun sebesar 2 juta atau 43 aborsi per 100 kehamilan atau 11% kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman (WHO). Karena perempuan yang mengalami masalah KTD melakukan tindakan yang beresiko yang menyebabkan perempuan berada daam unsafe abortion tract.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penanganan masalah aborsi yang tidak aman dari perspektif perempuan yang mengalami KTD serta bentuk-bentuk dukungan terhadap pemenuhan hak reproduksi perempuan terhadap keputusan untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam (Indepth Interview) kepada delapan perempuan sebagai informan, serta diskusi kelompok (Focus Group Discusion) dengan lima orang perempuan yang pernah melakukan aborsi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan yang mengalami KTD memiliki keinginan yang kuat untuk menghentikan kehamilannya, ini terlihat dari upaya yang dilakukan tanpa memperhitungkan resiko yang dapat dialami karena melakukan tindakan yang tidak aman. Pengetahuan dan pemahaman yang terkait dengan kesehatan reproduksi termasuk tentang kehamilan terlihat masih rendah, sehingga baru mengetahui hamil setelah usia kehamilan dua bulan. Meskipun tidak terlalu peduli dengan pandangan masyarakat yang buruk karena melakukan aborsi, informan tetap membutuhkan adanya dukungan, sikap empati dan pengertian serta tidak menyalahkan karena pada dasarnya informan memiliki alasan yang kuat. Kebutuhan informan agar pemerintah meninjau Undang-Undang Kesehatan yang terkait dengan masalah aborsi agar lebih berpihak pada hak-hak reproduksi perempuan. Menyediakan layanan atau klinik khusus dengan tenaga-tenaga medis yang terlatih dan memahami masalah KTD, sehingga perempuan mendapatkan pelayanan yang aman dalam mengatasi masalah tersebut.

Kata Kunci : Aborsi, KTD, Kesehatan Reproduksi dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, Dukungan Sosial, Kebijakan dan Layanan, Informasi.


(20)

ABSTRACT

The high maternal mortality rate (MMR) in Indonesia indicates that the health status of women has not been as expected. Maternal health is one manifestation of women's human rights and social status and welfare of indicators in all countries in the achievement of Millennium Development Goals (MDGs) to reduce maternal mortality by 2015. Unwanted pregnancy (KTD), which ended with the unsafe abortion is one of the contributors to maternal mortality in Indonesia. Indonesia Family Planning Association (IPPA), said the issue is The Hidden Epidemic, an estimated incidence of 2 million abortions per year or 43 abortions per 100 pregnancies, or 11% of maternal deaths caused by unsafe abortion (WHO). Because women who are having problems KTD doing actions at risk, that make women in the tract unsafe abortion.

This study was conducted to determine the handling of the problem of unsafe abortion from the perspective of women who had KTD The research was conducted to determine the handling of the problem of unsafe abortion from the perspective of women who had KTD, and other forms of support to the fulfillment of reproductive rights of women to the decision to terminate the unwanted pregnancy. The study was conducted in the city of Medan, using a qualitative method and in-depth interviews to the eight women as informants, and focus group discussions of six women who had an abortion.

The output of study showed that the informant who had KTD insist in terminating the pregnancy , it is found by the efforts of conducting it without predicting the risk

Knowledge and understanding related to reproductive health, including pregnancy still low, Although not too concerned with the views of poor communities because of abortion, the informants still need support, empathy and understanding and not to blame because it is basically the informant have strong reason. The needs of informant is that the government will review the health constitution related to abortion and support the woman reproduction rights, to provide services or special clinic with trained medical staffs and understanding KTD where woman get a safe service in handling the matter accordingly.

Keyword : Abortion, Unwanted Pregnancy (KTD), Health of Reproduction, Woman Reproduction Rights, Social Support, Policy, Service and Information.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan perempuan, kesehatan perempuan terkait pada semua aspek kehidupan sehari-hari. Organ reproduksi perempuan mempunyai konsekuensi yang siginifikan dalam kesehatan perempuan. Zarfiel (1998), menegaskan dalam tulisannya bahwa kesehatan reproduksi merupakan bagian yang sangat penting dari “kesehatan pada umumnya”, serta bagian inti dari pembangunan sumberdaya manusia untuk mencapai kualitas kehidupan yang tinggi. Kesehatan reproduksi merupakan cerminan dari kesehatan sejak konsepsi dan kehamilan, kesehatan masa kanak-kanak, remaja dan dewasa, peletakan landasan kesehatan pasca masa reproduksi, serta pengaruhnya pada kesehatan generasi mendatang.

Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menandakan bahwa derajat kesehatan reproduksi perempuan belum seperti yang diharapkan. Padahal kesehatan ibu merupakan salah satu wujud hak asasi perempuan. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), di dunia setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilannya.

Selanjutnya WHO (2007), menjelaskan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator kritis status kesehatan para perempuan. Kematian perempuan bukan hanya cerminan suatu peristiwa dalam suatu tahap kehidupan (yakni masa kehamilan, persalinan dan nifas). Karena itu, tingginya angka kematian perempuan di Indonesia


(22)

merupakan suatu indikator status sosial dan kesejahteraan anak perempuan dan perempuan di seluruh negara Indonesia. Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan target penurunan AKI pada tahun 2015 menjadi setengah dari angka saat ini yaitu 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003).

Untung (2007), mengungkapkan kehamilan dan persalinan merupakan salah satu penyebab utama kematian perempuan usia produktif. Berdasarkan data, penyebabnya adalah akibat komplikasi selama kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, dan aborsi tidak aman. Selanjutnya dijelaskan keadaan tersebut terjadi umumnya karena keterlambatan mengetahui adanya komplikasi dan terlambat memperoleh penanganan.

Berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi perempuan, beberapa pendapat ahli memperkuat bahwa kehamilan yang tidak diinginkan berdampak pada adanya permintaan untuk mengakhiri kehamilan. Pelayanan yang tidak tersedia membuat perempuan melakukan aborsi yang tidak aman dan ini memberi andil atas tingginya angka kematian ibu.

Kehamilan tidak diinginkan (KTD) bukanlah fenomena baru yang sering diperbincangkan di dunia ini, jika kita simak lebih jauh sebenarnya KTD bisa menimpa siapa saja. Pada saat ini tampaknya KTD tidak dapat dipandang sebagai masalah (kasus) individu saja, tetapi lebih tepat dipandang sebagai masalah sosial karena jumlahnya yang semakin besar. PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) melakukan penelitian pada tahun 2005 menyebutkan bahwa masalah


(23)

aborsi merupakan “The hidden epidemic. Lebih ditegaskan oleh Zarfiel, dkk (1998), suka tidak suka kita harus berani mengakui bahwa masalah ini nyata ada di depan mata. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh perempuan merupakan perilaku yang berbahaya, karena mereka pada umumnya sudah melakukan inisiatif sendiri untuk mengatasinya seperti minum jamu terlambat bulan/jamu peluntur, minum ramuan yang diyakini mampu membuat haid, minum obat-obatan dan sebagainya, jika tidak berhasil mereka pergi ke dukun atau tenaga medis.

Tahun 2000, WHO menguraikan dua pertiga dari 75 juta perempuan yang mengalami KTD akan berakhir dengan aborsi disengaja, 20 juta diantaranya dilakukan secara tidak aman dan sebagian besar aborsi tidak aman (95%) terjadi di negara berkembang dimana akses pelayanan KB terbatas.

Menurut Sudraji (1995), akibat aborsi tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan), kesakitan/kecacatan bahkan kematian. Menurut Azwar (2005), presentasi kontribusi aborsi terhadap AKI di Indonesia bisa mencapai 30-50%. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, memperkirakan 12% kehamilan akan berakhir dengan aborsi (Pradono, Julianty, 2001), kemudian PKBI (2004), mengungkapkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menduduki tempat tertinggi diantara negara-negara ASEAN yakni bisa mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih. Angka tersebut menjadi lebih besar, karena lebih banyak lagi data perempuan yang meninggal akibat aborsi tidak aman yang tidak tercatat dan sulit dikumpulkan.


(24)

Hal ini juga di sampaikan oleh Zarfiel, dkk (1998) bahwa angka kematian akibat aborsi yang tidak aman memang sulit sekali dikumpulkan secara akurat. Data aborsi di Indonesia umumnya dilaporkan sebagai kasus kehamilan, flu, gastritis, tumor. Permasalahan aborsi tidak aman dilaporkan oleh rumah sakit sebagai kasus abortus spontan, atau komplikasi aborsi yang ditangani pihak lain dan kemudian ditangani Rumah Sakit. Sementara di negara-negara yang melegalisir aborsi, angka aborsi diperoleh dari rumah sakit atau klinik yang ditunjuk untuk menangani masalah kehamilan yang tidak diinginkan. Sebagai perbandingan, di Singapura 6, Malaysia 39, Thailand 44, Filipina 170 /100.000 kelahiran hidup.

Studi berdasarkan SKRT 1998-2001 menemukan rasio aborsi 10.4 per 100 kehamilan yang paling banyak terjadi dan ikut berperan pada 36.3% aborsi. Komplikasi kehamilan, jumlah kehamilan, pemeriksaan dan antenatal berkaitan dengan kejadian aborsi (Setyowati, Balitbangkes, 2004).

Demikian juga menurut Hul dan Ninuk (1993), diperkirakan jumlah aborsi setiap tahun berkisar antara 750.000 – 100.000 atau 18 aborsi per 100 kehamilan. Sedangkan Utomo, dkk (2001) memperkirakan insiden aborsi pertahun sebesar 2.000.000 atau 43 aborsi per 100 kehamilan. Data yang dikumpulkan dari sembilan daerah di Indonesia sejak tahun 2000-2003, menunjukkan adanya 37.685 permintaan pelayanan pemulihan haid, terdapat 73% klien meminta pelayanan pemulihan haid karena kegagalan KB 31%, selain telah memiliki cukup anak 21% (PKBI, 2004).

Kehamilan, direncanakan atau tidak bukanlah hanya merupakan suatu peristiwa biologis, tetapi juga merupakan suatu peristiwa psikologis dan sosial,


(25)

sehingga merupakan pengalaman yang menyangkut diri seorang perempuan secara menyeluruh. Pada kenyataannya tidak semua kehamilan yang terjadi merupakan sesuatu yang direncanakan atau diinginkan. Perempuan pada kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dihadapkan pada pilihan yang sulit dan tidak jarang berakhir dengan menghentikan kehamilan atau aborsi. Dua pertiga (50 juta) dari 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan di dunia akan berakhir dengan aborsi disengaja; 20 juta dilakukan secara tidak aman (PKBI, 2004)

Ada beberapa alasan perempuan untuk melakukan penghentian kehamilan antara lain; alasan kesehatan, telah memiliki jumlah anak cukup, kurang pengetahuan tentang kontrasepsi, akibat perkosaan, takut janin cacat, usia muda, pasangan tidak bertanggungjawab atau alasan ekonomi.

Penelitian PKBI (2000-2003), menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami kehamilan, 51,4% perempuan yang mendatangi klinik sudah melakukan tindakan sendiri untuk menghentikan kehamilannya. Berbagai cara dilakukan untuk mengakhiri kehamilannya yang menunjukkan bahwa klien telah menempuh cara aborsi tidak aman (unsafe aborsion Track). Antara lain mendapat pelayanan dokter/bidan yang memberikan obat atau tindakan yang dianggap bisa menghentikan kehamilan (8,9%), minum obat (21%), minum jamu tradisional/minum ramuan/obat-obatan (13.3%) dan sisanya menggunakan cara lain (7.3%), sedangkan klien yang datang ke dukun (0.4%).

Upaya-upaya di atas menggambarkan adanya perilaku beresiko yang dilakukan perempuan dalam menangani KTD, hal ini dipengaruhi oleh adanya


(26)

kebutuhan namun tidak mendapatkan pelayanan yang aman, disamping itu dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan pemahaman yang rendah. Seperti yang dituliskan oleh Saparinah (1988), bahwa KTD dapat terjadi karena sikap tidak mengerti atau tidak memahami (ignorance) bagaimana kehamilan bisa terjadi sampai secara sadar perempuan menikah tidak menggunakan kontrasepsi, padahal mereka tidak menginginkan kehamilan, sedangkan menggunakan kontrasepsi-pun kehamilan bisa terjadi apalagi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Selanjutnya Saparinah menjelaskan ada kaitan dengan data sebelumnya bahwa orang yang sudah berhasil sekali ketika melakukan aborsi cenderung akan mengulang kembali perilaku tersebut.

Perempuan yang mengalami masalah kehamilan yang tidak diinginkan melakukan tindakan-tindakan yang beresiko dan berada dalam unsafe abortion tract” aborsi yang tidak aman karena beberapa hal.

Pengetahuan dan pemahaman perempuan tentang kehamilan tergolong rendah, diantaranya; bagaimana proses kehamilan terjadi, tanda-tanda kehamilan dan terlambat menyadari kalau dirinya sudah hamil, padahal ia tidak merencanakan untuk hamil. Hasil penelitian PKBI 2000-2003, menguraikan pendidikan bagi perempuan perlu diberikan agar mereka dapat segera mengambil keputusan yang tepat bila mengalami KTD, dan tidak mengambil tindakan sendiri yang justru membahayakan diri.

Tidak adanya dukungan membuat perempuan harus mengatasi masalah sendiri, seperti yang diuraikan oleh Kartono, dkk (2007) perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mengalami masalah yang sulit, ia membutuhkan


(27)

dukungan baik dari keluarga maupun dari masyarakat untuk membantunya mengatasi masalah tersebut. Namun perempuan yang ingin menghentikan kehamilannya justru dijauhkan dari dukungan sosial. Sehingga pada akhirnya perempuan yang sudah pada tahap putus asa atau “desperate” akan mencari jalan keluar sendiri dengan cara yang tidak aman.

Undang-Undang kesehatan di Indonesia pasal 15 (ayat) UU No. 23/1992 melarang aborsi tanpa alasan medis. Hal ini membuat masalah aborsi menjadi lebih sensitif, karenanya banyak perempuan yang mengalaminya tidak mau mendiskusikannya pada orang lain secara terbuka, sehingga aborsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Faktanya pada penelitian PKBI (2004) permintaan perempuan terhadap pelayanan aborsi aman cukup tinggi. Karena tidak jelasnya perlindungan hukum dan akses pelayanan yang aman untuk mengatasi masalah KTD membuat perempuan menderita komplikasi aborsi yang tidak aman dan takut mencari pertolongan medis. Akibatnya tidak pernah diperhitungkan penderitaan, morbiditas dan kematian perempuan karena aborsi tidak aman. Sementara perempuan yang sudah memutuskan untuk menghentikan kehamilan akan melakukan upaya apa saja walaupun harus mempertaruhkan nyawanya.

Jika mengacu kepada hak-hak kesehatan reproduksi perempuan, pemerintah wajib menyediakan sistim pelayanan kesehatan termasuk dalam menangani masalah KTD dan kontrasepsi yang aman, murah, terjangkau dan dapat diterima oleh perempuan. Sesuai dengan kesepakatan negara-negara pada saat pertemuan di Kairo,


(28)

untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan semangat hidup perempuan yang mengalami persoalan dengan kesehatan reproduksinya.

Kesepakatan International Congres Population Development (ICPD) di Kairo pada tahun 1994 “... Dan untuk memiliki informasi dan cara-cara untuk melakukannya, dan hak untuk meraih standar tertinggi atas kesehatan seksual dan

reproduksi, termasuk segala hak untuk memutuskan hal-hal yang bersangkut paut

dengan reproduksi, bebas dari diskriminasi dan kekerasan.”

WHO (2007), menguraikan bahwa upaya menurunkan kematian maternal tidak akan berhasil jika masalah aborsi tidak aman yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terus diabaikan. Angka 11% kematian ibu akibat aborsi yang tidak aman tidak akan turun bahwan bisa semakin tinggi

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa tingginya angka kematian perempuan disebabkan oleh aborsi yang tidak aman, akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ; pengetahuan dan pemahaman yang rendah tentang kehamilan menyebabkan perempuan lambat menyadari kehamilannya, rendahnya dukungan sosial terhadap perempuan yang ingin menghentikan kehamilan, terkait juga dengan undang-undang aborsi yang tidak berpihak pada hak-hak reproduksi perempuan.


(29)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

Mengetahui penanganan masalah aborsi yang tidak aman dari perspektif perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Bentuk-bentuk dukungan yang diinginkan baik dukungan sosial maupun terhadap pemenuhan hak reproduksi perempuan terhadap keputusan untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan secara aman

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pemerintah

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dan peraturan terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan dengan melihat fenomena aborsi yang tidak aman, dengan pertimbangan adanya kebutuhan perempuan untuk mendapatkan pelayanan yang aman dalam penanganan masalah kehamilan yang tidak diinginkan.

1.4.2. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk mengembangkan program-program promosi kesehatan, mengembangkan media komunikasi kesehatan yang strategis dalam penanganan perilaku masyarakat yang beresiko, terkait dengan unsafe abortion.


(30)

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dan mahasiswa untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai permasalahan aborsi tidak aman pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai program-program promosi kesehatan yang strategis untuk mengurangi perilaku bersiko akibat kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Reproduksi Perempuan 2.1.1. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization) 2007, adalah keadaan kesehatan fisik, mental, sosial yang lengkap, bukan hanya ketiadaan penyakit atau cacat dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi serta fungsi dan prosesnya.

Pengertian kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD (International Conferensi Population Development) di Kairo tahun 1994 adalah keadaan fisik, mental, kelaikan sosial secara menyeluruh, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistim reproduksi berikut fungsi-fungsi dan proses-prosesnya. Ditekankan bahwa manusia punya kemampuan untuk bereproduksi dan punya kebebasan untuk menentukan jika, kapan dan seberapa sering melakukannya. Kesehatan reproduksi sebagai bagian dari kesehatan secara umum, pengetahuan mengenai kesehatan yang mencakup organ dan proses reproduksi sebenarnya bukan hal yang baru tetapi kesadaran bahwa ia adalah satu disiplin tersendiri baru dimunculkan pada awal tahun 2007. Sejak itu konsep kesehatan reproduksi semakin meluas, tidak hanya sebatas pada dampak kontrasepsi tetapi juga faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh pada fungsi dan proses reproduksi manusia, dengan menggabungkan segala ilmu tentang berbagai hal yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan organ reproduksi semua itu saling terkait. (Kartono, 2007).


(32)

Masalah kesehatan reproduksi dapat digolongkan sesuai dengan tahap siklus kehidupan yaitu : 1). Perkembangan seksual selama masa kanak-kanak dan remaja, 2) Kehamilan remaja dan kehamilan yang tidak dikehendaki, 3). Aborsi, 4) Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, 5) Penggunaan kontrasepsi, 6). Pemberian ASI, 7). Infeksi saluran reproduksi, 8) Infertilitas, 9) pra dan pasca menopause, 10). Kanker organ reproduksi dan 11). Gaya hidup perorangan, termasuk perilaku seksual yang menyimpang (Kartono, 2007).

Berdasarkan defenisi WHO (2003), lingkup kesehatan reproduksi mencakup : a. Safe motherhood dan perawatan neonatal.

b. Keluarga Berencana

c. Pencegahan dan manajemen PMS (Penyakit MEnular Seksual), HIV/AIDS d. Kesehatan reproduksi remaja

e. Pencegahan dan manajemen abortus f. Pencegahan dan manajemen infertilitas

g. Penanganan AKB (Angka Kematian bayi) dan AKAB (Angka Kematian Anak Balita) dan perawatan kesehatan anak.

h. Kesehatan wanita dalam pembangunan

i. Program-program pendukung kesehatan reproduksi.

Keberhasilan pelaksanaan program kesehatan reproduksi perlu memperhatikan dan diusahakan adanya keterkaitan erat antara kesehatan reproduksi dan hak reproduksi hal ini diperkuat oleh WHO pada tahun 1995 telah menetapkan strategi global kesehatan reproduksi yang merekomendasikan semua Negara


(33)

anggotanya melakukan program kesehatan reproduksi dalam konteks Primary Health Care dengan menerapkan hal ini diharapkan akan tercapai hak kesehatan reproduksi untuk semua orang.

2.1.2. Hak-Hak Kesehatan Reproduksi

Undang-Undang Kesehatan menjelaskan bahwa Kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia, hal ini sudah dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia khususnya pasal 25 yang berbunyi :

Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

Hal ini diperkuat lagi dalam konstitusi WHO :

Setiap negara di dunia saat ini adalah anggota yang terlibat dengan paling tidak satu perjanjian mengenai masalah hak-hak yang berhubungan dengan kesehatan, dan juga termasuk hak-hak lain yang berhubungan dengan kondisi-kondisi yang penting bagi kesehatan.

Pengertian di atas menyimpulkan kepada kita bahwa apa yang dimaksud dengan hak reproduksi perempuan adalah hak yang dimiliki perempuan karena memiliki fungsi reproduksi yang diberikan Tuhan, sehingga harus dijamin pemenuhan hak-haknya. Penjabaran isu hak reproduksi perempuan merupakan agenda yang harus mendapat perhatian khususnya bagi bangsa Indonesia, karena


(34)

persoalan tersebut menjadi bagian dari agenda masyarakat internasional dalam rangka memperjuangkan hak-hak dan martabat manusia.

Nasaruddin (dalam Maria, 2006) menguraikan secara detil sejarah berkembangnya isu hak reproduksi yang sudah menjadi etika global yang dibicarakan masyarakat dunia dan menjadi salah satu agenda yang diperjuangkan, ini dapat dilihat dari Konferensi Perempuan Sedunia I di Meksiko City pada tahun 1970, yang melahirkan poin penting mengajak perempuan berpartisipasi dalam dunia pembangunan. Berikutnya Konferensi Perempuan III di Nairobi tahun 1995, begitu pula dalan Konferensi Kependudukan di Kairo 1994 yang disepakati suatu “plan of action” yang mencakup masalah hak-hak reproduksi dan keluarga berencana.

Selanjutnya Kartono (2007), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya membahas defenisinya saja tetapi sekaligus juga menyinggung hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif, terjangkau. Selanjutnya di jelaskan bahwa hak reproduksi mengikut sertakan hak-hak berdasarkan pada kesadaran terhadap hak dasar semua pasangan dan individu untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan reproduksinya.

Kesepakatan ICPD di Kairo pada tahun 1994 menguraikan dengan jelas bahwa hak atas kesehatan reproduksi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia. Meskipun belum meratifikasi dan menjadikannya undang-undang, Indonesia ikut aktif merumuskan dan menandatangi kesepakatan Kairo tersebut. Adapun hak-hak kesehatan reproduksi yang dihasilkan dari konferensi di Kairo adalah :


(35)

a. Hak untuk menentukan jumlah anak

b. Hak atas kesehatan seksual – hak untuk mendapatkan standar tertinggi untuk kesehatan seksual dan reproduksi.

c. Hak untuk memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi

d. Aborsi – seluruh pemerintahan dan organisasi lintas departemen dan LSM didorong untuk memperkuat komitmen pada kesehatan perempuan, untuk menyikapi dampak kesehatan atas aborsi yang tidak aman sebagai masalah kesehatan publik.

2.2. Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)

2.2.1 Pengertian Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)

Kehamilan biasanya didambakan oleh pasangan suami istri, karena dengan kehamilan akan hadir anggota keluarga baru yang sangat dicintai. Tetapi kadangkala kehamilan bisa mendatangkan kecemasan bagi perempuan. Jumlah perempuan yang mengalami KTD di Indonesia diperkirakan sebanyak 1 juta orang setiap tahun dan KTD dapat menimpa pasangan yang sudah menikah atau belum (Adrianus, 2004)

Selanjutnya dijelaskan pengertian dari KTD adalah suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya kehamilan yang merupakan akibat dari suatu perilaku seksual baik secara sengaja maupun tidak sengaja. KTD dapat menimpa siapa saja baik yang sudah menikah maupun belum menikah, remaja, pasangan muda ataupun ibu-ibu tengah baya, golongan atas atau bawah dari agama apapun.


(36)

PKBI (2004), menjelaskan kehamilan tidak diinginkan (KTD) dialami banyak perempuan, misalnya saja satu alasannya adalah kegagalan KB, tapi juga ada alasan lain seperti masih adanya kelompok unmet need, yaitu mereka yang tidak pernah memakai kontrasepsi atau sedang menggunakan kontrasepsi padahal mereka termasuk aktif secara seksual.

2.2.2. Penyebab Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)

Adrianus (2004), menguraikan banyak faktor yang menyebabkan KTD antara lain :

1. Hamil sebelum menikah.

2. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan. Misalnya masih banyak perempuan yang beranggapan selesai melakukan hubungan seksual kemudian loncat-loncat agar tidak hamil. 3. Kehamilan akibat pemerkosaan.

4. Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengijinkan.

5. Kehamilan pada saat yang belum diharapkan, keadaan ini sering terjadi pada perempuan yang masih dalam proses pendidikan/sekolah, bekerja dan karena alasan ekonomi.

6. Bayi dalam kandungan cacat berat.

7. Gagal dalam menggunakan alat kontrasepsi.


(37)

2.3 Aborsi Aman dan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion)

Aborsi merupakan bagian yang paling kontroversial dari masalah kesehatan reproduksi. Banyak orang yang melihat aborsi hanya dari segi moralitas dan politik dan hanya sedikit yang melihat bahwa aborsi merupakan masalah kesehatan. Khususnya kesehatan perempuan karena dalam praktek aborsi ada masalah kesakitan dan kematian perempuan yang menyumbang 11,3% angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.

Kartono (2007), menjelaskan di banyak negara yang tidak mengakui bahwa aborsi adalah masalah kesehatan, kejadian aborsi yang tidak aman sangat tinggi dengan masalah komplikasinya baik fisik maupun mental. Secara fisik aborsi yang dilakukan secara tidak aman mengakibatkan rahim bisa cacat, robek sehingga harus diangkat, infeksi, perdarahan serta kematian. Ketika komplikasi ini terjadi barulah orang melihat sebagai sektor kesehatan, namun seringkali pada saat itu pertolongan medis yang diberikan sudah terlambat.

PKBI (2004), menuliskan bahwa secara mental perempuan nekat memilih jalan aborsi meskipun tidak aman, sedang mengalami kebingungan, rasa percaya dirinya menurun, dan desparate atau putus asa. Tidak tahu lagi harus kemana berkonsultasi setelah ia mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Disamping itu jika ia melakukan aborsi, akan timbul ketakutan akibat-akibat yang terjadi yang terasa mengerikan baginya. Keadaan ini menunjukan bahwa sedang mengalami gangguan kesehatan mental. Aborsi yang tidak aman ikut menambah angka kematian ibu.


(38)

Hasil penelitian PKBI (2004), dan data hasil survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukan bahwa perempuan yang melakukan aborsi lebih banyak berstatus kawin. Mereka melakukan aborsi karena tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pada tahun 2001 tercatat ada 14,6% perempuan yang kebutuhan KB nya tidak terpenuhi. Penyebab masih tingginya angka ini karena kualitas informasi dan pelayanan KB masih rendah serta masih kurangnya pelayanan KB pasca persalinan. Tingginya unmet need dapat berakibat pada tingginya angka KTD dan berimplikasi pada aborsi tidak aman.

Selanjutnya PKBI menjelaskan ada beberapa alasan perempuan menghentikan kehamilan antara lain : alasan kesehatan, telah memiliki jumlah anak cukup, akibat pemerkosaan, takut janin cacat, usia muda, belum siap menikah, pasangan tidak tanggung jawab atau alasan ekonomi. Dua pertiga dari 75 juta perempuan yang mengalami KTD akan berakhir dengan aborsi disengaja, 20 juta diantaranya dilakukan secara tidak aman dan sebagian besar aborsi tidak aman (95%) terjadi di negara berkembang dimana akses pelayanan KB terbatas.

2.3.1. Pengertian Aborsi

Pada berbagai buku teks kedokteran, aborsi didefinisikan sebagai lahirnya embrio atau fetus sebelum dia mampu hidup (viable) diluar kandungan. Hanya fetus dengan berat badan diatas 500 gram yang akan mampu bertahan hidup di luar kandungan. Fetus dengan berat badan 500 gram tersebut berada dalam tahap


(39)

perkembangan kurang dari 20 minggu, fetus dengan berat badan 500 gram panjangnya CRL kurang dari 25 cm. Mengingat usia embrio maksimal hanyalah 8 minggu, maka tahap perkembangan embrio manapun tidak akan mungkin bagi embrio untuk bisa hidup diluar kandungan (Jurnalis 2007).

Untung (2007), memberikan pengertian bahwa aborsi adalah terminasi (berakhirnya) proses kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu (di hitung dari hari pertama menstruasi berakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram, dilakukan oleh oarang yang tidak terlatih/kompeten sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Pengertian aborsi menurut Sudraji (1985), adalah suatu tindakan untuk mencegah terjadinya implantasi (kalau dilakukan sebelum inplantansi), atau mencegah pertumbuhan hasil konsepsi yang sudah berimplantansi. Bekti (2005) memberikan definisi aborsi adalah cara mencegah kelahiran, yaitu mengugurkan embrio yang tidak dikehendaki. Sedangkan menurut Kusmaryanto (2002), aborsi adalah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup diluar kandungan (viability).

Selanjutnya untung (2007) menguraikan ada beberapa macam abortus : A. Berdasarkan kejadiannya :

1. Abortus spontan : adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sekitar 15-20% dari kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan sekitar 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan trimester awal.


(40)

2. Abortus buatan/provokatus ; adalah abortus yang terjadi akibat intervensi yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi atau abortus provocatus ada dua macam, yaitu : a). Abortus Provocatus Medisinalis (berdasarkan indikasi medis), b) Abortus Provokatus Kriminalis (tanpa indikasi medis/kriminal)

B. Berdasarkan Komplikasinya

1. Abortus dengan perdarahan banyak karena tidak bersih atau robekan rahim akibat tindakan intervensi

2. Abortus infeksiosa, adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritionitis.

C. Berdasarkan Pelaksanaannya

l. Abortus aman (safe abortion), upaya untuk terminasi kehamilan muda. Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan oleh petugas medis yang mempunyai cukup keahlian, dilakukan dengan peralatan dan prosedur standar yang aman sehingga tidak membahayakan keselamatan jiwa pasien. 2. Abortus tidak aman (unsafe abortion), upaya terminasi kehamilan muda.

Pelaksanaan tindakan tersebut tidak dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai cukup keahlian, tidak memiliki peralatan dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.


(41)

2.3.2. Aborsi Aman

Aborsi adalah fakta yang menjadi problem serius di masyarakat, isu yang kontroversial khususnya dikaitkan dengan nilai-nilai moral, demikian juga dengan sikap Undang-Undang yang memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana. Hal ini di sebabkan karena aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan di luar nikah, padahal faktanya tidak selalu demikian.

Nasruddin (dalam Maria, 2006) mengatakan, besarnya angka dan jumlah angka kematian ibu (AKI) pada setiap tahunnya bisa jadi disebabkan karena tidak adanya aturan mengenai palayanan aborsi yang aman, sehingga angka tersebut bukannya berkurang, tetapi justru memberikan peluang yang besar terjadinya praktik aborsi diam-diam tanpa pedoman, prosedur dan standar kesehatan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan bagi kita, padahal Indonesia sendiri sudah menandatangani kesepakatan Kairo 1994 tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi yang salah satunya adalah mengeliminir aborsi ilegal dan tidak aman.

Nasruddin menguraikan lebih lanjut, ada lima persoalan mendasar yang menjadi perdebatan sekitar masalah aborsi. 1) Apa yang dimaksud dengan aborsi; 2) Kapan manusia mulai dianggap hidup, apakah semenjak masa konsepsi (pembuahan) atau ketika benih janin itu sudah berumur tertentu; 3) Apakah semua jenis aborsi dilarang secara mutlak atau ada faktor-faktor pembenaran tertentu; 4) Apakah akibat hukum baik hukum agama maupun hukum positif terhadap pelaku aborsi dan 5) Bagaimana upaya mencegah meluasnya aborsi dalam masyarakat.


(42)

Pelayanan aborsi yang aman dapat diberikan persyaratan antara lain; 1) Dilakukan secara profesional oleh para ahli yang tergabung dalam tim, 2) Dengan persejuan perempuan yang bersangkutan, 3) Dilakukan konseling pra dan pasca tindakan, 4) Dilakukan secara komersil. Indikasi yang menjadi dasar dibolehkannya pelayanan aborsi tidak hanya disebabkan alasan medis (sebagaimana diatur dalam UU No.23/1992), tetapi juga alasan psiko-sosial perempuan yang mengalami KTD, (PKBI, 2004).

George seorang ahli Antropolog (dalam PKBI 2004), menyatakan permintaan pelayanan aborsi yang aman oleh perempuan sudah menjadi fenomena yang universal, alasan permintaan tersebut karena perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat mencari jalan keluar kesehatan yang aman. Kemungkinan perempuan akan dihadapkan pada masalah kehamilan yang tidak diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu sewajarnya jika perempuan mengajukan permintaan pelayanan aborsi yang aman.

2.3.3. Aborsi tidak aman (Unsafe Abortion)

WHO (1998), aborsi tidak aman merupakan salah satu masalah pelayanan atau oleh kesehatan yang terabaikan di negara berkembang. Bekti (2005) dan PKBI (2004), menguraikan aborsi tidak aman sebagai terminasi (penghentian) kehamilan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau ditempat yang tidak memenuhi standar minimal medis atau keduanya, apabila dilakukan lebih dari 12 minggu. Jurnalis (2007), memberikan pengertian bahwa aborsi tidak aman dilakukan oleh


(43)

bukan dokter atau oleh tenaga terlatih untuk itu, dilakukan ditempat yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dilakukan dengan cara yang tidak dikenal di dunia kedokteran.

Penelitian PKBI (2004), mendapatkan gambaran karena aborsi yang tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan), kesakitan dan kecacatan. Sesungguhnya disetiap wilayah, masyarakat mengembangkan cara-cara pengguguran kandungan sesuai nilai budaya lokal masing-masing yang ada pada dasarnya jauh dari aman dan memadai.

Karena tidak ada pelayanan aborsi yang aman, perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan melakukan aborsi secara tidak aman (unsafe abortion). Dari aspek medis, praktek aborsi tidak aman beresiko sangat tinggi terhadap kematian ibu karena tidak dilakukan oleh ahli yang kompeten serta tidak dikerjakan dengan peralatan medis yang layak (Untung, 2007). Dijelaskan lebih lanjut praktik aborsi tidak aman sebenarnya juga melanggar tiga hal, yaitu : Pertama, melanggar kode etik profesi medik; Kedua, tidak sesuai dengan prosedur medik; Ketiga, melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.

2.4. Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) 2.4.1. Aspek Layanan dan Kebijakan

Dorotthy Shaw, Presiden FIGO (Internatonal Federation of Gynecology and Obstetrics) berbicara pada forum WHO pada tahun 2006, bahwa bukti pencegahan, kesakitan dan kematian akibat masalah kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual


(44)

sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemenuhan hak reproduksi merupakan bagian integral dari hak dasar manusia, dan kebijakan serta undang-undang akan mengurangi angka kematian akibat aborsi (Colin,2007)

Tulisan Saparinah dalam jurnal perempuan (2007), menguraikan belum terpenuhinya hak kesehatan reproduksi di Indonesia dapat dilihat dari tingginya angka kematian ibu (AKI) dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Lebih dari 30 tahun yang lalu terdapat kesepakatan nasional untuk menurunkan AKI secara komprehensif dimulai dari kebijakan tentang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), sampai dengan MPS (Make Pregnancy Safer). Namun sampai sekarang AKI masih tetap tinggi di atas 307/100.000 kelahiran hidup. Padahal dalam memenuhi kesepakatan MDGs Indonesia diharapkan dapat menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup di tahun 2015.

Selanjutnya Saparinah menuliskan bahwa memenuhi hak kesehatan reproduksi perempuan adalah mutlak, namun kenyataannya hingga sekarang undang-undang kesehatan tidak memuat pasal–pasal yang dirumuskan khusus untuk melindungi hak-hak kesehatan reproduksi perempuan serta tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah mengenai pelayanan kesehatan yang berkualitas.

YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) tahun 2005, dalam kegiatan advokasi tentang kesehatan reproduksi perempuan menjelaskan bahwa di UU No.23/92 tentang kesehatan tidak ada pasal yang secara khusus melindungi hak reproduksi perempuan. Padahal Indonesia salah satu negara yang menyetujui, mendukung dan menandatangani naskah yang disebut sebagai Platform of Action (POA) yaitu naskah


(45)

yang dihasilkan pada ICPD Kairo 1994 adalah bahwa negara bersangkutan menyetujui prinsip-prinsip yang dimuat dalam POA dan bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang disepakati dalam POA tersebut. Salah satu prinsip yang telah disetujui bersama adalah untuk melindungi hak reproduksi perempuan.

Menurut Adrina (1998), pandangan pro dan kontra, senantiasa mewarnai perbincangan tentang aborsi. Disatu sisi, ada anggapan janin memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi, sementara disisi lain, muncul pandangan yang menekankan hak perempuan hamil untuk meneruskan atau menghentikan kandungannya. Karenanya tidaklah berlebihan jika aborsi dikatakan sebagai suatu masalah yang cukup serius. Sayangnya data tentang masalah ini sangat terbatas di Indonesia.

Adrina (1998), menjelaskan lebih lanjut berdasarkan penjelasan pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992, yang menyatakan bahwa peluang untuk melakukan aborsi tetap terbuka. Tapi itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan ibu hamil. Untuk menjawab kebutuhan ini disediakan pelayanan aborsi yang aman dengan karakteristik hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli (dokter kandungan) dan berdasarkan pada pertimbangan tim ahli lainnya yang terdiri dari medis, agama, hukum, psikologi dan harus tersedia sarana kesehatan serta peralatan yang diperlukan dan ditunjuk oleh pemerintah.

Tulisan Saparinah (2007), yang menjelaskan bahwa perjuangan hak-hak reproduksi untuk mendapatkan pelayanan kemudian mendorong aliansi organisasi perempuan termasuk didalamnya YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) kemudian


(46)

menyusun dan mengusulkan amandemen Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang diajukan ke DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) :

Pasal...

(1). Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang terkait dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. (2). Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

a. Saat sebelum hamil, semasa hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan. b. Pengaturan kehamilan dan

c. Kesehatan sistem organ reproduksi.

(3). Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pendekatan upaya kesehatan ibu, kesehatan anak, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual termasuk HIV-AIDS serta kesehatan reproduksi lanjut usia.

Pasal...

Setiap orang berhak :

a. Menjalankan kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan dari luar yang dan/atau kekerasan dari siapapun.

b. Menentukan kehidupan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan/ atau kekerasan, yang sesuai nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia.


(47)

c. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan serta kesetaraan antar pasangan.

d. Memperoleh informasi, edukasi, konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi. Pasal...

Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.

Pasal...

(1). Setiap pelayan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/ atau rehabilitative, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas pada fungsi reproduksi perempuan dan laki-laki.

(2). Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Berkaitan dengan aborsi pasal yang di amandemen adalah; Pasal...

Setiap orang dilarang melakukan aborsi,

(1). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan a. Indikasi medis yang terbukti secara klinis mengancam nyawa ibu dan/ atau

janin yang menderita penyakit genetic berat dan/ atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut diluar kandungan,


(48)

dan harus mendapatkan izin dari ibu dan ayah janin setelah diberikan penjelasan lengkap.

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan yang direkomendasikan oleh ahli psikologi penilai. (2). Tindakan aborsi yang akan dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat(2),

hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang serta ditetapkan oleh panel ahli/tokoh agama penilai setempat yang diangkat oleh menteri.

(3). Ketentuan lebih lanjut tentang indikasi medis dan/ psikososial, sarana dan prasarana kompetensi dan kebebasan memilih sumber daya ahli penilai, keterjangkauan pembiayaan dan pemerataan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat(3) diatur dengan peraturan menteri.

Pasal ....

(1) Pemerintah wajib melindungi perempuan dan mencegah dari praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab.

(2) Praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan :

a. Dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan atau diskriminatif


(49)

c. Tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku; d. Di fasilitas kesehatan yang tidak berijin/memenuhi syarat; atau

e. Menerapkan imbalan materi yang di luar jangkauan perempuan yang melakukannya.

Pada saat pembahasan perubahan di atas dengan pemerintah, Presiden telah menunjuk Menteri Kesehatan RI sebagai wakil pemerintah untuk mensahkan masuknya pasal-pasal yang diajukan mengisyaratkan paling sedikit dua hal yaitu : • Pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan secara legal

menjadi tanggungjawab pemerintah;

• Memenuhi kesehatan reproduksi perempuan bukan pilihan tetapi keharusan dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat dan derajat bangsa.

Adrina (1998), mengatakan, jika dilihat lebih lanjut berkaitan dengan pasal 15 UU Kesehatan No23/92 ada dua hal penting yang dapat di catat; Pertama, jenis pelayanan aborsi yang disebut aman adalah yang legal dan dilaksanakan menurut sistim pengobatan barat; Kedua, pembatasan pada masalah menyelamatkan ibu dan/atau bayinya yang mengartikan bahwa pelayanan tersebut hanya tersedia bagi kelompok tertentu saja, yakni mereka yang sudah menikah serta terancam jiwanya. Lebih lanjut diuraikan, bahwa memperoleh pelayanan aborsi yang aman tidak dapat disangkal lagi karena merupakan salah satu hak reproduksi perempuan. Tanpa pelayanan yang aman perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan melakukan aborsi tidak aman akan terancam jiwanya.


(50)

Maria (2006), mengatakan gagasan untuk mengamandemen Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992, dengan memasukkan pasal tentang layanan kesehatan yang dapat memenuhi hak reproduksi perempuan, sebagai kajian untuk dibahas bersama anggota Legislatif adalah upaya mencari solusi dalam menghadapi dilema aborsi yang dihadapi perempuan dengan pertimbangan :

• Hingga sekarang, perempuan dalam menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan akan selalu mencari cara untuk menggugurkannya. Seringkali berakhir dengan menjadi korban dari prosedur aborsi yang tidak aman dengan akibat fatal; yaitu kematian atau cacat seumur hidup;

• Kemajuan teknologi kedokteran bisa memberi pelayanan yang mencegah aborsi tidak aman;

• Diperlukan UU kesehatan yang memberi perlindungan yang jelas bagi para pemberi pelayanan (dokter, bidan, petugas kesehatan tertentu) maupun perempuan yang mencari layanan aborsi;

• Aturan legal, medis dan psikologis, harus menentukan persyaratan-persyaratan ketat tentang aborsi.

Yang perlu disadari juga adalah bahwa kontroversi tentang aborsi telah menyumbang pada menetapnya angka kematian ibu di Indonesia. Kontribusi aborsi tidak aman pada angka kematian maternal yang menurut data yang ada berkisar antara ll%-50%, menyimpulkan bahwa aborsi dan kehamilan tidak diinginkan yang dialami perempuan di Indonesia adalah masalah kesehatan yang serius; Pertama: karena berkontribusi pada angka kematian ibu (AKI); Kedua : aborsi tidak aman


(51)

sebagai masalah kesehatan perempuan usia reproduksi hingga kini belum ada program dan kebijakan untuk membuat kehamilan setiap perempuan aman (Maria, 2006).

WHO (2007) menegaskan bahwa resiko kesakitan dan kematian akibat aborsi tidak aman tergantung pada layanan dan kehalian petugas yang melaksanakan.

2.4.2. Aspek Dukungan Sosial

Ninuk dalam Jurnal Perempuan (2007), menuliskan saat membicarakan perihal hak dan layanan kesehatan reproduksi tidak ada kata yang begitu membangkitkan emosi, selain ABORSI, baik untuk kelompok yang ekstrem membela kepentingan embrio atau fetus dalam rahim perempuan sehingga kepentingan dan hak hidup perempuan itu sendiri terabaikan, maupun untuk kelompok yang lebih membela kepentingan perempuan daripada kepentingan calon anak.

Selanjutnya Ninuk menjelaskan bahwa memutuskan untuk melakukan aborsi adalah hal yang tidak mudah bagi seorang perempuan, karena ia sadar sedang melakukan sesuatu yang tidak disenangi agama dan lingkungannya. la juga sadar akan mengalami kesakitan fisik luar biasa. Mungkin ia bisa mati. Tapi ia sudah terpojok dan menjadi berani menempuh resiko dengan harapan mendapatkan hidup yang lebih baik.


(52)

Pengertian bebas dari rasa takut mencakup juga bebas dari ketakutan akan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan, disinilah keterkaitan antara kehidupan seks yang sehat dengan hak reproduksi. Kehamilan yang tidak diinginkan akan selalu menimbulkan problem kesehatan bagi perempuan, terutama kesehatan mentalnya. Pada saat seperti ini seorang perempuan membutuhkan dukungan baik dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitarnya, (Kartono, 2007)

Selanjutnya Kartono menguraikan bahwa di masyarakat yang makin urban, kedekatan sosial itu semakin merenggang, termasuk keluarga sendiri. hingga seorang perempuan yang sedang mengalami kecemasan akibat kehamilan yang tidak diinginkan ataupun kekerasan seksual itu justru semakin di jauhkan dari dukungan sosial yang ia perlukan. Bagi perempuan yang mengalami "desperate" akan mencari jalan keluar sendiri yang mungkin dianggap tidak sejalan dengan pandangan masyarakat sekitarnya, dan pada saat itu kesehatan reproduksi perempuan sudah terganggu.

Maria (2006), mengatakan aborsi memang tidak identik dengan kesehatan perempuan, tetapi terkait pada kesehatannya secara menyeluruh. Perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mengalami berbagai emosi seperti rasa panik, malu, takut, rasa tidak mau berdosa semuanya bercampur aduk dalam dirinya. Berarti kehamilan yang tidak diinginkan jelas berdampak negative pada kesehatan mental/psikis dan sosiahiya. Pendapat Fathalla (dalam Maria, 2006) adalah seorang ginekolog senior, mengatakan dari studi-studi yang ada


(53)

membuktikan bahwa bila prosedur aborsi dilakukan dengan cara-cara yang aman, maka resiko terhadap kesehatan fisik, mental dan sosial perempuan menjadi lebih rendah atau kecil.

Dalam menghadapi dilema aborsi ternyata sulit sekali bagi perempuan, apapun latar belakang pendidikan dan status sosial ekonominya, meskipun kondisi kehidupan berkeluarga cukup harmonis, untuk menuntut hak reproduksinya dan mendapat dukungan yang ia butuhkan, seperti bantuan dan dukungan dari komunitas medis yang sudah mengenal keadaan dirinya ataupun dukungan emosional dari orang yang paling dekat.

Uraian-uraian di atas menyimpulkan bahwa dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dukungan sosial untuk mengupayakan solusi yang tepat dan komprehensif dalam menangani masalah kesehatan reproduksi perempuan.

2.4.3. Aspek Informasi dan Pengetahuan

Kesehatan secara umum sangat dipengaruhi oleh pendidikan (peran pendidikan, terutama perempuan, mencapai 70% dalam meningkatkan kesehatan rakyat). Oleh karena itu pendidikan bagi perempuan menjadi sangat penting untuk mencapai cita-cita Kairo dan MDGs. Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam hal reproduksi, bagaimana organ dan fungsi reproduksinya akan berkembang, bagaimana ia dapat mengambil pilihan yang sesuai dengan keinginannya, dan dimana serta


(54)

bagaimana ia dapat memperoleh pelayanan kesehatan reproduksinya, (Kartono 2007). Selanjutnya Kartono dalam tulisannya menguraikan dokumen Konferensi di Kairo tentang kewajiban setiap Negara untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi :

" Seluruh Negara dipanggil untuk mengusahakan agar kesehatan reproduksi dapat diakses melalui sistim pelayanan kesehatan primer (menjadi standar), oleh semua individu yang berusia cukup, sesegera mungkin dan tidak lebih dari tahun 2015, (MDGs). Pelayanan tersebut harus mengikut sertakan inter-alia (institusi terkait); konseling perencanaan keluarga, pendidikan, komunikasi dan pelayanan: pendidikan dan pelayanan untuk perawatan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, aborsi, dan segala kondisi kesehatan reproduksi dan informasinya, pendidikan dan konseling atas seksualitas manusia, kesehatan reproduksi dan tanggungjawab setelah menjadi orang tua ".

Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan PKBI tahun 2005 tentang kehamilan yang tidak diinginkan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan tingkat pengetahuan berhubungan dengan perilaku. Karenanya PKBI melakukan penelitian dengan tujuan untuk mendefenisikan pengetahuan KTD, pengetahuan tentang cara pencegahan, dan pengetahuan tentang sejauh mana individu mampu memahami KTD dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk dapat melindungi diri dari KTD.

Tidak ada jalan lain dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku beresiko yang dilakukan perempuan yang mengalami KTD, adalah dengan menggunakan strategi komunikasi yang efetif untuk menyebarkan informasi


(55)

yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas masyarakat agar membuat keputusan yang tepat demi memelihara kesehatan mereka sendiri, (liliweri, 2006).

Penelitian PKBI (2008) mengatakan kebanyakan perilaku yang menyebabkan seseorang menderita penyakit pada umumnnya bersumber dari ketidaktahuan dan kesalahpahaman atas berbagai informasi kesehatan yang mereka akses. Hal yang juga terlihat dari perilaku perempuan yang mengalami KTD untuk menghentikan kehamilannya adalah mengkonsumsi berbagai obat ataupun jamu-jamuan yang diyakini dapat menggugurkan kandungannya. Label "dilarang minum bagi wanita hamil" adalah informasi yang salah yang membuat persepsi yang salah juga.

Berangkat dari uraian di atas perlu mengembangkan strategi komunikasi yang efektif yang dapat memberikan pemahaman bagi perempuan yang mengalami KTD untuk mencari informasi yang lebih akurat sebelum mengambil tindakan untuk mengkonsumsi atau menggunakan sesuatu.

Liliweri (2006), berpendapat salah satu strategi promosi kesehatan adalah mengembangkan sistim komunikasi yang efektif dalam pendidikan kesehatan masyarakat, dan mempromosikan adalah tanggungjawab sosial bagi kesehatan. Para pengambil keputusan agar meningkatkan komitmen dan tanggungjawab sosial, baik dari sektor publik maupun sektor swasta harus mempromosikan kesehatan dengan mengembangkan kebijakan terhadap bentuk-bentuk promosi dari produk yang dapat membahayakan masyarakat diantaranya:


(56)

• Menghindari semua bentuk tindakan yang dapat mengancam kesehatan orang lain.

• Membatasi produk barang atau jasa yang mengancam kesehatan manusia, seperti jamu-jamuan peluntur haid.

Selanjutnya Liliweri mengatakan hubungan komunikasi dengan kesehatan memberikan peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku, karena komunikasi kesehatan adalah, cara menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat mempengaruhi dan memotivasi individu maupun komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat.


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dilakukan dengan mendeskripsikan atau menggambarkan serta menjelaskan berbagai keadaan yang terjadi di lapangan. Penelitian ini juga memungkinkan peneliti menyatukan sekelompok perilaku yang menjadi dasar bagi pengambilan keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Menggali informasi dari informan apa yang mendorong mereka melakukan upaya-upaya yang tergolong tidak aman, serta menggali secara mendalam tentang kebutuhan yang diinginkan dalam menangani masalah yang di hadapinya.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian di laksanakan di Kota Medan. Adapun alasannya adalah tingginya angka permintaan pelayanan aborsi yang aman dan banyaknya kasus-kasus aborsi tidak aman di kota Medan (berdasarkan pemberitaan media dan penelitian sebelumnya).

Lokasi pelaksanaan Diskusi Kelompok (focus group discusion) dilaksanakan di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan. Peneliti bekerja di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan pada saat bersamaan


(58)

dengan penelitian ini sedang menjalankan program penjangkauan dan pendampingan masyarakat atau outreach yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi perempuan. Fokus penjangkauan adalah meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap masalah aborsi yang tidak aman dalam menyelesaikan masalah kehamilan yang tidak diinginkan. Program ini sudah berjalan selama dua tahun sejak tahun 2007 dan akan berakhir tahun 2010. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk melaksanakan diskusi kelompok di lokasi ini, akan lebih memudahkan bagi peneliti untuk diskusi tentang aborsi.

Alasan lain adalah karena selama program yang sedang dijalankan peneliti mendapatkan temuan dan informasi dari masyarakat bahwa kasus kehamilan yang tidak diinginkan banyak terjadi di lokasi ini dan pada umumnya perempuan yang mengalami masalah tersebut menyelesaikannya dengan penanganan yang tradisional. Kesamaan masalah dengan perempuan yang menjadi informan dalam wawancara mendalam dengan kebanyakan perempuan di lokasi diskusi kelompok juga menjadi alasan bagi peneliti.

Informan untuk Indepth Interview peneliti dapatkan dari perempuan yang pernah mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan dan pernah meminta bantuan tenaga medis untuk menghentikan kehamilannya.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan lamanya mulai dari Bulan Juli 2009 sampai Maret 2010.


(59)

3.3. Pemilihan Informan

Informan adalah perempuan menikah yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan sudah melakukan upaya untuk sendiri untuk menghentikan kehamilan sebelum meminta pertolongan untuk mendapatkan pelayanan aborsi yang aman.

Alasan untuk mengambil perempuan yang sudah menikah dalam penelitian ini adalah; pertama karena tingkat kemudahan dalam mencari informan, karena bisanya perempuan yang sudah menikah lebih terbuka dibandingkan dengan perempuan yang belum menikah; Kedua, dengan situasi sosial dan legalitas pelayanan yang tidak ada menyebabkan sulit untuk menemukan kasus ini di rumah sakit maupun klinik, karena pelayanan ini menjadi tidak terbuka untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.

Adapun prosedur pemilihan sample yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan terlebih dahulu menentukan kriteria yang akan menjadi informan dalam penelitian ini yaitu :

• Sudah menikah

• Sudah melakukan upaya-upaya yang tidak aman • Berdomisili di Medan

Peneliti mendapatkan data tentang perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 20 perempuan yang pernah meminta bantuan untuk mendapatkan pelayanan aborsi yang aman. Namun dari 20 informan setelah melalui seleksi berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan hanya 8 (delapan) perempuan


(60)

yang dipilih menjadi informan berdasarkan azas kesesuaian yang memenuhi persyaratan sudah menikah, berdomisili di Medan dan sudah melakukan upaya-upaya untuk menghentikan kehamilannya sebelum meminta bantuan tenaga medis.

Sementara 12 perempuan yang tidak bisa menjadi informan dalam penelitian ini karena tidak memenuhi kesesuaian kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini. Ke 12 perempuan tersebut tidak berdomisili di Medan, belum melakukan upaya untuk menghentikan kehamilannya dengan cara yang tidak aman.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sekunder dengan mengumpulkan informasi untuk lokasi dan telaah dokumen peneliti mendapatkan dari lembaga Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang sebelumnya juga seudah pernah melakukan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian.

Sedangkan pengumpulan data primer peneliti menghubungi informan untuk meminta kesediaan waktu dan membuat kesepakatan tempat untuk melakukan wawancara mendalam tentang topik penelitian berdasarkan pedoman wawancara yang sudah disusun peneliti.

Peneliti memulai pengumpulan data primer dengan melakukan indepth interview, sebelumnya peneiti menyusun jadwal pertemuan dengan delapan orang yang dipilih sebagai informan berdasarkan kesepakatan waktu yang diberikan oleh para informan tersebut. Selanjutnya peneliti secara bertahap bertemu dengan para informan dan melakukan wawancara mendalam.


(61)

Wawancara medalam dengan informan membutuhkan waktu lebih kurang dua jam.

Selanjutnya peneliti melakukan Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok yang merupakan triangulasi metode Indept Interview dengan mencari pandangan sumber lain di luar delapan perempuan yang menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti mendapatkan peserta FGD melalui bantuan seorang kader kesehatan yang merupakan program dampingan PKBI Sumatera Utara.

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari lembaga PKBI dalam penentuan lokasi pelaksanaan wawancara mendalam diperoleh Lokasi Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan. Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menghubungi key person yang ada dilokasi tersebut yaitu seorang kader yang sangat memahami kondisi kesehatan dan permasalahan perempuan terkait dengan topik penelitian. Peneliti meminta bantuan key person tersebut untuk mengumpulkan ibu-ibu untuk menjadi peserta diskusi kelompok yang berjumlah lima orang.

Pada kegiatan diskusi kelompok ini peneliti menemukan banyak hal, karena pada awalnya peneliti ingin melakukan diskusi kelompok dengan perempuan yang tidak pernah mengalami kehamilan yang tidak diingin dan tidak pernah melakukan unsafe abortion untuk melihat perbandingan dari informan kunci dalam penelitian ini. Namun pada saat diskusi berlangsung justru semua peserta diskusi sudah penah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan sudah melakukan upaya untuk menghentikan kehamilannya. Ada yang berhasil menghentikan kehamilannya dan


(62)

ada juga yang tidak berhasil dan akhirnya terpaksa meneruskan kehamilan. Peneliti tetap meneruskan diskusi dan menjadi hasil diskusi sebagai data dalam penelitian karena ternyata kelompok diskusi ini justru menguatkan data dari informan kunci.

Peneliti menjalani seluruh peristiwa dalam penelitian ini mulai dari mencari informan, melakukan wawancara mendalam dan melakukan diskusi kelompok, yang merupakan rangkaian kegiatan dalam melakukan penelitian kualitatif, hal ini dilakukan agar informasi yang didapat lebih lengkap dan mendalam sehingga dapat menggambarkan fenomena yang ada sesuai dengan topik penelitian.

3.4.1. Hambatan-Hambatan yang Dialami Selama Penelitian

Proses penelitian secara keseluruhan berjalan lancar walaupun sedikit mundur tidak sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Ada banyak perubahan-perubahan jadwal untuk melakukan wawancara yang datangnya dari informan. Peneliti harus bersabar untuk menunggu kesiapan para informan dan meyakinkan informan akan kerahasiaan jati diri mereka. Karena keraguan para informan untuk diwawancarai. Namun hal ini tidak menurunkan semangat peneliti untuk terus melakukan pendekatan dan meyakinkan informan. Karenanya peneliti harus selalu mengatur ulang jadwal pertemuan dengan informan.

Pada saat wawancara peneliti menggunakan alat perekam, namun tidak bisa menggunakan untuk semua informan serta tidak bisa menggunakan kamera pada saat wawancara karena informan tidak bersedia, dan peneliti harus menghargai hal ini. Karenanya peneliti harus melakukan pertemuan secara berulang atau


(1)

masalah perempuan hamil karena gagal KB terus bagaimana solusinya... kita disuruh-suruh KB tapi kalau gagal kita harus pikirkan sendiri..

Menurut saya ya ... perlu ada kebijakan pemerinah untuk perempuan yang tidak mampu dan mengalami masalah kehamilan yang tidak diinginkan. Yang tidak mampu ini justru yang banyak anaknya.

Ibu Maryani

”sebetulnya kita tahulah resikonya tidak baik ya buat kita ini.. tapi gak ada pilihan, pemerintah tidak memberikan pelayanan.. dokter dan bidan nggak mau menolong, dan nggak bisa kasih saran seperti yang kita inginkan. Jadi kita diskusi aja sama tetangga dan apa yang disarankan oleh tetangga ya kita coba aja sambil berdo’a sama yang Kuasa supaya nggak kenapa-napa.... jadi kalau ada tempat yang disediakan pemerintah kita bisa datang untuk konsultasi kesana jadi gak sempat kemana-mana...

4. Ada kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan penghentiaan kehamilan, pelayanan seperti apa yang ibu butuhkan dari pemerintah?

Ibu Endang

” kalau saya mau aborsi maunya ditolong sama dokter lah... atau bidan yang paham masalah ini, bukan juga dengan sembarangan dokter.. pengalaman saya kemarin ke dokter saya malah dibilang kurang gizi dan cacingan... berarti dia kan gak paham kalau saya ini hamil.


(2)

khusus yang melayani, petugasnya haruslah yang menguasai bagaimana menangani aborsi yang aman. Dokter dan bidan yang berpengalaman.. atau dokter-dokter khusus yang sudah punya pengalaman... kan banyak juga aborsi dilakukan oleh dokter atau bidan yang kurang berpengalaman.. menurut saya yang paling mengerti masalah ini adalah dokter kandungan dan bidan .. itulah yang bisa menolong.

Ibu Nining

” ya dokterlah yang khusus dan mengerti soal kandungan, seperti dokter spesialis kandungan itu... jadi perempuan nggak sembarangan juga datang ke klinik yang tidak khusus menangani masalah ini. Di klinik itu selain dokter spesialis, juga ada bidan.. dan kalau bisa ada konselornya... kalau dokter kan gak punya banyak waktu untuk dengerin kita... kalau ada konselor kan kita bisa cerita banyak.. dan dia pasti mau mendengarkan kita.

Jadi kalau ada wadah ini kita jadi tahu mau mengadu kemana untuk menyelesaikan masalah kehamilan kita. Ya itulah ada dokter yang betul-betul tahu bagaimana menolong aborsi yang aman ... kalau kita lihat masalah kematian karena aborsi yang tidak aman... kita mau wadah itu dijalankan oleh petugas yang harus menguasai soal aborsi.. dia harus bisa menjelaskan dan paham untuk menolong... soalnya aborsi ini kan taruhannya nyawa.. nggak semua dokter umum bisa menangani masalah ini kan?.. kita maunya dokter yang


(3)

betul-betul paham masalah aborsi aman dan terampil.. serta bisa menerangkan kepada kita

Saat ini ke dokter pun kita takut, kalau dokter itu tidak paham bagaimana menolong ibu-ibu yang mau aborsi... kan itu gak sembarangan...

Ibu Yanti

”ya pemerintah lah yang tahu klinik seperti apa yang cocok untuk menolong perempuan yang tidak mau hamil... kami ini mana tahu apa-apa.... kami kan orang biasa... jadi yang tahu bagaimana pelayanan yang baik dan aman untuk perempuan ya mereka yang tahu..

Selain itu maunya klinik khusus ini juga mengembangkan program penyuluhan, jadi ada waktu-waktu khusus yang ngasi pengetahuan kepada perempuan tentang masalah kehamilan tidak diinginkan atau masalah aborsi.. harus ada yang bisa menerangkan kalau mau menggugurkan harus dengan cara yang aman dan harus pergi kemana. Kita kan perlu di kasih tahu yang sebenarnya.

Ibu Dewi

”Ada klinik khusus yang mengurusi masalah kesehatan perempuan, selama ini kan gak ada klinik seperti itu yang disediakan oleh pemerintah, padahal banyak perempuan sangat memerlukan wadah ini... jadi klinik ini bisa memberikan pengetahuan kepada kita tentang masalah perempuan... di klinik ini


(4)

nggak bisa bercakap-cakap panjang. Kita jadi suka cari cara-cara sendiri, tanya-tanya sama orang-orang untuk mengatasi masalah kita sendiri, soalnya kalau bertanya ke dokter atau ke bidan nggak dikasi penjelasan atau solusi apa-apa.. jadi gimana kita nggak pergi ke tampat-tempat yang ibu bilang tadi berbahaya.. apa boleh buat ya.. kita cari jalan sendiri... tapi kalau ada klinik khusus kan kita bisa segera mendapatkan pertolongan.

Ibu Maryani

”masalahnya kan banyak kematian gara-gara aborsi... makanya kalau tidak ditangani oleh orang yang paham bisa bahaya.. obatnya juga harus di kasi setelah aborsi... karena aborsi kan juga bisa mengalami pendarahan.. kalau ke dukun kan dia hanya tahu ngeluarinnya saja, tapi masalah dalam tubuh kita dukun gak tahu itu...

Makanya ada dokterlah yang bisa mengerti.. dokter kan tahu kalau berapa minggu bisa dijatuhkan. Lucu juga ya ada dokter yang paham tapi kita dibiarin minum jamu dan pergi kemanan-mana, padahal itu berbahaya dan dokter sebetulnya bisa menolong kita.

Maunya ada tempat untuk berkonsultasi untuk orang-orang yang mengalami masalah kehamilan yang tidak diinginkan. Kalau sekarang ini kita mau kemana... selama ini kita datang ke dokter atau bidan bukannya dikasih solusi malah dikasih vitamin untuk menguatkan, padahal kita lagi punya


(5)

masalah.. ya jadi cari cara sendirilah... habis mau gimana lagi orang kita tidak mau kan gak bisa dipaksa-paksa.

5. Perempuan memiliki hak terhadap reproduksinya, hak untuk memutuskan apakah ia ingin hamil ataupun tidak, termasuk didalamnya hak untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkannya. Bagaimana pandangan ibu-ibu ?

Ibu Nining

”sebetulnya itu memang hak perempuan kan yang punya rahim perempuan.. tapi kalau memang ada hak-hak yang ibu bilang tadi kenapa pemerintah gak pernah kasih pengetahuan tentang hal ini ya kepada kita... mungkin kalau ada klinik khusus mereka juga bisa menceritakan hal ini kepada masyarakat.

Ibu Dewi

”ya itu... kan sebetulnya kita punya hak.. menurut saya seharusnya begitu... perempuan yang ditanya apakah ia mau meneruskan kehamilannya kalau sudah terlanjur hamil tapi dia tidak menginginkannya. Perempuan juga yang harus ditanya apakah dia mau hamil lagi atau tidak. Kita disarankan untuk punya anak cuma dua, tapi ketika kita hamil dan kita nggak mau teruskan kok nggak ada solusinya.. ini jadi berbeda dengan program KB yang digalakkan pemerintah juga...


(6)

Ibu Endang

”apa itu hak reproduksi,, saya nggak pernah dengar.. tapi menurut saya ya memang kita yang lebih pantas untuk menentukan apakan kita mau hamil atau tidak.

Ibu Maryani

”wah.. kalau awak ngak mengerti itu.. tapi kalau memang perempuan boleh dan punya hak untuk menentukan sendiri harusnya pemerintah kan menyediakan pelayanan yang bisa membantu... jadi pemerintah tidak memenuhi hak perempuan lah ya...

Ibu Yanti

”saya juga belum pernah mendengar kalau perempuan punya hak keseahatan reproduksinya.. kita bisa bertanya kemana tentang hal ini... kita kan perlu tahu juga.