Kualitas Tidur dan Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Medan Teladan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit dengan kondisi dan gejala klinis

yang beragam dengan prevalesi yang masih tinggi di dunia dan Indonesia.
Berdasarkan data The Lancet (2000) prevalensi penyakit hipertensi di dunia
sebanyak 972 juta orang. Sedangkan di Indonesia prevalensi hipertensi cenderung
masih

meningkat.

Data Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa

prevalensi penyakit hipertensi mencapai 6,8% (Depkes, 2010). Hasil survey
kesehatan Departemen Kesehatan RI (2001), menunjukkan perbandingan orang
yang menderita penyakit hipertensi cukup tinggi, yaitu 56 orang dari 100 orang
disurvey, mengidap penyakit hipertensi (Depkes RI, 2001). Menurut Profil

Kesehatan Kota Medan Tahun 2011, angka kejadian hipertensi di Kota Medan
menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan
jumlah 60.628 (Hamzah, 2012). Hasil peneilitan menunjukkan bahwa prevalensi
penderita hipertensi pada umumnya berusia diatas 55 tahun (Kuswardhani, 2006).
Penderita hipertensi umumnya mengalami berbagai kondisi klinis seperti
sakit kepala, pusing, nokturia, (Corwin, 2009), dispnea, palpitasi, depresi dan
kelelahan (Murwani, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya
penderita hipertensi mengalami gangguan tidur yang disebabkan sulit bernafas
(Dart, 2003). Hal ini telah dibuktikan bahwa sekitar 91% penderita hipertensi
mengalami sulit bernafas saat tidur (Louis, 2005). Selain itu hasil penelitian juga

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa sekitar 68% penderita hipertensi mengalami nokturia, hal ini
biasanya terjadi

(Kuswardhani, 2006). Dan sekitar 46% hasil penelitian

menunjukkan bahwa penderita hipertensi mengalami sakit kepala. Secara umum
penderita hipertensi mengalami gangguan tidur karena beberapa kondisi klinis

yang dialaminya sehingga berdampak pada kualitas tidur yang buruk (Cortelli,
2004). Sedangkan faktor lingkungan seperti suhu ruangan yang terlalu panas atau
terlalu dingin, suara bising, cahaya yang terlalu terang, serta ruang dan ukuran
tempat tidur juga berdampak pada kualitas tidur (Potter & Perry, 2005). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa siklus sirkadian pada tidur ternyata tidak hanya
sensitif terhadap cahaya, tapi juga suhu. Suhu yang terlalu dingin pun akan
membuat tidur menjadi tidak nyaman, sedangkan suhu yang terlalu panas akan
mengakibatkan sesorang terbangun dari tidur karena fase REM pada saat tidur
terganggu, hal ini juga akan mengakibatkan seseorang kesulitan untuk memulai
tidur bahkan bisa mengubah pola tidur. Dengan adanya kondisi fisik dan
lingkungan yang nyaman, dan tenang saat tertidur maka seseorang dapat terhindar
dari gangguan tidur dan kualitas tidur yang buruk (Harvard, 2007).
Kualitas tidur penting bagi setiap orang terhadap tidur bersifat subjektifitas,
yang hanya dapat dinilai berdasarkan indikator kondisi tubuh saat bangun tidur
(Mukhlidah, 2011). Seseorang dengan kualitas tidur yang baik tentunya tidak
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk
(Hidayat, 2006). Secara umum kualitas tidur juga berhubungan dengan adanya


Universitas Sumatera Utara

gangguan homeostasis pada peningkatan tekanan darah seseorang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang mengalami tidur kurang dari 6-7
jam setiap malamnya ternyata memiliki risiko penyakit darah tinggi yang lebih
besar (Gottlieb, 2006). Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa tekanan
darah dan denyut jantung seseorang akan menurun sebanyak 10-20% saat tidur,
dan akan meningkat kembali saat bangun (Gangwisch, 2006).
Hal ini tentunya juga akan mengakibatkan kondisi kesehatan pada penderita
hipertensi secara umum mengalami kelemahan pada keesokan harinya, rentan
terhadap efek stress baik fisik maupun mental, kecemasan, mudah tersinggung,
gangguan penilaian (Chopra, 2003) dan pastinya akan menghambat seseorang
melakukan kegiatannya bahkan apabila hal ini berlangsung dalam waktu yang
lama tentunya akan menyebabkan individu mengakibatkan peningkatan risiko
penyakit yang dideritanya.
Berdasarkan hasil peneletian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini
menjadi penting untuk mengetahui “Kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan
tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan”.

2. Pertanyaan Penelitian

2.1 Bagaimana kualitas tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Medan?
2.2 Apa sajakah faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan?

Universitas Sumatera Utara

3. Tujuan Penelitian
3.1 Mengidentifikasi kualitas tidur pada penderita hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Teladan Medan.
3.2 Mengidentifikasi faktor-faktor gangguan tidur pada penderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Teladan Medan.

4. Manfaat Penelitian
4.1 Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan pelayanan kesehatan
dalam hal pemberian asuhan keperawatan dan pemberian informasi
pendidikan kesehatan terhadap penderita hipertensi yang mengalami resiko
masalah kualitas tidur dan gangguan tidur.
4.2 Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi evidence based practice keperawatan dalam pemberian
asuhan keperawatan terhadap penderita hipertensi terkait dengan kualitas
tidur dan faktor-faktor gangguan tidur.
4.3 Penelitian Keperawatan
Sebagai data tambahan yang dapat dijadikan sebagai referensi dan
informasi bagi penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan kebutuhan, serta menjadi tambahan kepustakaan tentang
kualitas tidur dan faktor-faktor-faktor gangguan tidur.

Universitas Sumatera Utara