Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai
Perairan umum tawar alami dikenal sebagai sungai, rawa dan danau.
Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan
adanya aliran air yang cukup kuat sehingga digolongkan ke dalam perairan
mengalir (perairan lotik). Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran
massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air
seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif
kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan
arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai
sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga
variabel tersebut (Effendi, 2003).
Odum (1993) menyatakan bahwa ada dua zona utama pada aliran air
(sungai), yaitu:
1. Zona air deras merupakan daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup
tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain
yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang
beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang
dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini
umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan.

2. Zona air tenang merupakan bagian sungai yang dalam dimana kecepatan arus
sudah berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di

Universitas Sumatera Utara

dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi
cocok untuk penggali, nekton dan plankton.
Sungai yang mengalir cepat ditandai oleh tipe substrat berbatu dan
berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat ditandai dengan tipe substrat
berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem
tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme
autotrof (Wijaya, 2009).
Odum (1993) menyatakan bahwa salah satu bentuk adaptasi dari organisme
komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir adalah
melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, kayu, atau massa daun.
Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air berupa
ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora yang mempunyai serabut yang
panjang; Diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; dan
lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batu
bahkan pada aliran air yang paling deras.

Organisme autotrof pada sistem ekosistem perairan terdiri dari berbagai
macam kumpulan alga dan tanaman air. Produsen primer di sungai, danau dan
waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton) dan makrofita.
Pada kondisi perairan berarus, perifiton lebih berperan sebagai produsen primer.
Namun, pada sungai yang dalam dan besar, fitoplankton cenderung lebih berperan
dan lebih dominan. Meningkatnya ukuran sungai serta menurunnya kemiringan
dan kecepatan arus umumnya akan meningkatkan produksi fitoplankton (Whitton,
1975).

Universitas Sumatera Utara

Perifiton
Welch (1980) dalam Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton adalah
mikroflora yang tumbuh di atas substrat di bawah permukaan air. Wetzel dan
Westlake (1974) dalam Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa perifiton
mencakup semua organisme tanaman, kecuali makrofita berakar yang tumbuh
pada material di bawah permukaan air. Material tersebut meliputi semua substrat,
seperti sedimen, batu, puing-puing dan organisme hidup. Pennak (1964) dalam
Nuraini (2005) mengartikan perifiton sebagai aufwuchs yaitu seluruh kelompok
organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda atau pada

permukaan tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau
bergerak di permukaan substrat tersebut.
Graham dan Wilcox (2000) menyatakan bahwa ada lima kelompok besar
pembagian perifiton berdasarkan tempat menempel, yaitu:
1. Epilitik yaitu menempel di permukaan batuan.
2. Epipsammik yaitu hidup dan bergerak di antara butir-butir pasir.
3. Epipelik yaitu menempel di permukaan sedimen.
4. Epifitik yaitu menempel di permukaan tumbuhan.
5. Epizooik yaitu menempel di permukaan hewan.
Substrat benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses
pertumbuhan dan kematian sehingga keberadaan perifiton juga ikut dipengaruhi
oleh keberadaannya. Pada substrat benda mati, keberadaan perifiton akan lebih
mantap (permanen), meskipun pembentukan komunitas terjadi secara lambat
namun lebih mantap, tidak mengalami perubahan, rusak, atau mati (Wijaya,
2009).

Universitas Sumatera Utara

Perifiton dapat tumbuh pada substrat buatan seperti plexiglass, gelas obyek,
kayu dan blok-blok beton. Keuntungan dari penggunaan substrat buatan dalam

penelitian adalah mudah standarisasinya, laju pertumbuhan perifiton dapat
ditentukan dengan cepat dan pengumpulan datanya mudah. Perifiton ini juga
dapat menjadi petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian penggunaan substrat
buatan adalah bahwa spesies yang hidup secara alami mungkin tidak ikut
terambil, laju akumulasi tidak produktif karena pertumbuhan dimulai pada tempat
yang kosong (Larastri, 2006).
Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan substrat
buatan, yaitu waktu pemaparan (akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan),
kecepatan arus (dapat menguntungkan beberapa taksa) dan musim. Faktor waktu
pemaparan merupakan yang paling penting karena dapat mengakibatkan fluktuasi
yang besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik
atau kualitas air (Nuraini, 2005).
Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan sebagai pembatas, hal-hal
yang diperlukan serta penting untuk perkembangan perifiton meliputi tipe
perairan (danau, sungai, atau laut), ketersediaan cahaya (lama penyinaran,
kecerahan, kekeruhan), tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman), pergerakan air
(arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, kesadahan, unsur hara (N, P, C), bahanbahan terlarut (Ca, S, Si), logam dan logam kelumit (Fe, Cu, Cr, V, Se), juga
suhu, salinitas, oksigen dan CO2 (Weitzel, 1979).
Perkembangan perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu
proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan

hasil kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini terkait erat dengan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

perifiton dan alat penempelnya. Keberadaan substrat sangat menentukan
perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya. Kemampuan
perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian
oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Wijaya, 2009).
Natalia (2000) menyatakan bahwa zonasi yang terbentuk di perairan
mempengaruhi struktur komunitas perifiton yang ada. Ada tiga zonasi yang
berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton, yaitu:
a. Zona eulitoral yaitu daerah pinggiran yang masih dalam jangkauan percikan
air. Zona ini ditumbuhi oleh perifiton yang mampu bertahan terhadap
perubahan lingkungan yang cukup ekstrim. Jenis-jenis perifiton yang dapat
berkembang di antaranya Tilopothrix parietina dan Scytonema myochorus.
b. Zona sublitoral atas yaitu zona air yang masih tembus sinar matahari dengan
nilai suhu serupa dengan di wilayah eufotik dengan perubahan kecil dan tidak
berarti. Zona ini memiliki komunitas dengan komposisi yang paling kaya.
c. Zona sublitoral bawah yaitu zona air yang kurang menerima sinar matahari.
Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin. Pada kondisi

ini, komunitas perifiton alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih
layak untuk alga coklat, alga biru dan alga merah. Jenis-jenis yang dapat
berkembang di

antaranya

adalah

kelompok

Diatomae,

Pleurocapsis,

Chroocopsis, Lyngbya dan Hildenbrandia.
d. Zona profundal yaitu zona air gelap. Pada zona ini, komunitas perifiton jenis
alga autotrof semakin menghilang dan digantikan oleh jenis heterotrof.
Wijaya (2009) menyatakan bahwa komposisi alga di sungai pada substrat
batu (epilitik) dan substrat tanaman air (epifitik) terdiri dari Cyanophyta,


Universitas Sumatera Utara

Rhodophyta, Cryptophyta, Bacillariophyta, Chrysophyta, Euglenophyta dan
Chlorophyta. Alga bentik yang sering ditemukan dalam jumlah besar adalah
Synedra, Nitzschia, Navicula, Diatoma dan Surirella. Pada perairan berarus kuat,
alga bentik yang mendominasi ditandai dengan diatom kelompok Pennales dan
dengan menurunnya arus, keanekaragaman akan meningkat tidak hanya diatom
melainkan juga Chlorophyta dan Myxophyta (Whitton, 1975).
Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton menempel pada substrat dengan
memanfaatkan kelebihan dari morfologinya. Beberapa jenis alat untuk menempel
pada substrat, yaitu:
1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix.
2. Tangkai bergelatin panjang dan pendek, seperti pada Cymbella, Gomphonema
dan Achnanthes.
3. Bentuk piringan sel basal terutama alga benang.
4. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (Sphaerical) yang diperkuat
dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan Ophirydium.
Sistem penempelan ini tentunya memiliki ketahanan yang berbeda terhadap
arus dan gelombang.
Pada perairan, makroalga, perifiton, dan fitoplankton mempunyai peran

yang sangat penting karena mereka menyediakan struktur komunitas dan
produktivitas primer yang mendukung beragam organisme lain. Di perairan
tergenang, peranan perifiton lebih rendah dari fitoplankton, sedangkan untuk
perairan mengalir, peranan perifiton lebih besar, kecuali di perairan yang keruh
(Graham dan Wilcox, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Produktivitas Primer
Produktivitas adalah laju pembentukan bahan organik rata-rata selama
beberapa periode waktu tertentu, misalnya satu hari atau tahun. Produktivitas
primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof
yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik
dengan bantuan sinar matahari (Wetzel, 1983).
Produktivitas primer pada umumnya dinyatakan dalam gram karbon (C)
yang terikat per satuan luas atau volume air per interval waktu. Produksi
merupakan jumlah karbon per m2 per hari (gC/m2/hari). Organisme yang berperan
dalam hal ini adalah fitoplankton yang mampu menghasilkan bahan organik dari
zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis. Reaksi pada proses fotosintesis
adalah:

cahaya
6 CO2 + 6 H2O
C6H12O6 + 6 O2
energi + tumbuhan
Dari reaksi di atas, secara teoritis untuk mengukur laju produksi senyawasenyawa organik dapat diukur dengan cara mengetahui laju hilangnya atau
munculnya beberapa komponen yang ada dalam reaksi tersebut. Laju fotosintesis
dapat diukur dengan laju hilangnya CO2 atau munculnya O2. Pengukuran ini
dalam praktiknya yang digunakan hanya dua komponen yaitu CO2 dan O2 (Abida,
2008).
Produktivitas primer dibatasi oleh cahaya karena cahaya dibutuhkan untuk
proses fotosintesis. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya
tinggi dan menurun bila intensitas cahaya menurun. Cahaya merupakan

Universitas Sumatera Utara

komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara langsung bertanggung
jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan (Taqwa, 2010).
Madubun (2008) menyatakan bahwa proses fotosintesis dapat dibagi atas
dua bagian yakni reaksi terang dan reaksi gelap. Secara ringkas dijelaskan bahwa
pada reaksi terang akan dibebaskan oksigen yang bersumber dari air serta

dihasilkan energi bebas yang bersumber dari serangkaian perubahan ADP
(Adenosine diphosphate) dan fosfat anorganik menjadi ATP (Adenosine
triphosphate). Sedangkan pada reaksi gelap, akan dihasilkan karbohidrat yang
direduksi dari karbondioksida dan menghasilkan sejumlah energi bebas yang
sumbernya berasal dari degradasi (decay) ATP yang telah dibentuk selama reaksi
terang.
Faktor-faktor yang membatasi produktivitas primer fitoplankton di perairan
di antaranya adalah intensitas cahaya matahari, suhu, unsur hara dan biomassa
fitoplankton. Penyebaran produktivitas primer fitoplankton bervariasi secara luas.
Variasi tersebut berkaitan dengan lintang geografis dan musim. Di daerah
temperate pada musim dingin, cahaya seringkali membatasi nilai produktivitas
primer, sedangkan di daerah tropis, ketersediaan nutrien sering menjadi faktor
pembatas produktivitas primer fitoplankton (Madubun, 2008).
Dalam konsep produktivitas primer dikenal istilah Produktivitas Primer
Kotor (Gross Primer Productivity/GPP) dan Produktivitas Primer Bersih (Net
Primer Productivity/NPP). GPP adalah laju produksi primer dari zat organik
dalam jaringan tumbuhan termasuk yang digunakan untuk respirasi. NPP adalah
laju produktivitas primer zat organik dikurangi dengan yang digunakan untuk
proses respirasi. Respirasi adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk proses


Universitas Sumatera Utara

respirasi, sedangkan NPP dikurangi R merupakan NCP (Net Community
Production) (Smith, 1992).
Teknik botol gelap-terang untuk memperkirakan produksi primer telah
banyak digunakan. Pada metode oksigen, sampel fitoplankton diinkubasi pada
botol terang dan gelap (tidak tembus cahaya) pada kedalaman yang diinginkan.
Konsentrasi awal oksigen terlarut diharapkan menjadi berkurang karena respirasi
pada botol gelap dan bertambah pada botol terang yang disebabkan oleh produksi
fotosintesis dan konsumsi untuk respirasi. Jumlah dari aktivitas respirasi dengan
aktivitas fotosintesis bersih sama dengan aktivitas fotosintesis kotor. Kelemahan
metode oksigen adalah tidak mempunyai ketelitian pada lingkungan perairan yang
produktivitasnya rendah (Wetzel, 1983).
Produktivitas primer suatu perairan dapat saja bernilai negatif, meskipun
konsentrasi oksigen berada di bawah kondisi saturasi. Nilai negatif dapat terjadi
karena penerapan yang kurang benar atau kurang teliti. Namun demikian, nilai
negatif tersebut bisa saja betul diduga oleh difusi udara dan air terbatas atau
konstan selama 24 jam (Indrayani, 2000).

Parameter Kualitas Air
A. Suhu
Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa sumber terbesar dari panas pada
perairan tawar adalah radiasi sinar matahari. Hal ini berlaku untuk danau, sungai
besar atau sungai kecil yang sebagian besar permukaan perairannya terkena sinar
matahari langsung. Pada sungai kecil yang sangat teduh, pemindahan panas dari
udara dan aliran dari air tanah lebih penting daripada radiasi sinar matahari dalam

Universitas Sumatera Utara

mengatur suhu. Fluktuasi pada suhu harian lebih dari 5oC merupakan hal yang
biasa. Fluktuasi suhu tahunan pada sungai kecil sangat penting bagi organisme
sungai tersebut. Reproduksi dan pertumbuhan dari organisme perairan mengalir
diatur oleh suhu. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi,
seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin
dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007).
Secara alami, suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat
karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Suhu air permukaan di perairan
nusantara umumnya berkisar antara 28 – 31oC. Oleh karena angin, maka di
lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50 – 70 m dapat terjadi pengadukan.
Akibatnya, di lapisan kedalaman 50 – 70 m terdapat suhu hangat yang homogen
(sekitar 28oC). Di perairan dangkal, lapisan homogen ini dapat berlanjut sampai
ke dasar (Nontji, 2007).
Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Kelarutan gas-gas H2, N2, CO2 dan O2 menurun dengan meningkatnya suhu
perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu yang optimum bagi
pertumbuhan. Alga dari filum Chlorophyta dan diatom tumbuh dengan baik pada
kisaran suhu berturut-turut 30 – 35oC dan 20 – 30oC. Filum Cyanophyta dapat
mentoleransi kisaran suhu yang lebih tinggi dari Chlorophyta dan diatom
(Suparlina, 2003). Komposisi, proses fotosintesis dan pertumbuhan perifiton
sangat dipengaruhi oleh suhu air (Nuraini, 2005).

Universitas Sumatera Utara

B. Intensitas Cahaya
Cahaya matahari merupakan energi penggerak utama bagi seluruh
ekosistem, termasuk di dalamnya ekosistem perairan. Cahaya adalah sumber
energi dasar bagi pertumbuhan organisme autotrof, terutama fitoplankton yang
pada gilirannya mensuplai makanan bagi seluruh kehidupan di perairan. Fungsi
ekosistem yang optimal harus ditunjang oleh adanya cahaya matahari. Salah satu
ukuran kualitas suatu ekosistem adalah terselenggaranya proses produksi atau
produktivitas

primer

yang

mempersyaratkan

adanya

cahaya

untuk

keberlangsungannya (Sunarto dkk., 2004).
Faktor cahaya dan nutrien sangat penting dalam kajian produktivitas primer.
Perifiton merupakan mikroorganisme yang tumbuh pada daerah yang dapat
ditembus cahaya atau daerah eufotik. Pada satuan luas permukaan (m2), perifiton
lebih produktif daripada fitoplankton. Ketersediaan cahaya tahunan dan suhu
sebagai faktor pengaturnya (Wijaya, 2009).
Cahaya matahari sebagai sumber energi fotosintesis sangat terkait terhadap
laju produksi primer oleh fitoplankton (Sitinjak, 2009). Wetzel (2001)
menyatakan bahwa jika nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup untuk
mendukung laju maksimum fotosintesis, maka ketersediaan cahaya adalah faktor
dominan yang mengatur laju fotosintesis. Iluminasi (penyinaran) cahaya matahari
di hampir semua habitat akuatik bergantung pada sudut penyinaran matahari
sepanjang hari, musim, letak lintang (latitude) dan kondisi iklim setempat (seperti
persen penutupan awan) (Sitinjak, 2009). Wetzel (2001) menyatakan bahwa
ketersediaan cahaya di sungai bergantung pada penutupan kanopi di tepi sungai
dan kekeruhan (turbidity).

Universitas Sumatera Utara

Cahaya matahari sangat dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh alga di
dalam sungai. Kisaran panjang gelombang antara 400 – 700 nm digunakan oleh
organisme autotrof seperti alga atau lumut untuk fotosintesis (Widdyastuti, 2011).

C. Arus
Arus dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi perifiton. Pengaruh
ini dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung pada kekuatan dan arah
pergerakan arus. Arus secara terus-menerus dapat memperbarui bahan yang
dibutuhkan dan menghilangkan hasil sampingan proses metabolisme. Pada sungai
dan perairan mengalir lainnya, oksigen dan biomassa yang dihasilkan dari tempat
produksi banyak yang hilang karena adanya arus. Kepadatan perifiton pada jenis
substrat berbeda, bervariasi sebagai fungsi dari mutu dan kecepatan air (Weitzel,
1979).
Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis dan sifat organisme yang hidup di
perairan tersebut (Wijaya, 2009). Whitton (1975) menyatakan bahwa kecepatan
arus adalah faktor penting di perairan mengalir. Kecepatan arus yang besar (> 5
m/s) mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang
melekat saja yang tahan terhadap arus dan tidak mengalami kerusakan fisik.
Welch (1980) dalam Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa arus dibagi ke
dalam lima kategori yaitu arus sangat cepat (> 1 m/s), cepat (0,5 – 1 m/s), sedang
(0,25 – 0,5 m/s), lambat (0,10 – 0,25 m/s) dan sangat lambat (< 0,10 m/s).
Kecepatan arus dipengaruhi oleh ketinggian antara hulu dan hilir sungai. Jika
perbedaan ketinggiannya cukup besar, maka arus akan semakin deras (Wijaya,
2009).

Universitas Sumatera Utara

Arus berkaitan dengan penyebaran bahan makanan dan nutrien serta
mempengaruhi penempelan perifiton pada substrat. Jenis-jenis alga yang melekat
umumnya mendominasi perairan berarus kuat, berkurangnya kecepatan arus akan
meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat (Wetzel, 1983). Wijaya
(2009) menyatakan bahwa sungai dangkal dengan kecepatan arus cepat biasanya
didominasi oleh diatom perifitik. Alga bentik yang mendominasi perairan yang
berarus kuat dikarakteristikkan oleh adanya diatom golongan Pennales (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi Alga dan Kaitannya Dengan Arus
Arus (m/s)
Tipe Komunitas
Jenis yang Mendominasi
Alga epipelik dan epifitik seperti
Nitzschia, Navicula, Caloines,
< 0,2 – 1
Alga bentik
Eunotia, Tabellaria, Synedra,
Oscillatoria, Oedogonium dan
Bulbochaete
Alga epilitik seperti Achnantes,
>1
Alga bentik
Meridion, Diatoma dan Ceratoneis
Diatom kecil bersel tunggal dan
> 0,5 – 1
Fitoplankton
alga biru
>1
Fitoplankton
Volvocales dan Chrysomonads
Sumber: Round (1964) dalam Wijaya (2009)

D. Kecerahan dan Kekeruhan
Sanaky (2003) menyatakan bahwa kecerahan suatu perairan memberikan
petunjuk tentang kemampuan cahaya matahari masuk pada suatu kedalaman
perairan atau berkaitan dengan intensitas matahari yang masuk ke dalam perairan.
Kecerahan bergantung pada warna dan kekeruhan. Nilai kecerahan yang
dinyatakan dengan satuan meter sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang mengukur.
Penetrasi cahaya sangat penting karena mengontrol ketebalan lapisan fotosintesis
(Indrayani, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi disc. Kedalaman
secchi disc merupakan faktor yang menentukan produktivitas perairan. Semakin
besar nilai kedalaman secchi disc, semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air,
yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebal
lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara
secara kontinu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara menjadi
berkurang (Elfinurfajri, 2009).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Effendi,
2003).
Kekeruhan di perairan disebabkan oleh bahan organik tersuspensi seperti
liat, lempung, partikel karbonat, partikel organik halus, plankton dan organisme
renik lainnya. Bahan tersuspensi menyebabkan cahaya menjadi lebih tersebar dan
diserap daripada ditransmisi (Madubun, 2008).
Madubun (2008) menyatakan bahwa perairan yang mempunyai kekeruhan
yang tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam kolom air, sehingga
membatasi proses fotosintesis. Produktivitas perairan dapat berkurang apabila
dalam perairan terjadi kekeruhan tinggi yang disebabkan oleh partikel-partikel
tersuspensi. Kekeruhan di suatu sungai tidak sama sepanjang tahun. Air akan
sangat keruh pada musim penghujan karena aliran air maksimum dan adanya erosi
dari daratan (Wijaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara

E. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen terlarut adalah besarnya kandungan oksigen yang terlarut dalam air
yang biasa dinyatakan dalam satuan mg/l. Kelarutan oksigen di perairan
dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air,
kadar garam dan unsur-unsur yang mudah teroksidasi di dalam perairan. Semakin
meningkat suhu air, kadar garam dan tekanan gas-gas terlarut maka semakin
berkurang kelarutan oksigen dalam air (Suparlina, 2003).
Oksigen terlarut sangat berpengaruh terhadap kehidupan perairan seperti
proses biogeokimia. Pada sungai yang belum terpolusi, konsentrasi DO tetap
bagus yaitu di atas 80% saturasi. Hampir semua organisme perairan peka terhadap
konsentrasi oksigen. Pencemaran oleh bahan organik dapat mengurangi
konsentrasi DO pada semua aliran sungai seperti proses mikrobial yang
menggunakan oksigen dari air. Hal ini disebut Biochemical Oxygen Demand
(BOD) (Widdyastuti, 2011).
Oksigen terlarut akan berpengaruh langsung pada kemampuan organisme
air untuk bertahan di perairan tercemar. Pada perairan yang jenuh, biasanya
mengandung oksigen dalam rentang 8 – 15 mg/l, tergantung pada salinitas dan
temperatur. Bagi organisme-organisme akuatik, biasanya membutuhkan oksigen
pada konsentrasi 5 – 8 mg/l untuk dapat hidup secara normal (Wibowo, 2004).
Kandungan oksigen terlarut yang tinggi dan kandungan karbondioksida
bebas yang rendah umumnya terdapat pada sistem perairan mengalir. Hal ini
disebabkan oleh peran arus yang membantu dalam memberikan sumbangan
oksigen (Wijaya, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sachmitz (1971) dalam Wijaya (2009) menyatakan bahwa ada lima
golongan kualitas air di perairan mengalir berdasarkan kandungan oksigen terlarut
seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut
Golongan
Kandungan Oksigen Terlarut (ppm)
Kualitas Air
I
> 8 atau perubahan terjadi dalam waktu pendek
Sangat baik
II
6
Baik
III
4
Kritis
IV
2
Buruk
V