PRODUKTIVITAS PRIMER DI SUNGAI CIKAMAL

PANGANDARAN Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran Jawa Barat

Oleh: SEPTIAN HELMI DERMAWAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR

PRODUKTIVITAS PRIMER DI SUNGAI CIKAMAL CAGAR ALAM PANGANDARAN

Oleh: Septian Helmi Dermawan

Dosen Pembimbing: Sunardi, Ph.D.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian kuliah kerja lapangan berjudul “Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam P angandaran” bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di Sungai Cikamal. Metode yang digunakan adalah metode survey untuk penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air dengan menggunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Hasil analisis produktivitas primer di sungai Cikamal

Produktivitas primer netto pada bagian hulu sebesar 16 mgC/m 3 , pada bagian tengah

3 sebesar 22 mgC/m 3 , dan bagian hilir sebesar 25 mgC/m . Hasil perhitungan dan identifikasi jenis fitoplankton di sungai Cikamal pangandaran pada bagian hulu yaitu

20 individu/30L, bagian tengah yaitu 28 individu/30L, dan bagian hilir yaitu 35 individu/30L. Tingkat kesuburan perairan sungai Cikamal termasuk kategori oligotrofik atau kondisi perairan denga kadar nutrien yang rendah.

Kata Kunci: Produktivitas Primer, sungai Cikamal, Fitoplankton, Oligotrofik

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN KULIAH KERJA LAPANGAN

Nama

: Septian Helmi Dermawan

NPM

Judul : Produktivitas Primer di Sungai Cikamal Cagar Alam Pangandaran Tempat Penelitian

: Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran,

Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat

Waktu Penelitian

: 08-14 Mei 2016

Telah diperiksa dan disahkan: Jatinangor, Juni 2016

Menyetujui, Menyetujui, Dosen Pembimbing Laporan

Dosen Pembimbing Lapangan

Sunardi, Ph.D. Drs. Tatang Suharmana E., MIL NIP. 19690530 199702 1 001

NIP. 19570824 198601 1 001

Menyetujui, Ketua Rombongan Kuliah Kerja Lapangan 2016

Dr. Teguh Husodo, M. Si NIP. 19681213 199703 1 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat yang diberikan- Nya sehingga terselesaikannya laporan penelitian kuliah kerja lapangan Produktivitas Primer yang dilaksanakan di Sungai Cikamal Pananjung Pangandaran.

Selain untuk menambah pengetahuan penulis, salah satu tujuan penulisan laporan penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan yang menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian nilai. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam terselesaikannya laporan penelitian ini.

Akhir kata, laporan penelitian ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap penulis nantikan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi diri penulis khususnya.

Jatinangor, Juni 2016

Penulis

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Kuliah Kerja Lapangan dan penyusunan laporan ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan do ’a dari semuanya. Penulis berterima kasih kepada semuanya yang telah membantu demi kelancaran Kuliah Kerja Lapangan ini, khususnya untuk :

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan umur panjang sehingga saya dapat menyelesaikan KKL dan laporan ini.

2. Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi panutan dan suri tauladan umat manusia.

3. Dr. Ruhyat Partasasmita., M.Si, selaku Ketua Departemen Biologi.

4. Asri Peni Wulandari, Ph. D, selaku Ketua Prodi Biologi.

5. Dr. Teguh Husodo, M.Si., selaku Ketua Rombongan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

6. Sunardi, Ph.D. selaku pembimbing bidang Ekologi Perairan. Terima kasih atas bimbingannya selama ini, mudah-mudahan kebaikan bapak dibalas oleh Allah SWT.

7. Tim dosen yang ikut ke lapangan dalam membimbing saat berada di lapangan. Terutama kepada Pak Drs. Tatang Suharmana E., MIL dan Pak Sunardi, Ph.D. yang telah membimbing saya di lapangan.

iii

8. Pak Yana selaku kepala Resort BKSDA Cagar Alam Pangandaran Ciamis, Jawa Barat yang telah memberikan fasilitas penelitian kepada mahasiswa Biologi 2013.

9. Atang Hermawan yaitu ayah kandung tersayang dan Mimin Nurjanah yaitu ibu kandung tersayang yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan nasehat terbaik untuk kesuksesan anaknya.

10. Untuk Nopal dan Agit yaitu adik-adikku tersayang yang selalu memberiku dukungan dan sebagai motivasi agar menjadi contoh terbaik sebagai seorang kakak.

11. Untuk Viwiananda Biany yaitu kekasihku yang selalu mendukung dan mendengarkan semua keluhanku semoga kita sukses bareng.

12. Untuk rekan seperjuangan di publikasi dokumentasi KKL 2016,yaitu Afif, Niti, Mae, Chessandy. Dan Seluruh teman teman panitia KKL 2016 yang sudah bekerja keras untuk terlaksananya acara KKL 2016 ini.

13. Untuk Ramdan, Tubagus, Aziz, Anindito, Yovina, Yenny, dan Noneng sebagai rekan ekologi perairan sejati yang berjuang dan saling membantu satu sama lain.

14. Untuk Meerkat Meerkat 2013 khusus untuk Ramdan koordinator angkatan dan Tubagus wakil koodinator angkatan, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan doa kalian.

iv

Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini bisa menjadi kenang- kenangan untuk kita semua setelah melewati proses yang cukup menyenangkan, dan mudah-mudahan bisa bermanfaat untuk kita semua.

Jatinangor, Juni 2016

Penulis

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 61 LAMPIRAN........................................................................................................................... 63

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran ..............................................................6 Gambar 2. Peta Daerah Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran ................................. 37

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Alat untuk pengukuran produktivitas primer .......................................................... 33 Tabel 4.2 Bahan untuk pengukuran produktivitas primer ....................................................... 35 Tabel 4.3 Klasifikasi Tingkat Kesuburan berdasarkan Produktivitas Primer ......................... 46 Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Perairan di Sungai Cikamal ................................ 48 Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Kualitas Kimia Perairan di Sungai Cikamal .............................. 50 Tabel 5.3 Daftar Spesies Fitoplankton di Sungai Cikamal ..................................................... 51 Tabel 5.4 Hasil Pengukuran Produktivitas Primer di Sungai Cikamal ................................... 53

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan air tawar dan perairan air laut yang luas. Wilayah perairan memiliki nilai penting dalam kehidupan. Banyak makhluk hidup yang menggantukan hidupnya pada air untuk kebutuhan sebagai habitat atau tempat hidup. Sebagian besar makhluk hidup menggunakan air sebagai habitat hidup, baik mikroflora, makroflora, mikrofauna maupun makrofauna. Kualitas perairan mementukan kehidupan di perairan tersebut.

Menurut Campbell (2004), Sumber energi dalam suatu ekosistem perlu diketahui dalam mempelajari ekosistem tersebut. Semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan beberapa spesies untuk lokomotif atau pergerakan. Pengaturan energi pada suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer. Nontji (2008) menyebutkan bahwa produktivitas primer adalah banyaknya zat organik yang dihasilkan dari zat anorganik melalui proses fotosintesis dalam satuan volume dan waktu tertentu.

Produktivitas primer dipengaruhi oleh fotosintesis dan peran klorofil dalam proses fotosintesis sehingga terdapat hubungan antara produktivitas primer dengan Produktivitas primer dipengaruhi oleh fotosintesis dan peran klorofil dalam proses fotosintesis sehingga terdapat hubungan antara produktivitas primer dengan

Fitoplankton merupakan organisme tumbuhan mikroskopis yang mengandung klorofil. Klorofil-a pada fitoplankton merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan produktivitas primer di sungai. Faktor fisika, kimia, cahaya dan kandungan zat hara juga mempengaruhi produktivitas primer perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya klorofil-a sangat terikat dengan kondisi fisika-kimia suatu perairan. Perbedaan parameter fisika-kimia secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa sungai.

Kualitas kehidupan di dalam air sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan itu sendiri sebagai media hidup organisme air. Makin buruk kualitas perairan, makin buruk pula kualitas kehidupan di dalam perairan tersebut. Komunitas organisme yang hidup di perairan jernih berbeda dengan yang hidup di perairan yang tercemar. Kandungan klorofil fitoplankton dapat dijadikan petunjuk atau tingkat kesuburan suatu perairan.

Sungai Cikamal terletak di daerah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang diasumsikan sebagai suatu daerah perairan yang bersih dan belum tercemar. Namun, Sungai Cikamal terletak di daerah Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang diasumsikan sebagai suatu daerah perairan yang bersih dan belum tercemar. Namun,

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:

1. Berapa nilai produktivitas primer pada bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Cikamal Pangandaran.

2 Bagaimana tingkat kesuburan perairan pada bagian hulu, tengah, dan hilir Sungai Cikamal berdasarkan nilai produktivitas primer.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya penelitian ini adalah mengukur produktivitas primer pada bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal. Sedangkan, tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kesuburan kualitas air pada bagian hulu, tengah dan hilir di Sungai Cikamal.

1.4 Metodologi Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survey untuk penentuan lokasi penelitian pengambilan sampel air. Penelitian ini mengunakan parameter fisika, kimia, dan biologi. Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan metode botol Winkler gelap-terang. Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi pengambilan pada bagian hulu, tengah dan hilir Sungai Cikamal Pangandaran dengan tiga kali pengulangan

1.5 Waktu dan Lokasi Pengamatan

Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 8-14 Mei 2016 yang berlokasi di Sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran Ciamis, Jawa Barat.

BAB II TINJAUAN LOKASI

2.1 Letak Lokasi Pangandaran

Pangandaran merupakan wisata pantai primadona di Jawa Barat, terletak di Desa Pananjung, Pangandaran sekitar 92 km ke arah selatan kota Ciamis. Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran ini terletak berhimpitan dengan kawasan konservasi Cagar

0 0 Alam Pangandaran. Secara geografis terletak pada 7 0 30’ LS dan 108 30’ - 109 BT dan terletak pada ketinggian 0 s/d 75 meter di atas permukaan laut. Cagar Alam dan

Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran mampu memberikan beberapa fungsi kepada masyarakat, baik untuk kepentingan umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium alam yaitu proses kehidupan alamnya tidak terganggu. Satwa liar, vegetasi, goa-goa alam, pantai pasir putih, dan biota laut merupaka tempat yang menarik sehingga memungkinkan pengunjung melakukan aktivitas wisata alam yang menarik. Kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran memiliki dua pantai panjang, yaitu pantai timur dan pantai barat yang merupakan pantai dengan hamparan lautnya yang luas dan di dominasi oleh terumbu karang dan biota laut termasuk fitoplankton sebagai sarana bagi pendidikan dan penelitian biota laut serta kegiatan menyelam ataupun snorkeling (BKSDA, 2003).

Untuk lokasi pengambilan sampel fitoplankton ini dilakukan di sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.

Gambar 1. Peta Cagar Alam Pananjung Pangandaran

2.2 Status Pangandaran

Kawasan Pananjung Pangandaran ditunjuk sebagai Suaka Marga Satwa pada tanggal 7 Desember 1934 berdasarkan Surat Keputusan No. 9 yang dikeluarkan oleh Director Soomishe Zoken. Selanjutnya Departemen Pertanian pada tanggal 26 April 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 34/KUP/1961 merubah Pananjung Pangandaran menjadi Cagar Alam setelah ditemukannya bunga Raflesia padma . Semula, daerah Pananjung Pangandaran seluas 457 Ha sebagai Wild Reserrvon Ink yang kemudian diperluas menjadi 524,6 Ha dengan surat menteri

pertanian tersebut. Akhirnya pada tahun 1978, karena adanya potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata alam, maka sebagian wilayah cagar alam yang berbatasan dengan areal pemukiman statusnya diubah menjadi Taman Wisata Alam dengan luas wilayah 37,70 ha. Tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitar cagar alam laut dengan luas 470 ha sehingga luas kawasan perairan di sekitar Pangandaran seluruhnya menjadi 1500 ha. Perkembangan selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/kpts-II/1993 pengusahaan Taman Wisata Alam Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan fisik pengelolaannya pada 1 November 1999 (DISBUDPAR, 2006).

2.3 Topografi

Keadaan topografi Taman Wisata Alam Pangandaran bervariasi mulai landai hingga berbukit. Pangandaran sendiri terletak pada peninsular yang masuk ke Samudra Indonesia dengan cagar alam berbentuk air mata (teardrop). Bagian ujung selatan semenanjung adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan perbukitan dan lahan daratan. Topografi 142,87 Hektar lahan yang lain adalah daratan yang secara geologi dapat disebut beach ridges dan berbentuk genting tanah (isthmus) yang menghubungkan semenanjung bagian ujunng dengan daratan Pulau Jawa (BAPEDA JABAR, 2006).

2.4 Iklim

0 Areal Taman Wisata Alam Pangandaran mempunyai suhu antara : 25 0 C - 30 C serta kelembapan udara sekitar : 80%-90% dengan curah hujan rata-rata : 3196

mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober-Maret dan terendah terjadi antara bulan Juli-September. Daerah pantai di Pulau Jawa bagian selatan ini

termasuk dalam humid tropical coast dengan suhu rata-rata 38 0

C dan tingkat curah hujan yang cukup tinggi per tahunnya. Ciri tropografis ini, khususnya semenanjung yang berbukit (cagar alam), bersama arus angin dan gelombang dari Samudra Indonesia sangat mempengaruhi bentuk pantai dan ombak laut. Kondisi ini menahan angin kuat dari arah timur. Hal ini pula yang menyebabkan laut di sepanjang pinggir pantai barat (500 m) dari ujung selatan adalah daerah yang paling aman untuk berenang, berperahu, dan aktivitas laut yang lain (KPH Ciamis, 2011).

2.5 Keadaan Air dan Tanah

Sedangkan keadaan tanahnya terdiri dari jenis tanah podsol kuning, podsol kuning merah, latosol coklat dan litosol. Air pada kawasan taman wisata ini berasal dari sumber mata air Sungai Cikamal dan Sungai Cirengganis. Walaupun pada musim kemarau, kedua sungai ini tidak pernah kering. Sumber air dari sungai Cirengganis dahulu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di kawasan Taman Wisata (KPH Ciamis, 2011).

2.6 Potensi Flora dan Fauna

Potensi keanekaragaman hayati di Pangandaran didukung oleh adanya flora dan fauna yang dapat dijumpai di kawasan konservaasi. Flora yang terdapat sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer. Pohon- pohon yang dominan antara lain laban (Vivex pubscens), kisegel (Dilenia excelsea), dan marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon seperti reungas (Buchanania arborencens), kondang (Ficus variegata), teureup (Artocarpus elsatica), dan lain-lain. Di daratan rendahnya terdapat hutan tanaman yang eksotis, yaitu terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia mahagoni ), dan komis (Acacia auriculiformis). Jenis fauna liar yang terdapat di Pangandaran adalah banteng (Bos sondaicus), kijang (Muntiacus muntjak), tando (Cynocephalus variegatus), kalong (Pteroptus vampyrus), kera abu-abu (Macaca fascicularis ), lutung (Trcyphithecus auratus), kangkareng (Anthracocerus convexus), rangkong (Buceros rhinoceros), dan ayam hutan (Gallus gallus). Selain cagar alam darat, terdapat pula cagar alam yang terdiri dari terumbu karang yang variasi pertumbuhannya sangat kompleks dan ditumbuhi biota lainnya (BPLHD, 2007).

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ekosistem Perairan

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme, anorganisme dan matahari sebagai sumber energi (Pennak, 1989).

Dilihat dari susunan dan fungsinya, suatu ekosistem tersusun atas komponen sebagai berikut (Nontji, 2008).

a. Komponen autotrof

(Auto = sendiri dan trophikos = menyediakan makan). Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanan sendiri berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen, contohnya tumbuh-tumbuhan hijau.

b. Komponen heterotrof

(Heteros = berbeda, trophikos = makanan). Heterotrof merupakan organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai makanannya dan bahan tersebut disediakan oleh organisme lain. Makhluk hidup yang tergolong heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.

c. Bahan tak hidup (abiotik)

Bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air, udara, sinar matahari. Bahan tak hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.

d. Pengurai (dekomposer)

Pengurai adalah organisme heterotrof yang menguraikan bahan organik berasal dari organisme mati (bahan organik kompleks). Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan-bahan sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Pengurai tersebut adalah adalah bakteri dan jamur.

Ekosistem perairan merupakan suatu ekosistem yang ada dan terjadi dalam suatu perairan, baik itu perairan tawar maupun perairan laut. Berikut ini beberapa penjelasan tentang ekosistem perairan yang ada (Krebs, 1985).

• Ekosistem air tawar.

Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, kurangnya penetrasi cahaya, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Jenis tumbuhan terbanyak adalah jenis ganggang dan tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.

Ekosistem air tawar ditinggali oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar adalah ikan. Ikan dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan (Michael, 1984).

Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme (Handayani, 2005).

Menurut Nybakken (1992), zonasi pada perairan air tawar berbeda dengan zonasi perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak dan intensitas cahaya sebagai berikut:

a. Zona Litoral

b. Zona Limnetik b. Zona Limnetik

d. Zona Sublitoral

Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut (Barus, 2004).

a. Plankton

Terdiri alas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.

b. Nekton

Hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.

c. Neuston

Organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.

d. Perifiton

Merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.

e. Benthos

Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis.

Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai.

1. Sungai

Menurut Barus (2004) Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai bersifat dingin, jernih, dan mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Daerah hilir sering dijumpai ikan kucing dan gurame. Beberapa sungai besar dihuni oleh berbagai kura-kura dan ular. Khusus sungai di daerah tropis, didiami oleh buaya dan lumba-lumba. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner.

2. Danau

Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi (Barus, 2004). Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bias berlangsung lebih lama.

Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan tertentu dengan cara membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah tangkapan air sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan- bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultan dari zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk. Kualitas perairan danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai (DAS) yang berada di atasnya.

Menurut Barus (2004), berdasarkan nutrien (tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu danau oligotrofik adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan epilimnion.

3. Laut Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi (Nybakken, 1988, hlm: 33. Lautan menutupi lebih daripada 80 persen belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara, dimana terdapat sebagian besar daratan bumi (Nybakken, 1988). Bentuk dasar laut yang majemuk tersebut dan lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara mendatar maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Kadang- kadang perubahan lingkungan ini lebih lambat seperti datangnya zaman es yang memakan waktu ribuan tahun maupun lebih cepat seperti datangnya hujan badai yang menumpahkan air tawar dan mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat atau lambatnya perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat 3. Laut Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi (Nybakken, 1988, hlm: 33. Lautan menutupi lebih daripada 80 persen belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara, dimana terdapat sebagian besar daratan bumi (Nybakken, 1988). Bentuk dasar laut yang majemuk tersebut dan lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara mendatar maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Kadang- kadang perubahan lingkungan ini lebih lambat seperti datangnya zaman es yang memakan waktu ribuan tahun maupun lebih cepat seperti datangnya hujan badai yang menumpahkan air tawar dan mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat atau lambatnya perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat

3.1.1 Plankton

Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887. Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengembara (Melati, dkk. 2005). Menurut Nontji (1987) plankton adalah organisme baik hewan maupun tumbuhan yang hidup melayang di perairan, kemampuan geraknya sangat terbatas sehingga organisme tersebut selalu terbawa arus. Plankton dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu Fitoplankton (plankton nabati) dan Zooplankton (plankton hewani).

Menurut Nyabakken (1992) plankton dapat dibedakan berdasarkan ukuran maupun daur hidupnya digolongkan menjadi lima yaitu:

1) Megaloplankton yaitu plankton yang berukuran >2 mm.

2) Makroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 0,2-2,0 mm.

3) Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran antara 20 μm-200 μm.

4) Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran antara 2 μm-20 μm.

5) Ultraplankton yaiu plankton yang berukuran < 2 μm

Nanoplankton dan ultra plankton tidak dapat ditangkap dengan plankton net baku (No.25) tetapi menggunakan sentrifuse atau dengan filter milipor.

Menurut Isnansetyo (1995) plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yaitu:

A. Nutrient pokok yang dibutuhkan, yang terdiri atas:

1) Fitoplankton, yakni plankton nabati ( >90% terdiri dari alga) yang mengandung klorofil mampu mensitesis nutrisi anorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar matahari.

2) Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa organisme lain yang telah mati.

3) Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun parikel-partikel sisa organisme seperti detritus juga mengkonsumsi fitoplankton.

B. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas :

1) Limnoplankton, yaitu plankton yang hidup di air tawar.

2) Haliplankton, yaitu plankton yang hidup di laut.

3) Hipalmyroplankton yaitu plankton yang hidup di air payau.

4) Plankton yaitu plankton yang hidupnya di kolam.

C. Berdasarkan ada tidaknya sinar matahari terdiri atas:

1) Hipoplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona afotik.

2) Epiplankton yaitu plankton yang hidupnya di zona eufotik.

3) Bathiplankton yaitu plankton yang hidupnya dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar.

D. Berdasarkan asal usul plankton, plankton yang hidup dan berkembang dari perairan terdiri atas:

1) Autogenik plankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.

2) Allogenik plankton yang merupakan plankton yang datang dari perairan lain.

3.1.2 Fitoplankton

Fitoplankton adalah tumbuhan air yang mempunyai ukuran sangat kecil dan hidup melayang dalam air. Fitoplankton mempunyai peranan sangat penting dalam ekosistem perairan, sama pentingnya dengan peran tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatannya di ekosistem daratan. Fitoplankton adalah produsen utama (primary producer ) zat-zat organik dalam ekosistem perairan, seperti tumbuhan hijau yang lain. Fitoplankton membuat ikatan-ikatan organ kompleks dari bahan organik sederhana melalui proses fotosintesis (Gosari, 2002)

Menurut Edmonson (1963), fitoplankton dikelompokkan ke dalam 5 divisi yaitu: Crysophyta, Pyrrophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Euglenophyta (hanya hidup di air tawar) kecuali Euglenophyta semua kelompok fitoplankton ini dapat hidup di air tawar dan air laut.

1. Diatom (Chrysophyta)

Diatom adalah alga bersel satu, umumnya mikroskopis dan tidak memiliki alat gerak. Dinding sel tersusun atas dan belahan yaitu kotak (hipoteca) dan tutup (epiteca) yang tersusun dari silica dioksida. Dinding sel diatomae biasa disebut cangkang (frustules). Diatom tersebar secara luas di dunia baik dalam air tawar maupun air laut tetapi juga di atas tanah-tanah yang basah, terpisah-pisah atau membenuk koloni. Sel diatom mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning coklat yang mengandung klorofil –a, karotin, santofil dan korotinoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatom tidak mempunyai zat warna dan hidup sebagai saprofit. Reproduksi dapat secara aseksual yaitu dengan pembelahan ganda. Sedangkan secara seksual dengan oogami. Kelompok diatomae yang paling banyak diemui di air tawar adalah Asteromella, Melosira, Synendra, Naviculla, Nazchia dan lain-lain (Bold, 1985).

2. Alga hijau (Chlorophyta)

Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Alga ini merupakan kelompok alga yang paling Alga hijau merupakan filum alga yang terbesar di air tawar, beberapa diantaranya hidup di air laut dan air payau. Alga ini merupakan kelompok alga yang paling

Alga hijau mempunyai susunan tubuh yang bervariasi baik dalam ukuran maupun dalam bentuk dan susunannya. Chlorophyta yang terdiri dari sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak, ada pula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Dinding sel tersusun atas dua lapisan, lapisan bagian dalam tersusun oleh selulosa dan lapisan luar adalah pectin. Tetapi beberapa alga bangsa volvocales dindingnya tidak mengandung selulosa melainkan tersusun oleh glikoprotein. Perkembangbiakan kelompok alga hijau dapat secara aseksual dan juga secara seksual. Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan membelah diri dan spora. Sedangkan, secara seksual dapat dilakukan dengan konjugasi, difusi dan oogami (Bold, 1985).

3. Alga biru (Cyanophyta)

Alga biru atau ganggang belah atau ganggang lender (Cynophyceae, Schizophyceae, Myxophyceae) adalah golongan ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana. Warna biru kehijauan, autotrof. Inti dan kromotora tidak ditemukan.

Habitatnya adalah di air tawar, air laut, udara yang lembab, batu-batuan yang basah, menempel pada tumbuhan atau hewan, di kolam yang banyak mengandung bahan organik (nitrogen) di sumber air panas (suhu mencapai 80 ºC), dan di perairan yang tercemar. Ganggang hijau-biru hidup secara soliter (mandiri) atau berkelompok (koloni). Individu yang berkoloni biasanya merupakan benang (filament), dengan rikom (abung), dan memiliki selubung. Cyanophyceae umumnya tidak bergerak dianara jenis-jenis yang berbenuk benang mengadakan gerakan merayap yang meluncur pada alas yang basah, tidak terdapat bulu cambuk, gerakan mungkin karena adanya konraksi tubuh dan dibantu dengan pembentukan lendir. Cyanophyta merupakan makhluk hidup pentis. Makhluk hidup pentis adalah makhluk hidup pertama yang memberi kemungkinan hidup pada makhluk hidup lain ditempat yang sulit dijadikan tempat hidup. Perkembangbiakan selalu vegetatif dengan membelah dan perkembangbiakan secara seksual belum pernah ditemukan (Bold, 1985).

4. Dinoflagellata (Euglonophyta)

Filum ini hidup 90% dalam air tawar dimana terdapat banyak bahan organik. Beberapa genum dari Euglenaceae, dapat membentuk kira-kira menutupi seluruh permukaan perairan yang berwarna merah hijau dan kuning mempunyai titik merah bagian anterior dalam tubuhnya yang sensitif terhadap sinar dan dianggap sebagai matanya (Bold, 1985).

Dinoflagellata dikenal dengan adanya dua flagella yang digunakan sebagai alat gerak. Kelompok Dinoflagellata ini tidak mempunyai kerangka luar yang terbuat dari silicon, tetapi memiliki dinding pelindung yang terdiri atas selulosa. Dinoflagellata hidup secara soliter dan jarang sekali berbentuk rantai. Dinoflagellata berreproduksi dengan membelah diri seperti diatomae (Nyabakken, 1992).

a. Klorofil

Proses fotosintesis berlangsung dalam kloroplas, suatu organel yang terdapat di dalam sel tumbuhan hijau. Kloroplas memiliki membran atau pembungkus mengelilingi suatu ruas pusat yang besar yang dinamai stroma. Stroma mengandung beberapa banyak enzim larut yang berbeda yang berfungsi untuk menggabungkan sebagian organik. Di dalam stroma, membran juga membentuk granum. Setiap granum terdiri dari satu timbunan kantung atau ceper yang dinamai tilakoid. Granum dihubungkan antara satu sama lain oleh lamella stroma. Klorofil ada pada membran granum, dan menjadikannya sistem penyimpanan energi bagi kloroplas. Setiap tilakoid berbentuk seperti kantung. Pergerakan ion-ion dari ruang ini melintasi membran tilakoid penting dalam proses sintesis. Klorofil tidak menyerap panjang gelombang cahaya dengan banyak. Karena itu, cahaya dipantulkan ke mata dan dapat melihat klorofil sebagai suatu pigmen hijau (Aunurohim, 2006).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memiliki peranan penting pada fotosistem I dan II (dahulu disebut fotoreaksi gelombang pendek dan gelombang Dari hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memiliki peranan penting pada fotosistem I dan II (dahulu disebut fotoreaksi gelombang pendek dan gelombang

a tidak hanya berperan dalam cahaya permanen dan pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, juga bertindak sebagai penyumbang elektron utama (P680, P700), maupun penerima elektron utama. Feofitin berasal dari klorofil, dengan

penggantian Mg dengan H + di pusat struktur kimia klorofil (Bold, 1985).

3.2 Produktivitas Primer

Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktivitas primer dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan kandungan DO yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat

menjadi dasar pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O 2 dan pangan yang dihasilkan (Alaert, 1984).

Adanya kehidupan di bumi berpangkal pada kemampuan tumbuhan hijau dalam menggunakan energi cahaya matahari untuk mensintesis molekul-molekul organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Proses ini ialah fotosintesis yang mempunyai persamaan umum :

6CO Cahaya Matahari

Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur yang penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada dalam perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama dari golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas fitoplankton akan tinggi apabila perairan yang didiami subur (Nybakken, 1992).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton, dan karena yang melakukan fotosintesis di dalam ekosistem perairan adalah phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer (Handayani, 2005).

Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fisika, kimia, dan biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang mengandung variasi zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut berasal dari garam-garam lautan, debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air yang mengalami kondensasi menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan aliran permukaan diatas tanah dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat sehingga kandungan mineral air hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam, danau atau waduk, bahan partikel yang lebih besar mengendap karena gerakan turbulensi kurang cukup untuk mensuspensi kembali (Alaert, 1984).

Produktivitas primer dapat didefinisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat anorganik melalui proses fotosintesis (Nybakken, 1992).

3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer

3.3.1 Kualitas Air

Menurut Nyabkken (1992), sifat fisk kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari Menurut Nyabkken (1992), sifat fisk kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik seperti plankton, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari

3.3.2 Karakteristik Fisika Perairan

a. Suhu

Cahaya matahari merembes sampai pada kedalaman tertentu pada semua perairan, sehingga permukaan air hangat (agak panas). Air yang hangat kurang padat dibanding air yang dingin, sehingga lapisan air yang dingin disebut epilimnion dan lapisan air yang hangat disebut hipolimnion. Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem aku atik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10 o

C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-

3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004).

Menurut Nontji (2008), suhu air permukaan di perairan umumnya berkisar pada 23-31°C. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat karena mendapat radiasi matahari siang pada siang hari. Oleh karena itu, maka Menurut Nontji (2008), suhu air permukaan di perairan umumnya berkisar pada 23-31°C. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat karena mendapat radiasi matahari siang pada siang hari. Oleh karena itu, maka

b. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat- sifat optis dari air. Sebagian cahaya tersebut akan diabsorsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yanag signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat bewarna biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Jumlah cahaya yang menembus permukan air sungai dan menerangi lapisan permukaan air memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan air, cahaya mempunyai pengaruh terbesar yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya (Barus, 2004).

c. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas salinitas yang kecil atau stenohalin. Nontji (2008) menyatakan bahwa meskipun salinitas mempengaruhi produktivitas individu plankton namun perananya tidak begitu besar, tetapi di perairan pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya suksesi jenis pada produktivitas secara keseluruhan.

3.3.3 Karakteristik Kimia Perairan

a. Derajat Keasaman (pH)

Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH. Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang tidak tercemar memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas, pabrik baja mungkin memiliki pH ±3. Bila air melewati batu kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di Air normal yang memenuhi syarat suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Bakteri, ikan, dan plankton dipengaruhi oleh perubahan pH. Bakteri hidup subur di air yang sedikit asam. Umumnya air yang tidak tercemar memiliki pH antara 6-7. Air dari pabrik kertas, pabrik baja mungkin memiliki pH ±3. Bila air melewati batu kapur atau batu berkarbonat, pH mungkin mencapai 10-11. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di

b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air

terdapat pada suhu 0 o

C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O 2 . Dengan terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Menurut Campbell (2004), oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air Menurut Campbell (2004), oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air

c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur

20 0 C. Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme

membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari, jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 (lima) hari yang disebut BOD5 (Barus, 2004).

BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh organisma dalam lingkungan air untuk menguraikan senyawa organik. Proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air merupakan proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Campbell, 2004).

d. COD (Chemical Oxygen Demand)

Nilai COD menyatakan oksigen total yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O 2 /l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

4.1.1 Alat

Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian produktivitas primer sungai Cikamal Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Tabel 4.1 Alat untuk pengukuran produktivitas primer

No. Alat

Keterangan Fungsi

1. Alat tulis

Mencatat data pengamatan

2. Alumunium foil

Membungkus botol winkler

3. Beaker glass Menampung sampel air dan larutan kimia

4. Botol film Menyimpan sampel air dan plankton

5. Botol semprot Menampung akuades atau air pembersih

6. Botol Winkler

Menampung sampel air

7. Buret

Alat titrasi larutan

8. DO meter