Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara

(1)

(2)

Lampiran 1. Jenis-jenis Perifiton Yang Ditemukan Selama Penelitian

A.Kelas Bacillariophyceae (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Achnanthes Aulacoseira

Isthmia Rhizosolenia


(3)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Stephanodiscus Amphora

Cymbella Licmophora


(4)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Actinocyclus Fragilaria

Synedra Leptocylindrus


(5)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Navicula Neidium

Pinnularia Pleurosigma


(6)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Nitzschia Cymatopleura

Surirella Lauderia

B.Kelas Chlorophyceae


(7)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Rhizoclonium Closterium

Cosmarium Euastrum


(8)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Tetomemorus Gonatozygon

Microspora Oedogonium


(9)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Quadrigula Scenedesmus

Volvox Roya


(10)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x) C.Kelas Cyanophyceae

Anabaena Oscillatoria

Phormidium

D.Kelas Euglenoida


(11)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

E.Kelas Rotatoria


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abida, I.W. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya Dengan

Intensitas Cahaya dan Ketersediaan Nutrien di Perairan Pantai Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods For The

Examination of Water and Wastewater. United Book Press Inc,

Maryland.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.

Barus, T.A., S.S. Sinaga, dan R. Tarigan. 2008. Produktivitas Primer

Fitoplankton dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera 3 : 11 – 12. Brower, J.E dan J.H. Zar. 1990. Field and Laboratory Methods For General

Ecology. Brown Publisher, Iowa.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Elfinurfajri, F. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya

Dengan Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Graham, L.E dan L.W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall, New York.

Hidayat, Y. 2001. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur

Hara N dan P Serta Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ Tonjong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Indrawati, I., Sunardi, dan I. Fitriyyah. 2010. Perifiton Sebagai Indikator Biologi

Pada Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Cikuda Sumedang.

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V. 76 – 77.

Indrayani, N. 2000. Tingkat Kesuburan Perairan Situ Cigudeg Serta Hubungan

Antara Produktivitas Primer dan Unsur Hara. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Larastri, R. 2006. Studi Biomassa Diatom Perifitik Pada Substrat Biocrete


(13)

Lukman. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Penetapan Tata Ruang

Perairan Danau: Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional

Limnologi V. 362 – 364.

Madubun, U. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Kaitannya Dengan

Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Mizuko, T. 1979. Illustrations of The Freshwater Plankton of Japan. Hoikusha Publishing, Japan.

Natalia, U. 2000. Struktur Komunitas Perifiton Pada Padang Lamun di Perairan

Teluk Hurun, Teluk Lampung, Lampung Selatan. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Needham, J.G and P.R. Needham. 1962. A Guide To The Study of Fresh-Water

Biology. Holden-Day, San Francisco.

Nofdianto, N and A. Dauta. 2006. Photosynthesis of Periphyton: Relationships

Between Light and Age of Algal Mat. Limnotek 13 : 44 – 45. Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nuraini, D. 2005. Pengaruh Substrat Terhadap Pertumbuhan Perifiton di Waduk

Cirata, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Basic Ecology. Yogyakarta.

Rudiyanti, S. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan

Indikator Biologis. Jurnal Saintek Perikanan 4 : 46 – 47.

Sanaky, A. 2003. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Hubungannya Dengan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan di Muara Sungai Bengawan Solo, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sitinjak, F.R. 2009. Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Musim Kemarau

Tahun 2008 di Muara Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Smith, R.L. 1992. Elements of Ecology. HarperCollins Publishers, New York. Sofia, Y., Tontowi, dan S. Rahayu. 2010. Penelitian Pengolahan Air Sungai yang

Tercemar Oleh Bahan Organik. Jurnal Sumber Daya Air 6 : 145 – 146. Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.


(14)

Sunarto, S. Astuty, dan H. Hamdani. 2004. Efisiensi Pemanfaatan Cahaya

Matahari Oleh Fitoplankton Dalam Proses Fotosintesis. Jurnal Akuatika

2 : 1 – 3.

Suparlina, E.R.N. 2003. Struktur Komunitas Perifiton Pada Beberapa Substrat di

Tambak Intensif Bersubstrat Pasir. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur

Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Semarang: Universitas Diponegoro.

Weitzel, R.L. 1979. Methods and Measurements of Periphyton Communities: A

Review. American Society For Testing and Materials, Philadelphia.

Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Saunders College Publishing, United States of America.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystems. Elsevier Academic Press, USA.

Whitton, B.A. 1975. River Ecology: Studies in Ecology. Blackwell Scientific Publications, London.

Wibowo, H. 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening Dalam Kerangka Kajian

Produktivitas Primer Fitoplankton. Semarang: Universitas Diponegoro.

Widdyastuti, R. 2011. Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Ciampea, Desa

Ciampea Udik, Bogor Pada Musim Kemarau 2010. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Wijaya, H.K. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter

Fisika-Kimia Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.


(15)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013. Penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu penelitian lapangan yang meliputi pengukuran parameter fisika-kimia perairan yaitu suhu, arus, kecerahan, pH, DO dan produktivitas primer, serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan perifiton dan unsur hara (nitrit, nitrat, amoniak dan ortofosfat) seperti pada Tabel 5. Penelitian di lapangan dilaksanakan di Sungai Naborsahan, Desa Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian seperti pada Gambar 2. Analisis di laboratorium dilaksanakan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan dan Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera Utara.

Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Metode yang Digunakan

No Parameter Satuan Metode/Alat Analisis

A Fisika

1 Suhu oC Pemuaian/Termometer in situ

2 Arus m/s Pelampung/Benda terapung in situ

3 Kecerahan cm Visual/Secchi disc in situ

B Kimia

1 pH - Kolorimetri/pH meter in situ

2 DO mg/l Winkler/Botol Winkler in situ

3 NO2 mg/l Sulfanilamide/Spektofotometer ex situ

4 NO3 mg/l Brucine/Spektrofotometer ex situ

5 NH3 mg/l Phenol/Spektofotometer ex situ

6 PO42- mg/l Ascorbic Acid/Spektofotometer ex situ C Biologi

1 Produktivitas

Primer mgO2/l/jam Oksigen/Botol Terang-Gelap in situ

2 Perifiton ind/cm2 Sensus/Mikroskop ex situ


(16)

Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba, 2010)

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah termometer, pH meter, bola duga, botol sampel, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, GPS, plankton net, sedgewick rafter

counting cell, cool box, kuas, kertas label, pipa paralon, tali rafia, mikroskop,

kamera digital dan alat-alat tulis yang mendukung pelaksanaan penelitian. Adapun bahan yang digunakan adalah karpet plastik, MnSO4, KI, KOH, H2SO4, Na2S2O3, amilum, lugol dan aquades.

Pelaksanaan Penelitian A. Penentuan Stasiun

Stasiun pengamatan terdiri dari dua stasiun yaitu stasiun 1 (Gambar 3) dengan koordinat 02o3906.89LU dan 098o5611.59BT. Stasiun 1 terletak di daerah hulu sungai dimana terdapat pemukiman warga di sekitarnya. Aktivitas


(17)

yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan domestik seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci peralatan makan dan minum, kegiatan penambangan pasir dan kegiatan menjala ikan.

Gambar 3. Stasiun 1

Stasiun 2 (Gambar 4) dengan koordinat 02o3910.66LU dan 098o5608.86BT. Stasiun 2 terletak di daerah tengah sungai dimana terdapat pemukiman warga di sekitarnya. Aktivitas yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan domestik seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci peralatan makan/minum dan kegiatan menjala ikan. Terdapat perbedaan kecepatan arus dan kedalaman sungai di antara kedua stasiun pengamatan. Jarak lokasi antara stasiun 1 dan stasiun 2 adalah ± 100 m.


(18)

B. Pembuatan Substrat

Substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah karpet plastik yang terbuat dari bahan polypropylene (PP) yang diletakkan tegak lurus dengan arus sungai pada masing-masing stasiun. Substrat berupa karpet plastik yang digunakan berukuran 17,5 cm x 5 cm. Pemilihan karpet plastik sebagai substrat buatan yang digunakan adalah karena karpet plastik terbuat dari bahan sintetis yang tidak mudah terdegradasi di perairan sehingga diperkirakan akan tahan lama ketika digunakan sebagai substrat selama penelitian dan mempunyai permukaan yang pipih sehingga akan memudahkan perifiton untuk menempel di substrat tersebut. Selain itu, penggunaan karpet plastik akan memudahkan pengerikan sampel perifiton.

C. Pengamatan

Pengamatan dilakukan sebanyak empat kali yaitu hari ke-7, ke-14, ke-21 dan ke-28. Kualitas air yang diukur secara langsung pada waktu pengamatan adalah kecepatan arus, suhu, kecerahan perairan, pH, DO, sedangkan unsur hara (nitrogen dan fosfor) dan kelimpahan perifiton diukur di laboratorium. Nilai produktivitas primer diukur dengan pendekatan oksigen karena metode ini yang umumnya digunakan dalam melakukan penelitian-penelitian yang sejenis. Selain analisis perifiton, sampel plankton yang terdapat di masing-masing stasiun pengamatan juga diambil sebagai data pendukung penelitian. Identifikasi jenis-jenis perifiton dan plankton yang didapat selama pengamatan menggunakan buku Needham (1962) dan Mizuko (1979).


(19)

Metode Pengumpulan Data A.Perifiton

Pengambilan sampel perifiton dilakukan dengan mengerik perifiton yang tumbuh pada substrat dengan menggunakan kuas. Hasil kerikan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi aquades. Hasil kerikan untuk pengamatan keanekaragaman perifiton diawetkan dengan 3 – 5 tetes larutan lugol pro analisis (Pa). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada masing-masing stasiun.

Kelimpahan Perifiton

Sampel perifiton dianalisis untuk mendapatkan data jenis dan kelimpahan perifiton. Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus APHA (2005) sebagai berikut:

K = Keterangan:

K = Kelimpahan perifiton (ind/cm2) N = Jumlah perifiton yang diamati (ind)

At = Luas penampang permukaan cover glass (mm2) Vt = Volume botol sampel (30 ml)

Ac = Luas amatan (mm2)

Vs = Volume sampel yang diamati (ml)

As = Luas substrat yang dikerik untuk perhitungan perifiton (cm2)

Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

Indeks keanekaragaman menunjukkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis dan menggambarkan kekayaan jenis dalam suatu komunitas. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman adalah rumus Shannon dan Wiener (Brower dan Zar, 1990) sebagai berikut:


(20)

H = - ∑

Keterangan:

H = Indeks keanekaragaman pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

Kisaran tersebut dengan kategori sebagai berikut:

H 2,3062 = Keanekaragaman rendah dan kestabilan komunitas rendah

2,3062 H 6,9078 = Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

H 6,9078 = Keanekaragaman tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme dalam suatu komunitas. Rumus yang digunakan yaitu rumus indeks keseragaman menurut Brower dan Zar (1990) sebagai berikut:

E =  maks Keterangan:

E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman H maks = ln S

S = Jumlah spesies

Indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominansi oleh satu spesies. Semakin besar nilai E berarti tidak ada spesies yang mendominasi.

Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya organisme tertentu yang mendominasi pada suatu komunitas. Untuk mengetahui nilai


(21)

dominansi, maka digunakan rumus indeks dominansi Simpson (Odum, 1993) sebagai berikut:

C = ∑ Keterangan:

C = Indeks dominansi Simpson pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

Nilai indeks dominansi ini berkisar antara 0 – 1. Apabila C mendekati 0 artinya struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi spesies-spesies lainnya. Apabila C mendekati 1 artinya struktur komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.

B. Produktivitas Primer

Untuk menentukan nilai produktivitas primer perifiton pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan oksigen. Botol BOD yang digunakan sebanyak tiga botol untuk setiap stasiun. Satu botol digunakan sebagai botol inisial (BI), satu botol digunakan sebagai botol terang (BT) dan satu botol digunakan sebagai botol gelap (BG).

Substrat buatan dimasukkan ke dalam botol BOD yang telah berisi air sungai yang sebelumnya telah disaring dengan plankton net untuk mengurangi fitoplankton dan zooplankton. Botol terang dan gelap yang telah berisi substrat buatan kemudian diletakkan di dalam air sungai pada kedalaman dimana sampel air diambil untuk diinkubasi selama empat jam sedangkan botol inisial langsung


(22)

diukur kandungan oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode modifikasi Winkler seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Bagan alir pengukuran nilai produktivitas primer perifiton Setelah diperoleh kadar oksigen terlarut pada botol terang, botol gelap dan botol inisial, selanjutnya dianalisis nilai produktivitas primer bersih dari perifiton. Produksi primer bersih atau Net Primary Production (NPP) merupakan kelebihan bahan organik yang disimpan dalam jaringan setelah dikurangi dengan jumlah yang terpakai untuk respirasi. Nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan rumus APHA (2005) yakni sebagai berikut:

NPP = - t GPP = -

t Botol BOD

Botol Terang

Botol Gelap

Botol Inisial Diisi air sungai yang disaring dengan

plankton net

Dimasukkan substrat buatan

Diukur langsung DO

Diinkubasi selama empat jam di dalam air sungai


(23)

R = - t Keterangan:

NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam) GPP = Produktivitas primer kotor (mgO2/l/jam) R = Respirasi (mgO2/l/jam)

BT = Kandungan oksigen terlarut dalam botol terang (mg/l) BI = Kandungan oksigen terlarut dalam botol inisial (mg/l) BG = Kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap (mg/l) t = Lama inkubasi (jam)

C. Kandungan Bahan Organik

Kandungan bahan organik dari perifiton dapat dihitung berdasarkan rumus APHA (2005) dengan mengkonversikan nilai produktivitas primer bersih yang telah diperoleh ke dalam karbon yakni sebagai berikut:

C = NPP x 0,37536 x PQ x b s x 3 Keterangan:

C = Kandungan bahan organik (mgC/m3/hari) NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam)

PQ = Photosynthetic Quotient yaitu 12 (dengan asumsi hasil metabolisme sebagian besar disebabkan oleh fitoplankton/perifiton (Strickland dan Parson, 1965)

Vb = Volume botol BOD yang dipakai (l)

Ls = Luas permukaan tali rafia yang dikerik (m2)

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan produktivitas primer perifiton serta hubungannya dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Analisis data dilakukan secara komputasi dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPPS (Statistical Package For Service Solutions) versi 17.0.


(24)

Analisis hubungan parameter utama dengan masing-masing parameter pendukung dilakukan dengan regresi linear berganda. Parameter utama yang dianalisis adalah produktivitas primer perifiton. Sedangkan parameter pendukung adalah parameter kualitas air yang terdiri dari parameter fisika (suhu, arus dan kecerahan), parameter kimia (pH, DO, NO3 dan PO42-) dan parameter biologi (kelimpahan perifiton) perairan. Parameter pendukung digunakan untuk melengkapi data parameter utama yang diperoleh selama penelitian.

Menurut Sugiyono (2001), regresi linear berganda adalah analisis regresi yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari persamaan regresi, akan diperoleh koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (R). Nilai koefisien determinasi (R2) menyatakan ketepatan model yang diperoleh dalam menjelaskan keragaman peubah terikatnya. Koefisien korelasi (R) menunjukkan keeratan dan pola hubungan peubah bebas dan peubah terikat.

Nilai koefisien korelasi (R) berkisar antara -1 sampai 1. Nilai R = +1 atau R = -1 menunjukkan hubungan linear yang sempurna (sangat erat) sedangkan nilai R = 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear antara kedua peubah. Nilai positif pada koefisien korelasi (R) menunjukkan hubungan yang searah antara kedua peubah dan sebaliknya. Sugiyono (2001) membagi koefisien korelasi (R) menjadi beberapa tingkatan seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Interval Korelasi dan Tingkatan Hubungan Antar Faktor

Interval Koefisien Korelasi (R) Tingkat Hubungan

0,000 – 0,199 Sangat Rendah

0,200 – 0,399 Rendah

0,400 – 0,599 Sedang

0,600 – 0,799 Kuat


(25)

Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) dalam Sitinjak (2009) menyatakan bahwa bentuk persamaan dalam regresi linear berganda adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn Keterangan:

Y = Peubah terikat (parameter utama) a = Konstanta

b1,b2 = Koefisien regresi


(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

A.Struktur Komunitas Perifiton 1. Keanekaragaman Jenis Perifiton

Perifiton yang ditemukan di substrat buatan selama penelitian pada stasiun 1 terdiri dari 40 genera yang terbagi dalam lima kelas yaitu Bacillariophyceae (22 genera), Chlorophyceae (12 genera), Cyanophyceae (3 genera), Euglenoida (2 genera) dan Rotatoria (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 44 genera yang terbagi dalam empat kelas yaitu Bacillariophyceae (22 genera), Chlorophyceae (17 genera), Cyanophyceae (3 genera) dan Euglenoida (2 genera) (Gambar 6).

(a)

(b)

Gambar 6. Keanekaragaman jenis perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2

Keanekaragaman Jenis (%)

55 30

7.5 5 2.5

Bacillariophyceae Chlorophyceae Cyanophyceae Euglenoida Rotatoria

Keanekaragaman Jenis (%)

50 38.64

6.82 4.54 Bacillariophyceae

Chlorophyceae Cyanophyceae Euglenoida


(27)

Selama pengamatan di Sungai Naborsahan, informasi tentang jenis-jenis plankton yang terdapat pada masing-masing stasiun juga diketahui (Gambar 7).

(a)

(b)

Gambar 7. Keanekaragaman jenis plankton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2

Plankton yang ditemukan selama penelitian pada stasiun 1 terdiri dari 41 genera yang terbagi dalam delapan kelas yaitu Bacillariophyceae (17 genera), Chlorophyceae (14 genera), Euglenophyceae (2 genera), Heterotrichea (2 genera), Hydrozoa (2 genera), Rotatoria (2 genera), Chloromonadophyceae (1 genera) dan Rhizopodea (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 39 genera yang terbagi dalam tujuh kelas yaitu Bacillariophyceae (19 genera), Chlorophyceae (13 genera), Heterotrichea (2 genera), Hydrozoa (2 genera), Maxillopoda (1 genera), Rhizopodea (1 genera) dan Rotatoria (1 genera).

Keanekaragaman Jenis (%)

41.46

34.15 2.444.88

4.884.88 2.44 4.88

Bacillariophyceae Chlorophyceae Chloromonadophyceae Euglenophyceae Heterotrichea Hydrozoa

Rhizopodea Rotatoria

Keanekaragaman Jenis (%)

48.72

33.33 5.13

5.13 2.562.56 2.56

Bacillariophyceae Chlorophyceae Heterotrichea Hydrozoa Maxillopoda Rhizopodea Rotatoria


(28)

2. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan berkisar antara 79,20 – 329,76 ind/cm2. Pada stasiun 1, kelimpahan perifiton tertinggi sebesar 250,56 ind/cm2 dan terendah sebesar 79,20 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2, kelimpahan perifiton tertinggi sebesar 329,76 ind/cm2 dan terendah sebesar 92,16 ind/cm2 (Gambar 8).

Gambar 8. Kelimpahan perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan

Kelimpahan perifiton di kelas Bacillariophyceae dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kelimpahan perifiton kelas Bacillariophyceae

Kelimpahan perifiton di kelas Chlorophyceae dapat dilihat pada Gambar 10. 0 50 100 150 200 250 300 350

7 14 21 28

Pengamatan Hari Ke

K el im pa ha n P er if it on ( ind /c m 2 ) Stasiun 1 Stasiun 2 0 50 100 150 200 250

7 14 21 28

Pengamatan Hari Ke

K el im pa ha n P er if it on ( ind /c m 2 ) Stasiun 1 Stasiun 2


(29)

Gambar 10. Kelimpahan perifiton kelas Chlorophyceae

Kelimpahan perifiton di kelas Cyanophyceae dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae

Kelimpahan perifiton di kelas Euglenoida dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Kelimpahan perifiton kelas Euglenoida 0 20 40 60 80 100 120

7 14 21 28

Pengamatan Hari Ke

K el im pa ha n P er if it on ( ind /c m 2 ) Stasiun 1 Stasiun 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80

14 21 28

Pengamatan Hari Ke

K el im pa ha n P er if it on ( ind /c m 2 ) Stasiun 1 Stasiun 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

14 21 28

Pengamatan Hari Ke

K el im pa ha n P er if it on ( ind /c m 2 ) Stasiun 1 Stasiun 2


(30)

Perifiton dari kelas Rotatoria baru dan hanya ditemukan pada pengamatan hari ke-7 di stasiun 1 yaitu 0,72 ind/cm2. Genus yang ditemukan adalah Rotaria.

3. Kondisi Komunitas Perifiton

Kondisi komunitas perifiton dapat digambarkan dengan nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks

Dominansi

Kondisi Komunitas Stasiun Pengamatan

1 2

Indeks Keanekaragaman (H) 2,903 2,971

Indeks Keseragaman (E) 0,789 0,792

Indeks Dominansi (C) 0,078 0,093

B.Produktivitas Primer Perifiton

Produktivitas primer perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan berkisar antara 57,140 – 571,405 mgC/m3/hari (Gambar 13).

Gambar 13. Produktivitas primer perifiton di masing-masing stasiun pengamatan

C.Parameter Kualitas Air

Nilai-nilai dari parameter kualitas air pada masing-masing stasiun pengamatan yang diukur selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

0 100 200 300 400 500 600

7 14 21 28

Pengamatan Hari Ke

P rod uk ti vi ta s P ri m er P er if it on (m gC /m 3 /ha ri ) Stasiun 1 Stasiun 2


(31)

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan No Parameter

Kualitas Air

Stasiun 1 Stasiun 2

1 2 3 4 1 2 3 4 1 Suhu (oC) 22 23 20 22 23 22 21 23 2 Arus (m/s) 0,29 0,31 0,31 0,30 0,50 0,45 0,49 0,47 3 Kecerahan (cm) 56 40 54 38 40 90 60 67 4 pH 7,1 5,9 7,2 6,8 6,5 6,3 6,4 7,0 5 DO (mg/l) 7,2 8,0 7,6 7,6 6,4 6,4 7,6 7,6 6 NO2 (mg/l) 0,003 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,003 0,002

7 NO3 (mg/l) 0,454 0,298 0,475 0,328 0,365 0,386 0,582 0,374

8 NH3 (mg/l) 0,163 0,142 0,172 0,156 0,142 0,192 0,158 0,283

9 PO42- (mg/l) 0,061 0,037 0,041 0,043 0,039 0,058 0,041 0,051

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan parameter fisika, kimia dan biologi perairan (X) seperti suhu, arus, kecerahan, pH, DO dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton (Y) dianalisis dengan regresi linear berganda (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Regresi Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

No Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2 1 Suhu (X1) dan

Arus (X2)

Y -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2

3394,569 – 156,607X1 +

846,526X2

R 0,914 0,770

R2 0,836 0,594

2 pH (X1) dan

DO (X2)

Y -7114,004 + 372,279X1 + 629,845 X2

567,596 – 399,984X1 +

338,081X2

R 0,992 0,997

R2 0,984 0,994

3

Kecerahan (X1) dan

Kelimpahan (X2)

Y -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2

251,022 – 9,753X1 +

2,697X2

R 0,977 0,994

R2 0,955 0,988

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan unsur hara (X) seperti NO3 dan PO42- dengan produktivitas primer perifiton (Y) pada stasiun 1 dan stasiun 2 di analisis dengan regresi linear berganda (Tabel 10).


(32)

Tabel 10. Analisis Regresi Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi

Stasiun 1 Stasiun 2 NO3 (X1) dan

PO42- (X2)

Y 272,338 + 1151,539X1–

11742,692X2

-731,339 + 1857,956X1 +

5348,752X2

R 0,868 0,920

R2 0,753 0,846

Pembahasan

A.Struktur Komunitas Perifiton 1. Keanekaragaman Jenis Perifiton

Berdasarkan Gambar 6, keanekaragaman jenis perifiton yang terdapat di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 50 – 55%. Menurut Whitton (1975), pada perairan yang berarus kuat, alga bentik yang mendominasi dikarakteristikan dengan kelompok diatoma. Selain itu, Wetzel (2001) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok Bacillariophyceae di perairan sering mendominasi dan kelimpahannya sangat tinggi.

Persentase jenis perifiton dari kelas lainnya adalah Chlorophyceae berkisar antara 30 – 38,64%, Cyanophyceae 6,82 – 7,5%, Euglenoida 4,54 – 5% dan Rotatoria 0 – 2,5%. Kelas Euglenoida dan Rotatoria terdapat dalam jumlah komposisi yang sangat sedikit. Menurut Hynes (1972) dalam Wijaya (2009), kelompok alga perifitik yang sering ditemukan melimpah terutama berasal dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Rhodophyceae. Kelas Euglenophyceae dan Chrysophyceae mempunyai kelimpahan yang sangat kecil disebabkan organisme tersebut memiliki alat gerak yang berupa flagella sehingga jarang ditemukan sebagai perifiton.

Berdasarkan Gambar 7, keanekaragaman jenis plankton yang terdapat di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh


(33)

kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 41,46 – 48,72%. Dominasi plankton dari kelas Bacillariophyceae ini sama halnya dengan dominasi perifiton dari kelas yang sama selama penelitian. Terdapat empat kelas plankton yang ditemukan sama dengan perifiton selama pengamatan yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae/Euglenoida dan Rotatoria.

2. Kelimpahan Perifiton

Berdasarkan Gambar 8, kelimpahan perifiton pada awal pengamatan di masing-masing stasiun yaitu 79,20 ind/cm2 (stasiun 1) dan 92,16 ind/cm2 (stasiun 2). Kelimpahan perifiton tersebut semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Perifiton sudah mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-7 hingga pengamatan hari ke-28. Pada masing-masing stasiun pengamatan, nilai kelimpahan perifiton meningkat mulai pada hari ke-7 hingga hari ke-21. Setelah itu, nilai kelimpahan perifiton menurun hingga hari ke-28.

Puncak dari kelimpahan perifiton yaitu pada hari pengamatan ke-21 yaitu masing-masing 250,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 329,76 ind/cm2 (stasiun 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Widdyastuti (2011) yang melakukan pengamatan sebanyak tiga kali dalam jangka waktu 17 hari yaitu pengamatan hari ke-7, 12, dan 17 yang memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada hari ke-12 masing-masing sebesar 2640 ind/cm2 dan 2040 ind/cm2. Menurut Uehlinnger (2000) dalam Widdyastuti (2011), kelimpahan perifiton yang berfluktasi secara tidak teratur pada skala hari dan minggu terlihat bersatu di titik keseimbangan dalam skala waktu yang lebih lama. Kelimpahan organisme tersebut antara lain dipengaruhi oleh cahaya matahari, unsur hara dan suhu.


(34)

Kelas Bacillariophyceae selalu ditemukan dalam jumlah yang melimpah selama pengamatan. Berdasarkan Gambar 9, kelimpahan perifiton kelas Bacillariophyceae pada hari ke-7 masing-masing stasiun adalah 68,40 ind/cm2 (stasiun 1) dan 79,20 ind/cm2 (stasiun 2). Pada stasiun 2, kelimpahan ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu sehingga mencapai puncaknya pada hari ke-21 yaitu 212,40 ind/cm2. Pada hari selanjutnya, kelimpahan perifiton semakin menurun. Pada stasiun 1, puncak kelimpahan perifiton pada pengamatan hari ke-28 yaitu 149,76 ind/cm2. Genus yang selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Epithemia, Navicula dan Synedra.

Berdasarkan Gambar 10, kelas Chlorophyceae sudah mulai ditemukan pada hari ke-7 masing-masing sebesar 10,08 ind/cm2 (stasiun 1) dan 12,96 ind/cm2 (stasiun 2). Puncak kelimpahan yaitu pada pengamatan hari ke-21 yaitu masing-masing 109,44 ind/cm2 (stasiun 1) dan 110,88 ind/cm2 (stasiun 2). Genus yang selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Gonatozygon.

Berdasarkan Gambar 11, kelas Cyanophyceae mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-14 masing-masing sebesar 16,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 9,36 ind/cm2 (stasiun 2). Pada pengamatan hari ke-21, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1 sama dengan pengamatan hari ke-14 yaitu 16,56 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami penurunan yaitu 2,88 ind/cm2. Pada pengamatan hari ke-28, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1 mengalami penurunan yaitu 3,60 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami peningkatan secara drastis yaitu 67,68 ind/cm2. Genus yang ditemukan dalam jumlah yang banyak adalah Anabaena dan Oscillatoria.


(35)

Berdasarkan Gambar 12, pada stasiun 1, perifiton kelas Euglenoida mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-21 sebesar 5,04 ind/cm2 dan merupakan puncak tertinggi pertumbuhan perifiton di kelas tersebut. Setelah itu mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-28 yaitu 2,16 ind/cm2. Pada stasiun 2, perifiton kelas Euglenoida baru ditemukan pada pengamatan hari ke-14 sebesar 7,92 ind/cm2 dan mengalami penurunan pada hari ke-21 yaitu 3,60 ind/cm2. Setelah itu, perifiton kelas Euglenoida tidak ditemukan lagi. Genus yang ditemukan selama pengamatan adalah Euglena dan Pandorina.

3. Kondisi Komunitas Perifiton

Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H) yang diperoleh selama pengamatan pada Tabel 7, maka dapat dikategorikan bahwa keanekaragaman perifiton pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong sedang yaitu berkisar antara 2,903 – 2,971. Hal ini sesuai dengan kisaran kategori menurut Brower dan Zar (1990) yaitu keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

dengan kisaran 2,3062  6,9078. Hal ini diduga karena adanya faktor lingkungan yang menyebabkan stabilitas komunitas sedang, yaitu arus. Hanya jenis-jenis tertentu saja yang mampu beradaptasi terhadap perubahan kecepatan arus untuk dapat hidup dan berkembang di daerah Sungai Naborsahan.

Indeks keseragaman (E) menunjukkan tingkat kesamaan penyebaran jumlah individu suatu jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Tabel 7, kisaran indeks keseragaman antara 0,789 – 0,792. Secara umum, nilai indeks keseragaman di


(36)

antara kedua stasiun relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis cenderung merata.

Indeks dominansi (C) menunjukkan peranan masing-masing genera dalam suatu komunitas sehingga dapat diketahui bahwa pada suatu komunitas tertentu terdapat dominansi genera perifiton tertentu atau tidak. Berdasarkan Tabel 7, kisaran nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun adalah 0,078 – 0,093. Menurut Odum (1993), apabila indeks dominansi (C) > 0,5 maka struktur komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies. Berdasarkan nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun pengamatan diketahui bahwa tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi spesies-spesies lainnya.

B.Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Gambar 13, pada stasiun 1 produktivitas primer tertinggi sebesar 342,843 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 57,140 mgC/m3/hari sedangkan pada stasiun 2 produktivitas primer tertinggi sebesar 571,405 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 114,281 mgC/m3/hari. Nilai produktivitas primer perifiton pada kedua stasiun mencapai nilai tertinggi pada pengamatan hari ke-21. Hal ini diduga terjadi karena perifiton sebagai penghasil bahan organik di kedua stasiun memiliki kelimpahan tertinggi pada hari ke-21. Menurut Kevern dkk., (1966) dalam Widdyastuti (2011), tingkat pertumbuhan dalam waktu singkat pada perifiton dapat dijadikan sebagai perkiraan dari produktivitas perifiton.

Nilai produktivitas primer perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1 sehingga bahan organik yang dihasilkan perifiton lebih besar. Hal ini


(37)

diduga karena kelimpahan perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1 sehingga ketersediaan klorofil banyak yang menyebabkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi nilai produktivitas primer perifiton juga yang semakin tinggi.

C.Parameter Kualitas Air

Berdasarkan Tabel 8, suhu perairan di stasiun 1 berkisar antara 20 – 23oC dan stasiun 2 berkisar antara 21 – 23oC. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa di antara kedua stasiun pengamatan memiliki rentang suhu yang relatif sama dimana tidak menunjukkan variasi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena kondisi cuaca selama pengamatan yang relatif sama. Nilai suhu yang didapat selama pengamatan masih tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan perifiton yang diperoleh. Menurut Effendi (2003), alga dari filum Chlorophyta dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 – 35oC dan 20 – 30oC. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu lebih tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, kecepatan arus selama pengamatan di stasiun 1 berkisar antara 0,29 – 0,31 m/s dan stasiun 2 berkisar antara 0,45 – 0,5 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama pengamatan tergolong sedang. Menurut Welch (1980) dalam Widdyastuti (2011), kategori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,5 m/s. Di antara kedua stasiun terdapat perbedaan kecepatan arus sungai selama


(38)

pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan karena perbedaan topografi di antara kedua stasiun.

Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik yang mendominasi perairan pada stasiun pengamatan di antaranya adalah Synedra, Nitzschia, Navicula dan

Oscillatoria. Menurut Round (1964) dalam Wijaya (2009), tipe komunitas

perairan yang berarus < 0,2 – 1 m/s didominasi oleh alga epipelik dan epifitik seperti Nitzschia, Navicula, Caloines, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria,

Oedogonium dan Bulbochaete.

Menurut Effendi (2003), nilai kecerahan perairan tergantung pada warna air dan kekeruhan. Berdasarkan Tabel 8, kecerahan perairan di stasiun 1 berkisar antara 38 – 56 cm dan stasiun 2 berkisar antara 40 – 90 cm. Kisaran kecerahan perairan pada stasiun 1 lebih rendah dari pada stasiun 2 karena daerah di stasiun 1 lebih dangkal daripada stasiun 2.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran pH di stasiun 1 berkisar antara 5,9 – 7,2 dan di stasiun 2 berkisar antara 6,3 – 7,0. Nilai pH di stasiun 1 selama penelitian memiliki rata-rata sebesar 6,75 dan stasiun 2 sebesar 6,55. Menurut Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi perifiton di perairan. Menurut Effendi (2003), kisaran pH tersebut masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup pada pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap asam (pH <


(39)

6) dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenisnya (Weitzel, 1979). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pada kisaran pH yang netral tersebut keanekaragaman jenis dari kelas Bacillariophyceae yang terdapat tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran oksigen terlarut di stasiun 1 berkisar antara 7,2 – 8,0 mg/l dan stasiun 2 berkisar antara 6,4 – 7,6 mg/l. Kisaran nilai DO yang didapat selama penelitian masih mendukung kehidupan organisme akuatik yang terdapat di sekitar itu. Menurut Wibowo (2004), organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen pada kisaran 5 – 8 mg/l untuk dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya oleh suhu air. Rentang kisaran suhu yang didapat selama penelitian tergolong rendah sehingga membuat nilai kelarutan oksigen yang tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, pada stasiun 1, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,001 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,298 – 0,475 mg/l, amoniak (NH3) 0,142 – 0,172 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,037 – 0,061 mg/l. Sedangkan stasiun 2, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,002 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,365 – 0,582 mg/l, amoniak (NH3) 0,142

– 0,283 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,039 – 0,058 mg/l. Fluktuasi nutrien pada kedua stasiun disebabkan karena fluktuasi limbah pertanian, limbah PDAM dan limbah domestik yang berasal dari bagian hulu sungai maupun dari aktivitas masyarakat di sekitar sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 8, nilai amoniak yang didapat selama penelitian termasuk tinggi yaitu berkisar 0,142 – 0,283 mg/l. Nilai kadar amoniak tersebut berada pada kondisi perairan yang sudah tidak alami.


(40)

Menurut Effendi (2003), kadar amoniak di perairan alami tidak lebih dari 0,1 mg/l. Hal ini mengindikasikan telah terjadi masukan bahan organik terutama berasal dari limpasan pertanian. Namun, perifiton masih dapat mentoleransi kandungan amoniak tersebut dalam perairan. Widdaystuti (2011) menyatakan bahwa batas toleransi perifiton terhadap kandungan amoniak di perairan adalah < 0,2 mg/l.

Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai nitrat selama pengamatan yaitu 0,298 – 0,582 mg/l. Kandungan nilai nitrat ini sudah tidak berada pada kondisi yang tidak alami lagi namun tidak mencerminkan kondisi pencemaran yang antropogenik. Namun, perairan tersebut masih menunjang untuk pertumbuhan perifiton. Menurut Effendi (2003), perairan yang alami memiliki kandungan nitrat < 0,1 mg/l dan kondisi pencemaran yang antropogenik > 5 mg/l, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton antara 0,01 – 5 mg/l.

Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai ortofosfat selama pengamatan sebesar 0,037 – 0,061 mg/l. Fosfat memiliki peranan penting sebagai penyedia sumber energi dalam proses fotosintesis. Menurut Millero dan Sohn (1992) dalam Madubun (2008), pertumbuhan semua jenis alga tergantung pada konsentrasi ortofosfat. Berdasarkan kisaran nilai ortofosfat yang didapat selama pengamatan, maka perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang eutrofik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widdyastuti (2011) yang menyatakan bahwa perairan eutrofik memiliki kadar ortofosfat antara 0,031 – 0,1 mg/l.


(41)

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 11,435 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 71,997 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 5828,354 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,914 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,836 menunjukkan bahwa suhu dan arus memberikan pengaruh sebesar 83,6% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 16,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 3394,569 – 156,607X1 + 846,526X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar


(42)

3394,569 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 156,607 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 846,526 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,770 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap produktivitas primer perifiton tergolong kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,594 menunjukkan bahwa suhu dan arus memberikan pengaruh sebesar 59,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), diketahui bahwa terdapat perbedaan di antara kedua stasiun. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,836. Suhu mempengaruhi derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis organisme nabati di dalam perairan sedangkan arus dapat mempengaruhi penyebaran organisme perifiton.

Suhu merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan. Dalam ekosistem perairan, suhu dapat mempengaruhi produktivitas primer yaitu derajat metabolisme dan fotosintesis dimana peningkatan suhu yang masih ditoleransi oleh organisme nabati akan diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis perifiton yang ada di dalamnya. Menurut Barus (2004), arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik.


(43)

Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Pada perairan lotik, arus mempunyai peranan yang sangat penting.

Pada stasiun 1, rentang suhu yang didapat selama penelitian lebih luas daripada stasiun 2 sehingga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang ditemukan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena kisaran suhu perairan stasiun 1 mendukung kehidupan organisme tersebut. Menurut Effendi (2003), suhu optimum untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20 – 30oC. Menurut Abel (1985) dalam Sanaky (2003), perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologi di dalamnya. Kecepatan arus pada stasiun 1 lebih rendah daripada stasiun 2 sehingga juga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang ditemukan lebih banyak. Menurut Whitton (1975), kecepatan arus yang besar mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -7114,004 + 372,279X1 + 629,845X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 7114,004 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 372,279 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari


(44)

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 629,845 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,992 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,984 menunjukkan bahwa pH dan DO memberikan pengaruh sebesar 98,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 1,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 567,596 – 399,984X1 + 338,081X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkankan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 567,596 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 399,984 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 338,081 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,997 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,994 menunjukkan bahwa pH dan DO memberikan pengaruh sebesar 99,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 0,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.


(45)

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui bahwa pH dan DO pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar produktivitas primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai R2 sebesar 0,994. Hal ini disebabkan karena nilai kisaran pH dan DO dapat mendukung kelangsungan hidup perifiton di dalamnya sehingga aktivitas metabolisme dan proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas primer yang dihasilkan oleh perifiton.

pH merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa nilai pH air yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 6,5 – 8. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme perairan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Menurut Indrayani (2000), oksigen terlarut penting untuk respirasi organisme perairan.

Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Menurut Masters (1991) dalam Wibowo (2004), oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air.


(46)

merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air di antaranya perifiton. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi (Barus, 2004). Apabila nilai dari oksigen terlarut suatu perairan mendukung untuk proses kehidupan perifiton maka akan dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 455,336 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan kecerahan perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 6,462 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1,809 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,977 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,955 menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh sebesar 95,5% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 4,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.


(47)

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 251,022 – 9,753X1 + 2,697X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 251,022 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan kecerahan perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 9,753 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 2,697 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,994 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,988 menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh sebesar 98,8% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 1,2% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar terhadap produktivitas primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai R2 sebesar 0,988. Kecerahan perairan berkaitan dengan penetrasi cahaya matahari. Penetrasi cahaya matahari sangat penting karena mengontrol ketebalan


(48)

berlangsung selama masih ada cahaya matahari. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi.Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton suatu perairan (Barus, 2004). Apabila proses fotosintesis perifiton berlangsung baik maka akan dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton di suatu perairan.

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 272,338 + 1151,539X1 – 11742,692X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 272,338 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1151,539 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 11742,692 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,868 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,753 menunjukkan bahwa NO3 dan PO42- memberikan pengaruh sebesar 75,3% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 24,7% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.


(49)

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -731,339 + 1857,956X1 + 5348,752X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 731,339 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1857,956 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 5348,752 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,920 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,846 menunjukkan bahwa NO3 dan PO42- memberikan pengaruh sebesar 84,6% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 15,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) di antara kedua stasiun pengamatan, NO3 dan PO42- pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar terhadap produktivitas primer perifiton. Hal ini disebabkan karena ketersediaan nutrien ini mampu dimanfaatkan oleh perifiton untuk proses pertumbuhannya dan mempengaruhi produksi perifiton dalam proses fotosintesis sehingga mampu mempengaruhi pula tingginya produktivitas primer yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Basmi (1995) dalam Hidayat (2001) yang menyatakan bahwa apabila


(50)

unsur N dan P ketersediaannya di perairan di bawah kebutuhan minimum, maka pertumbuhan fitoplankton akan terganggu dan populasinya akan menurun.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai keanekaragaman perifiton berkisar antara 2,903 – 2,971 dengan nilai keanekaragaman tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1. Kelimpahan perifiton berkisar antara 79,20 – 329,76 ind/cm2 dengan kelimpahan tertinggi pada stasiun 2 pengamatan hari ke-21 dan terendah pada stasiun 1 pengamatan hari ke-7.

2. Nilai produktivitas primer perifiton berkisar antara 57,140 – 571,405 mgC/m3/hari dengan produktivitas primer tertinggi pada stasiun 2 pengamatan hari ke-21 dan terendah pada stasiun 1 pengamatan hari ke-7. 3. Berdasarkan analisis regresi linear diperoleh bahwa pada stasiun 1, pH dan

DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,984 sedangkan NO3 dan PO42- memberikan pengaruh yang rendah terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,753. Pada stasiun 2, pH dan DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,994 sedangkan suhu dan arus memberikan pengaruh yang rendah terhadap produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,594.


(52)

Saran

1. Perlu adanya penambahan stasiun pengamatan untuk mengetahui keanekaragaman jenis perifiton yang lebih banyak lagi di Sungai Naborsahan.

2. Perlu adanya perbandingan antara beberapa substrat sebagai media tumbuh perifiton agar mengetahui kelimpahan perifiton pada masing-masing substrat di Sungai Naborsahan.

3. Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya matahari pada masing-masing stasiun pengamatan agar dapat diketahui korelasi antara intensitas cahaya matahari dengan kelimpahan perifiton dan bahan organik yang dihasilkan oleh perifiton.

4. Perlu adanya perhatian dan pengawasan dalam pemanfaatan di sekitar Sungai Naborsahan oleh masyarakat dan pemerintah setempat agar kondisi perairan terjaga dengan baik.


(53)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Perairan umum tawar alami dikenal sebagai sungai, rawa dan danau. Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran air yang cukup kuat sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

Odum (1993) menyatakan bahwa ada dua zona utama pada aliran air (sungai), yaitu:

1. Zona air deras merupakan daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan.


(54)

dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi cocok untuk penggali, nekton dan plankton.

Sungai yang mengalir cepat ditandai oleh tipe substrat berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat ditandai dengan tipe substrat berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme autotrof (Wijaya, 2009).

Odum (1993) menyatakan bahwa salah satu bentuk adaptasi dari organisme komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir adalah melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, kayu, atau massa daun. Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air berupa ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora yang mempunyai serabut yang panjang; Diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; dan lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batu bahkan pada aliran air yang paling deras.

Organisme autotrof pada sistem ekosistem perairan terdiri dari berbagai macam kumpulan alga dan tanaman air. Produsen primer di sungai, danau dan waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton) dan makrofita. Pada kondisi perairan berarus, perifiton lebih berperan sebagai produsen primer. Namun, pada sungai yang dalam dan besar, fitoplankton cenderung lebih berperan dan lebih dominan. Meningkatnya ukuran sungai serta menurunnya kemiringan dan kecepatan arus umumnya akan meningkatkan produksi fitoplankton (Whitton, 1975).


(55)

Perifiton

Welch (1980) dalam Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton adalah mikroflora yang tumbuh di atas substrat di bawah permukaan air. Wetzel dan Westlake (1974) dalam Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa perifiton mencakup semua organisme tanaman, kecuali makrofita berakar yang tumbuh pada material di bawah permukaan air. Material tersebut meliputi semua substrat, seperti sedimen, batu, puing-puing dan organisme hidup. Pennak (1964) dalam Nuraini (2005) mengartikan perifiton sebagai aufwuchs yaitu seluruh kelompok organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda atau pada permukaan tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau bergerak di permukaan substrat tersebut.

Graham dan Wilcox (2000) menyatakan bahwa ada lima kelompok besar pembagian perifiton berdasarkan tempat menempel, yaitu:

1. Epilitik yaitu menempel di permukaan batuan.

2. Epipsammik yaitu hidup dan bergerak di antara butir-butir pasir. 3. Epipelik yaitu menempel di permukaan sedimen.

4. Epifitik yaitu menempel di permukaan tumbuhan. 5. Epizooik yaitu menempel di permukaan hewan.

Substrat benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian sehingga keberadaan perifiton juga ikut dipengaruhi oleh keberadaannya. Pada substrat benda mati, keberadaan perifiton akan lebih mantap (permanen), meskipun pembentukan komunitas terjadi secara lambat namun lebih mantap, tidak mengalami perubahan, rusak, atau mati (Wijaya,


(56)

Perifiton dapat tumbuh pada substrat buatan seperti plexiglass, gelas obyek, kayu dan blok-blok beton. Keuntungan dari penggunaan substrat buatan dalam penelitian adalah mudah standarisasinya, laju pertumbuhan perifiton dapat ditentukan dengan cepat dan pengumpulan datanya mudah. Perifiton ini juga dapat menjadi petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian penggunaan substrat buatan adalah bahwa spesies yang hidup secara alami mungkin tidak ikut terambil, laju akumulasi tidak produktif karena pertumbuhan dimulai pada tempat yang kosong (Larastri, 2006).

Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan substrat buatan, yaitu waktu pemaparan (akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan), kecepatan arus (dapat menguntungkan beberapa taksa) dan musim. Faktor waktu pemaparan merupakan yang paling penting karena dapat mengakibatkan fluktuasi yang besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik atau kualitas air (Nuraini, 2005).

Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan sebagai pembatas, hal-hal yang diperlukan serta penting untuk perkembangan perifiton meliputi tipe perairan (danau, sungai, atau laut), ketersediaan cahaya (lama penyinaran, kecerahan, kekeruhan), tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman), pergerakan air (arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, kesadahan, unsur hara (N, P, C), bahan-bahan terlarut (Ca, S, Si), logam dan logam kelumit (Fe, Cu, Cr, V, Se), juga suhu, salinitas, oksigen dan CO2 (Weitzel, 1979).

Perkembangan perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan hasil kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini terkait erat dengan kemampuan


(57)

perifiton dan alat penempelnya. Keberadaan substrat sangat menentukan perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya. Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Wijaya, 2009).

Natalia (2000) menyatakan bahwa zonasi yang terbentuk di perairan mempengaruhi struktur komunitas perifiton yang ada. Ada tiga zonasi yang berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton, yaitu:

a. Zona eulitoral yaitu daerah pinggiran yang masih dalam jangkauan percikan air. Zona ini ditumbuhi oleh perifiton yang mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim. Jenis-jenis perifiton yang dapat berkembang di antaranya Tilopothrix parietina dan Scytonema myochorus. b. Zona sublitoral atas yaitu zona air yang masih tembus sinar matahari dengan

nilai suhu serupa dengan di wilayah eufotik dengan perubahan kecil dan tidak berarti. Zona ini memiliki komunitas dengan komposisi yang paling kaya. c. Zona sublitoral bawah yaitu zona air yang kurang menerima sinar matahari.

Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin. Pada kondisi ini, komunitas perifiton alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih layak untuk alga coklat, alga biru dan alga merah. Jenis-jenis yang dapat berkembang di antaranya adalah kelompok Diatomae, Pleurocapsis,

Chroocopsis, Lyngbya dan Hildenbrandia.

d. Zona profundal yaitu zona air gelap. Pada zona ini, komunitas perifiton jenis alga autotrof semakin menghilang dan digantikan oleh jenis heterotrof.


(58)

Rhodophyta, Cryptophyta, Bacillariophyta, Chrysophyta, Euglenophyta dan Chlorophyta. Alga bentik yang sering ditemukan dalam jumlah besar adalah

Synedra, Nitzschia, Navicula, Diatoma dan Surirella. Pada perairan berarus kuat,

alga bentik yang mendominasi ditandai dengan diatom kelompok Pennales dan dengan menurunnya arus, keanekaragaman akan meningkat tidak hanya diatom melainkan juga Chlorophyta dan Myxophyta (Whitton, 1975).

Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton menempel pada substrat dengan memanfaatkan kelebihan dari morfologinya. Beberapa jenis alat untuk menempel pada substrat, yaitu:

1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix.

2. Tangkai bergelatin panjang dan pendek, seperti pada Cymbella, Gomphonema dan Achnanthes.

3. Bentuk piringan sel basal terutama alga benang.

4. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (Sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan Ophirydium. Sistem penempelan ini tentunya memiliki ketahanan yang berbeda terhadap arus dan gelombang.

Pada perairan, makroalga, perifiton, dan fitoplankton mempunyai peran yang sangat penting karena mereka menyediakan struktur komunitas dan produktivitas primer yang mendukung beragam organisme lain. Di perairan tergenang, peranan perifiton lebih rendah dari fitoplankton, sedangkan untuk perairan mengalir, peranan perifiton lebih besar, kecuali di perairan yang keruh (Graham dan Wilcox, 2000).


(59)

Produktivitas Primer

Produktivitas adalah laju pembentukan bahan organik rata-rata selama beberapa periode waktu tertentu, misalnya satu hari atau tahun. Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari (Wetzel, 1983).

Produktivitas primer pada umumnya dinyatakan dalam gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air per interval waktu. Produksi merupakan jumlah karbon per m2 per hari (gC/m2/hari). Organisme yang berperan dalam hal ini adalah fitoplankton yang mampu menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis. Reaksi pada proses fotosintesis adalah:

cahaya

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2 energi + tumbuhan

Dari reaksi di atas, secara teoritis untuk mengukur laju produksi senyawa-senyawa organik dapat diukur dengan cara mengetahui laju hilangnya atau munculnya beberapa komponen yang ada dalam reaksi tersebut. Laju fotosintesis dapat diukur dengan laju hilangnya CO2 atau munculnya O2. Pengukuran ini dalam praktiknya yang digunakan hanya dua komponen yaitu CO2 dan O2 (Abida, 2008).

Produktivitas primer dibatasi oleh cahaya karena cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Laju fotosintesis akan tinggi bila tingkat intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya menurun. Cahaya merupakan


(60)

komponen utama dalam proses fotosintesis dan secara langsung bertanggung jawab terhadap nilai produktivitas primer perairan (Taqwa, 2010).

Madubun (2008) menyatakan bahwa proses fotosintesis dapat dibagi atas dua bagian yakni reaksi terang dan reaksi gelap. Secara ringkas dijelaskan bahwa pada reaksi terang akan dibebaskan oksigen yang bersumber dari air serta dihasilkan energi bebas yang bersumber dari serangkaian perubahan ADP (Adenosine diphosphate) dan fosfat anorganik menjadi ATP (Adenosine

triphosphate). Sedangkan pada reaksi gelap, akan dihasilkan karbohidrat yang

direduksi dari karbondioksida dan menghasilkan sejumlah energi bebas yang sumbernya berasal dari degradasi (decay) ATP yang telah dibentuk selama reaksi terang.

Faktor-faktor yang membatasi produktivitas primer fitoplankton di perairan di antaranya adalah intensitas cahaya matahari, suhu, unsur hara dan biomassa fitoplankton. Penyebaran produktivitas primer fitoplankton bervariasi secara luas. Variasi tersebut berkaitan dengan lintang geografis dan musim. Di daerah

temperate pada musim dingin, cahaya seringkali membatasi nilai produktivitas

primer, sedangkan di daerah tropis, ketersediaan nutrien sering menjadi faktor pembatas produktivitas primer fitoplankton (Madubun, 2008).

Dalam konsep produktivitas primer dikenal istilah Produktivitas Primer Kotor (Gross Primer Productivity/GPP) dan Produktivitas Primer Bersih (Net

Primer Productivity/NPP). GPP adalah laju produksi primer dari zat organik

dalam jaringan tumbuhan termasuk yang digunakan untuk respirasi. NPP adalah laju produktivitas primer zat organik dikurangi dengan yang digunakan untuk proses respirasi. Respirasi adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk proses


(61)

respirasi, sedangkan NPP dikurangi R merupakan NCP (Net Community

Production) (Smith, 1992).

Teknik botol gelap-terang untuk memperkirakan produksi primer telah banyak digunakan. Pada metode oksigen, sampel fitoplankton diinkubasi pada botol terang dan gelap (tidak tembus cahaya) pada kedalaman yang diinginkan. Konsentrasi awal oksigen terlarut diharapkan menjadi berkurang karena respirasi pada botol gelap dan bertambah pada botol terang yang disebabkan oleh produksi fotosintesis dan konsumsi untuk respirasi. Jumlah dari aktivitas respirasi dengan aktivitas fotosintesis bersih sama dengan aktivitas fotosintesis kotor. Kelemahan metode oksigen adalah tidak mempunyai ketelitian pada lingkungan perairan yang produktivitasnya rendah (Wetzel, 1983).

Produktivitas primer suatu perairan dapat saja bernilai negatif, meskipun konsentrasi oksigen berada di bawah kondisi saturasi. Nilai negatif dapat terjadi karena penerapan yang kurang benar atau kurang teliti. Namun demikian, nilai negatif tersebut bisa saja betul diduga oleh difusi udara dan air terbatas atau konstan selama 24 jam (Indrayani, 2000).

Parameter Kualitas Air A. Suhu

Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa sumber terbesar dari panas pada perairan tawar adalah radiasi sinar matahari. Hal ini berlaku untuk danau, sungai besar atau sungai kecil yang sebagian besar permukaan perairannya terkena sinar matahari langsung. Pada sungai kecil yang sangat teduh, pemindahan panas dari udara dan aliran dari air tanah lebih penting daripada radiasi sinar matahari dalam


(62)

mengatur suhu. Fluktuasi pada suhu harian lebih dari 5oC merupakan hal yang biasa. Fluktuasi suhu tahunan pada sungai kecil sangat penting bagi organisme sungai tersebut. Reproduksi dan pertumbuhan dari organisme perairan mengalir diatur oleh suhu. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, seperti curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007).

Secara alami, suhu air permukaan merupakan lapisan yang lebih hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Suhu air permukaan di perairan nusantara umumnya berkisar antara 28 – 31oC. Oleh karena angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50 – 70 m dapat terjadi pengadukan. Akibatnya, di lapisan kedalaman 50 – 70 m terdapat suhu hangat yang homogen (sekitar 28oC). Di perairan dangkal, lapisan homogen ini dapat berlanjut sampai ke dasar (Nontji, 2007).

Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Kelarutan gas-gas H2, N2, CO2 dan O2 menurun dengan meningkatnya suhu perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan. Alga dari filum Chlorophyta dan diatom tumbuh dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 30 – 35oC dan 20 – 30oC. Filum Cyanophyta dapat mentoleransi kisaran suhu yang lebih tinggi dari Chlorophyta dan diatom (Suparlina, 2003). Komposisi, proses fotosintesis dan pertumbuhan perifiton sangat dipengaruhi oleh suhu air (Nuraini, 2005).


(63)

B. Intensitas Cahaya

Cahaya matahari merupakan energi penggerak utama bagi seluruh ekosistem, termasuk di dalamnya ekosistem perairan. Cahaya adalah sumber energi dasar bagi pertumbuhan organisme autotrof, terutama fitoplankton yang pada gilirannya mensuplai makanan bagi seluruh kehidupan di perairan. Fungsi ekosistem yang optimal harus ditunjang oleh adanya cahaya matahari. Salah satu ukuran kualitas suatu ekosistem adalah terselenggaranya proses produksi atau produktivitas primer yang mempersyaratkan adanya cahaya untuk keberlangsungannya (Sunarto dkk., 2004).

Faktor cahaya dan nutrien sangat penting dalam kajian produktivitas primer. Perifiton merupakan mikroorganisme yang tumbuh pada daerah yang dapat ditembus cahaya atau daerah eufotik. Pada satuan luas permukaan (m2), perifiton lebih produktif daripada fitoplankton. Ketersediaan cahaya tahunan dan suhu sebagai faktor pengaturnya (Wijaya, 2009).

Cahaya matahari sebagai sumber energi fotosintesis sangat terkait terhadap laju produksi primer oleh fitoplankton (Sitinjak, 2009). Wetzel (2001) menyatakan bahwa jika nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup untuk mendukung laju maksimum fotosintesis, maka ketersediaan cahaya adalah faktor dominan yang mengatur laju fotosintesis. Iluminasi (penyinaran) cahaya matahari di hampir semua habitat akuatik bergantung pada sudut penyinaran matahari sepanjang hari, musim, letak lintang (latitude) dan kondisi iklim setempat (seperti persen penutupan awan) (Sitinjak, 2009). Wetzel (2001) menyatakan bahwa ketersediaan cahaya di sungai bergantung pada penutupan kanopi di tepi sungai dan kekeruhan (turbidity).


(1)

Dengan selesainya skripsi ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu Manajemen Sumberdaya Perairan. Terima kasih.

Medan, Agustus 2013


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ……… ii

RIWAYAT HIDUP ………... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………. x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Sungai ... 6

Perifiton ... 8

Produktivitas Primer ... 12

Parameter Kualitas Air ... 14

A. Suhu ... 14

B. Intensitas Cahaya ... 16

C. Arus ... 17

D. Kecerahan dan Kekeruhan ... 18

E. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) ... 20

F. Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 21

G. Chemical Oxygen Demand (COD) ... 22

H. Derajat Keasaman (pH) ... 23

I. Nitrogen ... 24

J. Fosfor ... 26

METODE PENELITIAN ... 27

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 27


(3)

Pelaksanaan Penelitian ... 28

A. Penentuan Stasiun ... 28

B. Pembuatan Substrat ... 30

C. Pengamatan ... 30

Metode Pengumpulan Data ... 31

A. Perifiton ... 31

B. Produktivitas Primer ... 33

C. Kandungan Bahan Organik ... 35

Metode Analisis Data ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Hasil ……… 38

A.Struktur Komunitas Perifiton ... 38

1.Keanekaragaman Jenis Perifiton ... 38

2.Kelimpahan Perifiton ... 40

3.Kondisi Komunitas Perifiton ... 42

B.Produktivitas Primer Perifiton ... 42

C.Parameter Kualitas Air ... 42

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 43

1.Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 43

2.Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 44

Pembahasan ……… 44

A.Struktur Komunitas Perifiton ... 44

1. Keanekaragaman Jenis Perifiton ... 44

2. Kelimpahan Perifiton ... 45

3. Kondisi Komunitas Perifiton ... 47

B.Produktivitas Primer Perifiton ... 48

C.Parameter Kualitas Air ... 49

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 53

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 53

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

Kesimpulan ... 63

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(4)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1 Distribusi Alga dan Kaitannya Dengan Arus ... 18 2 Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen

Terlarut ... 21 3 Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5 ... 22

4 Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan ... 24 5 Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Metode yang

Digunakan ... 27

6 Interval Korelasi dan Tingkatan Hubungan Antar Faktor 36

7 Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan

Indeks Dominansi ... 42 8 Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Masing-masing Stasiun

Pengamatan ... 43 9 Analisis Regresi Parameter Fisika, Kimia dan Biologi

Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton ... 43 10 Analisis Regresi Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Tentang Produktivitas Primer

Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara ... 4

2 Peta Lokasi Penelitian ... 28

3 Stasiun 1 ... 29

4 Stasiun 2 ... 29

5 Bagan Alir Pengukuran Nilai Produktivitas Primer Perifiton ... 34

6 Keanekaragaman Jenis Perifiton di Sungai Naborsahan Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2 ... 38

7 Keanekaragaman Jenis Plankton di Sungai Naborsahan Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2 ... 39

8 Kelimpahan Perifiton di Sungai Naborsahan Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan ... 40

9 Kelimpahan Perifiton Kelas Bacillariophyceae ... 40

10 Kelimpahan Perifiton Kelas Chlorophyceae ... 41

11 Kelimpahan Perifiton Kelas Cyanophyceae ... 41

12 Kelimpahan Perifiton Kelas Euglenoida ... 41

13 Produktivitas Primer Perifiton di Masing-masing Stasiun Pengamatan ... 42


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman