Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Sebagai Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Bpjs Kesehatan Chapter III V

BAB III
PENGATURAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

A. Latar Belakang Terbentuknya Program Jaminan Kesehatan Nasional
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh seluruh
bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia. Hak tersebut dicantumkan dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1948 tentang Hak Azasi
Manusia.Setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan
berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi
janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan
kekurangan nafkah yang berada di luar kekuasaannya. 63 Berdasarkan deklarasi
tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk
mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua
penduduk (universal health coverage).
Sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA)
menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang
menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke58

mengeluarkan

63

resolusi

yang

menyatakan,

pembiayaan

kesehatan

yang

Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

38
Universitas Sumatera Utara


berkelanjutan melalui universal health coverage diselenggarakan melalui
mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar
mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem
pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak
menuju universal health coverage.Untuk mewujudkan komitmen global dan
diatas,pemerintahbertanggung

jawab

atas

pelaksanaan jaminan

kesehatan

masyarakat melalui JKN bagi kesehatan perorangan.Negara ini didirikan dengan
cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.Kesejahteraan
yang berkeadilan sosial itu dapat terwujud melalui pengembangan sistem jaminan
sosial. 64Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan

menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan
diantaranya adalah melalui PT.
Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain
pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran dan pegawai swasta. Masyarakat
miskin dan tidak mampu 65pemerintah memberikan jaminan melalui skema
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda). Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk
mengatasi hal itu, pada 2004 dikeluarkan UU SJSN. Undang-Undang ini
menyatakan bahwa program Jaminan Sosial bersifat wajib mencakup seluruh
penduduk yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib
menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial ini diprioritaskan untuk

64

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Mewujudkan Amanat Konstitusi. (Jakarta:
PT.Kompas Media Nusantara, 2011) , hlm. 11.
65
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Buku Pegangan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, hlm. 9.


39
Universitas Sumatera Utara

mencakup

seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program Jaminan

Kesehatan. 66UU SJSN juga menetapkan Jaminan SosialNasional (JSN) akan
diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS kesehatandan BPJS
ketenagakerjaan.Untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut, pemerintah
akan menyelenggarakan program JKNyang akan diselenggarakan oleh BPJS
kesehatan yang implementasinyadimulai 1 Januari 2014.
Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut SJSN)
bidang kesehatan pada tahun 2014 merupakan suatu momentum yang sangat
krusial bagi bangsa Indonesia. Kondisi ini merefleksikan keinginan dari
pemerintah sebagai representasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat berdasarkan prinsip keadilan sosial. Penyediaan dan pengelolaan
sistem pelayanan kesehatan telah disepakati menjadi kewajiban pokok pemerintah
sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Sistem pelayanan kesehatan telah
diakui sebagai hak setiap warga negara sehingga keberadaannya harus dapat

dimanfaatkan oleh setiap lapisan masyarakat. Perlu dilakukan transformasi secara
menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan untuk mendukung pembentukan
SJSN tersebut. 67
Secara

operasional,

pelaksanaan

JKN

dituangkandalam

Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain:
1.

Peraturan


Pemerintah

Nomor

101

Tahun

2012

tentang

Penerima

BantuanIuran.

66
67

Hadi Setia Tunggal, Tanya-Jawab SJSN & BPJS (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hlm. 88.

BPJS Kesehatan, Pedoman Administrasi BPJS Kesehatan, Edisi Desember 2013.

40
Universitas Sumatera Utara

2.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang JaminanKesehatan dan
Peta Jalan JKN. 68
Kementerian Kesehatan mendukung pelaksanaan program tersebut dengan

memberikan prioritas dalam program jaminan kesehatan dalam rangka
transformasi kesehatan indonesia.Program JKN hadir dalam pelayanan kesehatan
karena perintah Peraturan Perundang-Undangan. Peraturan perundangan mengatur
dengan rinci tujuan, prinsip, para pelaku dan tata kelola JKN dalam satu kesatuan
sistempenyelenggaraan program jaminan sosial yaitu SJSN. Penetapan hal-hal
tersebut melalui proses penetapan kebijakan publik. Hal ini berbeda dengan
penyelenggaraan program jaminan/asuransi kesehatan privat/komersial. Asuransi
kesehatan komersial berlangsung berdasarkan kesepakatan jual beli antara
perusahaan asuransi dengan pembeli produk asuransi.

Peraturan Perundang-Undangan hanya mengatur hal-hal berkaitan dengan
perizinan usaha perasuransian dan tata cara perjanjian jual-beli. Manfaat, besar
iuran dan tata cara pengelolaan diatur oleh masing-masing perusahaan asuransi.
Perusahaan

asuransi

dan

peserta

menegosiasikan

hal-hal

tersebut

dan

melaksanakannya sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan yang tercantum

dalam polis asuransi. Mencermati karakteristik JKN tersebut di atas seluruh
pemangku kepentingan JKN perlu memahami dasar hukum JKN, peraturan
perundangundangan yang terkait JKN, kebijakan pemerintah serta rujukan

68

Ibid., hlm. 10.

41
Universitas Sumatera Utara

internasional. Dari pemahaman yang benar diharapkan akan tercipta dukungan
publik secara berkelanjutan dan berorientasi peningkatan kualitas. 69

B. Tujuan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Sistem Jaminan Sosial Nasional (nationalsocial security system) adalah
sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup
yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk
Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak

dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan
seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena
gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. 70JKN
merupakan bagian dari SJSN yang diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan
UU SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
Jaminan kesehatandiselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. 71Manfaat pemeliharaan kesehatan sebagaimana yang
dimaksud dalam tujuan JKN adalah pelayanan kesehatan perorangan menyeluruh

69

Asih Eka Putri, Op Cit, hlm. 10.
Naskah Akademik SJSN, hlm. 2.
71
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 19.


70

42
Universitas Sumatera Utara

yang mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pelayanan
pencegahan penyakit (preventif), pengobatan dan perawatan (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan perorangan
tersebut terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Klasifikasi pelayanan
didasari atas perbedaan hak peserta karena adanya perbedaan besaran iuran yang
dibayarkan. 72Manfaat pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam tujuan JKN
adalah:
1.

Penyuluhan kesehatan perorangan, yaitu penyuluhan mengenai pengelolaan
faktor risiko penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat.

2.

Imunisasi dasarmeliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio dan Campak.

3.

Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan
tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga
berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

4.

Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko
penyakit tertentu. 73

72

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 22
dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Pasal 20.
73
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Op Cit, hlm. 31.

43
Universitas Sumatera Utara

Beberapa cakupan manfaat medis kesehatan yang dimaksud dalam tujuan
JKN :
1.

Manfaat medis
Manfaat medis tidak terikat besaran iuran. Seluruh peserta JKN berhak

atasmanfaat medis yang sama sesuai dengan kebutuhan medisnya. 74 Manfaat
medis mencakup penyuluhan kesehatan, konsultasi, pemeriksaan penunjang
diagnostik, tindakan medis dan perawatan, transfusi, obat-obatan, bahanmedis
habis pakai, rehabilitasi medis, pelayanan kedokteran forensik serta pelayanan
jenazah.Manfaat medis diberikan secara berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan
non spesialistik diberikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pelayanan
kesehatan spesialistik dan subspesialistik diberikan di fasilitas kesehatantingkat
lanjutan. JKN membagi dua tingkatan fasilitas kesehatan sebagai berikut:
a.

Fasilitas kesehatan tingkat pertama, terdiri dari:
1) puskesmas atau yang setara;
2) praktik dokter;
3) praktik dokter gigi;
4) klinik pratama atau yang setara;
5) rumah sakit kelas D atau yang setara.

b.

Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatanspesialistik
dan sub spesialistik, terdiri dari:
a) klinik utama atau yang setara;
b) rumah sakit umum;
74

Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, Pasal 20 ayat (3).

44
Universitas Sumatera Utara

c) rumah sakit khusus.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan didukung oleh
fasilitas kesehatan penunjang, yaitu: 75
a) laboratorium;
b) instalasi farmasi rumah sakit;
c) apotek;
d) optik;
e) unit transfusi darah (Palang Merah Indonesia).
1.

Manfaat non medis – Ruang Rawat Inap
Manfaat non medis terikat besaran iuran. Manfaat non medis meliputi

akomodasi layanan rawat inap dan ambulans. 76Akomodasi layanan rawat inap
terbagi atas tiga kelas ruang perawatan,dari kelas tertinggi ke kelas terendah, yaitu
kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang
lebih tinggi dari pada haknya dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin olehBPJS kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan
kelasperawatan.Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan tidak
diperkenankanmemilih kelas yang lebih tinggi dari haknya.Dalam hal ruang rawat
inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta dapatdirawat di kelas perawatan
satu tingkat lebih tinggi paling lama tiga hari perawatan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan membayar kelas
perawatan peserta sesuai hak peserta. Bila ruang rawat inap yang menjadi haknya
75

Republik Indonesia, Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014.
Republik Indonesia, Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Nasional, Pasal 20 ayat (4) dan (5).
76

45
Universitas Sumatera Utara

telah tersedia, pesertawajib menempati ruang rawat inap yang menjadi
haknya.Bila setelah tiga hari ruang rawat inap yang menjadi hak peserta
tidaktersedia

maka

selisih

biaya

menjadi

tanggung

jawab

fasilitas

kesehatan.Fasilitas kesehatan dapat merujuk peserta tersebut ke fasilitas
kesehatanyang setara atas persetujuan peserta. 77
2.

Manfaat Non Medis – Ambulans
Ambulans diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan

kondisi tertentu yang ditentukan oleh BPJS kesehatan.Setiap saat kita sangat
berpotensi mengalami risiko antara lain: dapat terjadi sakit berat, menjadi tua dan
pensiun tidak ada pendapatan-masa hidup bisa panjang. Sementara dukungan
anak/keluarga lain tidak selalu ada dan tidak selalu cukup.Pada umumnya
masyarakat Indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendeksehingga belum
ada budaya menabung untuk dapat menanggulangi apabila ada musibah
sakit.Masyarakat kita umumnya belum “insurance minded” terutama dalam
asuransi kesehatan. Hal ini mungkin premi asuransi yang ada (komersial) mahal
atau memang belum paham manfaat asuransi. Dengan demikian untuk menjamin
agar semua risiko kesehatan tersebut dapat teratasi tanpa adanyahambatan
finansial maka JKN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan
sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong,ekuitas dan bertujuan
agar kesehatan seluruh rakyat Indonesia terjamin merupakan jalan keluar untuk
mengatasi risiko yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita. 78

77

Asih Eka Putri, Op.Cit., hlm. 61.
Ibid., hlm. 62

78

46
Universitas Sumatera Utara

Pencapaian tujuan JKN akan sangat bergantung pada kepercayaan publik
terhadap

kinerja

BPJS.

Untuk

menjamin

pengelolaan

yang

efektif,

efisientransparan dan akuntabilitas, BPJS akan diaudit oleh BPK dan akuntan
publik. Secara internal, DP dan DJSN akan terus memantau dan mengawasi
segala aspek penyelenggaraan JKN oleh BPJS kesehatan. Keluhan peserta, dokter
dan fasilitas kesehatan lainnya harus juga selalu ditampung.Setiap pemangku
kepentingan dapat menyampaikan keluhan atas layanan fasilitas kesehatan yang
tidak memuaskan dan layanan BPJS atau praktik petugas BPJS yang tidak bersih
melalui berbagai saluran pengaduan masyarakat hingga kepada Presiden.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kesehatandengan monitoring dari
DJSN harus menampung seluruh keluhan atau pengaduan yang ada dan
mengkoordinasikan penanganannya. Laporan keuangan harus dipublikasipaling
sedikit dua kali dalam setahun dalam berbagai media cetak dan elektronik agar
bisa diperiksa, diawasi, dan dievaluasi oleh pemangku kepentingan, akademisi,
pengawas korupsi, dan peneliti lainnya. Sebagaimana diatur dalam UU BPJS,
direksi dan komisaris PT. Askes akan mengemban menjadi direksi dan DP BPJS
untuk masa dua tahun. Karena masa jabatan direksi dan Dewan Komisaris PT.
Askes akan segera berakhir, maka penggantian Dewan Direksi dan Komisaris PT.
Askes yang nantinya sebagai pengelola BPJS diharapkan terdiri dari orang-orang
yang memahami dan berkomitmen menjalankan BPJS sebaik-baiknya. Dalam
rangka proses transformasi tersebut, PT. Askes dan koordinasi dengan berbagai
kementrian terkait lainnya, DJSN, OJK serta asosiasi profesi/organisasi fasilitas
kesehatan perlu melakukan sosialisasi intensif kepada publik.

47
Universitas Sumatera Utara

Sosialisasi merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan dari JKN
mengingat tingkat kepesertaan jaminan kesehatan saat ini relatif rendah.
Sosialisasi yang baik akan memberikan pemahaman dan kesadaran kepada peserta
dan pemberi kerja akan hak dan kewajibannya. Dengan pemasaran yang memadai,
kepesertaan JKN yang berbasis asuransi sosial ini dapat mencapai target yang
diharapkan dan pemberi kerja dapat mendapatkan manfaat yang besar pula dari
terlindunginya kesehatan para pekerja. Sosialisasi diperlukan tidak hanya dari
kepesertaan namun juga untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang
terkait untuk peningkatan kualitas layanan kesehatan baik di pusat, daerah, swasta
maupun unsur masyarakat lainnya. 79

C. Prinsip Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan kesehatan yang dirumuskan oleh UU SJSN adalah jaminan
kesehatan yang diselenggarkan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas. 80Penjelasan Pasal 19 UU SJSN menyatakan bahwa yang
dimaksud prinsip asuransi sosial antara lain:
1.

Kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang
tua dan muda dan yang berisiko tinggi dan rendah.

2.

Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif.

3.

Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan.

79

http://www.pkfi.net/file/download/Peta%20Jalan%20Jaminan%20Kesehatan%20Nasio
nal%20%202012-2019%282%29.pdf (diakses pada tanggal 17 Maret 2016).
80
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 19
ayat 1.

48
Universitas Sumatera Utara

4.

Bersifat nirlaba. 81
Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam

memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terikat dengan
besaran iuran yang telah dibayarkannya. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah
kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan. Prinsip JKN menurut
Pasal4 UU SJSN antara lain:
1.

Prinsip kegotong-royongan (risk pooling).Kegotong-royongan adalah upaya
bersama agar semua penduduk berkontribusi (membayar iuran/ pajak) agar
terkumpul (pool) dana untuk membiayai pengobatan siapa saja yang sakit.
Disinilah fungsi kegotong-royongan formal diwujudkan (karena setiap orang
diwajibkan mengiur/membayar pajak yang jumlahnya ditentukan). Dalam
kegotong-royongan informal yang telah lama berakar, kolega atau kerabat
membantu biaya pengobatan dengan menyumbang seikhlasnya (sukarela).
Mekanisme sukarela ini tidak menjamin kecukupan dana untuk biaya
pengobatan. Dengan mekanisme formal yang disebut risk-pooling,sumbangan
berupa iuran wajib atau pajak diperhitungkan agar mencukupi biaya berobat
siapapun yang sakit. Tergantung dari sistem kegotong-royongan yang akan
diterapkan, beberapa negara menerapkan kegotong-royongan di antara
penduduk di suatu daerah, di sektor pekerja yag sama (PNS, pegawai swasta,
petani dan lainnya). Indonesia selama ini memiliki sistem yang terpecah
(terfragmentasi) seperti itu. Namun, UU SJSN dan UU BPJS telah
menetapkan bahwa Indonesia akan menuju satu kegotong-royongan nasional
81

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, bagian
Penjelasan pasal 19.

49
Universitas Sumatera Utara

dimana iuran dari seluruh penduduk akan dikumpulkan (pool) dalam satu
dana amanat yang akan dikelola oleh BPJS kesehatan. Dana amanat ini biaya
pengobatan semua penduduk yang sakit (setelah cakupan universal tercapai)
akandiambil dari satu sumber tanpa harus memperhatikan besaran iuran atau
besaran upah masing-masing pengiur dan tanpa memperhatikan tempat
tinggal pengiur. Yang menjadi pertimbangan penjaminan hanyalah kondisi
medis penduduk. Dengan demikian, akan terjadi keadilan sosial dan
memungkinkan tenaga kesehatan melayani penduduk tanpa diskriminasi
status sosial ekonomi. 82
2.

Prinsip nirlaba, di dalam prinsip nirlaba pengelolaan dana amanat oleh BPJS
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,
tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.

3.

Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip - prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana
yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4.

Prinsip portabilitas, prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
82

Mundiharno,Hasbullah Thabrany, Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional
2012 – 2019 (Jakarta: 2012), hlm. 11.

50
Universitas Sumatera Utara

5.

Prinsip kepesertaan bersifat wajib, kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
83

kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,

penerapannya tetap

disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta
kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh
rakyat. 84
6.

Prinsip dana amanat, dana yang terkumpul dari iuran merupakan dana amanat
yang hanya dibelanjakan/dibelikan layanan kesehatan untuk peserta
(sementara) yang membayar iuran. Pembelian layanan ini sangat dipengaruhi
luasnya manfaat/layanan kesehatan yang dijamin, cara pembayaran ke
fasilitas kesehatan yang memproduksi/menjual layanan dan kemudahan
sistem administrasi. Kelak semua penduduk akan menjadi peserta. Belanja
layanan kesehatan (purchasing of services) harus dilakukan secermat dan
sehemat mungkin agar dana amanat mencukupi dan tidak terjadi pemborosan
(optimal resources). Semakin luas (komprehensif) manfaat jaminan kesehatan
semakin banyak dana yang dibutuhkan. Untuk efisiensi belanja layanan
kesehatan, cara-cara pembayaran/pembelian layanan kesehatan dari fasilitas
kesehatan publik maupun swasta harus diatur agar tidak terjadi pemborosan
atau belanja layanan yang tidak perlu (moral hazard atau fraud). Dalam
konteks ini, UU SJSN telah merumuskan cara-cara pembayaran yang efisien
83
84

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Op.Cit., hlm.18.
Ibid., hlm. 19.

51
Universitas Sumatera Utara

(prospektif seperti kapitasi, budget dan berbasis diagnosis) yang bervariasi di
berbagai wilayah untuk menggambarkan perbedaan biaya hidup atau harga
barang-barang dan tenaga kesehatan. 85
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana diuraikan diatas
maka pengelolaan jaminan kesehatan dalam SJSN adalah sebagai berikut:
1.

Pengelolaannya tidak lagi terpisah-pisah menurut tempat tinggal (provinsi
atau kota/kabupaten atau tempat bekerja) melainkan terintegrasi dalam BPJS
kesehatan secara nasional.

2.

Pendanaan berbasis asuransi sosial dimana semua penduduk wajib iur.
Namun, penduduk yang miskin dan tidak mampu akan mendapat bantuan
iuran (mekanisme bantuan sosial) dari pemerintah. Ketika penduduk tersebut
tidak lagi miskin maka ia wajib membayar iuran.

3.

Layanan kesehatan perorangan yang dijamin adalah semua layanan atas
indikasi medis (sesuai kebutuhan medis) mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bersifat layanan orang per orang.

4.

Fasilitas kesehatan yang memproduksi layanan yang akan dibeli oleh BPJS
adalah faskes milik pemerintah dan/atau swasta. Dengan demikian, semua
sumber daya kesehatan akan digunakan untuk menjamin seluruh penduduk
memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

5.

Cara belanja (metoda pembayaran) yang efisien agar dana amanat digunakan
secara optimal adalah cara pembayaran prospektif seperti pembayaran
kapitasi untuk rawat jalan primer dan pembayaran Diagnosis Related

85

Mundiharno, Hasbullah Thabrany, Op.cit., hlm. 14.

52
Universitas Sumatera Utara

Group(DRG) yang di Indonesia telahdikenal dengan INA-CBG untuk rawat
jalan sekuder (rujukan) dan rawat inap.
6.

Dengan pengelolaan oleh satu BPJS, maka sistem administrasi pengumpulan
dana,pembelanjaan, klaim, pelaporan dan lain-lain akan menjadi lebih efisien
dan memudahkan dipahami oleh seluruh peserta dan seluruh pengelola
fasilitas kesehatan. 86

D. Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional
1.

Kepersertaan
Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar

oleh pemerintah. 87Peserta dalam program JKN adalah setiap orang termasuk
orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di indonesia yang telah
membayar iuran, meliputi:
a.

Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI) kesehatan yaitu
fakir miskin dan orang tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh
pemerintah ke BPJS kesehatan dan bukan PBI kesehatan dengan rincian
sebagai berikut:
1) Peserta

PBI jaminan

kesehatan

meliputi

orang

yang

tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
2) Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:
86

Ibid., hlm., 14-15.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 20
ayat (1) UU SJSN.
87

53
Universitas Sumatera Utara

(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS);
(2) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI);
(3) anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI);
(4) pejabat negara;
(5) pegawai pemerintah non pegawai negeri;
(6) pegawai swasta;
(7) pekerja yang tidak termasuk huruf angka (1) - (6) yang
menerima upah.
b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:
(1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;
(2) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima
upah;
(3) pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2),
termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia

paling singkat 6 (enam) bulan.
c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
(1) investor;
(2) pemberi kerja;
(3) penerima pensiun;
(4) veteran;
(5) perintis kemerdekaan;
(6) bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1)-angka (5)
yang mampu membayar iuran.

54
Universitas Sumatera Utara

d) Penerima pensiun terdiri atas:
(1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun;
(2) anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak
pensiun;
(3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;
(4) penerima pensiun lain;
(5) janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka (1)-angka (5) yang
mendapat hak pensiun. 88
Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala
seumur hidup. 89Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga
menjangkau seluruh penduduk Indonesia. 90Kepesertaan mengacu pada konsep
penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang bekerja paling singkat
enam bulan diIndonesia untuk ikut serta. 91Kepesertaan berkesinambungan sesuai
prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia
dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga
enam bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang
tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalamicacat tetap total

88

BPJS Kesehatan, Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 2015, hlm. 2.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.
90
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.
91
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 1
89

angka 8.

55
Universitas Sumatera Utara

dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya
dibayar oleh pemerintah. 92
Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat
program jaminan pensiun. Setiap peserta yang telah terdaftar di BPJS kesehatan
berhak mendapatkan identitas peserta yang merupakan identitas tunggal yang
berlaku untuk semua program jaminan sosial.Pemutahiran data kepesertaan
menjadi kewajiban peserta untuk melaporkannya kepada BPJS kesehatan.
2.

Iuran JKN
Iuran JKN adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan dibayarkan secara

teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program
JKN.Ketentuan iuran JKN ini diatur dalam:
a.

UU SJSN Pasal 17, 27 dan 28.

b.

UU BPJS Pasal 19.

c.

Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18.Kewajiban
membayar iuran JKN diatur sebagai berikut:
1) setiap peserta wajib membayar iuran;
2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan
iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;
3) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak
mampu dibayar oleh pemerintah, pada tahap pertama iuran yang
92

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN,Pasal 21

ayat 1,2,3.

56
Universitas Sumatera Utara

dibayar

oleh

pemerintah

adalah

untuk

program

jaminan

kesehatan. 93Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah:
a) besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan
untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah
nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah (lihat
tabel iuran);
b) besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja
ditetapka1. untuk setiap jenis program secara berkala sesuai
dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar
hidup yang layak;
c) iuran

tambahan

yang

dikenakan

kepada

peserta

yang

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak
keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua;
d) iuran JKN bagi anggota keluarga yang lain dibayar oleh peserta:
(1) sebesar 1% (satu persen) dari gaji/upah peserta pekerja
penerima upah per orang per bulan;
(2) sesuai manfaat yang dipilih peserta pekerja bukan penerima
upahdan peserta bukan pekerja.
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran JKN adalah sebagai
berikut:
1.

Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI JKN dibayar oleh pemerintah.

93

Asih Eka Putri, Op.Cit., hlm. 72.

57
Universitas Sumatera Utara

2.

Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah dibayaroleh
pemberi kerja dan pekerja.

3.

Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan
pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

4.

Pembayaran iuran setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulan kepada BPJS kesehatan.

5.

Apabila tanggl 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkanpada
hari kerja berikutnya.

6.

Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan dikenakan denda
administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, dibayarkanbersamaan
dengan total iuran yang tertunggak.

7.

Bila keterlambatan pembayaran iuran lebih dari tiga bulan, penjaminan dapat
dihentikan sementara.

8.

Pembayaran iuran jaminan kesehatan dapat dilakukan di awal untuk 3 (tiga)
bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu tahun).

9.

Pengelolaan kelebihan atau kekurangan iuran:
a.

BPJS

kesehatan

menghitung

kelebihan/kekurangan

iuran

jaminankesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta;
b.

dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS
kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau
peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran;

58
Universitas Sumatera Utara

c.

kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkandengan
pembayaran iuran bulan berikutnya. 94
Ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat, peserta

yang merasa tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan
oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan, maka peserta
dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
dan/atau BPJS kesehatan atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan
desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.

E. Efektifitas Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
Sejak 1 Januari program JKN sebagai salah satu program dalam sistem
Jaminan Sosial Nasional (JSN) pemerintah yang bertujuan mulia mulai
diimplementasikan. Dan sekarang JKN sudah dua tahun telah berjalan, tentunya
dalam proses implementasinya dilakukan perbaikan dan koreksi disana sini guna
program JKN bisa diterima oleh penduduk Indonesia dengan cita rasa kepuasan
yang memuaskan sebagai salah satu indikator mutu layanan yang diselenggarakan
oleh BPJS bidang kesehatan. 95 Dibalik tujuan program JKN itu ternyata banyak
terdapat kelemahan yang berasal dari penjamin/penyelenggara ( BPJS), provider
(rumah sakit/klinik) bahkan dari peserta JKN itu sendiri. Terdapat beberapa
kelemahan yang membuat program JKN terasa kurang efektif antara lain :

94

Ibid., hlm. 73-74.
http://www.kompasiana.com/moertjahjo58/mengenal-potensi-fraud-pada-programjaminan-kesehatan-nasional-jkn_54f433557455137e2b6c8a49 (diakses pada 19 maret 2016).
95

59
Universitas Sumatera Utara

1.

Jaminan kesehatan nasional dinilai kurang transparan sehingga rawan obat
palsu
Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi
Mardiansyah menilai program JKN pemerintah kurangtransparan."Masih
tidak jelas siapa pemasok obatnya serta bagaimana penentuannya. Padahal,
transparansi dan keterlibatan semua pemangku penting untuk membuat JKN
jadi program sukses," kata Luthfi saat konferensi pers di Jakarta, Selasa
(20/1). Luthfi berpendapat pemerintah perlu lebih aktif dalam mengajak pihak
swasta untuk menyukseskan program JKN. Selain itu, pemerintah dinilai
perlu menambah alokasi dana kesehatan dan akses kepada pengobatan yang
memadai. Berdasarkan data dari IPMG, pengeluaran layanan kesehatan
pemerintah Indonesia masih terbilang minim, yakni hanya 3,15 persen dari
total Penghasilan Domestik Bruto (PDB).
Negara lainnya mengeluarkan sekitar 6, 3 persen, pengeluaran layanan
kesehatan tersebut sebanyak 40,5 persen dilakukan pemerintah. Sementara,
59,46 persen belanja kesehatan dilakukan swasta. Selain persoalan rendahnya
belanja kesehatan, minimnya sosialiasasi juga dinilai sebagai kekurangan
JKN pemerintah. Sosialisasi ke masyarakat yang minim tapi juga ke penyedia
layanan JKN, banyak pihak sangat berharap banyak dari program JKN.
Pasalnya,

sistem

jaminan

kesehatan

tersebut

berpengaruh

terhadap

peningkatan pasar farmasi. Terutama kebutuhan Indonesia atas obat
berkualitas dan inovatif. Marak obat palsusementara itu, banyak pihak yang
meminta ke pemerintah agar lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai

60
Universitas Sumatera Utara

peredaran obat palsu. Perlu sosialisasi lebih gencar agar masyarakat tahu
mana saja obat palsu.

Pemerintah sudah melakukan inspeksi ke beberapa

apotek dan masih ditemukan obat palsu. 96
Obat palsu tersebut umumnya berupa obat antibiotik dan obat pil biru.
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada
2014 ditemukan sebanyak 583 kasus obat palsu, dengan total kerugian
ekonomi mencapai Rp27 miliar. Luthfi mengatakan semakin laku obatnya,
semakin banyak versi palsunya. Dari pihaknya di lapangan, tak hanya obat
luar negeri yang dipalsukan tetapi juga obat produksi dalam negeri.
Sementara itu, direktur eksekutif IPMG Parulian Simanjutak mengatakan
pemerintah sebaiknya mempercepat registrasi obat untuk menanggulangi
persoalan tersebut. 97
2.

Masalah tarif pelayanan kesehatan
Masalah tarif pelayanan kesehatan yang dikenal dalam program ini bernama
paket INA-CBGs. Dimana masih banyak Rumah Sakit (RS)swasta
yangbelum bekerjasama dengan BPJS kesehatan dengan alasan tarif yang
murah dan dapat merugikan RS. "Kemenkes sekarang menyusun perubahan
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan berkaitan
sinkronisasi kebijakan pada level teknis," ujarnya. Dia melanjutkan masalah
tarif ini juga terkendala dari APBN yang tidak mencukupi. Padahal, banyak

96

Sesuai dengan hasil wawancara Luthfi Mardiansyah, Ketua International
Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150120220434-20-26090/jaminan-kesehatannasional-dinilai-kurang-transparan/ (diakses pada tanggal 19 Maret 2016).
97
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150120220434-20-26090/jaminan-kesehatannasional-dinilai-kurang-transparan/ (diakses pada tanggal 19 Maret 2016).

61
Universitas Sumatera Utara

permasalahan di daerah dalam hal tarif tipe RS A, B, C, D yang tarifnya
terlalu mahal. "RS tipe A selisihnya besar dengan RS tipe B. RS perlihatkan
seperti tipe A tapi tarif tipe B itu masalah. Makanya ditiinjau terhadap tarif
yang tidak hanya dinaikan tapi singkat selisih yang diratakan serta
disesuaikan antara penyakit dan jenis kelompok penyakit," tuturnya.Dia
mengatakan, masalah lainnya adalah fasilitas kesehatan (faskes) tingkat
pertama, yakni RS, klinik dan puskesmas. Dimana, pihaknya sudah
mendorong agar seluruh Puskesmas dan Klinik itu bisa melayani pendaftaran
peserta JKN BPJS kesehatan.
Sekarang BPJS membuka diri untuk bekerjasama dengan seluruh klinik di
Indonesia.Pemerintah juga mendorong agar BPJS kesehatan bekerjasama
dengan rumah sakit swasta. Kalau rumah sakit swasta ikut kerjasama, maka
itu dapat kurangi antrian seperti yang terjadi di RSCM, RS. Hasan Sadikin
dan lainnya. RS swasta bisa kurang antrian, klinik mulai banyak untuk tutupi
RS pemerintah yang masih banyak masalah. 98
3.

Masalah minimnya tenaga medis
Melalui berbagai kegiatan dan peristiwa sepanjang tahun 2013, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH kerap
menggaris bawahi masalah terkait kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia kesehatan. Menurut beliau, meskipun secara nasional akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat dengan
ditandai meningkatnya jumlah pusat layanan seperti puskesmas dan
98

http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2014/07/17/5328/28/18/DJSN-Temukan86-Masalah-Dalam-Program-JKN (diakses pada tanggal 19 Maret 2016).

62
Universitas Sumatera Utara

poskesdes dimasing-masing desa serta mulai diberlakukannya JKN per 1
Januari 2014, namun data statistik Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menunjukan adanya ketimpangan dalam penyebaran atau distribusi
tenaga terampil kesehatan sesuai jenis dan sifat pekerjaan.Dari data yang ada,
secara nasional, jumlah tenaga kesehatan belum memenuhi target per 100.000
penduduk.
Jumlah dokter spesialis baru mencapai 7,73 dari target 9, dokter umum
tercatat baru mencapai 26,3 dari target 30. Sementara perawat baru mencapai
157,75 dari target 158 dan bidan 43,75 dari target 75 per 100.000 penduduk.
Dengan kondisi seperti ini, tentunya bisa dibayangkan, ketersediaan tenaga
kesehatan di kantong-kantong Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan
(DTTPK) seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua. Namun demikian
persoalan ini tidaklah berdiri sendiri tetapi terkait erat dengan berbagai faktor
seperti: kondisi geografis, transportasi, infrastruktur serta yang paling dasar
adalah regulasi terkait kuantitas dan kualitas dan pemerataan distribusi tenaga
kesehatan dimaksud. 99
4.

Adanya potensi fraud
Fraud merupakan suatu tindakan penipuan untukmendapatkan keuntungan
bagi pelaku fraud atau bagi pihak lain 100. Kesehatan Indonesia digemparkan
lagi dengan usul naiknya premi untuk PBI dari sebelumnya Rp 19.250

99

http://aiphss.org/id/sumber-daya-manusia-kesehatan-apa-yang-masih-kurang/(terakhir
diakses pada tanggal 19 Maret 2016).
100
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/v13/images/2013/11/ojk.pdf(diakses pada
tanggal 29 Maret 2016 tanggal 19 Maret 2016).
100
(diakses
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/v13/images/2013/11/ojk.pdf
pada tanggal 29 Maret 2016).

63
Universitas Sumatera Utara

menjadi Rp 23 ribu. Direktur keuangan dan investasi BPJS kesehatan, Riduan
mengatakan kenaikan premi diharapkan dapat menutupi defisit anggaran
BPJS pada 2014, yang mencapai Rp 6 triliun. Defisit anggaran terjadi akibat
banyaknya orang yang berobat di rumah sakit. Program JKN berkembang
amat pesat sejak diluncurkan awal tahun lalu. Saat ini peserta program itu
sudah mencapai 150 juta jiwa dari sekitar 256 juta penduduk Indonesia.
Diharapkan pada 2019, seluruh penduduk Indonesia akan tercakup oleh
skema ini.
JKN merupakan ikhtiar pemerintah untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Melalui program ini, pemerintah berniat
memberi kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat
Indonesia agar hidup sehat, produktif, dan sejahtera.
JKN sejauh ini berhasil meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan pada
dimensi aksesibilitas, meski menghadapi persoalan pada dimensi efektif dan
efisien. Belajar dari pengalaman di berbagai negara, memenuhi standar mutu
dimensi efektif dan efisien memang merupakan bagian tersulit dari asuransi
universal. Soalnya, tingkat efektivitas dan efisiensi sangat erat berkaitan dengan
pembiayaan dan standardisasi prosedur layanan kesehatan, dua aspek dalam
pelayanan kesehatan ini yang paling sering dimanipulasi oleh oknum-oknum tak
bertanggung jawab yang terlibat dalam sistem pelayanan, dari petugas
administrasi hingga dokter. Demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
mereka mengabaikan mutu dan memberikan layanan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan medis yang baik. Ulah tak bertanggung jawab yang dikenal luas

64
Universitas Sumatera Utara

sebagai fraud ini di Indonesia bisa terjadi dalam bentuk pemberian obat-obatan
atas indikasi yang tidak jelas manfaatnya, pemeriksaan laboratorium, diagnosis
atas indikasi yang tidak tepat, hingga pembengkakan biaya pengobatan akibat
diagnosis palsu.
Akibatnya, selain tidak dilayani sesuai dengan standar mutu yang ada,
pasien sering menderita kerugian fisik. Misalnya, karena ingin mendapat
pembayaran lebih, rumah sakit atau kalangan profesional di bidang kesehatan
memberikan prosedur pelayanan yang tidak diperlukan atau melakukan tindakan
medis terpisah yang sebenarnya bisa dilakukan secara bersamaan. Ada banyak
contoh ketika fraud dalam pelayanan masyarakat berakibat buruk bagi pasien. Di
Chicago, ada dokter spesialis yang melakukan 750 katerisasi jantung yang tidak
diperlukan. Dalam program JKN, biaya dan standar pelayanan dikendalikan
melalui sistem pembayaran kapitasi dan INA CBG's. Kapitasi diberlakukan pada
fasilitas kesehatan tingkat pertama, sedangkan INA CBG's untuk fasilitas
kesehatan tingkat lanjut. INA CBG's memudahkan pengguna layanan kesehatan
karena mereka hanya membayar sesuai dengan kode diagnosis penyakit, bukan
layanan yang diberikan. Adapun pembayaran sistem kapitasi dibayar dimuka oleh
BPJS kepada puskesmas per bulan tanpa menghitung jenis dan jumlah pelayanan
yang diberikan.
Setiap masyarakat yang telah menjadi peserta BPJS kesehatan mempunyai
hak berobat ke puskesmas dan rumah sakit tanpa harus membayar.
Masalahnya, kedua sistem ini belum sempurna benar. Di sana-sini masih ada
celah yang bisa dipakai untuk berbuat curang (fraud) dalam pembiayaan dan

65
Universitas Sumatera Utara

prosedur layanan, dari dinas kesehatan yang memotong besaran kapitasi
puskesmas sampai dokter yang melayani pasien tanpa mengikuti indikasi medis.
Jika kita asumsikan potensi fraud sekitar 5 persen, tahun lalu saja ada uang sekitar
Rp 1,8 triliun dari prediksi premi BPJS pada 2014 (sekitar Rp 38,5 triliun) yang
masuk kantong oknum tak bertanggung jawab. Amerika Serikat yang setiap tahun
tercatat 3-10 persen anggaran kesehatannya hilang digerogoti fraud, menggunakan
pendekatan retrospektif untuk mengatasi ulah kriminal ini.
Pendekatan retrospektif merupakan metode deteksi dini percobaan fraud.
Caranya adalah menelusuri Electronic Health Record (EHR) atau rekam medis
pasien. Dengan cara ini, mereka berhasil mencegah hingga 80 persen upaya
penipuan dan penyalahgunaan skema jaminan. Di Indonesia, Pusat Kebijakan dan
Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kesehatan Universitas Gadjah Mada
juga melakukan pendekatan retrospektif untuk mendeteksi fraud. PKMK
melakukan audit klinis menggunakan rekam medis. Rekam medis yang diaudit
adalah penyakit dan tindakan yang high cost, high volume, ataupun problem prone
yang terjadi di rumah sakit.Hasil self assessment pada tujuh rumah sakit
pemerintah di pulau Jawa menunjukkan memang ada potensi fraud dalam layanan
kesehatan di Indonesia. Modus yang potensi penggunaannya hingga 100 persen
adalah upcoding, yakni diagnosis atau prosedur pelayanan yang diklaim dibuat
lebih kompleks dan lebih mahal daripada yang sebenarnya, sehingga nilai klaim
menjadi lebih tinggi ketimbang yang seharusnya.
Laporan self assessment ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah
untuk mengembangkan sistem anti-fraud yang lebih baik. Baru-baru ini, telah

66
Universitas Sumatera Utara

keluar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2015 tentang pencegahan
kecurangan alias fraud dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada SJSN.
Peraturan ini telah memuat unsur pelaku fraud dan jenis-jenis potensi fraud yang
terjadi pada layanan kesehatan primer serta kesehatan rujukan. Namun masih
diperlukan peraturan yang dapat memberi efek jera bagi pelaku fraud, misalnya
dengan mencabut izin profesi.Setelah aturan yang komprehensif dan sanksi tegas
diterapkan, pada sisi pelaksana, para petugas BPJS dan penyelenggara fasiltas
layanan kesehatan seharusnya memahami secara baik modus-modus fraud dan
cara pencegahannya. Dengan demikian, mereka secara aktif bisa mencegah upaya
manipulasi jaminan kesehatan. Di luar itu, pemerintah perlu mengembangkan dan
terus mengkampanyekan budaya anti fraud. Kemudian demi mendukung upayaupaya penindakan sebaiknya Kementerian Kesehatan membuat saluran untuk
melaporkan fraud, memanfaatkan electronic medical recordRS untuk mendeteksi
fraud yang terjadi pada fasilitas layanan kesehatan serta menjalin kemitraan
dengan penegak hukum untuk menindak pelaku fraud. 101
Berbagai masalah terkait JKN tersebut disinyalir terletak pada sistem yang
dianggap belum dipersiapkan dengan baik yaitu terkait dengan sistem sosialisasi,
sistem registrasi, sistem rujukan dan sistem pembiayaan JKN sehingga
berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan tenga kesehatan.
Melihat fakta yang terjadi dilapangan sampai saat ini, sepertinya harapan untuk
memberikan kesejahteraan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia semakin jauh
dari angan-angan apabila permasalahan-permasalahan tersebut tidak segera diatasi
101

https://www.tempo.co/read/kolom/2015/09/15/2293/fraud-rongrong-mutu-layanankesehatan (diakses pada tanggal 19 Maret 2016).

67
Universitas Sumatera Utara

dengan baik dan diprediksi dapat memicu munculnya berbagai masalah baru
seperti banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang memilih mengundurkan diri
dari keikutsertaannya dalam program JKN ini dan adanya penurunan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sehingga berdampak pada
penurunan kepuasaan dan keselamatan pasien.
Permasalahan lain yang diprediksi dan diperkirakan dapat terjadi yaitu
JKN tidak dapat menjangkau keseluruh lapisan masyarakat Indonesia karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti distribusi penduduk yang tidak merata.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat yang tinggal di daerah desa
atau terpencil tidak dapat memperoleh jaminan kesehatan nasional secara layak
karena minimnya dana yang disalurkan ketempat tersebut, terkendala faktor
geografi, minimnya ketersediaan sarana dan prasarana serta kualitas pelayanan
kesehatan yang rendah. Berdasarkan hal tersebut pemerintah harus berupaya
untuk mencari tindakan antisipasi terhadap kemungkinan buruk yang dapat terjadi
dan dengan segera mengatasi masalah-masalah tersebut secara holistik mulai dari
perencanaan sampai ke pelaksanaan sehingga sistem yang bermasalah dapat
diperbaiki dan berjalan dengan baik. Selain itu faktor penting yang perlu
diperhatikan disini adalah kesiapan tenaga kesehatan dalam mendukung
pelaksanaan JKN ini.
Diluncurkannya program JKN ini, sistem dan bentuk pelayanan kesehatan
yang diberikan akan mengalami berbagai perubahan sehingga perlu dipersiapkan
upaya peningkatan kualitas tenaga kesehatan serta faktor pendukung lain seperti
sarana dan prasarana. Tindakan antisipasi dan pengelolaan terhadap berbagai

68
Universitas Sumatera Utara

masalah dalam pelaksanaan JKN tersebut apabila dapat dilakukan dengan baik
oleh pemerintah bekerjasama dengan BPJS dan pelayanan kesehatan akan
menciptakan sejarah baru kesehatan Indonesia, dimana seluruh masyarakat
Indonesia dapat meningkat derajat kesehatannya dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang adil dan layak. Sehingga program JKN di Indonesia bukan hanya
harapan semu akan tetapi bukti nyata perjuangan pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatIndonesia.

102

Melihat banyaknya kelemahan- kelemahan yang

terdapat dalam pelaksanaan program JKN diatas maka diharapkan peran semua
pihak yang berkepentingan dalam JKN untuk turut andil untuk meningkatkan
efektifitas program JKN terutama peran pemerintah. Efektivitas program
JKNmasih harus ditingkatkan. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang
belum puas akan pelayanan dari program tersebut bahkan masih banyak
masyarakat yang belum menerima manfaat dari jaminan tersebut.

102

http://www.kompasiana.com/www.kompasiana_ocy.com/menganalisa-pelaksanaanjaminan-kesehatan-nasional-jkn-sebuah-bukti-atau-harapan-semu_54f70b5ba333119d1e8b468c
(diakses pada tanggal 2 April 2016).

69
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROGRAM
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL BPJS KESEHATAN

A. Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU
BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah
BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.Kedua BPJS tersebut pada dasarnya
mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas
jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan
memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.Penyelenggaraan jamianan sosial yang kuat dan berkelanjutan
merupakan salah satu pilar negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu
pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan
ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS
memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.
Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan
sekaligus dapat dijadikan sarana un