Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal
ASP
(OJK
KEGI
PEK HU
K) SEBA
IATAN J
Diajuk memen DUNI
UKUM O
AGAI RE
JASA K
kan untuk nuhi syara SWIDO
N EPARTEMFAK
IVERSIT
OTORIT
EGULA
KEUANG
MODA
SKRIP
k melengk at – syaratSarjana H
Oleh
DO RAM
NIM. 100 MEN HUK
KULTAS
TAS SUM
M E D A
2 0 1
TAS JAS
ATOR DA
GAN DI
AL
PSI
kapi tugas untuk me Hukum:
MADHAN
200061 KUM EKOHUKUM
MATERA
A N
4
SA KEUA
AN PEN
SEKTO
s - tugas da encapai ge
NA
ONOMIM
A UTARA
ANGAN
NGAWA
OR PASA
an elarA
N
S
AR
(2)
ASP
(OJK
KEGI
Prof. Dr. NIP. 1PEK HU
K) SEBA
IATAN J
Diajuk memen D K Pembimb Bismar Na 195603291UNI
UKUM O
AGAI RE
JASA K
kan untuk nuhi syara SWIDO
N EPARTEM Ketua Depa Win NIP. 1 bing I asution, SH 986011000FAK
IVERSIT
OTORIT
EGULA
KEUANG
MODA
SKRIP
k melengk at – syaratSarjana H
Oleh
DO RAM
NIM. 100 MEN HUK Disetujui artemen H ndha, SH, 1975011220 H.MH 01
KULTAS
TAS SUM
M E D A
TAS JAS
ATOR DA
GAN DI
AL
PSI
kapi tugas untuk me Hukum:
MADHAN
200061 KUM EKO oleh: Hukum Eko M.Hum 005012002 P Dr. Mahm NIP. 1HUKUM
MATERA
A N
SA KEUA
AN PEN
SEKTO
s - tugas da encapai ge
NA
ONOMI onomi Pembimbin mul Siregar 973022020M
A UTARA
ANGAN
NGAWA
OR PASA
an elar ng II r, SH.M.H 002121001A
N
S
AR
Hum(3)
2 0 1 4
ABSTRAK
ASPEK HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) SEBAGAI REGULATOR DAN PENGAWAS KEGIATAN JASA KEUANGAN DI
SEKTOR PASAR MODAL
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam LK menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian menyebabkan peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan indepedensi OJK dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder, sekunder dan tertier. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research). Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Peranan OJK sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal adalah pemerintah memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) peran dari lembaga penunjang pasar modal, peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula sebagai pilihan pendanaan usahanya. UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal yaitu mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia.
(4)
Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Regulator, Pengawas Modal
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Allah SWT karna yang telah memberikanku kekuatan,membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta.atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan akhirnya skripsi sederhana ini dapat terselesaikan.sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan rasullah Muhammad SAW.
Adapun skripsi ini berjudul : “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator Dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Pasar Modal”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu
(5)
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. O. K. Saidin, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
6. Kupersembahkan karya sederhana ini terkhusus buat kedua orang tuaku, Subroto dan Ely Rosliani sebagai tanda bakti,hormat yang telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis, dan yang selalu mendoakan penulis, memberikan semangat, dana, dukungan, pengorbanan, ketulusan dan perhatian kepada penulis dalam perjalanan akhir masa perkuliahan, kalian telah menguatkan penulis untuk tetap berdiri tegak menghadapi semua permasalahan yang ada yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan
(6)
persembahan, semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan papa bahagia karna kusadar selama ini belum bisa berbuat yang.
7. Buat yang tersayang Wiwik puspa terima kasih atas kasih sayang, perhatian, kebersamaannya, doa, senyuman, dan sering saya repotkan selama proses pengerjaan skripsi ini, dan yang selalu bisa menciptakan senyum di tengah-tengah proses ”penat” dalam pengerjaan skripsi ini, motivasi yang selalu bisa membangkitkan semangat untuk optimis menata masa depan yang sangat berpengaruh banyak dalam hidup dan pola pikir saya dan kesabaranmu yang telah memberikanku semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Buat sahabatku Barran Hamzah Nst, Frenky Agustinus, Boby Anastasius ,Angelus Andi P Lase, arko d rio, Prayudha h Pulungan, togi robson sirait, iswin raja inal, ikhsan maulana, Khoerudin, Khoerudin manahan, Daniel pasaribu, Muammar rasyad, Tengku ali akbar, Rahmat hidayat, Yusuf ridha, Leonard Sinaga, Ramadhan Syahputra, Theo siregar, Lastua ryanto ,edward zai S.H, hizkia tongam,fatih alsilmi,denny, patty, dan semua teman-teman stambuk 2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas semangat, doa, bantuan, nasehat, hiburan, traktiran, tumpangan, kebersamaannya, dukungan yang telah diberikan selama 4 tahun ini. semoga sukses selalu dalam mengejar mimpi kita masing-masing..
9. Teman-teman seperjuangan di kepanitian dan organisasi PERMAHI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa
(7)
Islam) , IMAHMI (Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi), dan reborn Auto Club yang memberikan banyak inspirasi.
10.Semua pihak yang membantu penulis dalam berbagai hal yang tidak dapat disebut satu-persatu Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal atas kasih, jerih payah, dan jasa-jasa mereka. Penulis mohon maaf kepada Bapak/Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata-kata yang tidak berkenaan selama penulisan skripsi ini.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, Akhir kata, penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan segenap pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran mengenai topik yang diangkat dalam penulisan skripsi ini karena penulis juga menyadari kekurangan dan ketidaksempurnaan penulis. atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, September 2014
Penulis
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 9
F. Metode Penelitian ... 17
G. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI REGULATOR KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL ... 21
A. Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia ... 21
B. Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan... 29
C. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Indonesia………... 33
D. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Pasar Modal………. 43
(9)
BAB III PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS KEGIATAN JASA KEUANGAN DI
SEKTOR PASAR MODAL ... 51
A. Tugas OJK Di Sektor Pasar Modal ... 51
B. Cara Pengangkatan Pejabat Lembaga Otoritas Jasa Keuangan ... 62
C. Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Pasar Modal ... 64
BAB IV INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENJALANKAN PERAN SEBAGAI REGULATOR DAN PENGAWAS JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL ... 72
A. Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ... 72
B. Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Yang Independen ... 77
C. Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Menjalankan Peran Sebagai Regulator Dan Pengawas Jasa Keuangan Di Sektor Pasar Modal ... 86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 96
(10)
2 0 1 4
ABSTRAK
ASPEK HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) SEBAGAI REGULATOR DAN PENGAWAS KEGIATAN JASA KEUANGAN DI
SEKTOR PASAR MODAL
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam LK menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian menyebabkan peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan indepedensi OJK dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif bersifat deskriptif analisis. Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder, sekunder dan tertier. Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research). Analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Peranan OJK sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal adalah pemerintah memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) peran dari lembaga penunjang pasar modal, peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula sebagai pilihan pendanaan usahanya. UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal yaitu mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam melakukan pelaksanaan, pembinaan, pengaturan dan pengawasan di pasar modal. Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efesien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk membina mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal.
Pada awalnya Bapepam merupakan badan yang multifungsi, sebagai regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 telah mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, dan efesien. Perkembangan selanjutnya pemerintah memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang sesuai dengan standart internasional. Sedangkan pengelolaan bursa diserahkan kepada Bursa Efek Jakarta
(12)
dan penjamin emisi efek dilakukan oleh perusahaan swasta.1
Lahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM) yang mengubah Bapepam dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) peran dari lembaga penunjang pasar modal, peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula sebagai pilihan pendanaan usahanya.2
Secara Umum UUPM mengatur kewenangan dan tugas dari Bapepam sebagai:
1. Lembaga Pembina 2. Lembaga Pengatur. 3. Lembaga Pengawas.3
Ketiga kewenangan itu dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya pasar modal yang teratur, wajar dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
1
CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 57
2
M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 2
3
Jusuf Anwar Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Jakarta: PT. Alumni, 2005), hal 12
(13)
UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Hal ini ditegaskan pada Pasal 3 ayat (2) UUPM bahwa Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Besarnya kewenangan yang dimiliki Bapepam mengimplikasikan kebutuhan akan independensi institusional. Apalagi Bapepam memiliki fungsi pengawasan terhadap wilayah hukum yang melibatkan banyaknya kepentingan dan dana masyarakat. Independensi sangat diperlukan Bapepam untuk mampu menghindari kepentingan dan intervensi di dalam penegakan hukum yang sejatinya ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia.4
Dengan lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK.
Pembentukan kegiatan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga (single
supervisory agency) tersebut setidaknya di pengaruhi oleh 2 faktor. Faktor
pertama lebih mengarah kepada kondisi eksternal yang tidak dapat dihindari seperti semakin terintegrasinya industri keuangan dunia. Beberapa Negara telah memiliki lembaga sejenis, yaitu The Australian Prudential Regulation Authority
4
Tavinayanti dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 12
(14)
(APRA) (Australia), Office of the Superintendent of Finansial Institution (OSFI) (Kanada), dan Finansial Supervisory Commission (FSC) (Korea Selatan). Faktor yang kedua, Pasal 34 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan tentang pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan terhadap semua otoritas di bidang jasa keuangan akan disatukan dalam OJK ini.5
Secara historis, ide pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada Bank Sentral. RUU ini di samping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (Kemudian menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.
Alasan lainnya pembentukan OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globlisasi jasa keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan praktik-praktik buruk
(moral hazard), belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
5
Jusuf Anwar, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, (Bandung: P.T Alumni, 2008), hlm. 183
(15)
terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Pasal 5 UU OJK menyatakan, bahwa “OJK berfungsi menyelanggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diperlukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya.
Pasal 1 angka (1) UU OJK menyatakan bahwa:
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya di sebut OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dalam Undang-undang ini.
Secara kelembagaan mengenai independensi OJK berada di luar pemerintah yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena hakikat OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan dibidang fiskal.
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
(16)
masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
Dalam konteks UU OJK di maksudkan untuk mewujudkan “Otoritas Jasa Keuangan” (OJK) yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel.
Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 Tentang otoritas Jasa keuangan,
Otoritas jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuanngan di sektor perbankan b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.
OJK diharapkan akan mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik dan konsistensi kebijakan diantara lembaga yang memilki latar belakang aturan yang berbeda. Dengan demikian, OJK mampu menghasilkan kebijakan yang menyeluruh pasca berbagai industri keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK.6 Kehadiran OJK yang merupakan lembaga independen yang melakukan pengawasan jasa keuangan termasuk pengawasan di pasar modal yang diharapkan mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan
6
(17)
kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia.7
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal”.
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal?
2. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal?
3. Bagaimana indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi agar dapat dilakukan suatu analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diajukan sehingga dapat diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
7
M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal.46
(18)
2. Untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
3. Untuk mengetahui indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal.
Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan dalam hal ini adalah:
a. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum pasar modal di Indonesia.
b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait baik itu pihak yang terkait langsung khususnya masyarakat dalam memandang peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Magister Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal” belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa skripsi yang memiliki topik sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya yang jelas berbeda dengan isi skripsi ini yakni:
(19)
1. Rebekka Dosma Sinaga/090200125, Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas jasa keuangan dalam pengawasan bank setelah lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas jasa keuangan.
2. Leo Chandra Jaya Bona Parti Tampubolon/ 107005050, Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mencegah Kejahatan Insider Trading di Pasar Modal. 3. Ramsul Nababan/ 107005002, Analisis Terhadap Fungsi Pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan Dalam Sistem Perbankan.
Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.8
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang
8
Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, (Jakarta : Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011), hal. 44
(20)
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. “
Pada dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.
2. Pengertian Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri. Instrumen-instrumen keuangan yang diperjualbelikan di pasar modal seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call).9
Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan dengan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
9
Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hal. 87.
(21)
berkaitan dengan efek. Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa pasar modal adalah bursa efek seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Bursa. Menurut undang-undang tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan efek adalah saham, obligasi serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.
Manfaat melakukan investasi di pasar modal dapat dipandang dari sisi pemodal (yang membeli sekuritas) dan dari sisi emiten (yang menerbitkan sekuritas). Dari sisi emiten, keberadaan pasar modal diperlukan sebagai suatu alternatif untuk menghimpun dan eksternal jangka panjang tanpa menggunakan intermediasi keuangan. Di samping itu, pasar modal memungkinkan perusahaan menghimpun dana dalam bentuk equity.10
Kebutuhan akan dana ini menjadi makin besar kalau kegiatan perusahaan-perusahaan mengalami peningkatan. Salah satu indikator peningkatan kegiatan bisnis adalah jumlah kredit yang diberikan oleh bank-bank kepada perusahaan- perusahaan. Sayangnya sektor perbankan, hanya dapat memberikan dana dalam bentuk kredit. Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa penggunaan utang yang terlalu besar justru dapat meningkatkan biaya modal perusahaan. Dengan kata lain, untuk menurunkan biaya modal, perusahaan mungkin suatu saat perlu menambah modal sendiri. Pasar modal memungkinkan perusahaan menghinpun
10
http://ekonomi.kabo.biz/2011/06/pengertian-pasar-modal.html diakses tgl 1 Oktober 2014
(22)
dana dalam bentuk modal sendiri.11
Bagi pemilik dana (pemodal), keberadaan pasar modal sangat diperlukan sebagai alternatif untuk melakukan investasi pada financial asset. Dengan keberadaan pasar modal, tersedia berbagai finansial asset dengan risiko yang berbeda-beda. Pemodal dapat memilih finansial asset sesuai dengan preferensi risikonya. Sejauh berlaku hubungan yang positif antara risiko dan tingkat keuntungan, pemodal bersedia memilih investasi yang lebih berisiko kalau mereka dapat nengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Secara umum, manfaat dari keberadaan pasar modal adalah:
a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.
b. Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi. Alternatif investasi memberikan potensi keuntungan dengan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan.
c. Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu negara.
d. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. e. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan iklim
berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesional.12
11
Ibid., hal. 85. 12
Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 66.
(23)
3. Kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Tugas OJK adalah:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penjelasan Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.13 b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik itu dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta. Lembaga yang melaksanakan kegiatan jasa keuangan, salah satunya adalah Pasar Modal. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengisyaratkan bahwa adalah lembaga OJK bertugas menggantikan Bapepam dalam pengawasan kegiatan di pasar modal. Dalam melaksanakan tugasnya OJK dipimpin oleh
13
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum
(24)
Dewan Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial, khusus untuk Pasar Modal maka berdasarkan pasal 10 ayat (4) huruf d Dewan Komisioner dikendalikan oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota yang bertugas memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.
Perusahaan asuransi ialah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pertanggungan risiko, misalnya risiko kecelakaan dan kebakaran. Orang yang mempertanggungkan risiko dirinya harus membayar sejumlah uang kepada perusahaan asuransi. Jumlah uang (premi) yang harus dibayar orang yang mempertanggungkan risikonya sudah ditetapkan perusahaan asuransi. Jumlah premi yang sudah ditetapkan diangsur tiap bulan, tiap triwulan, atau tiap tahun. Apabila jumlah premi dan batas waktu pertanggungan belum terpenuhi sementara orang yang mempertanggungkan risikonya meninggal dunia, ahli warisnya berhak menerima premi penuh tanpa harus meneruskan kewajiban pemegang polis. Polis adalah surat perjanjian antara perusahaan asuransi selaku pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Isinya bahwa penanggung akan menanggung risiko yang dipertanggungkan sampai batas waktu yang ditentukan dan akan mengganti kerugian yang diderita apabila terjadi musibah. Untuk itu, pihak tertanggung akan membayar premi sebesar yang ditentukan dalam perjanjian kepada penanggung. Perusahaan asuransi memperoleh keuntungan berupa bunga premi atau selisih antara jumlah premi
(25)
yang diterima dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, termasuk di dalamnya ganti rugi jika terjadi musibah.
Pemerintah maupun perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) umumnya memperhatikan masa pensiun para pegawai maupun karyawannya. Untuk keperluan tersebut, setiap bulan para pegawai atau karyawan dikenakan potongan dana pensiun dari gaji mereka selama masih bekerja. Dana pensiun yang terkumpul digunakan untuk membayar gaji pensiun kepada pegawai maupun karyawan yang teelah memasuki masa pensiun. Sebelum digunakan, dana pensiun yang terkumpul dalam jumlah besar dikelola oleh PT Taspen untuk pegawai negeri, atau lembaga pengelola dana pensiun untuk perusahaan swasta. Dana tersebut disalurkan dengan cara pemberian kredit kepada investor yang membutuhkan, atau dengan cara dibelikan surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah. Selain keempat lembaga keuangan bukan bank yang telah di bahas, masih banyak lembaga keuangan bukan bank lainnya, antara lain PT Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia), LKBB (Lembaga keuangan bukan bank), perusahaan sewa guna atau leasing, serta pasar uang dan pasar modal.14
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga Pembiayaan meliputi :15
1) Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,
14
http://alfahinata.tumblr.com/post/18826632024/lembaga-keuangan-non-bank-dan-bank-di-indonesia diakses tgl 2 Oktober 2014
15
(26)
dan/atau usaha Kartu Kredit.
2) Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan,
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk “janji—janji untuk membayar” atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan jangka waktu yang diatur sesuai dengan kehutuhan perninjam. Dana pembiayaan asset tersehut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga keuangan sebcnarnya hanyalah mengalihkan atau mernindahkan kewaiban penlinjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jattih letnpo sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu aset disebut transmutasi kekayaan atau asset transimutation.16
16
https://bayu96ekonomos.wordpress.com/modul-materikuliah/bank-lembaga-keuangan-lain-2/ diakses tgl 2 Oktober 2014
(27)
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.17
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Data sekunder terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet.
3. Alat pengumpulan data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan
17
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
(28)
dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan pustaka atau yang di sebut dengan data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas.
4. Analisis data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.18
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan
Bab merupakan bab yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta
18
(29)
Sistematika Penulisan.
BAB II : Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal.
Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, yakni Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia, Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan serta Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Indonesia dan Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal.
BAB III : Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal.
Bab ini akan menguraikan tentang Tugas OJK Di Sektor Pasar Modal, Cara Pengangkatan Pejabat Lembaga Otoritas Jasa Keuangan serta Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal.
BAB IV : Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Menjalankan Peran Sebagai Regulator dan Pengawas Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal
Bab ini membahas tentang: Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Yang Independen, serta Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Menjalankan Peran Sebagai Regulator dan Pengawas Jasa Keuangan di Sektor Pasar modal.
(30)
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.
(31)
BAB II
PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI REGULATOR
KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL
A. Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), pemerintah diamanatkan membentuk lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, selambat-lambatnya akhir tahun 2010 dengan nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Menurut penjelasan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelum OJK dibentuk, maka Undang-undangnya harus dibuat terlebih dahulu. Jika mau dibentuk, UU nya harus dibuat dulu, jika tidak OJK tidak punya dasar hukum.19
Alasan pembentukan OJK antara lain adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu
19
Afika Yumya Syahmi, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan
Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok:
(32)
alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, sejumlah bank yang ada pada saat itu dilikuidasi.20
Pada akhirnya yang paling penting itu pengawasannya efektif atau tidak. Karena pada prinsipnya dibentuk OJK agar supaya pengawasan itu menjadi terintegrasi dan koordinasinya menjadi lebih mudah sehingga pengawasan dan regulasinya menjadi efektif, karena sekarang kecenderungannya perbankan juga terlibat dalam berbagai transaksi misalkan di pasar modal, industri asuransi, artinya industri finansial kita sudah terjadi konvergensi, dimana antara lembaga keuangan itu kemudian melakukan berbagai sinergi. Bank juga memiliki berbagai anak perusahaan termasuk di dalamnya asuransi kemudian lembaga investasi, broker saham, dan lain-lain. Kebutuhannya memang adalah untuk menyatukan pengawasan, karena nanti diharapkan pengawasan ini lebih terkonsolidasi.21
Jika Rancangan Undang-undang (RUU) OJK disahkan menjadi UU, maka tugas, fungsi, dan wewenang pembinaan dan pengawasan atas sektor jasa keuangan beralih ke institusi baru yang disebut OJK. Ini berarti OJK akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang BI, Pasar Modal, Ditjen Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi pemerintah lain yang memang mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. Tugas yang tetap
20
Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, Jurnal Konstitusi, (Volume 6, Nomor 3, September 2012), hal. 152.
21
http://merancangundangundang.blogspot.com/2014/02/hubungan-kelembagaan-antar-pengawas.html diakes tgl 2 Oktober 2014
(33)
dipegang BI adalah pengaturan kegiatan bank yang terkait dengan kewenangan otoritas moneter.22
Berdasarkan RUU OJK, secara normatif tujuan pendirian OJK adalah pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang- undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.23
Di samping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor dalam perekonomian. Untuk mencapai tujuan itu, OJK punya kewenangan yang luas, yaitu membuat peraturan di bidang jasa keuangan, memberi dan mencabut izin persetujuan dan lain-lain, memperoleh laporan periodik dan informasi industri jasa keuangan; mengenakan sanksi administratif, melakukan pemeriksaan, melakukan penyidikan atas pelanggaran UU, memberikan arahan atau perintah tertulis, menunjuk pengelola statuter, mewajibkan pengalihan usaha demi menjaga kepentingan nasabah, mencegah kejahatan di bidang keuangan; dan mengatur pengendalian lembaga keuangan.24
Pembentukan OJK ini perlu memperhatikan berbagai macam aspek, diantaranya ialah:25
1. Aspek Pembagian Tugas
Terkait dengan regulasi, tampak jelas kaitan eratnya antara OJK dan BI
22
Ibid., hal. 153 23
Ryan Kiryanto, OJK dan Kepentingannya, Kompas,, 14 Juni 2003. 24
Ibid.
25
(34)
sebagai otoritas moneter sekaligus bank sentral. Dengan demikian, UU OJK semestinya dibuat dengan memperhatikan sepenuhnya pasal demi pasal di dalam UU BI. Tujuannya adalah untuk memastikan terdapatnya pembagian bidang tugas secara jelas dan rinci sehingga dapat lebih koordinatif dan komunikatif dalam eksekusinya, khususnya dalam arus informasi. Dengan adanya pembagian tugas, maka akuntabilitas dan responsibilitas kedua lembaga yang membawahi sistem keuangan dan moneter di Indonesia dapat diukur. Pembagian tugas secara jelas antara BI dan OJK mutlak diperlukan, mengingat keterkaitan yang sangat erat antara sistem keuangan (kavling OJK) dengan sistem moneter dan pembayaran (kavling BI).
2. Aspek Koordinasi dan Sinkronisasi
Efektivitas pelaksanaan fungsi BI sebagai otoritas moneter memerlukan dukungan sistem keuangan yang kokoh dan stabil. Sebaliknya efektivitas pelaksanaan fungsi OJK sebagai otoritas keuangan yang sehat dan stabil juga membutuhkan dukungan sistem pembayaran yang aman dan efisien. Kebijakan yang mengatur sistem keuangan berdampak pada pelaksanaan kebijakan moneter. Demikian pula sebaliknya. Mengingat bertali temalinya secara erat antara tugas dan wewenang OJK dan BI, maka koordinasi dan komunikasi yang sinergis di antara keduanya mutlak diperlukan. Ilustrasi di atas ingin menggambarkan, betapa organisasi yang besar seperti BI dan OJK kelak memerlukan koordinasi dan sinkronisasi dalam gerak langkah dan dalam menyusun kebijakan karena implikasi yang ditimbulkan saling berpengaruh. Bercermin di masa lalu, tak jarang kebijakan BI yang dirumuskan secara
(35)
cermat pun ternyata tak acceptable dan tidak aplicable sehingga hasilnya kurang memuaskan karena proses penyusunannya tidak memperhitungkan implikasi kebijakan yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah lainnya.
3. Aspek Pertanggungjawaban
Aturan soal pertanggungjawaban OJK harus dipikirkan sebab tanpa ada aturan yang secara eksplisit menjelaskan kepada siapa OJK harus bertanggungjawab dan bagaimana mekanismenya, maka kejadian serupa di masa lalu di mana banyak pihak yang menyalahkan independensi BI telah ”kebablasan” akan terjadi lagi pada OJK yang dibayangkan bakal menjadi lembaga super regulator.
4. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai dengan bidang tugasnya, OJK memerlukan sejumlah besar SDM dengan kompetensi di bidang pengaturan dan pengawasan keuangan. Ini mengingat banyaknya bank umum, bank syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), lembaga asuransi, lembaga pembiayaan, modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan asuransi yang secara keseluruhan mencapai ratusan buah, bahkan mungkin ribuan, dengan puluhan ribu kantor layanan. Selain kompetensi, maka integritas yang tinggi juga merupakan syarat yang harus dipenuhi. Karena bidang tugas yang digeluti selain cukup rawan juga sensitif sehingga membutuhkan integritas SDM yang tinggi. Pertanyaannya: dari mana ribuan SDM ini akan didatangkan? Apakah dari BI? Kalau mau diambil dari BI, dari direktorat mana? Lalu, bagaimana pola pengalihannya (exit policy)? Apakah secara sukarela atau mandatory? Juga, apakah standar imbalannya
(36)
akan sama atau setara dengan standar imbalan BI? Dan, dari anggaran mana untuk mendukung operasi OJK ini? Apakah dari APBN atau dari iuran anggota OJK meliputi perbankan, asuransi, pasar modal, modal ventura, dan dana pensiun? Semua ini harus dipikirkan secara seksama agar pendirian OJK dapat berlangsung smooth dan mencapai tujuan secara optimal. Sementara kalau SDM-nya direkrut dan diseleksi dari masyarakat, tentu dibutuhkan persiapan-persiapan yang matang dan lama serta anggaran yang sangat besar. Ini pun belum tentu menjamin bahwa operasi OJK akan dapat berjalan dengan baik dan efektif. OJK hanya dapat berjalan dengan baik kalau sumber daya manusianya tangguh dan memadai. Untuk menciptakan SDM yang tangguh dan memadai memerlukan waktu yang sangat panjang.
5. Aspek Teknologi Informasi (TI)
OJK dengan bidang tugas yang lebih luas, tentunya harus didukung oleh kesiapan TI yang lebih baik agar lembaga ini dapat bekerja dengan baik. Haruslah disadari, sistem pengawasan keuangan membutuhkan dukungan perangkat atau infrastruktur TI yang tepat guna untuk memudahkan pengiriman data dan laporan secara elektronik dari lembaga keuangan kepada otoritas keuangan.
6. Aspek Anggaran/Keuangan
Untuk menjalankan fungsi dan perannya, OJK memerlukan sumber dana yang salah satunya diperuntukkan bagi pembayaran imbalan pengelola dan tenaga kerjanya. Di negara-negara di mana OJK sudah beroperasi, umumnya sumber dana diperoleh dari iuran lembaga-lembaga keuangan di bawah pengawasan
(37)
OJK, dengan catatan, sebatas untuk menutup anggaran yang telah direncanakan oleh OJK dan tanpa keuntungan. Kebutuhan dana akan menjadi lebih besar lagi jika OJK juga menjalankan peran sebagai lender of the last
resort terhadap bank-bank (dan mungkin juga lembaga keuangan nonbank)
yang mengidap problem likuiditas yang akut sebagaimana sudah dijalankan oleh BI tempo dulu. Melihat kondisi obyektif industri keuangan nasional saat ini, khususnya perbankan nasional yang tengah recovery, rasanya tidak mungkin dan tidak tepat untuk membebankan biaya itu kepada mereka.
Masih ada aspek-aspek lain yang juga harus diperhatikan diantaranya, Aspek Yuridis, Pembentukan OJK ini mengakibatkan perubahan yang berkaitan dengan tugas dan wewenang pengawasan yang sebelumnya diemban oleh institusi terkait seperti BI untuk sektor perbankan dan Bapepam-LK untuk sektor jasa keuangan lainnya di luar sektor perbankan, dengan demikian otomatis diperlukan perubahan Undang-undang yang terkait dengan sektor jasa keuangan yang lama tersebut seperti Undang-undang mengenai Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Independensi OJK, Independensi OJK ini harus disebutkan secara tegas dan jelas dalam UU yang membentuknya sehingga ia menjadi lembaga yang independen yang bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, Cakupan objek Pengawasan OJK, cakupan objek pengawasan OJK juga harus secara tegas dan jelas disebutkan dalam Undang-undang yang membentuknya untuk menjamin kepastian hukum.26
26
Djoni Gozali, dan Usman Rachmadi, Hukum Perbankan, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2012), hal. 107.
(38)
Pembentukan OJK harus dipahami sebagai suatu challenge yang besar dan memerlukan beberapa prakondisi atau prasyarat, seperti : Pertama, perubahan itu tidak dilakukan pada saat sistem keuangannya belum kuat. Semua lembaga keuangan saling terkait, asuransi, perbankan, dan sebagainya. Kedua, berkaitan dengan bagaimana pembiayaan lembaga ini (OJK). Kalau suatu lembaga pengawasan independen, maka dia jangan tergantung dengan pihak yang diawasinya. Rencana sekarang, OJK itu dari yang diawasinya. Memang ada contoh seperti itu. Di Inggris Financial Services Authority (FSA) dibiayai oleh iuran dari bank-bank, asuransi, dan lembaga keuangan yang diawasinya.27
Tetapi di sana legal infrastructure jelas, peraturan jelas, sehingga sesuatu yang kurang sehat yang membuat FSA tak bisa mengawasi dengan benar dapat dihindari. Ketiga, pada saat koordinasi menjadi luxurious dan mahal, maka sebetulnya mengeluarkan perbankan misalnya dari suatu kebijakan pengawasan bank sentral, bisa mengurangi manfaat maksimal yang diperoleh kalau pengawasan itu ada di dalam bank sentral, sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat diperlukan untuk pengambilan kebijakan moneter. Karena ini sangat terkait, pada dasarnya kebijakan moneter itu terlaksananya melalui perbankan. Kalau informasi mengenai kondisi perbankan tidak dapat kita peroleh dengan segera, maka ada kemungkinan kebijakan yang dihasilkan terlambat atau salah arah. Keempat, OJK hanya dapat berjalan dengan baik kalau sumber daya manusianya tangguh dan memadai. Untuk menciptakan SDM yang tangguh dan memadai memerlukan waktu yang sangat panjang. FSA memahami hal itu, maka
27
(39)
mereka menempuh ”bedol desa”. Jadi, dalam pembentukan FSA, 500 orang dari
securities exchange-nya, 500 dari bank sentralnya dibawa pindah ke situ. Di
Indonesia, kita tidak bisa jamin hal itu bisa dilakukan. Kalau ada pegawai BI ditanya mau pindah atau tidak, dia akan memilih yang dia rasa aman. Tentunya dia akan merasa lebih aman kalau di BI. Sedangkan kalau human resources-nya tidak ikut pindah (ke OJK), maka untuk menciptakan (menjadi andal) akan membutuhkan waktu yang lama. Soal inilah yang menjadi inti masalah (menjelang pembentukan OJK). Dibandingkan dengan tiga prasyarat tadi. Jadi diperlukan waktu beberapa tahun bagi kita menyiapkannya sebaik mungkin supaya kita dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin.28
Aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan sebelum OJK terbentuk. Semua itu dilakukan sebagai upaya untuk menyehatkan sektor keuangan nasional dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
B. Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa definisi dari Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK ini.
28 Ibid
(40)
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Namun sebelum diamandemen Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia bunyi ketentuannya adalah “Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi Otoritas Jasa Keuangan) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002”
Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia merupakan respon dari krisis yang terjadi di Asia pada tahun 1997-1998 yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia, khususnya pada sektor perbankan. Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank-bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan yang selama ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI).29
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 disebutkan, lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,
29
(41)
lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan.
Akan tetapi OKJ sebagai lembaga baru tentunya tidak luput dari sejumlah pro dan kontra. Sebagian kalangan melihat OJK masih memiliki banyak kelemahan yang sangat berpotensi menimbulkan konflik. Hal ini terutama ditunjukkan dalam sumber pembiayaan dan susunan dewan komisioner OJK. Dalam aturan penjelasan OJK, disebutkan bahwa sumber pembiayaan OJK berasal dari APBN dan pungutan. OJK berhak mengambil pungutan dari lembaga perbankan yang diawasi. Hal ini tentunya sangat berpotensi menimbulkan masalah. Ketika lembaga pengawasan menerima pembiayaan dari bank-bank yang diawasi maka tidak akan menutup kemungkinan materi pengawasan akan sesuai dengan ‘order’ dari lembaga atau bank yang diawasi. Pengawasan akan lebih bersifat tebang pilih tergantung dari jumlah pungutan yang diterima.
Selanjutnya, masih terkait dengan pendanaan, aturan OJK menyebutkan bahwa kelebihan dana yang diperoleh OJK akan diserahakan kepada pemerintah. Hal ini akan membuka peluang yang sangat besar bagi pemerintah untuk menempatkan OJK sebagai sumber pendapatan. Dengan adanya keganjilan dalam hal pendanaan ini mengakibatkan independensi OJK yang akan semakin dipertanyakan.
Permasalahan selanjutnya terkait struktur susunan dewan komisioner OJK. Dewan komisioner OJK berjumlah 9 orang yang dipimpin oleh satu orang anggota. Adapun susunannya adalah seorang Ketua merangkap anggota, seorang
(42)
Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota, seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota, seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen, seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
Permasalahannya adalah ketika anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Pejabat Kementrian Keuangan terlibat secara langsung dalam struktur OJK. Sistem ini tentunya akan mempengaruhi independensi OJK yang tadinya diharapkan akan mampu bebas dari segala bentuk intervensi. Aturan hukum yang menjadi acuan OJK sendiri juga masih menjadi bahan perdebatan. Walaupun telah memiliki sistem pengawasan yang terintgrasi akan tetapi landasan hukum belum sepenunya mendukung sistem tersebut. Akibatnya hal ini akan memunculkan kesalahan interpretasi yang memungkinkan perbedaan tafsiran atas aturan hukum. Tidak akan menutup kemungkinan beberapa pihak akan memanfaatkan kondisi tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Sebagai lembaga baru, tentunya OJK tidak luput dari beberapa kelemahan. Untuk itu penting untuk meninjau kembali OJK, baik dalam aturan hukum maupun implementasi tugas dan fungsinya. Adanya pengalihan tugas pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK diharapkan menjadi dorongan bagi kedua
(43)
lembaga untuk dapat bekerja dengan optimal dan professional.30 OJK bertugas untuk mengatur dan mengawasi semua kegiatann yang berhubungan dengan jasa keuangan di sektor berbankan. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang serius dari OJK tersebut, tidak ada lagi penyelewengan pada jasa keuangan di sektor perbankan. Selain bertugas untuk mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, tugas lain yang tidak kalah penting yang harus diemban oleh OJK adalah melakukan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Pengawasan lain yang juga merupakan tanggung jawab dari OJK adalah pengawasan pada lembaga peransuransian, lembaga pembiayaan, lembaga dana pensiun, dan jasa keuangan lain.31 Dalam melaksanakan kewenangan pengawasannya, OJK bertanggung jawab kepada publik melalui DPR sebagai reprentatif atau perwakilan publik. Berdasarkan UU 21 tahun 2011, OJK dibekali kewenangan pemeriksaan dan penyidikan, baik secara rutin maupun insidentil, onside maupun offside.32
.
C. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Indonesia
Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Dengan melihat
30
http://cwts.ugm.ac.id/2013/04/implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keuangan-terhadap-pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia/ diakses tgl 3 Oktober 2014
31
http://azarasidi.blogspot.com/2013/10/peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Oktober 2014
32
http://www.pulausumbawanews.com/daerah/ojk-berwenang-ciptakan-investasi-yang-kondusif/ diakses tgl 3 Oktober 2014
(44)
ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk. Bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan hal tersebutlah, yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan.33
Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh beberapa institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya industri keuangannya diawasai oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC misalnya mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri perbankan diawasi oleh bank sentral (the Fed), FDIC dan OCC. Alasan dasar yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembagalembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu commercial banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di negara kita dan di Amerika Serikat, melarang bank melakukan kegiatan usaha keuangan non bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang, yang
33
(45)
membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non bank seperti investmen banking dan asuransi. 34
Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking Publication
Tahun 1999 menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada bank sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya (resources). Bank sentral dianggap memadai dalam hal sumber daya. Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan pengawasan dari bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian independensi kepada bank sentral. Ada kekhawatiran bahwa dengan independennya bank sentral maka apabila bank sentral juga berwenang mengawasi bank maka bank sentral akan memiliki kewenanagan yang sedemikian besar. Bank of England misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan keindependenennya dan dua minggu kemudian kewenangan pengawasan bank diambil alih dari bank sentral tersebut. 35
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan
34
Sofyan Syafri Harahap, “Pengawasan Bank: Selamat Datang OJK”, dalam
http://sofyan.syafri.com/index.php/my-articles/4-economics/12-pengawasan-bank-selamat-datang-ojk.html, diakses pada 10 September 2014.
35
(46)
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan.
OJK memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan itu meliputi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:36
1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank. b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
36
(47)
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank.
d. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
a. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
b. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
d. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
e. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
f. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
(48)
3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h. Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
(49)
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Pasal 6 Undang -Undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan tugas pengaturan dan pengawasan OJK. Pengaturan dan pengawasan OJK berlaku terhadap :
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; 2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.37
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK merupakan lembaga yang independen seperti yang telah di jelaskan pada Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
37
(50)
dalam Undang-Undang ini. Pasal tersebut tersirat arti bahwa OJK merupakan lembaga non-pemerintahan atau independen. Berarti OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah.
OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya, antara lain pada bidang dan/atau kegiatan sebagai berikut:
1. Pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber daya manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan; 2. Pertukaran informasi; dan
3. Kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan.38
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: 1. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
2. Sistem informasi perbankan yang terpadu;
3. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
4. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;
5. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank; dan
6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.39 Terkait dengan Independensi antara Bank Indonesia dan OJK, secara
38
Ibid.
39
(51)
hakikat independensi antara Bank Indonesia dengan OJK adalah sama sama. Kedua lembaga ini diamanatkan dalam undang-undang sebagai lembaga independen yang bebas dari intervensi dalam melaksanakan tugas dan wewenag dari pihak lain atau pemerintah. Independensi Bank Indonesia disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Dalam penjelasan Undang -Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menjelaskan bahwa secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio
ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
(52)
Singkatnya dalam ketatanegaraan Indonesia OJK mempunyai kedudukan sekunder dengan adanya dindepedensi institusional atau disebut juga sebagai
political atau goal indepedence karena dalam masalah kedudukan ini berarti status OJK sebagai lembaga secara mendasar terpisah dari eksekutif atau pemerintah, bebas dari pengaruh legislatif atau parlemen, bebas untuk merumuskan tujuan atau saran dari kebijakannya tanpa pengaruh dari lembaga politik maupun pemerintah.
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan dalam Undang-undang OJK yang memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola yang baik (good
governance) dari lembaga dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, termasuk diantaranya perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Penerapan prinsip tata kelola yang baik dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan yang ada jangan sampai tertinggal oleh persaingan global.
Akuntabilitas menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pasal 38 UU OJK OJK bertanggung jawab kepada publik dan bentuk pertanggungjawaban tersebut diberikan OJK kepada DPR. OJK hanya menyampaikan laporan kepadaDPR, jadi bukan bertanggung jawab kepada DPR, karena tugas DPR-RI mengawasi, bukan mempengaruhi dalam memberikan keputusan. Sehingga OJK menjaga keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat
(53)
investor dari malpraktik dan kecurangan-kecurangan di pasar modal.40
D. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa
Keuangan di Sektor Pasar Modal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memulai tugasnya sebagai lembaga pengawasan pasar modal Indonesia dan lembaga non bank menggantikan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Hal Ini merupakan tugas berat Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat memperbaiki industri keuangan yang menjadi harapan bagi semua pelaku pasar.
Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan di industri pasar modal Indonesia serta akan agresif mengadakan edukasi kepada masyarakat Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan akan membantu otoritas Bursa untuk mendorong perusahaan melakukan pelepasan saham ke publik melalui mekanisme penawaran umum saham perdana (IPO). Otoritas Jasa Keuangan juga merencanakan pendekatan ke sejumlah perusahaan yang dianggap potensial untuk menggelar IPO.
Selain itu, lembaga ini akan menciptakan situasi yang lebih kondusif dan aturan yang sesuai bagi pelaku pasar. Ada tiga strategi yang disebutkan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendorong pertumbuhan pasar modal di Indonesia.
1. Pendalaman pasar (market deepening) dengan menambah likuditas di pasar serta jumlah emiten. upaya yang dilakukan OJK saat ini yakni dengan melakukan pendalaman pasar (market deepening). Hal itu merupakan salah satu aspek terpenting untuk menjaga pasar keuangan. Market deepening
40
(1)
B. Saran
1. Untuk menjaga independensi OJK dalam mengatur dan mengawasi kegiatan di sektor jasa keuangan maka perlu dilakukan koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen. Selain itu, independensi OJK akan sepenuhnya efektif, apabila terdapat Good Corporate Governance dalam dunia keuangan dan pasar modal.
2. Agar pengaturan independensi OJK khususnya di dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 ayat (2) UU OJK ditambahkan dengan unsur bebas dari campur tangan Pemerintah agar lebih jelas, tegas, dan terang disebutkan secara eksplisit sehingga tidak ditafsirkan berbeda-beda dalam parktiknya.
3. Agar dalam melaksanakan tugas pengaturan, kepada OJK diharapkan benar-benar memperhatikan aspek kepentingan ekonomi nasional daripada kepentingan pelaku usaha.
(2)
DAFTAR PUSTAKA A. Buku:
Anwar, Jusuf, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, PT. Alumni, Jakarta, 2005.
Ediwarman, Monograf, Metodologi Penelitian Hukum, Program Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, 2010.
Gisymar, Najib A., Insider Trading Dalam Transaksi Efek, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Gozali, Djoni dan Usman Rachmadi, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Ishomuddin. 2010. Analisis Pengaruh variabel Makroekonomi Dalam dan Luar Negeri terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI periode 1999.1-2009.12 (Analisis Seleksi Model OLS-ARCH/GARCH). Universitas Diponegoro. Semarang
Kansil, CST. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.
Kiryanto, Ryan, OJK dan Kepentingannya, Kompas, 14 Juni 2003.
Nasarudin, M. Irsan, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2010.
Nasution, Bismar dan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Bank Indonesia, Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013.
Nasution, Bismar, Kajian Terhadap RUU Otoritas Jasa Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8 Nomor 2, Mei 2010. ____________, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8,
Nomor 3, September 2010.
Sitompul, Asril, Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.
Sitompul, Zulkarnain, Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Majalah Pilars No. 02/Th.VII/12-18 Januari 2004.
(3)
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)
Sundari, Siti, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2011.
Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000.
Sumardi, Vicky Ho, Juajir, Muhammad Ashri, Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penanganan Kejahatan Manipulasi Pasar Di Pasar Modal, Program Magister Ilmu Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2010.
Syahmi, Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Pengawasan Lembaga Perbankan Suatu Kajian Terhadap Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Skripsi Sarjana, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004)
Taqiyuddin, Ahmad, Undang-Undang OJK Dalam Kajian Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 2012.
Tavinayanti dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
B. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
C. Makalah dan Jurnal
Arifin, Zainal Mochtar dan Iwan Satriawan, Jurnal Konstitusi, Volume 6, Nomor 3, September 2012.
(4)
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14-18 Juli 2003.
Asmirawati, Nova, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3, 2012.
Nasution, Anwar, Stabilitas Sistem Keuangan: Urgensi, Impllkasi Hukum, dan Agenda Kedepan, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Masalah-Masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl, Denpasar, 2003.
Rahyani, Wiwin, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No. 3, 2013.
D. Internet:
Harahap, Sofyan Syafri, “Pengawasan Bank: Selamat Datang OJK”, dalam
http://sofyan.syafri.com/index.php/my-articles/4-economics/12-pengawasan-bank-selamat-datang-ojk.html, diakses pada 10 September 2014
http://ekonomi.kabo.biz/2011/06/pengertian-pasar-modal.html diakses tgl 1 Oktober 2014
http://alfahinata.tumblr.com/post/18826632024/lembaga-keuangan-non-bank-dan-bank-di-indonesia diakses tgl 2 Oktober 2014
http://www.ojk.go.id/lembaga-pembiayaan diakses tgl 2 Oktober 2014
https://bayu96ekonomos.wordpress.com/modul-materikuliah/bank-lembaga-keuangan-lain-2/ diakses tgl 2 Oktober 2014
http://merancangundangundang.blogspot.com/2014/02/hubungan-kelembagaan-antar-pengawas.html diakes tgl 2 Oktober 2014
http://cwts.ugm.ac.id/2013/04/implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keuangan-terhadap-pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia/ diakses tgl 3 Oktober 2014
(5)
http://azarasidi.blogspot.com/2013/10/peran-ojk-dalam-pengaturan-keuangan.html diakses tgl 3 Oktober 2014
http://www.pulausumbawanews.com/daerah/ojk-berwenang-ciptakan-investasi-yang-kondusif/ diakses tgl 3 Oktober 2014
http://pasardana.com/2013-ojk-menjadi-pengawas-pasar-modal/ diakses tgl 4 Oktober 2014
http://infomoneter.com/struktur-regulasi-independensi-otoritas-jasa-keuangan/ diakses tgl 4 Oktober 2014
http://www.ojk.go.id/pungutan-yang-ramah-kepada-publik diakses tgl 4 Oktober 2014
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2009/06/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-dan-bi/ diakses tgl 4 Oktober 2014
http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/274-menggugat-otoritas-jasa-keuangan-ojk.html diakses tgl 4 Oktober 2014
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/08/awal-2013-tampil-lembaga-super-otoritas-jasa-keuangan-ojk-506792.html diakses tgl 4 Oktober 2014
http://jaringnews.com/politik-peristiwa/opini/53732/catatan-ekonomi-akhir-tahun-ranjau-ranjau-ojk diakses tgl 4 Oktober 2014
http://yudisamara.org/2014/01/03/otoritas-jasa-keuangan/ diakses tgl 5 Oktober 2014
https://docs.google.com/ diakses tgl 5 Oktober 2014
https://datakata.wordpress.com/2014/04/01/pasar-modal-2/ diakses tgl 5 Oktober 2014
http://andhyzbaik.blogspot.com/2012/01/makalah-pasar-modal.html diakses tgl 5 Oktober 2014
https://riyanikusuma.wordpress.com/2013/02/07/pasar-modal/ diakses tgl 5 Oktober 2014
http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/malang/attachments/356_KTI%20%20Lahirny a%20OJK.pdf diakses tgl 5 Oktober 2014
(6)
https://ichwankurniablog.wordpress.com/2014/03/13/independensi-otoritas-jasa-undang-undang-nomor-21-tahun-2011-tentang-otoritas-jasa-keuangan/ diakses tgl 5 Oktober 2014
http://www.jurnalhet.com/dokumen/ringkasan-skripsi-harry-koot.pdf diakses tgl 5 Oktober 2014
https://id.wikipedia.org/wiki/Independen diakses tgl 3 Oktober 2014
http://www.nttonlinenow.com/index.php/berita-ntt/daratan-timor/3403-lembaga-hukum-harus-bebas-dari-intervensi-politik diakses tgl 5 Oktober 2014 Sidauruk, Rioberto pranamulya, pasar modal dalam otorisasi otoritas jasa
keuangan (Dari BAPEPAM Ke OJK), http://riosidauruk.blogspot.com/2013/03/dari-bapepam-ke-ojk.html
diakses tgl 5 Oktober 2014