Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
2.1.1 Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia.
Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat
penting sebagai media pengangkut Oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi
kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana
pengangkut sisa hasil metabolisme yang tidak berguna lagi dari jatingan tubuh
(Gunawan, 2001). Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka.
Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik),
sementara angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi
(diastolik) (Ruhyanudin, 2007).
Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila
jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada
suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat
pengukur tekanan darah. TDS normal 90 – 120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik
(TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dalam angka yang
lebih kecil jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60 -80

mmHg. Tingginya TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD
berhubungan dengan besarnya resistensi perifer (Kaplan dan Joseph, M.D., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Tekanan darah memiliki berbagai macam variasi tergantung pada keadaan,
akan meningkat sesuai dengan aktivitas fisik, emosi, dan stres,dan akan turun
selama tidur (Gray dkk., 2002). Stres, baik fisik maupun emosional, menyebabkan
kenaikan sementara pada tekanan darah (Marvyn, 1995).Tekanan darah dalam
satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada
saat tidur malam hari (Ruhyanudin, 2007).
Tekanan darah biasanya diukur secara tidak langsung menggunakan
sfigmomanometer raksa dan metode dengar bunyi atau metode aukultasi.
Beberapa piranti pengukur tekanan darah menggunakan aneroid sebagai pengganti
manometer raksa dan sebaikya harus selalu di kalibrasi dan dicek secara teratur.
Alat pengukur tekanan darah ini sering disebut tensi meter, dan penggunaannya
biasanya menggunakan alat bantu dengar yakni stetoskop (Laporan Komisi Pakar
WHO, 2001). Pengukuran tekanan darah dilakukan minimal 2 kali setiap
kesempatan dalam jarak waktu yang cukup lama yaitu 5-10 menit, dengan tidak
ada perbedaan hasil pada kedua lengan. Jika terdapat perbedaan, lengan yang

mempunyai angka yang lebih tinggi digunakan sebagai patokan untuk pengukuran
berikutnya (Gray dkk., 2002).
2.1.2

Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam

pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode (Udjianti,
2010). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JIVC) sebagai tekanan yang
lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan dapat diklasifikasikan sesuai derajat

Universitas Sumatera Utara

keparahannya (Ruhyanudin, 2007). Hipertensi merupakan penyakit dari masa
dewasa tengah termasuk diatas 60 juta orang, diperkirakan bahwa 1 dari 6
individu mempunyai tekanan darah tinggi. (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Depkes, 1996)
Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥165/95 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut
borderline hypertension (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak
membedakan usia dan jenis kelamin (Udjianti,2010).
Batasan hipertensi dengan memperhatikan perbedaan usia dan jenis
kelamin menurut Udjianti (2010) yang mengutip pendapat Kaplan adalah sebagai
berikut :
a.

Laki-laki, usia ≤ 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥
130/90 mmHg,

b.

Laki-laki, usia > 45 tahun di katakan hipertensi apabila tekanan darah ≥
145/95 mmHg,

c.

Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.
Hipertensi umumnya berkembang dengan lambat. Pada kebanyakan kasus


dimulai dengan tekanan darah normal yang berkembang menjadi prahipertensi
lalu akhirnya menuju hipertensi. Jika dibiarkan tidak diobati, hipertensi dapat
merusak banyak organ dan jaringan tubuh, Semakin tinggi tahap hipertensinya
dan semakin lama dibiarkan tak terkontrol, risiko cedera serangan akan makin
besar (Sheps, 2005). Peningkatan tekanan darah memberikan gejala yang akan

Universitas Sumatera Utara

berlanjut ke suatu organ target tertentu seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan
(untuk otot jantung) (Bustan, 2007).
Klasifikasi derajat tekanan darah menurut Joint National Commite (JNC
VII) on Detection Evaluation mc and Treatment of Hight Blood Preasure tahun
2003 adalah:
a. Tekanan darah normal 120-130 mmHg TDS dan 80-89 mmHg TDD
b. Hipertensi derajat I adalah 140-159 mmHg TDS dan 90-99 mmHg TDD
c. Hipertensi derajat II adalah >160 mmHg TDS dan >100 mmHg TDD
Sementara itu, ESH (Europian Society of Hypertension) dan ESC
(Europian Society of Cardiology) tahun 2013 juga memakai batasan sebagai

berikut untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit hipertensi berdasarkan TDS
dan TDD (Mancia dkk., 2013):
Sistolik

Diastolik

Optimal

65 tahun, insiden stroke meningkat progresif seiring dengan
peningkatan darah, terutama tekanan darah sistolik (Kotchen, 2010). Stroke dan
serangan iskemik transien lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi.
Selama stroke, tekanan darah akan meningkat secara akut dan perlu kehati-hatian
untuk menurunkannya terlalu cepat atau mendadak. Resistensi vaskular serebral
akan meningkat karena efek hipertensi jangka panjang, juga kemungkinan efek
akut edema serebral, dan reduksi berlebihan tekanan perfusi arteri serebral dapat
meningkatkan iskemia serebral (Gray dkk, 2002).
2.6

Faktor Risiko Hipertensi


2.6.1

Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah

a.

Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin

besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia,
kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan
enam puluhan (Sugiharto, 2007).
Prevalensi hipertensi penduduk Indonesia di atas umur 30 tahun sebesar
32,2% dari populasi. (Soemantri, 2004) Telah diperhitungkan bahwa seorang pria

Universitas Sumatera Utara


berusia 55 tahun dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg, mempunyai risiko
masalah vaskular dalam 10 tahun mendatang sekitar 14% (Gray dkk, 2002).
Risiko wanita meningkat setelah mengalami masa menopause (Laporan Komisi
Pakar WHO, 2001).
Baik pria maupun wanita hidup lebih lama dan 50% dari mereka yang
berusia diatas 60 tahun akan menderita hipertensi sistolik terisolasi (TD sistolik
160 mmHg dan diastolik 90 mmHg). Karena risiko kardiovaskular meningkat
sesuai usia maka pasien usia lanjut dengan tekanan darah seperti ini akan lebih
memerlukan terapi daripada pasien usia lebih muda (Gray dkk, 2002).
b.

Jenis Kelamin
Pada usia dini tidak dapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan

darah laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, laki-laki
cenderung menunjukan arah rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas
terlihat pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Pada usia tua,
perbedaan itu menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik. Perubahan pada
masa tua antara lain dapat dijelaskan dengan tingkat kematian awal yang lebih

tinggi pada pria setengah baya pengidap hipertensi, sementara perubahan pascamenopause pada wanita dapat pula berpengaruh. Banyak penelitian sedang
dilakukan untuk mengevaluasi apakah penambahan estrogen dapat melindungi
terhadap kenaikan-relatif tekanan darah pada masa tua seorang wanita (Laporan
Komisi Pakar WHO, 2001).
Di antara penduduk AS yang berumur 18 tahun ke atas, 34% pria dan 31%
wanita berkulit hitam mempunyai hipertensi. Bandingkan dengan 25% pria dan

Universitas Sumatera Utara

21% wanita berkulit putih yang mengidap hipertensi. Sedangkan pada orang
Hispanik terdapat 23% dan 22% wanita. Pada keturunan Asia dan suku-suku di
kepulauan Pasifik ditemukan hanya 10% pria dan 8% wanita. Sedangkan di antara
orang Indian Amerika, kira-kira 27% pria dan 27% wanitanya menderita
hipertensi (Sheps, 2005).
c.

Riwayat Keluarga
Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih

sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi

(faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada
hipertensi primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.
(Sugiharto, 2007) Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang
hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang
tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut
60% (Sheps, 2005).
d.

Genetika
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara

Universitas Sumatera Utara


alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala (Sugiharto, 2007).
Dibanding orang kulit putih, orang kulit hitam di negara barat lebih
banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan lebih besar
tingkat morbiditas maupun mortalitasnya, sehingga diperkirakan ada kaitan
hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat
kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat
poligenik. (Gray dkk, 2002)
e.

Suku
Berdasarkan hasil-hasil National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES), Amerika Serikat memiliki prevalensi 28,7% pada orang dewasa atau
sekitar 58,4 juta orang yang mengidap hipertensi. Prevalensi hipertensi adalah
33,5% pada orang berkulit hitam non Spanyol, 28,9% pada orang berkuit putih
non-Spanyol, dan 20,7% pada orang Amerika Meksiko (Kotchen, 2010). Kira-kira
23% penduduk AS yang berkulit putih berusia 18-74 tahun mempunyai hipertensi.

Pada orang berkulit hitam jumlahnya 33%, orang Indian 21%, orang Hispanik
18% dan pada keturunan Asia dan kepulauan Pasifik jumlahnya menurun menjadi
16% (Sheps, 2005). Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi
kelompok daerah kurang makmur dengan daerah maju, seperti bangsa Indian
Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat
sesuai dengan pertambahan usia dibanding masyarakat Barat. (Gray dkk., 2002)

Universitas Sumatera Utara

Budi

Darmojo

(2001)

dalam

tulisannya

Mengamati

Perjalanan

Epidemiologi Hipertensi di Indonesia, melaporkan prevalensi hipertensi pada
penduduk 20 tahun ke atas di berbagai daerah mempunyai angka berkisar 5-15%,
prevalensi terendah terdapat pada suku Lembah Bileam Jaya sedangkan yang
tertinggi terdapat ada suku Jawa 11,4%. (Darmojo, 2001)
f.

Status sosioekonomi
Dinegara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan

ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukan bahwa tekanan darah dan
prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan sosioekonomi
rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan,
penghasilan dan pekerjaan. Akan tetapi dalam masyarakat yang berada dalam
masa peralihan dan pra-peralihan dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi
ternyata terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali
menggambarkan tahap awal epidemi penyakit kardiovaskuler. Pengalaman pada
sebagian besar masyarakat telah menunjukan bahwa peningkatan epidemi
berpengaruh pada pembalikan golongan sosial ini (Laporan Komisi Pakar WHO,
2001).
2.6.2
a.

Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Obesitas
Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Makin besar

massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.

Universitas Sumatera Utara

Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan
darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal
relatif sebesar 10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh
karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang
yang obes bisa dijadikan langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi
(Khomsan, 2003; Sheps, 2005). Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT)
berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih (Nurkhalida,
2003).
Pengamatan WHO tahun 1996, menunjukan bahwa kenaikan TDS 2-3
mmHg dan TDD 1-3 mmHg utuk setiap kenaikan 10 kg bobot tubuh. Bagi
seseorang yang memiliki lemak bertumpuk pada daerah sekitar pinggang dan
perut (bentuk buah apel) lebih mungkin terkena tekanan darah tinggi bila
dibandingkan mereka yang memiliki kelebihan lemak dipaha dan pinggul. Indeks
massa tubuh digunakan untuk mengukur kadar kegemukan kombinasi atau
perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Dimana dikatakan kurus bila
IMT kurang dari 20, berat badan sehat bila IMT 20-25, kawasan peringatan bila
IMT 25-27 dan obesitas bila IMT diatas 27 (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).

Universitas Sumatera Utara

b.

Konsumsi Garam
Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik

yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi
natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau
bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan
kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi (Sheps, 2005). Menurut
Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan
hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan
tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Hull, 1993).
Menurut Laporan Komisi Pakar WHO, diet garam dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah dan prevalensi hipertensi. Efek ini diperkuat dengan
diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 gr) perhari
menjadi 80-100 mmol (4,7-5,8 perhari) menurunkan tekanan darah sistolik 4-5
mmHg (Laporan Komisi Pakar WHO,2001).
c.

Kebiasaan Merokok
Walaupun merokok bukan sebagai penyebab utama naiknya tekanan

darah, tidak perlu diragukan bahwa bobot bukti klinis dan laboratorium
menentang kebiasaan itu karena merupakan satu faktor penyokong bagi timbulnya
hipertensi (Marvyn, 1995). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok,
nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik
maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada
ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek
nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan
perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi
sepanjang hari. (Sheps, 2005).
d.

Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak

memiliki tekanan yang lebihin tinggi dari pada individu yang tidak minum atau
minum sedikit (Hull, 1993) Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol
(Khomsan, 2003). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah (Nurkhalida, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 520% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman
berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.
Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui
dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang,
minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ
lain (Bustan, 2007;Sheps, 2005).
e.

Olahraga
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita kelebihan berat

badan (Sheps, 2005). Dengan berolahraga secara teratur dapat memperlancar
peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan juga dapat
mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (Dalimartha,
2008).
Latihan fisik aerobik sedang secara teratur (jalan atau renang selama 30-45
menit 3-4 kali seminggu) lebih efektif menurunkan tekanan darah dibandingkan
dengan olahtaga berat seperti lari. Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat
meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari bagi yang berisiko terkena
hipertensi (Joewono, 2003).
f.

Stress
Sejumlah penyebab dan akibat tekanan darah tinggi mungkin berhubungan

dengan stress. Bentuk stress bisa berupa situasi yang mengancam hidup, masalah
bisnis, kecemasan akan kesehatan seseorang atau sekedar ketegangan hidup
sehari-hari. Yang terjadi adalah jantung berdenyut lebih kuat dan lebih cepat.

Universitas Sumatera Utara

Kelenjar seperti tiroid dan adrenalin bereaksi dengan meningkatkan pengeluaran
hormon aktif mereka. Kebutuhan otak akan darah juga meningkat. Jantung
bereaksi atas tuntutan yang meningkat terhadap darah dari otak dan otot dengan
menyediakannya secara lebih cepat. Bentuk stres yang membuat tekanan darah
naik selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun akhirnya mengakibatkan suatu
komplikasi yang harus diobati (Marvyn, 1995).
2.7

Upaya Pencegahan Hipertensi

2.7.1

Pencegahan Primordial
Pencegahan hipertensi secara primordial adalah upaya pencegahan

munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya
faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat
dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor lainnya, misalnya
menciptakan kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu
kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap
bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi
makanan cepat saji (Sianipar, 2014).
2.7.2

Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan awal sebelum seseorang

terkena penyakit hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko
hipertensi terutama kepada kelompok yang berisiko tinggi (Bustan,2007). Adapun
upaya pencegahan primer untuk penyakit hipertensi antara lain :

Universitas Sumatera Utara

a.

Mengontrol pola makan
Faktor risiko dapat dihindari dengan cara menjauhi makan makanan

berlemak dan mengandung banyak garam. American Heart Association
menyarakan konsumsi garam sebanyak satu sendok teh per hari. Sementara
kebutuhan lemak sangat kecil, disarankan kurang dari 30% dari konsumsi kalori
setiap hari. Lemak tersebut dibutuhkan untuk menjaga organ tubuh tetap berkerja
dan berfungsi dengan baik (Dalimartha, 2008).
b.

Tingkatkan konsumsi potasium dan magnesium
Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu

faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan
sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut (Dalimartha, 2008). Buah-buahan dan
sayuran mengandung serat, zat-zat gizi, bebas lemak dan rendah kalori. Juga
fitokimia yaitu zat-zat yang membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler
serta beberapa jenis kanker. Menggantikan makanan berlemak dan berkalori
tinggi dengan sayuran dan buah-buahan adalah salah satu cara mudah untuk
memperbaiki pola makan tanpa mengurangi jumlah yang dimakan (Sheps, 2005).
c.

Makan makanan jenis padi-padian
Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal Clinical

Nutrition ditemukan bahwa pria yang mengonsumsi sedikitnya satu porsi sereal
dan jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat kecil (020%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin banyak konsumsi padi-padian,
semakin rendah risiko penyakit jantung koroner, termasuk terkena hipertensi.
Mengonsumsi roti gandum dan makan beras tumbuh atau beras merah merupakan

Universitas Sumatera Utara

salah satu langkah penting menurunkan tekanan darah dan menghindari
komplikasi akibat dari hipertensi (Dalimartha,2008)
d.

Tingkatkan aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah sebab

membuat jantung lebih kuat. Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan
tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Setelah beraktivitas tekanan darah kita
untuk sementara akan menjadi rendah.
Latihan aerobik merupakan aktivitas fisik yang paling efektif untuk
mengendalikan tekanan darah. Suatu aktivitas fisik disebut aerobik jika
menyebabkan peningkatan kemampuan jantung, paru-paru dan otot, yang berarti
pula peningkatan kebutuhan akan oksigen. Beberapa contoh bentuk aerobik yang
lazim dilakukan antara lain joging, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang
(Dalimartha, 2008).
e.

Sertakan bantuan dari kelompok pendukung
Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup

sehat. Dukungan dan partisipasi orang lain membuat lebih mudah dan lebih asyik
bagi setiap orang. Penelitian menunjukan dukungan kelompok terbukti berhasil
dalam mengubha gaya hidup untuk mencegah hipertensi (Dalimartha, 2008).
f.

Berhenti merokok dan hindari konsumsi alkohol berlebih
Dengan berhenti merokok, tekanan darah sebenarnya hanya akan turun

beberapa poin saja. Namun berhenti merokok tetaplah penting bagi kesehatan.
Alasannya adalah dapat meningkatkan efektifitas obat dan mengurangi risiko
komplikasi dari penyakit hipertensi.

Universitas Sumatera Utara

Fakta menunjukkan, mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan
tekanan. Peminum berat yang mengubah kebiasaanya menjadi peminum sedang
dapat mengalami penurunan tekanan sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan
diastolik sebesar 3 mmHg. Penurunan tekanan darah lebih banyak lagi yaitu
sebesar kira-kira 10 mmHg untuk tekanan sistolik dan 7 mmHg untuk tekanan
diastolik dapat dicapai bila pengurangan penggunaan alkohol dikombinasikan
dengan makanan yang bergizi (Sheps, 2005).
2.7.3

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan kepada individu yang memiliki risiko

untuk terjadinya hipertensi. Pencegahan sekunder dilakukan dengan pemeriksaan
dini untuk mendeteksi adanya hipertensi dan melakukan terapi bukan obat dan
terapi obat. Terapi bukan obat dilakukan dengan pengurangan berat badan pasien
hipertensi agar lemak yang didalam tubuh tidak menghambat peredaran darah
karena adanya penyempitan pada pembuluh darah. Sedangkan terapi obat
dilakukan untuk mencegah terjadinya proses penyakit yang lebih lanjut dan
komplikasi (Sobel, 1996).
Pemeriksaan yang lebih teliti perlu ditingkatkan pada organ target untuk
menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah
jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu
menegakan diagnosa komplikasi akibat hipertensi (Kaplan, 1991).
Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnese, pemeriksaan
jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan penunjang. Pada 70-80
% kasus hipertensi esensial, didapat riwayat hipertensi didalam keluarga,

Universitas Sumatera Utara

walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi esensial. Apabila
riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi
esensial lebih besar (Kaplan dkk., 1991). Beberapa pasien akan memerlukan
pemeriksaan penunjang yang lebih kompleks dan dirujuk ke spesialis, contohnya
pasien dengan hipertensi maligna, pasien dengan dugaan hipertensi sekunder,
pasien dengan masalah terapi atau kegagalannya, dan pasien dengan keadaan
khusus (misalnya kehamilan) (Gray dkk, 2002).
Pada wanita keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat
persalinan, penggunaan pil kontrasepsi, diperlukan dalam anamnesis. Selain itu
data mengenai penyakit penyerta yang timbul bersamaan seperti diabetes melitus,
gangguan hyperthyroid, rematik, gangguan ginjal serta faktor risiko terjadinya
hipertensi seperti rokok, alkohol, stress dan data obesitas perlu diberitahukan
kepada dokter yang memeriksa (Riyadina, 2002; Kaplan dkk, 1991).
Pemeriksaan yang lebih teliti perlu dilakukan pada organ target untuk
menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah
jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu
menegakkan diagnosis komplikasi akibat hipertensi. Pemeriksaan fisik lain secara
rutin perlu dilakukan untuk mendapatkan tanda kelainan lain yang mungkin ada
hubungan dengan hipertensi (Riyadina, 2002; Kaplan dkk, 1991).
Pencegahan bagi yang terancam dan menderita hipertensi adalah dengan
dilakukan (Sobel, 1996) :

Universitas Sumatera Utara

a.

Pemeriksaan berkala :
-

Pengukuran tekanan darah secara berkala dilakukan tim medis untuk
mengetahui apakah menderita hipertensi atau tidak

-

Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tidak
menggunakan obat anti hipertensi

b.

Pengobatan/perawatan
-

Pengobatan segera dilakukan supaya penderita hipertensi dapat segera
dikendalikan penyakit hipertensinya

-

Menghindari

komplikasi

dengan

menjaga

agar

tidak

terjadinya

hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan lain lain
-

Menstabilkan tekanan darah agar penderita hipertensi kualitas hidupnya
tidak menurun sehingga mampu beraktivitas dengan baik

-

Memperkecil efek samping pengobatan supaya tidak timbul penyakit
lainnya

-

Mengobati penyakit pendamping seperti : penyakit diabetes melitus dan
penyakit jantung koroner

Universitas Sumatera Utara

2.7.4

Pencegahan Tersier

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan tersier menurut Sobel (1996)
adalah :
a.

Menurunkan tekanan darah ketingkat normal

b.

Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan
kerusakan pada jaringan tubuh

c.

Memulihkan kerusakan organ dengan obat anti hipertensi

d.

Mengontrol tekanan darah sehingga tidak menimbulkan komplikasi
penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner

e.

Melakukan penanganan cepat dan tepat, menghindari kecacatan dan
kematian akibat hipertensi yang tidak terkendali

Universitas Sumatera Utara

2.8

Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep pada penelitian tentang Karakteristik Penderita

Hipertensi dengan Komplikasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Deli
Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 adalah sebagai berikut.
KARAKTERISTIK PENDERITA HIPERTENSI DENGAN
KOMPLIKASI
1. Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Tempat Tinggal
2. Derajat Hipertensi
3. Keluhan Utama
4. Jenis Komplikasi
5. Lama Rawatan
6. Sumber Biaya
7. Keadaan Sewaktu Pulang

Universitas Sumatera Utara