Evaluasi Rancangan Bendung Daerah Irigasi Belutu Kabupaten Serdang Berdagai

(1)

1 EVALUASI RANCANGAN BENDUNG DAERAH IRIGASI BELUTU

KABUPATEN SERDANG BERDAGAI

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun Oleh:

POSMA NIKOLAS HUTABARAT 09 0404 054

Dosen Pembimbing

Ir. MAKMUR GINTING, M.Sc. NIP. 19551201 198103 1005

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

2 ABSTRAK

Bendung merupakan bangunan air sangat penting untuk menunjang kebutuhan air irigasi terlebih lagi program pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Bendung Daerah Irigasi Belutu yang terletak di Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara, diproyeksikan mampu mengairi Daerah Irigasi Belutu seluas 5.032 Ha.

Evaluasi rancangan bendung pada penelitian ini sendiri mencakup evaluasi secara hidraulis maupun struktur. Evaluasi secara hidraulis mencakup kebutuhan air irigasi. Dan evaluasi secara struktur mencakup analisa stabilitas bendung tersebut.

Dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan data primer berupa pengamatan langsung di lapangan guna mengetahui kondisi di lapangan, dan data sekunder berupa Detail Engineering Design Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu, dan data curah hujan, juga melakukan studi pustaka dari buku maupun jurnal ilmiah. Parameter evaluasi sendiri diambil dari Kriteria Perencanaan (KP – 02 dan KP – 06) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Dari hasil evaluasi secara hidraulis didapat bahwa kebutuhan air irigasi Daerah Irigasi Belutu sebesar 1,67 Liter/detik/Ha, dengan kebutuhan total irigasi sebesar 10.085 Liter/detik. Secara struktur, Bendung Daerah Irigasi Belutu pada saat debit normal tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg)

2,35, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 8,93 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 4,86. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 1,75, angka keamanan terhadap daya dukung

tanah (σ) 12,03 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,02. Pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap

guling (Fg) 3,9, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 11,05 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,61. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,52, angka keamanan terhadap daya dukung

tanah (σ) 14,49 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,49.


(3)

3 KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa segala Kasih, Pertolongan dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi Rancangan Bendung Daerah Irigasi Belutu Kabupaten Serdang Berdagai”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh jenjang pendidikan strata satu (S-1) pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan begitu banyak ilmu yang tak ternilai harganya serta masukan-masukan, tenaga, pikiran yang dapat membimbing penulis sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T. selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc. selaku Koordinator Bidang Studi Teknik Sumber Daya Air Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak/Ibu Dosen Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Staf TU Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas, Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dalam proses administrasi.


(4)

4

7. Papa, Drs. T. Hutabarat dan Mama, Roida Adriana Sihombing, karena

tidak henti-hentinya memberikan doa dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada kakak-kakak tersayang Katherine Magdalena Hutabarat, A.Md.; Sylvia Margareth Hutabarat, S.T.; dan Lady Patricia Hutabarat, S.T.

8. Balai Wilayah Sungai karena telah memberikan fasilitas berupa data kepada penulis.

9. Rekan-rekan bidang studi Teknik Sumber Daya Air, Ucok yang telah

menemani ke lokasi proyek, Ronaldianshah, Adi, Saddam, Rozi, Beib, Les, Asa, Master Khairun, Legend, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10.Teman-teman sesama Sipil 09, Rag, Tong, Bos, Bere, Sahala Chong

Wei, Pal, Jupin, Junai, Odoy Latiffah, Dewi, Ersa, Su, Chaim, Bram, Jimmy, Rian, Ryan, Gendut, Agus, Grandong, Tambak Dovakihn, Arab, Apis, Bambang dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

11.Abang mahasiswa stambuk 2006, Erick, Mueq, Paul, Ray, dan lainnya. Juga kepada adik-adik stambuk 2012, Mayan dan Acong atas dukungannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak jauh dari sempurna, maka dari segala saran, masukan dan kritikan yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan tangan terbuka demi perbaikan tugas akhir ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua.

Medan, September 2015 Penulis,


(5)

5 DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR NOTASI... viii

DAFTAR TABEL... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. PembatasanMasalah ... 4

1.6. Metode Penelitian ... 4

1.7. Kerangka Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Sungai... 8

2.1.1. Definisi Sungai ... 8

2.1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)... 9

2.2. Banjir ... 10

2.3. Curah Hujan Rata-rata Suatu Daerah... 13

2.4. Analisis Frekuensi... 16

2.5. Analisis Hujan Rencana ... 18

2.6. Uji Kecocokan ... 22

2.6.1. Uji Chi Kuadrat ... 22

2.6.2. Uji Smirnov-Kolmogorov ... 24

2.7. Banjir Rencana ... 26

2.7.1. Metode Melchior ... 26

2.7.2. Metode Hasper ... 27

2.8. Bendung Pelimpah ... 28


(6)

6

2.8.2. Elevasi crest... 30

2.8.3. Lebar Bendung... 30

2.8.4. Mercu Bendung ... 32

2.8.5. Peredam Energi ... 32

2.8.6. Bangunan Pengambilan ... 33

2.8.7. Bangunan Penguras ... 36

2.8.8. Kantong Lumpur... 36

2.8.9. Bangunan Pembilas ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42

3.1. Metode Dan Tahapan Penelitian... 42

3.2. Hasil Studi Lapangan ... 46

3.2.1. Data Sungai Belutu ... 46

3.2.1.1. Kondisi Hidrologi... 46

3.2.1.2. Kondisi Klimatologi... 47

3.2.1.3. Kondisi Watershed Sungai Belutu... 47

3.2.2. Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu ... 49

3.2.2.1. Tipe Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu 49 3.2.2.2. Lokasi Bendung ... 54

3.2.3. Sistem Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Sei Belutu 55 BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN... 58

4.1. Analisis Data Curah Hujan... 58

4.2. Curah Hujan Efektif... 59

4.3. Evapotranspirasi... 61

4.4. Analisis Kebutuhan Air Irigasi... 64

4.4.1. Curah Hujan Efektif... 65

4.4.2. Perkolasi dan Infiltrasi... 65

4.4.3. Penggantian Lapisan Air ... 65

4.4.4. Pemakaian Konsumtif... 65

4.4.5. Efisiensi Irigasi... 66

4.4.6. Penyiapan Lahan... 67

4.4.7. Pola Tanam ... 69


(7)

7

4.6. Neraca Air... 73

4.7. Ketinggian Mercu Bendung Sei Belutu... 75

4.8. Debit Bangunan Pengambilan... 77

4.9. Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu... 78

4.10. Analisis Banjir Rencana... 89

4.10.1. Analisis Data Curah Hujan... 90

4.10.2. Pengujian Chi Kuadrat ... 97

4.10.3. Metode Melchior... 100

4.10.4. Perhitungan Tinggi Muka Air Maksimum 105 4.11. Menghitung Ketinggian Air di Atas Mercu... 107

4.12. Analisis Stabilitas Bendung Sei Belutu... 108

4.12.1. Komponen Gaya Akibat Berat Sendiri.. 109

4.12.2. Komponen Gaya Uplift Pressure... 111

4.12.3. Komponen Gaya Akibat Tekanan Air.... 114

4.12.4. Daya Dukung Tanah... 116

4.13. Rekapitulasi Stabilitas Struktur... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 126

5.1. Kesimpulan... 126


(8)

8 DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian 6

Gambar 2.1. Penampang Melintang Sungai 9

Gambar 2.2. Hitungan Hujan Dengan Metode Thiessen 15

Gambar 2.3. Peredam Energi Tipe Tenggelam 32

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 44

Gambar 3.2. Situasi Watershed Daerah Irigasi Belutu 47

Gambar 3.3. Potongan Memanjang dan Melintang Bendung Belutu 52

Gambar 3.4. Lokasi Bendung Terpilih 52

Gambar 3.5. Situasi dan Inventori Layout D.I. Belutu 53

Gambar 4.1. Diagram Curah Hujan Rata-rata 57

Gambar 4.2. Diagram Evapotranspirasi Bulanan dan Harian 61

Gambar 4.3. Peta Situasi Rencana Bendung, dan Intake 73

Gambar 4.4. Contoh Saluran Terbuka Irigasi 76

Gambar 4.5. Skematik Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu 87

Gambar 4.6. Grafik Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,

Gunung Monako 89

Gambar 4.7. Grafik Luas Curah Hujan Melchior 101

Gambar 4.8. Pembagian Pias Bendung 107

Gambar 4.9. Pembagian Pias Akibat Gaya Bendung Pada

Kondisi Normal 112

Gambar 4.10. Pertambahan Gaya Pada Kondisi Banjir Rencana 113


(9)

9 DAFTAR NOTASI

α = Harga Koefisien tanah penutup

A = Luas areal irigasi (Ha)

Ab = Luas catchment di lokasi yang ditinjau (Km2)

As = Luas catchment di lokasi AWLR (Km2)

a = Panjang sumbu panjang (Km)

B = Harga faktor berat

b = Lebar dasar saluran

b = Panjang sumbu pendek (Km)

Bt = Lebar bendung (m)

Be = Lebar efektif bendung (m)

χ2

= Chi kuadrat

c = Koefisien tanaman

Cb = Harga koefisien rembesan Blight’s

Cw = Harga koefisiean rembesan Lane’s

Cd = Koefisien debit

C0 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari H1/r


(10)

10

C2 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/ H1 dan kemiringan hulu

CH = Curah hujan (mm)

Ck = Koefisien Kurtosis

Cs = Koefisien Skewnes

Cv = Koefisien variasi

DR = Kebutuhan air untuk irigasi (l/dt/ha)

ΔH = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier

e = Efisiensi Irigasi

e = Nilai eksentristitas

Eloss = Kehilangan akibat evporasi (mm3/hari)

E = Evaporasi (mm/hari)

Ea = Tegangan aktif (Ton)

Ep = Tegangan pasif (Ton)

Et = Evapotranspirasi (mm/hari)

Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)

Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Eo = Evaporasi air terbuka (mm/hari)


(11)

11

ed = Tekanan uap nyata (mbar)

f(u) = Fungsi pengaruh kecepatan angin (km/hari)

f(ed) = Fungsi tekanan uap nyata

f(n/N) = Fungsi rasio lama penyinaran

f(T’) = Fungsi temperatur

F = Luas Elips Melchior (Km2)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

H = Ketinggian mercu bendung (m)

h = Tingggi muka air (m)

hc = Kedalaman air kritis (m)

hf = Kehilangan tinggi energi (m)

h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder padà bangunan sadap (m)

H100 = Tinggi muka air pada debit banjir rencana kala ulang 100 tahun (m)

I = Kemiringan rata-rata saluran

Ir = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)

K = Koefisien kekasaran saluran (m1/3/detik)


(12)

12

Ka = Koefisien konstraksi pangkal bendung

Ka = Koefisien tegangan aktif

Kh = Koefisien gempa

Kp = Koefisien konstraksi pilar

Kp = Koefisien tegangan pasif

L = Panjang bendung; panjang saluran (m)

Lp = Masa penyiapan lahan (hari)

M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan akibat evaporasi dan

perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)

m = Kemiringan talud

Ma = Momen aktif (T.m)

Mg = Momen guling (T.m)

Mp = Momen pasif (T.m)

Mt = Momen Tahan (T.m)

n = Banyaknya pengamatan

n = Perbandingan lebar saluran terhadap tinggi muka air

NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah (mm/hari)


(13)

13

N = Lama penyinaran maksimum

Φ = Sudut geser tanah (°)

P = Keliling basah (m)

P = Perkolasi (mm/hari)

%Lose = Persentasi air yang hilang akibat kebutuhan air irigasi (%)

Q = Debit aliran (m3/detik)

q = Perbandingan debit persatuan luas

Qa = Tegangan maksimum izin (T/m2)

Qu = Tegangan maksimum batas (T/m2)

Qmax = Debit maksimum yang dapat ditampung di saluran

Qb = Debit di lokasi bendung (m3/detik)

Qs = Debit di lokasi AWLR (m3/detik)

Qsisa = Debit yang tersisa setelah pengambilan air (m3/detik)

Q100 = Debit banjir rencana pada kala ulang 100 tahun

Q10 = Debit banjir rencana pada kala ulang 10 tahun

Q2 = Debit banjir rencana pada kala ulang 2 tahun

Q5 = Debit banjir rencana pada kala ulang 5 tahun


(14)

14

R = Jari-jari hidraulis (m)

Reff = Curah hujan effektif (mm/hari)

Rn = Radiasi netto (mm/hari)

Rns = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)

Rnl = Radiasi netto gelombang panjnag

Rs = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)

R50 = Curah hujan efektif 50% (mm/hari)

R80 = Curah hujan effektif 80% (mm/hari)

S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air (mm)

Sn = Simpangan baku terhadap n buah sampel

T = Waktu penyiapan lahan (hari),

t = suhu udara rata-rata bulanan (0C)

t = Waktu (detik)

Tc = Harga waktu ulang konsentrasi

To = Harga awal waktu ulang konsentrasi

V = Kecepatan aliran (m/detik)

W = Faktor koreksi terhadap radiasi temperatur


(15)

15

X = Curah Hujan rencana (mm)

X

� = Curah hujan rata-rata (mm)


(16)

16 DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Menentukan Variable Standart yang besarnya

tergantung pada G 20

Tabel 2.2. Nilai Reduce Variate berdasarkan banyak tahun 21

Tabel 2.3. Nilai Reduce Variate sebagai fungsi balik waktu 22

Tabel 2.4. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat 23

Tabel 2.5. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov 26

Tabel 2.6. Nilai Ka dan Kp 31

Tabel 3.1. Data Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,

Gunung Monako 46

Tabel 3.2. Kondisi Iklim Bulanan Sei Belutu 47

Tabel 3.3. Kondisi Bangunan Irigasi Sei Belutu 57

Tabel 4.1. Tabel Curah Hujan Setengan Bulanan Stasiun

Bangun Bandar, dan Gunung Monako 56

Tabel 4.2. Data Curah Hujan Rata-rata 57

Tabel 4.3. Perhitungan Curah Hujan Efektif 58

Tabel 4.4. Data Evapotranspirasi D.I. Sei Belutu 59

Tabel 4.5. Radiasi Ekstra terrestrial (Ra), mm/hari 60

Tabel 4.6. Pengaruh Suhu Udara Pada Panjang Gelombang

Radiasi f(T) 60

Tabel 4.7. Tekanan Uap Jenuh (ea), mbar 60

Tabel 4.8. Harga Faktor Berat (B) 60

Tabel 4.9. Rekapitulasi Harga Eto 61

Tabel 4.10. Koefisien Tanaman Menurut Penman Modifikasi FAO 64

Tabel 4.11. Analisis Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan (LP) 66

Tabel 4.12. Pola Tanam Alternatif I (Tanam September I) 68

Tabel 4.13. Pola Tanam Alternatif II (Tanam September II) 68


(17)

17

Tabel 4.15. Debit Tengah Bulanan di Lokasi AWLR (Pekan Selasa) 70

Tabel 4.16. Debit Tengah Bulanan Catchment Area Sei Belutu 70

Tabel 4.17. Analisa Debit Andalan Sei Belutu 71

Tabel 4.18. Neraca Air Alternatif I 72

Tabel 4.19. Neraca Air Alternatif II 72

Tabel 4.20. Neraca Air Alternatif III 72

Tabel 4.21. Luas Area yang Dapat Diari 73

Tabel 4.22. Tabel Saluran Daerah Irigasi Sei Belutu 77

Tabel 4.23. Data Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda,

Gunung Monako 88

Tabel 4.24. Data Curah Hujan Maksimum 89

Tabel 4.25. Statistik Sebaran Normal 90

Tabel 4.26. Statistik Sebaran Log Normal 92

Tabel 4.27. Kesesuaian data curah hujan terhadap jenis sebaran 94

Tabel 4.28. Pengurutan data curah hujan dari besar ke kecil 95

Tabel 4.29. Tabel batas Kelas Distribusi Gumbel 97

Tabel 4.30. Perhitungan Nilai χ2 untuk Distribusi Gumbel 97

Tabel 4.31. Probabilitas Hujan Periode Ulang Distribusi Gumbel 98

Tabel 4.32. Harga Koefisien α 99

Tabel 4.33. Perkiraan Intensitas Hujan Harian Menurut Melchior 100

Tabel 4.34. Perhitungan harga Qo 102

Tabel 4.35. Perhitungan Debit Banjir Melchior 102

Tabel 4.36. Data Debit Banjir Rencana dan Muka Air Sungai 103

Tabel 4.37. Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana dan Muka

Air Sungai 104

Tabel 4.38. Tabel Koordinat dan Input Dimensi Pembagian

Pias Bendung 107


(18)

18

Tabel 4.40. Rembesan dan Tekanan Air (Lane) Pada Kondisi

Normal 109

Tabel 4.41. Rembesan dan Tekanan Air (Lane) Pada Kondisi Banjir

Rencana 111

Tabel 4.42. Perhitungan Gaya Pada Kondisi Normal 112

Tabel 4.43. Perhitungan Gaya Pada Kondisi Banjir Rencana 113

Tabel 4.44. Parameter Keamanan Struktur 116


(19)

2 ABSTRAK

Bendung merupakan bangunan air sangat penting untuk menunjang kebutuhan air irigasi terlebih lagi program pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Bendung Daerah Irigasi Belutu yang terletak di Kabupaten Serdang Berdagai, Provinsi Sumatera Utara, diproyeksikan mampu mengairi Daerah Irigasi Belutu seluas 5.032 Ha.

Evaluasi rancangan bendung pada penelitian ini sendiri mencakup evaluasi secara hidraulis maupun struktur. Evaluasi secara hidraulis mencakup kebutuhan air irigasi. Dan evaluasi secara struktur mencakup analisa stabilitas bendung tersebut.

Dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan data primer berupa pengamatan langsung di lapangan guna mengetahui kondisi di lapangan, dan data sekunder berupa Detail Engineering Design Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu, dan data curah hujan, juga melakukan studi pustaka dari buku maupun jurnal ilmiah. Parameter evaluasi sendiri diambil dari Kriteria Perencanaan (KP – 02 dan KP – 06) yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Dari hasil evaluasi secara hidraulis didapat bahwa kebutuhan air irigasi Daerah Irigasi Belutu sebesar 1,67 Liter/detik/Ha, dengan kebutuhan total irigasi sebesar 10.085 Liter/detik. Secara struktur, Bendung Daerah Irigasi Belutu pada saat debit normal tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg)

2,35, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 8,93 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 4,86. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 1,75, angka keamanan terhadap daya dukung

tanah (σ) 12,03 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,02. Pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, memiliki angka keamanan terhadap

guling (Fg) 3,9, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 11,05 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,61. Pada kondisi gempa, memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,52, angka keamanan terhadap daya dukung

tanah (σ) 14,49 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,49.


(20)

19 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan dialirkan secara gravitasi ke daerah yang membutuhkan. Tipe bendung dapat dibedakan yaitu bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu, beton, sedangkan bendung gerak yaitu bendung yang terbuat dari pitu sorong atau pintu radial.

Bendung gerak terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik bendung.

Dalam masa pembangunan Indonesia sejak tahun 1970-an hingga kini, khususnya dalam penyediaan prasarana bangunan air untuk irigasi, telah ribuan bangunan bendung dibangun. Salah satu jenis bendung yang dibangun ialah bendung tetap dari bahan pasangan batu. Bendung itu dirancang dan dibangun oleh tenaga teknik Indonesia, juga oleh tenaga teknik asing yang datang ke Indonesia dengan membawa konsep baru. Rancangan itu itu baik oleh tenaga teknik Indonesia maupun oleh tenaga teknik asing memberikan suatu perkembangan tipe, bentuk,dan tata letak bendung. Ribuan bendung yang telah dibangun dapat beroperasi dan berfungsi dengan baik, namun sebagian diantara ribuan bendung baru itu mengalami masalah yang disebabkan oleh berbagai hal,


(21)

20

diantaranya masalah gangguan penyadapan aliran, gangguan angkutan sedimen, masalah penggerusan setempat, sampai hancurnya bangunan. Untuk penyebutan suatu bendung, biasanya diberi nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa disekitar bendung itu.

Bagian – bagian bangunan utama dari bendung antara lain :

• bangunan pengelak

• bangunan pengambilan

• bangunan pembilas (penguras)

• kantong lumpur

• pekerjaan sungai

• bangunan-bangunan pelengkap

Bendung DI Belutu terletak di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan total luas areal 5032 ha, kondisi jaringan dan bangunan irigasinya masih semi teknis sehingga sistem pengelolaannya tidak terkontrol dan menambah rumit masalah pembagian air di DI Belutu.

Manfaat dari pembangunan bendung ini jaringan irigasi Belutu akan mampu mendukung peningkatan produksi padi dan peningkatan efisiensi, dimana suplai air ke daerah irigasi menjadi kontinyu ke seluruh daerah irigasi; debit air irigasi dapat diatur dan terjamin, tidak tergantung lagi pada level muka air sungai dan O&P jaringan yang lebih efisien karena sedimen yang masuk ke saluran irigasi dapat lebih terkontrol.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Masalah yang ada pada pembangunan Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu adalah :


(22)

21

1. Debit banjir perlu ditinjau karena bendung merupakan bendung sungai

besar dan apabila mengalami kerusakan akibat debit yang tidak sesuai dapat berakibat fatal.

2. Elevasi mercu bendung perlu ditinjau sesuai elevasi sawah yang akan

dialiri dan kebutuhan irigasi.

3. Debit Bendung Belutu perlu ditinjau agar dapat memenuhi kebutuhan air irigasi lahan seluas 5032 Ha.

4. Stabilitas bendung perlu ditinjau agar tidak terjadi kerusakan secara

struktur.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah untuk dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan suatu bangunan bendung dan untuk memilih serta menetapkan lokasi yang tepat dan benar sesuai dengan kriteria perencanaan untuk pemilihan lokasi bangunan tersebut.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan akan

bendung dan komponen – komponennya bagi mahasiswa Teknik Sipil USU dan pembaca dalam mengatasi krisis air di daerah irigasi.

2. Hasil penelitian dapat digunakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai bahan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja dari Bendung Belutu.


(23)

22 1.5. PEMBATASAN MASALAH

Agar pembahasan tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun permasalahan perlu dibatasi dengan:

1. Tidak menghitung ulang bangunan-bangunan kelengkapan bendung.

2. Tidak melakukan pengukuran ulang kekuatan tanah

3. Penelitian tidak melakukan pengujian kekuatan beton

1.6. METODE PENELITIAN

Penelitian ini secara umum menggunakan metode komparatif deskriptif, dimana dibandingkan rancangan dari hasil perhitungan dengan rancangan yang disahkan dari Kementrian Pekerjaan Umum. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisa hidrologi disesuaikan dengan Kriteria Perencanaan 02 dan 06. Adapun data-data yang mendukung terhadap metode ini diambil dari data-data primer dan sekunder yang didapat dari Balai Wilayah Sungai Satuan Kerja Sumatera II Kementrian Pekerjaan Umum. Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian meliputi : 1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan, selain itu juga mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan.


(24)

23

Studi literatur meliputi untuk mengumpulkan data-data dan informasi dari buku, serta jurnal-jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi Lapangan

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran dilokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan. Disini penelitian dilaksanakan langsung di lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku literatur, internet dan data-data pada lokasi penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data Detail Engineering Design (DED) dari Balai Wilayah Sungai Kementrian Pekerjaan Umum.

Pengolahan Data

Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data yang akan digunakan untuk penelitian yaitu mencakup data literatur, data lapangan dari bendung itu sendiri

Penyajian Data

Dari analisis data didapat perencanaan dan perhitungan Daerah Irigasi Bendung Belutu.


(25)

24 1.7. KERANGKA PENELITIAN

Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam penelitian. Lebih jelas mengenai penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian

1.8. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun Sistematika Penulisan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tinjauan umum, latar belakang penyusunan laporan,maksud dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penelitian,lokasi survey, ruang lingkup kegiatan, serta sistematika penulisan.

Pengumpulan Data Data

Literatur

Data Primer Data Sekunder

Analisis Data Untuk Perhitungan Hidraulis

Pengolahan Data

Penyajian Data

EVALUASI RANCANGAN BENDUNG DAERAH IRIGASI BELUTU SERDANG BERDAGAI


(26)

25 BAB II : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan langkah-langkah dalam dilakukannya penelitian secara sistematis, mencakup metode-metode yang digunakan.

BAB III : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijabarkan uraian teoritis tentang Bendung, yang meliputi penjelasan bagian-bagian Bendung, serta standar yang digunakan dalam membangun bendung.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berisikan tentang pengolahan dan perhitungan terhadap data-data yang dikumpulkan, dan kemudian dilakukan analisis secara komprehensif terhadap hasil-hasil yang diperoleh.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya, dan saran-saran yang berkaitan dengan studi ini dan rekomendasi untuk diterapkan di lokasi studi.


(27)

26 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai

2.1.1. Defenisi Sungai

Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ketempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatualur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasaldari hujan disebut alur sungai, dan perpaduan antara alur sungai dan aliran airdidalamnya disebut sungai.

Jadi sungai adalah salah satu dari sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir (opportunity value), pencemaran di hulu akan menimbulkan biaya sosial di hilir (externality effect) dan pelestarian di hulu akan memberikan manfaat di hilir. Suatu daerah yang tertimpa hujan dan kemudian air hujan ini menuju sebuah sungai, sehingga berperan sebagai sumber air sungai tersebut dinamakan daerah pengaliran sungai dan batas antara dua daerah pengaliran sungai yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran. Wilayah sungai merupakan satu kesatuan wilayah pengembangan sungai. Mulai dari mata airnya di bagian paling hulu di daerah pegunungan dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran, aliran sungai secara berangsur-angsur berpadu dengan banyak sungai lainnya, sehingga lambat laun tubuh sungai menjadi semakin besar.


(28)

27

Menurut penampang melintangnya, sungai terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Penampang Melintang Sungai

Daerah Aliran Sungai disingkat DAS adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan terkumpul dalam sistem tersebut. Kegunaan dari DAS adalah menerima, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai.

2.1.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai adalah suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai dan perpaduan antar alur sungai dan aliran air didalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1984).

Daerah – daerah DAS yakni :

a. Hulu sungai, berbukit-bukit dan lerengnya curam sehingga banyak

jeram.

b. Tengah sungai, relatif landai, terdapat meander, dan banyak aktifitas penduduk.


(29)

28 2.2. Banjir

Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Debit banjir dapat diukur secara langsung atau tidak langsung. 1. Pengukuran secara langsung

Pengukuran debit sungai secara langsung dilakukan dengan mengukur luas potongan melintang palung sungai dan kecepatan rata-rata airnya. Untuk mengukur kecepatan air digunakan alat pengukur kecepatan air (current meter) atau dengan listrik atau menggunakan bahan-bahan kimia, diantaranya:

• Salt velocity method

• Salt dilution method

• Radioactive tracers

• Oxigen polarography

• Electromagnetic flow meter

• Ultrasonic flow meter

Debit sungai juga dapat kita ketahui dari tinggi permukaan air diatas dasar kalau sebelumnya sudah kita tentukan lebih dahulu hubungan antara tinggi air dan debit. Untuk ini, pada berbagai ketinggian air kita ukur debitnya dan hasilnya kita


(30)

29

gambarkan dengan suatu grafik. Ordinat menunjukan tinggi muka air diatas dasar sungai, absisnya menunjukan debit. Lengkung yang diperoleh pada grafiknya disebut rating curve. Rating curve dapat kita tentukan dengan metode kuadrat terkecil atau dengan cara logaritma atau dengan cara regresi dan korelasi. Kalau rating curve sudah kita dapatkan, maka pada setiap tinggi muka air dapat kita bacakan langsung besarnya debit. Tinggi muka air dapat kita bacakan pada papan duga atau dapat juga diukur dengan alat pengukur otomatis (water level recorders atau water stage recorders)

2. Pengukuran secara Tidak Langsung

Menentukan debit sungai secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara:

a) Luas penampang palung sungai diukur sedang kecepatan air dihitung secara

analitis,

b) Debit sungai dihitung dari bangunan-bangunan air yang terdapat didalam sungai, misalanya gorong-gorong, jembatan, talang, sypon, bangunan terjun, bendung, atau lainnya. Besarnya debit aliran yang melalui bangunan itu dihitung dengan rumus hidrolika yang berlaku untuk bangunan yang bersangkutan. Banyak juga dipakai bangunan ukur khusus seperti type Cipoletti, Thomson, Crump de Gruiter dan lain-lain.

c) Debit sungai dihitung dari hujan,

d) Debit sungai dihitung dengan menggunakan rumus-rumus empiris.

Cara tidak langsung umumnya dipakai kalau pengukuran secara langsung tidak dapat dilakukan.


(31)

30

Umumnya dapat dikatakan bahwa cara tidak langsung tidak seteliti pengukuran dengan instrumen. Menurut Chezy persamaan debit pada saluran terbuka dihitung sebagai berikut:

Q = A C √�.� (2.1)

Rumus Antoine de Chezy :

V = C √�.� dalam meter/detik (2.2)

R = Radius Hirolik = �

� meter

F = Luas keliling basah dalam meter² O = keliling basah dalam meter

C = koefisien kekasaran dinding saluran Besarnya angka kekasaran c adalah :

C = 87

1+�

√�

(2.3) Bazin :

C =

41,65+0,00281

� +

1,811

1+(41,65+0,00281 )�

√�

(2.4) E. Ganguillet – W.R Kutter :

C =

23+0,00155 +1

1+�

√�(23+

0,00155

� )

(2.5)

V = 1

2

3

1

2 (2.6)

Rumus Manning :


(32)

31

C = �

1 6 �

Dimana : n = Koefisien kekasaran Manning

S = Kemiringan saluran

2.3. Curah Hujan Rata-rata Suatu Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rencana pemanfaatan air dan rencana pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata yang terkait buka curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah daerah dan dinyatakan data satuan mm. Cara perhitungan curah hujan daerah dan pengaruh curah hujan di beberapa titik dapat dihitung dengan cara, diantaranya:

(1) Metode rata-rata aljabar (mean arithmetic method)

Metode perhitungan dengan rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini merupakan cara yang paling sederhana dan memberikan hasil yang tidak teliti. Hal tersebut diantaranya karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Hal ini hanya dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan veriasi tahunannya tidak terlalu besar. Keadaan hujan di Indonesia (daerah tropik pada umumnya) sangat bersifat ‘setempat’, dengan variasi ruang (spatial variation) yang sangat besar.

R = 1/n . (R1 + R2 + …. + Rn) (2.7)

Dimana :

R = curah hujan daerah

R1, R2, Rn = curah hujan di setiap titik pemangatan


(33)

32

(2) Metode Poligon Thiessen

Hitungan dengan Poligon Thiessen dilakukan seperti sketsa pada gambar. Metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan distasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

a. Semua stasiun yang terdapat didalam (atau diluar) DAS dihubungkan dengan

garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. (hendaknya dihindari segitiga dengan sudut yang sangat tumpul),

b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu

tersebut membentuk poligon,

c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salahsatu stasiun yang

bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS)

d. Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini:

R = W1. R1 + W2 . R2 + …… + Wn . Rn (2.8)

W1, W2, ….. , Wn = A1/A, A2/A, An/A Dengan :

R = hujan rata-rata DAS, dalam mm

A1, A2, ….. , An = Luas masing-masing poligon, (km)

R1, R2, ……,Rn = curah hujan disetiap stasiun pengamatan, dalam


(34)

33

n = jumalah stasiun pengamatan

W1, W2,....Wn = faktor pembobot Thiessen untuk masing-masing stasiun

Gambar 2.3. Hitungan Hujan dengan Metode Thiessen

Sumber : Ir. Iman Subarkah, tahun 1980

Metode Thiessen memberikan hasil yang lebih baik dan teliti daripada cara aljabar rata-rata. Kelemahan metode ini adalah penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Demikian pula apabila ada salahsatu stasiun yang tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah.

(3) Metode Isohyet

Metode ini dilakukan dengan membuat garis isohyet yaitu garis yang menghubungkan tempt-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan. Cara membut garis isohyet adalah dengan cara interpolasi data antar stasiun.

Pada prinsipnya, cara ini mengikuti sedekat mugkin kenyataan dialam, dengan mencari bobot yang sesuai untuk suatu nilai hujan. Tidak jarang pula, luas untuk hitungan bobot adalah luas antara dua garis kontur dan nilai hujan yang mewakili luas antara dua kontur adalah nilai rata-rata aljabar anatara dua kontur tersebut.


(35)

34

R = W1 . R1 + W2 . R2 + ….. + Wn . Rn (3.9)

Dengan:

R = hujan rata-rata DAS, dalam mm

R1, R2, …., Rn = Hujan rata-rata antara dua buah isohyet, dalam mm W1, W2,….,Wn = perbandingan luas DAS antara dua isohyet dan luas

total DAS.

Kelemahan utama cara isohyet ini adalah pembuatan garis kontur yang sangat dipegaruhi oleh si pembuat kontur, sehingga bersifat subjektif. Dengan data yang sama, tiga orang yang berbeda dapat melukis garis kontur yang berbeda dan menghasilkan nilai rata-rata hujan yang berbeda pula. Dari ketiga metode ini dipilih metode poligon unutk analisis selanjutnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa titik pengamatan didalam daerah itu tersebar merata dan kondisinya jarang-jarang. Selain itu, karena dalam metode Thiessen diperhitungkan pula daerah pengaruh tiap titik pengamatan atau disebut faktor pembobot bagi masing-masing stasiun pengmatan sehingga memberikan hasil perhitungan yang lebih teliti dan akurat daripada metode yang lain. Disamping itu faktor subjektivitas dapat dihindari dengan penggunaan metode ini.

2.4. Analisis Frekuensi

Dalam penentuan distribusi frekuensi ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi, yaitu mengenai nilai parameter-parameter statistiknya. Parameter tersebut antara lain: koefisien variasi, koefisien asimetri (skewnees) dan koefisien kurtosis.

Analisis frekuensi harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan urutan kerja yang telah ada karena hasil dari masing-masing perhitungan


(36)

35

tergantung dan saling mempengaruhi terhadap hasil perhitungan sebelumnya. Berikut adalah penerapan dari langkah-langkah analisis frekuensi setelah persiapan data dilakukan.

Standar Deviasi (S):

S = √�

(��−�)2)

�−1 (3.10)

Dengan:

S = Standar deviasi

X = Curah hujan rencana pada priode tertentu

Xi = Curah hujan harian maksimum rata-rata

N = Jumlah data

Koefisien variasi (Cv):

Cv = �

� (3.11)

Dengan:

Cv = koefisien variasi

Koefisien Asimetri / Skewnees (Cs)

Cs = �

(�−1)(�−2)�3

(

� − ��

)

3

(3.12)

Dengan:

Cs = Koefisien Asimetri / Skewnees

Koefisien Kurtosis (Ck)

Ck = �

(�−1)(�−2)(�−3)�4

(

� − ��

)

4

(3.13)

Dengan:


(37)

36 2.5. Analisis Hujan Rencana

Perhitungan hujan rencana dapat dikerjakan dengan berbagai metode distribusi, yaitu metode normal, log normal, Gumbel, maupun log Pearson Type III. Hal ini tergantung dari hasil perhitungan analisa frekuensi.

1) Distribusi Normal

Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density fungtion) distribusi ini adalah sebagai berikut:

P’ (x) = 1

�√2�

−(� −�)2

2�2

(3.14)

Dengan:

P’ = fungsi kerapatan kemungkinan

S =Deviasi standar

X = nilai rata-rata

x = variable alat

Sifat khas lain dari jenis distribusi ini adalalh nilai koefisien skewnees hampir sama dengan nol (Cs ~ 0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati tiga (Ck ~ 3).

2) Distribusi Log Normal

Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) distribusi ini adalah sebagai berikut:

P’(X) = 1

��� √2�

(−0,5(ln�−��/��)2

(3.15)


(38)

37

Xn =

0,5 ln(

4

�2+2

)

(3.16)

Sn = ln(�2+�2

�2 )

Besarnya Skewness (Cs) = ��3+ 3��

Besarnya Kurtosis (Ck) = ��8+ 6��6+ 15.��4+ 16��2+ 3 (3.17) Dengan:

P’ = fungsi kerapatan kemungkinan S = deviasi standar

X = nilai rata-rata

3) Distribusi Log Pearson Type III

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology Committee of The Water Resources Council USA, menganjurkan pertama kali mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya, karena informasi tersebut, maka cara ini disebut Log Pearson Type III.

Garis besar analisis ini sebagai berikut:

a. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah.

X1, X2, …. , Xn menjadi log X1 , log X2 , log Xn. (3.18)

b. Menghitung harga rata-rata, dengan rumus:

����= ∑�=1log�� (3.19)

c. Menghitung harga standar deviasi dengan rumus:

�=√∑ (Log X1 – Log X)

2

� �=1

�−1 (3.20)

Dengan S = Standar Deviasi


(39)

38

� =�.∑��=1(log�1−log�)2

(�−1)(�−2) (3.21)

e. Menghitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T tahun, sebagai berikut :

Log Xt = Log X + K.s (3.22)

Dimana K adalah variabel standar untuk x yang besarnya tergantung pada koefisien “G” yang dicantumkan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1. Menentukan Variable Standart yang besarnya tergantung pada G

Sumber : Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan

4) Metode Gumbel

Untuk perhitungan dipakai rumusan :

�� = 1��+� (2.23)

1

=

��


(40)

39

= ��̅2− ��2 (2.35)

Dimana :

�� = angka hujan selama 1 hari (24 jam) yang mungkin terjadi

dalam waktu T tahun

�̅ = angka rata-rata dari x

��= diambil dari tabel 2.2. (nilai standard deviation untuk

reduce variate)

�� = diambil dari tabel 2.2. (nilai rata-rata untuk reduce variate) ��

� = diambil dari tabel 2.3. (reduce variate sebagai fungsi balik

waktu)

Tabel 2.2. Nilai Reduce Variate berdasarkan banyak tahun pengamatan


(41)

40 Tabel 2.3. Nilai Reduce Variate sebagai fungsi balik waktu

Sumber : Ir. C.D. Soemarto, Dipl. H.E., buku Hidrologi Teknik

Reduce variate (Y) dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

�� = −ln⁡(−ln⁡((� −1)/�)) (2.36)

2.6. Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.

2.6.1. Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan

parameter χ2, yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

χh2 = ∑ (Oi − Ei )2 Ei G

i=1 (2.37)

χ h² = Parameter Chi-Kuadrat terhitung,

G = Jumlah Sub Kelompok,

Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok I,


(42)

41 Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh2 sama atau lebih besar dari nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2) dapat dilihat pada tabel 2.4:

Tabel 2.4. Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat

Dimana:

χh2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

G = Jumlah sub Kelompok

Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok i

Ei = Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i

Prosedur Uji Probabilitas metode Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut:

1. Urutkan data pengamatan dengan cara mengurutkan data terbesar hingga


(43)

42

2. Kelompokkan data menjadi G sub Grup yang masing-masing

beranggotakan minimal 4 data pengamatan,

3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub grup,

4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei, 5. Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai:

(Oi - Ei)² atau (Oi − Ei )²

Ei

Dimana:

Oi = Jumlah data Pengamatanpada Grup I,

Ei = Jumlah data dari Persamaan Distribusi pada grup i.

6. Jumlahkan seluruh G sub grup nilai (Oi - Ei)2 untuk menetukan nilai Chi-Kuadrat hitung.

7. Tentukan kuadrat kebebasan, dk = G – R -1 (nilai R=2 untuk distribusi

normal dan binormal).

Interpretasi hasil uji adalah sebagai berikut:

1. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima,

2. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima,

3. Apabila peluang lebih dari 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan (dibutuhkan data tambahan).

2.6.2. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov – Kolgomorov sering disebut juga uji kecocokan non parametrik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi disribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:


(44)

43

1) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya

peluang dari masing-masing data tersebut

�= �

�+1�100% (2.38)

Dimana :

P = Peluang (%)

m = Nomor urut data

n = Jumlah data

X1 = P(X1) (2.39)

X2 = P(X2) (2.40)

X3 = P(X3), dan seterusnya (2.41)

2. Urutkan nilai masing-masing peliuang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya)

X1 = P’(X1) (2.42)

X2 = P’(X2 (2.43)

X3 = P’(X3), dan seterusnya (2.44)

3. Dari kedua nilai peluang tersebut ditentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis.

D = maksimum [�(�)− �′(�)] (2.45)

4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolgomorov test) tentukan harga Do.

5. Apabila nilai D lebih kecil dari nilai Do maka distribusi teoritis yang

digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, tetapi apabila nilai D lebih besar dari nilai Do, maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan distribusi tidak dapat diterima.


(45)

44

Nilai kritis, Do dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini :

Tabel 2.5. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov – Kolmogorov

N

A

0,20 0,10 0,05 0,01

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 0,51 0,37 0,30 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17 0,56 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19 0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23

n > 50 1,07/n0,5 1,22/n0,5 1,36/n0,5 1,63/n0,5

2.7. Banjir Rencana

Debit banjir rancangan diprediksikan berdasarkan data curah hujan dari stasiun pencatat hujan disekitar daerah tangkapan sungai. Periode/kala ulang yang diperhitungkan dalam analisis debit banjir rancangan ini adalah 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 100 tahun, dan 1000 tahun.


(46)

45

Untuk menentukan analisis debit banjir dengan menggunakan Metode Melchior dan metode Hasper

2.7.1. Metode Melchior

Untuk memakai metode Melchior jika luas daerah aliran yang dikeahui

lebih besar dari 100 km2. Bentuk persamaan dasar analisis banjir

rancangan dengan menggunakan metode Melchior adalah sebagai berikut:

QT = α x β x A x XT

200 (2.46)

Tc = 0.186 x L x Q0 – 0.2 x I – 0.4 (2.47)

Langkah-langkah untuk menghitung debit rencana dengan menggunakan metode Melchior ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan:

a = Sumbu panjang/panjang sungai (km)

b = Sumbu pendek, dimana 2/3 dari sumbu panjang (km). F = Luas Ellips (km2)

b. Dengan diketahui F maka dapa kia tentukan besarnya hujan

maksimum harian β dengan berbagai kemungkinan.

c. Mencari harga Q0

d. Q0= α x β x A

2.7.2. Metode Hasper

Ketertarikan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini dinyatakan dalam bentuk persamaaan dasar seperti berikut:


(47)

46

α = 1+0.012 ∗ A 0.7

1+0.075∗ A0.7

(2.49)

1

β = 1 +

t+3.7∗ 10−0.4t

t2+ 15 x

A0.75

12

(2.50)

Dimana:

QT = Debit banjir rencana dengan kala ulang T tahun (m3/det)

Β = Koefisien reduksi

α = Koefisien limpasan

R = Intensitas curah hujan (m3/km2/det)

α = Luas daerah aliran sungai (km2)

I = Rata-rata kemiringan dasar sungai utama

2.8. Bendung Pelimpah

Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dapat dialirkan secara gravitasi ketempat yang membutuhkan.

Dalam perencanaan bendung akan meliputi komponen-komponen seperti elevasi crest, lebar efektif bendung, tipe mercu, tipe bangunan peredam energi serta panjang lantai depan (apron). Dimana dalam perencanaannya senantiasa didasarkan pada pertimbangan kondisi hidrolis dan kestabilan bangunan. Hal ini dimaksudkan agar bangunan yang direncanakan dapat berfungsi secara optimal dan aman terhadap pengaruh gaya-gaya yang bekerja.


(48)

47

Penentuan serta pemilihan lokasi bendung didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:

•Diusahakan sedapat mungkin lebih ke hulu, agar bendung tidak terlalu tinggi, namun harus mengingat juga panjang saluran primer yang akan diperlukan supaya tidak terlalu panjang.

•Dipilih lokasi bendung pada ruas sungai relatif lurus, sempit dan dengan penampang yang relatif konstan serta kedua tanggulnya stabil. Hal ini mencerminkan bahwa sungai itu sudah stabil dengan kondisi dasarnya yang sekarang.

•Kondisi geologi teknik, sangat berpengaruh terhadap kemantapan atau kestabilan dari bangunan utama, terutama daya dukung tanah pondasi serta nilai kelulusan air tanah bawah (koefisien permeability tanah bawah).

•Kondisi topografi, sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan konstruksi dan biaya pelaksanaannya. Selain harus cukup tempat yang tersedia di tepi sungai untuk memuat kompleks bangunan utama termasuk kantong lumpur dan bangunan-bangunan penguras serta bangunan pengambilan saluran primer. Juga harus diupayakan sedemikian hingga beda antara volume galian dan timbunan tidak terlalu besar, sehingga pelaksanaannya relatif mudah dan biayanya relatif murah.

•Metode pelaksanaan, harus dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi bendung karena akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan konstruksi dan biaya pelaksanaan. Namun demikian, yang utama dalam penentuan lokasi bendung adalah kondisi-kondisi yang


(49)

48

mendukung tercapainya kestabilan bendung secara keseluruhan, kemudian baru diikuti dengan pertimbangan metode pelaksanaannya, dan bukan sebaliknya.

2.8.2. Elevasi crest

Untuk elevasi muka air yang diperlukan, kehilangan tinggi energi berikut harus dipertimbangkan :

•Elevasi sawah yang akan diairi

•Kedalaman air di sawah

•Kehilangan tinggi energi di saluran dan boks

•Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap

•Panjang dan kemiringan saluran primer

•Kehilangan tinggi energi di bangunan-banguan saluran primer

2.8.3. Lebar Bendung

Lebar bendung yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar maksimum bendung sebaiknya tidak lebih dari 1.2 kali lebar rata-rata sungai.

Agar bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per

satuan lebar hendaknya dibatasi sekitar 12 – 14 m3/dt/m1 yang

memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3.5 – 4.5 m.

Lebar efektif mercu bendung sehubungan dengan lebar bendung dirumuskan persamaan berikut :


(50)

49 Tabel 2.6. Nilai Ka dan Kp

No URAIAN Kp

1.

2.

3.

Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0.1 dari tebal pilar

Untuk pilar berujung bulat

Untuk pilar berujung runcing

0.02

0.01

Ka

1.

2.

3.

Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 900 kearah aliran

Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 900 kearah aliran dengan 0.5 H1 >r> 0.15 H1

Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0.5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 450 kearah aliran

0.20

0.10


(51)

50 2.8.4. Mercu Bendung

Mercu bendung yang umum di pakai di Indonesia adalah tipe Ogee dan tipe Bulat. Kedua mercu tersebut dapat di pakai untuk konstruksi beton dan pasangan batu. Tekanan yang bekerja pada mercu bendung merupakan fungsi perbandingan antara tinggi energi diatas mercu dengan jari-jari mercu bendung.

Hubungan antara tinggi energi dan debit yang melimpah diatas mercu bendung tipe Ogee dan Bulat dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti berikut :

H b g 2/3 2/3 C

Q= d 11.5 (2.51)

C x C x C

Cd= 0 1 2 (2.52)

dimana,

Q = Debit aliran diatas mercu (m3/det) Cd = Koefisien debit

C0 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari H1/r C1 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/H1

C2 = Koefisien debit yang merupakan fungsi dari P/H1 dan kemiringan hulu bendung.

g = Percepatan gravitasi (m/det2) b = Lebar efektif mercu bendung (m) H1 = Tinggi energi diatas mercu bendung (m)


(52)

51 2.8.5. Peredam Energi

Aliran di atas bendung akan dapat menunjukan berbagai perilaku aliran di sebelah hilirnya. Apabila yang terjadi adalah aliran tenggelam yaitu jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 di atas mercu, maka hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena hanya dapat menimbulkan sedikit riak gelombang di permukaan. Bila terjadi aliran tidak tenggelam dan keadaan air di hilir kurang dari kedalaman konjugasinya, maka akan timbul loncatan air ke arah hilir yang akan menghempas bagian sungai yang tak terlindungi hal ini akan menyebabkan terjadi penggerusan. Kondisi seperti ini diperlukan adanya bangunan peredam energi.

Gambar 2.4. Peredam energi tipe tenggelam

Persamaan hidrolika yang digunakan :

q

h 3

2 c

g

= (2.53)

Dimana :

hc = kedalaman air kritis, m

q = debit per lebar satuan, m3/dt/m


(53)

52 2.8.6. Bangunan Pengambilan

Bangunan pengambilan direncanakan dengan maksud untuk menyadap sebagian debit air sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi pada areal rencana. Namun demikian, dalam perencanaan kapasitas pengambilan diperhitungkan juga terhadap fleksibilitas pada kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek (120 % x debit kebutuhan).

Perencanaan lebar pintu pengambilan dipertimbangkan terhadap kapasitas maksimum kebutuhan air, tinggi pengambilan dan kecepatan, dan selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Kapasitas rencana lubang pintu pengambilan ditetapkan sebear 120 % x debit kebutuhan rencana, dimana perhitungan digunakan seperti berikut :

d d h v

3 / 1 2

32 

    

≥ (2.54)

Dimana :

v = kecepatan rata-rata, m/dt

h = kedalaman air, m

d = diameter butir, m

Dengan kecepatan masuk sebesar 1 – 2 m/dt diharapkan butir berdiameter diatas 0.04 tidak ikut masuk ke dalam saluran. Sedangkan rumus debit untuk pintu sorong adalah sebagai berikut :

z g a b

Q=υ. . . 2. . (2.55)

Dimana,


(54)

53

µ = Koefisien debit

b = Lebar bukaan pintu (m) g = Percepatan gravitasi (m/dt2) z = Kehilangan tinggi energi (m) a = Tinggi bukaan (m)

Batas tinggi minimum ambang bangunan (P) berdasarkan karakteristik sedimen transportnya ditentukan seperi berikut :

- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa lanau, Pmin = 0,50m

- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa pasir dan kerikil, Pmin = 1,00 m.

- Untuk sungai dengan material sedimen terangkut berupa batu-batu bongkah, Pmin = 1,50 m.

Untuk keperluan pemeliharaan, pada kedua sisi perletakan pintu dilengkapi dengan sponeng dan balok sekat agar pelaksanaan perbaikan/pemeliharaan dapat dilakukan dalam kondisi kering. Selain itu untuk mencegah benda-benda hanyutan (pada saat banjir) masuk ke jaringan irigasi pada bagian depan pintu pengambilan dilengkapi dengan kisi-kisi penyaring. Kehilangan tinggi energi akibat adanya kisi-kisi dihitung dengan menggunakan persamaan :

g v c hf

2

2

= c = β * (s/b)4/3 * sin δ (2.56)

Dimana,


(55)

54

v = Kecepatan datang ( approach velocity) . m/dt g = Percepatan gravitasi ( 9,81 m/dt2)

c = Koeficien kehilangan tinggi energi

β = Koefisien faktor bentuk s = Tebal jeruji (m)

b = Jarak bersih antar jeruji (m)

δ = Sudut kemiringan terhadap bidang horizontal ( derajat)

2.8.7. Bangunan Penguras

Untuk mencegah menumpuknya sedimen di depan pintu pengambilan (intake) dan kemungkinan masuknya sedimen (bed load) ke saluran irigasi, maka pada bangunan bendung dilengkapi dengan bangunan penguras. Fungsi utama bangunan penguras adalah menggelontor sedimen yang ada disekitar bangunan pengambilan agar proses penyadapan air oleh bangunan pengambilan tidak terganggu.

Pada bangunan penguras ini, tinggi pintu penguras direncanakan setinggi mercu bendung sehingga bagian atas dari pintu masih tetap bisa dilimpasi air. Perencanaan tebal pintu penguras disesuaikan dengan besarnya gaya-gaya yang bekerja pada pintu, antara lain tekanan air pada kondisi banjir dan tekanan sedimen di depan pintu. Lebar pintu umumnya diambil 1/6 – 1/10 dari lebar bendung atau disesuaikan dengan lebar bendung. Untuk lebar maksimum satu lubang adalah 2.5 meter untuk memudahkan operasi pintu sedangkan jumlah lubang tidak boleh lebih dari 3 buah.


(56)

55

Untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen pada seluruh saluran irigasi, maka setelah bangunan pengambilan direncanakan kantong lumpur yang berfungsi sebagai tempat pengendapan sedimen layang (suspended load). Keakurasian dalam perencanaan, sangat bergantung pada ketersediaan data sedimen transport. Data tentang transpotrasi sedimen yang diperlukan antara lain adalah :

• Ukuran butiran

• Pola penyebaran sedimen arah vertikal

• Konsentrasi sedimen dasar ( bed load)

• Volume sedimen

Perancanaan kantong lumpur akan meliputi : bentuk penampang dan panjang kantong lumpur

1. Rerata kedalaman muka air selama pembilasan

Analisis rerata kedalaman muka air selama pembilasan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut :

As ≤ Qs / vs

As = (Bs + m * hs) * hs (2.57)

Dimana,

As = Rerata luas penampang basah ( m2)

Qs = Debit untuk pembilasan (m3/dt)

vs = Kecepatan Pembilasan (m/dt)

Bs = Rerata lebar saluran (m)

hs = Rerata kedalaman muka air (m)


(57)

56

Batasan kecepatan pembilasan untuk masing-masing jenis butiran sedimen diambil ketentuan seperti berikut :

• Pasir halus, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,00 m/dt

• Pasir kasar, kecepatan pembilasan diambil sebesar 1,50 m/dt

• Pasir dan kerikil, kecepatan pembilasan diambil sebesar 2,00 m/dt

2. Rerata Kemiringan hidrolis

Persamaan untuk merencanakan rerata kemiringan hidrolis adalah :

I

[

(V x n) / (R )

]

2 2/3 s s

s = (2.58)

Dimana :

Is = Kemiringan rata-rata

Vs = Kecepatan pembilasan (m/det)

Rs = Jari-jari hidrolis rata-rata

n = Koefisien kekasaran

3. Kecepatan jatuh partikel sedimen

g) (u x / ) u G -G ( x D x 8 1

W = 2 s w

(2.59)

Dimana :

W = Kecepatan jatuh butiran (m/det)

D = Diameter butiran minimum (m)

Gs = Spesifik grafity butiran

Gw = Spesifik grafity air

g = Percepatan grafitasi

u = Viskositas air pada suhu 20o C


(58)

57

Panjang kantong lumpur dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

t V

L = × (2.60)

ω

H t =

(2.61) Dimana :

L = Panjang saluran (m)

V = Kecepatan pada kantong lumpur (m/det)

ω = Kecepatan endap (m/det)

t = Waktu yang diperlukan (dtk)

5. Tinggi air untuk pengendapan

Tinggi air untuk pengendapan dihitung dengan rumus :

h ) h m (B A V Q A o o s o st s o + = = (2.62) Dimana :

Ao = Luas penampang yang dibutuhkan untuk pengendapan (m2)

Bs = Lebar rata-rata saluran (m)

Ho = Tinggi air yang dibutuhkan untuk pengendapan (m)

Qs = Debit pembilasan (m3/det)

Vst = Kecepatan pengendapan (m/det)

M = Kemiringan Talud

2.8.9. Bangunan Pembilas

Untuk membilas endapan sedimen yang tertangkap di kantong lumpur, maka perlu dibuat Bangunan Pembilas yang dilengkapi pintu dan saluran pembilas (pembuang sedimen ke arah sungai). Pintu pembilas


(59)

58

dioperasikan (dibuka) dalam waktu-waktu tertentu yang dikaitkan dengan volume endapan yang tertampung di Kantong Lumpur.

Kecepatan Pembilas, dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Vc = 1.5 C’ (d)1/2 (2.63)

Dimana :

Vc = Kecepatan rencana (m/det) C’ = Koefisien butiran

Untuk pasir & kerkil = 3.2~3.9

Untuk campuran kerikil = 4.5~5.5

d = diameter maksimum butiran (m)

Hubungan antara diameter butiran (d) dengan kecepatan pembilasan (Vc) sebagaimana ditunjukkan pada grafik pada KP-02, sedang untuk menghitung kecepatan minimum dihitung dengan menggunakan persamaan :

Vc = C √ 2g .H (2.64)

H = H-a/2 = (Vc)2/ (C2 2g) (2.65)

Dimana :

Vc = kecepatan pembilas (m/det)

C = koefisien ≈ 0.62

a = bukaan pintu (m)

Kapasitas Pintu Pembilas, dihitung minimal dua kali kapasitas debit yang mengalir pada pintu pengambilan. Sedang untuk menghitung lebar pintu pembilas digunakan rumus berikut :


(60)

59

dimana,

b = lebar pintu pembilas (m)

Q = debit pembilasan (m3/det)

Vc = kecepatan pembilas (M/det)

g = percepatan gravitasi ≈ 9.80 m/det2

Lebar Lubang Pintu Pembilas, dihitung berdasarkan kapasitas aliran air dan sedimen yang akan dibuang dengan menggunakan rumus :

b = N x W1 (2.67)

W1 = B - (N - 1) W2 (2.68)

Dimana :

b = lebar bersih pintu pembilas (m)

N = jumlah pintu

W1 = lebar saluran pembilas (m)

B = lebar total saluran pembilas (m)


(61)

60 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE DAN TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum menggunakan metode komparatif deskriptif, dimana dibandingkan rancangan dari hasil perhitungan dengan rancangan yang disahkan dari Kementrian Pekerjaan Umum. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisa hidrologi, analisa hidrolis yang disesuaikan dengan Kriteria Perencanaan 02 dan 06. Adapun tahapan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan, selain itu juga mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literature yakni untuk mengumpulkan data-data dan informasi dari buku, serta jurnal-jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

Pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian meliputi : a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran dilokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan. Disini penelitian dilaksanakan langsung di lapangan.


(62)

61

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku literatur, internet dan data-data pada lokasi penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data Detail Engineering Design (DED) dari Balai Wilayah Sungai Kementrian Pekerjaan Umum.

Pengolahan Data

Pada pengolahan data pada penelitian ini berisikan spesifikasi data yang akan digunakan untuk penelitian yaitu mencakup data literatur, data lapangan dari bendung itu sendiri. Untuk perhitungan selanjutnya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menghitung curah hujan andalan

b. Menghitung kebutuhan air irigasi per luasan nya c. Menghitung kebutuhan total irigasi

d. Menghitung debit andalan sungai belutu

e. Menghitung intensitas curah hujan rencana berdasarkan data curah hujan dengan analisa distribusi frekuensi

f. Menghitung analisis debit banjir rencana dengan metode Melchior

g. Menghitung tinggi muka air maksimum dan kehilangan tinggi

energi (crest) dengan analisa debit banjir untuk berbagai kala ulang (Q100)


(63)

62

Hasil perhitungan evaluasi

Setelah mendapatkan hasil perhitungan hidraulis perencanaan Bendung Sei Belutu, maka hasil perhitungan tersebut akan disimpulkan sebagai bahan evaluasi penelitian ini.


(64)

63 Gambar 3.1. diagram alir penelitian

ANALISIS DATA UNTUK PERHITUNGAN

HIDRAULIS

KESIMPULAN DAN SARAN

Mulai

Judul Tugas Akhir :

EVALUASI RANCANGAN BENDUNG DAERAH IRIGASI BELUTU KABUPATEN SERDANG BERDAGAI

SURVEI LAPANGAN MENGAMATI PROGRES

PEMBANGUNAN BENDUNG DI BELUTU

PENGUMPULAN DATA

DATA LITERATUR : - DOSEN PEMBIMBING -BUKU DAN JURNAL - INTERNET

DATA PRIMER :

- LOKASI BENDUNG BELUTU - KONDISI EKSISTING D.I. BELUTU

DATA SEKUNDER :

- DATA DAS DAN CURAH HUJAN - GAMBAR KERJA BENDUNG D.I. BELUTU DARI BALAI WILAYAH SUNGAI KEMENTRIAN PU

HASIL DAN PEMBAHASAN


(65)

64 3.2. HASIL STUDI LAPANGAN

3.2.1. DATA SUNGAI BELUTU 3.2.1.1. Kondisi Hidrologi

Kondisi hidrologi Sungai Belutu dipengaruhi oleh curah hujan dan pola pendistribusian air ke Sungai Belutu. Kecamatan Sei Bamban memiliki curah hujan yang paling menonjol pada bulan September sampai Desember, sedangkan musim kemarau terjadi di Bulan Januari sampai dengan Agustus. Data curah hujan didapat dari stasiun Bangun Bandar dan Sinar Kasih.

Tabel 3.1. Data Curah Hujan Stasiun Bangun Bandar, Silinda, Gunung Monako

Sumber : BMKG dan hasil perhitungan

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total

1983 86 47 46 42 205 125 247 229 396 357 186 116 2083 1984 265 194 194 255 331 156 351 113 164 153 127 212 2514 1985 151 144 133 233 300 29 175 123 340 284 173 220 2306 1986 188 47 215 178 250 237 105 102 348 255 174 248 2346 1987 143 3 191 250 199 228 222 175 394 399 202 156 2563 1988 105 186 145 134 159 217 325 311 301 191 232 216 2524 1989 161 53 214 260 206 78 156 193 357 325 146 138 2286 1990 71 59 100 89 221 128 109 89 416 410 221 203 2116

1991 47 56 97 82 155 98 88 200 240 323 134 182 1701

1992 151 99 48 176 291 109 120 112 332 181 162 155 1936 1993 83 104 144 113 164 89 142 164 215 256 234 135 1843 1994 53 78 160 130 174 97 96 141 206 155 243 111 1644 1995 145 127 219 141 136 121 137 285 302 235 364 138 2348 1996 146 158 93 202 160 159 93 232 329 215 234 225 2246 1997 99 119 139 165 30 87 189 119 206 189 313 119 1775 1998 143 53 66 82 156 168 171 244 204 360 176 184 2007 1999 260 249 245 262 207 195 159 235 320 325 201 308 2966 2000 71 208 330 174 160 158 95 164 288 221 171 132 2171 2001 125 30 107 106 93 134 101 136 186 340 409 354 2121 2002 182 86 140 178 108 107 108 97 364 274 203 96 1943 2003 190 178 99 132 273 111 197 157 439 416 166 175 2531 2004 95 278 141 99 119 136 205 236 327 342 99 179 2255 2005 208 52 116 139 169 191 194 171 250 346 141 249 2226 2006 99 157 91 199 363 223 123 211 317 476 294 282 2835 2007 175 45 39 321 414 155 240 193 378 275 298 125 2658 2008 88 28 264 71 137 84 144 220 281 271 216 208 2010 2009 270 12 429 258 200 45 100 187 220 267 234 123 2345


(66)

65 3.2.1.2. Kondisi Klimatologi

Kondisi Klimatologi merupakan kondisi rerata cuaca suatu daerah atau tempat dalam periode/waktu tertentu, dan pada umumnya dipengaruhi oleh letak geografis dan ketinggian daerah tersebut. Variasi iklim ini ditentukan oleh berbagai parameter, antara lain : intensitas curah hujan, hari hujan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. Kecamatan Sei Bamban beriklim tropis dengan suhu maksimum 320C .

Tabel 3.2. Kondisi Iklim Bulanan Sei Belutu

3.2.1.3. KONDISI WATERSHED SUNGAI BELUTU 3.2.1.3.a. Topografi aliran Sungai Belutu

Daerah Irigási Belutu memiliki Tofografi yang relatif datar. Elevasi sawah tertinggi ± 24 sedangkan terendah ± 3. Sementara bendung Belutu berada pada elevasi 24,55 dengan tinggi mercu 2,25 meter. Berdasarkan pengukuran tofografi baik pengukuran Situasi dan penampang memanjang dan melintang daerah irigasi Sei Belutu. DI Sei Belutu mepunyai luas lahan 5032 ha yang terdiri dari 274 km panjang saluran pembawa dan 45 Km panjang saluran Sekunder. Dengan panjang sungai utama 62,052 Km dan luas catchment area 242 Km2.

Lokasi stasiun : Altitude : meter

No. U R A I A N SATUAN B U L A N

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEPT OKT NOP DES DATA

1. Temperatur Udara (T) °C 25.80 25.90 26.00 26.20 26.40 26.20 25.60 25.70 25.30 25.50 25.40 25.70 2. Kelembaban Relatif (Rh) % 83.90 84.20 85.40 85.90 84.30 82.90 83.80 83.50 85.80 86.60 87.10 85.90 3. Kecepatan Angin (U) Km/hari 233.3 259.2 250.6 241.9 233.3 250.6 241.9 241.9 241.9 241.9 241.9 241.9 4. Penyinaran Matahari (s = n/N) % 63.20 66.28 62.30 61.40 64.00 64.70 62.50 56.40 52.80 52.40 49.20 58.00


(67)

66 3.2.1.3.b. Morphology Sungai Belutu & Jenis Tanah/ Geology

Sungai Belutu memiliki pola aliran dendritik, dimana pola

alirannya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran

sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya.

Berdasarkan ilmu geologinya, Sungai Belutu termasuk dalam sungai superposed atau superimposed. Sungai yang terbentuk diatas permukaan bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke bagian bawah hingga mencapai permukaan bidang struktur agar supaya sungai dapat mengalir ke bagian yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai yang berkembang belakangan dibandingkan pembentukan struktur batuannya.

Untuk lebih jelasnya lihat di gambar 3.2. berikut ini :

Gambar 3.2. Situasi Watershed Daerah Irigasi Belutu


(68)

67 3.2.2.1. Tipe Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu dan

Bagian-bagiannya

Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu termasuk jenis bendung diversion. Berfungsi untuk meninggikan muka air sungai, sehingga air sungai dapat dialirkan ke daerah irigasi. Untuk mengatur permukaan air sungai dapat digunakan pintu gerak (dapat dibuka dan ditutup). Bendung gerak cocok dibangun di sungai bagian hilir, di bagian sungai datar dan tebing sungai rendah.

Bagian-bagian Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu adalah sebagai berikut:

a. Mercu Bendung

Mercu Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu bertipe ogee. Berada pada elevasi +24,55 dan mempunyai ketinggian 2,25 meter dengan lebar total mercu 20 meter. Sudah termasuk lebar pilar sebanyak 2 buah , masing-masing 1 meter.

b. Peredam Energi

Peredam energi yang digunakan di Bendung Sei Belutu adalah peredam energi tipe bak tenggelam dengan panjang 5,18 m.

c. Bangunan Pengambilan

Bangunan pengambilan direncanakan dengan maksud untuk menyadap sebagian debit air sungai guna memenuhi kebutuhan air irigasi pada areal rencana. Terdapat 3 buah pintu sorong dengan lebar 1,8 meter dan lebar pilar 1,4 meter.


(69)

68

d. Bangunan Penguras

Untuk mencegah menumpuknya sedimen di depan pintu pengambilan (intake) dan kemungkinan masuknya sedimen (bed load) ke saluran irigasi, maka pada bangunan bendung

dilengkapi dengan bangunan penguras. Bendung Sei Belutu memiliki 2 buah pintu bangunan penguras dengan lebar 1 meter dan pilar dengan lebar 1,3 meter.

e. Kantong Lumpur

Untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen pada seluruh saluran irigasi, maka setelah bangunan pengambilan direncanakan kantong lumpur yang berfungsi sebagai tempat pengendapan sedimen layang (suspended load). Volume kantong lumpur yang terdapat di Bendung Sei Belutu adalah 2272,54 m3. Dengan panjang total 308,05 meter, dan lebar dasar 7,18 meter. Tanah-tanah di daerah Sungai Belutu memiliki laju infiltrasi rendah pada waktu dalam keadaan sama sekali basah, dengan tekstur agak halus sampai halus.

f. Bangunan Pembilas

Bangunan pembilas yang ada di Bendung Sei Belutu sebanyak 4 bukaan dengan lebar masing-masing 1,5 meter dan 3 pilar dengan lebar masing-masing 1 meter; kedalaman air pembilas 0,84 meter.

Secara umum Bendung Sungai Belutu mempunyai data-data sebagai berikut :


(70)

69

• Panjang bendung = 13.04 m; Lebar Bendung = 20 m

• Ketinggian bendung dari dasar sungai = 26.80 m – 24.55 m = 2,25 m

• Jari-jari hidrolis bendung = 1.6 m

• Panjang jari-jari kolam olak = 5 m

• Lebar dasar kantong lumpur = 2 x 7.18 m = 14.36 m

• Panjang kantong lumpur = 154.02 m

• Lebar intake = 9.05 m

• Lebar pilar intake = 1 m

• Lebar bangunan pembilas = 7.39 m; lebar pilar pembilas = 1 m.

• Luas catchment area 242 km2


(71)

70 Belutu


(1)

129

Keamanan terhadap daya dukung tanah σ1 = V/L x (1+6e/L)

= 51,1/6,6 x (1+6x0,96/6,6) = 14,49 T/m2<37,75 T/m2 σ2 = V/L x (1-6e/L)

= 51,1/6,6 x (1-6x0,96/6,6) = 0,98 T/m2<37,75 T/m2

Keamanan terhadap geser Gs = 21,06 Ton

Vtotal = Gaya V pada kondisi banjir + Gs

= 51,1 T + 21,1 = 72,16 T

Fs = fxVtotal/H


(2)

130 Tabel 4.45. Rekapitulasi Analisis Stabilitas Struktur Bendung

Kesimpulan stabilitas : struktur memenuhi semua persyaratan stabilitas.

σmin

σmax

Tanpa Gempa

2,35

>

1,5

3,15 T/m

2

8,93 T/m

2

< 24,9 T/m

2

4,86

>

1,5

AMAN

Gempa

1,75

>

1,3

0,05 T/m

2

12,03 T/m

2

< 29,88 T/m

2

2,02

>

1,3

AMAN

Tanpa Gempa

3,9

>

1,3

4,4 T/m

2

11,05 T/m

2

< 29,88 T/m

3

2,61

>

1,3

AMAN

Gempa

2,52

>

1,1

0,98 T/m

2

14,49 T/m

2

< 37,35 T/m

2

2,49

>

1,1

AMAN

Keamanan Terhadap D D Tanah

Kondisi Normal

Kondisi Banjir

Rencana

Keamanan Terhadap

guling (Fg)

Ket Parameter

6

16,9

>

Ket Parameter

Keamanan Terhadap

Geser (Fs)

Ket Parameter

Ket

Status

12

11,84 >

6

19,79 >

12

Parameter

Angka

Lane's

Angka

Blight's

Ket Parameter

10,116 >


(3)

131 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu merupakan bendung yang fungsi utamanya sebagai bendung pengarah (diversion weir) yakni membelokkan air sungai Belutu ke saluran primer. Bendung Daerah Irigasi Belutu mengairi lahan pertanian Daerah Irigasi Belutu seluas 5.032 Ha.

Total Catchment Area dari Stasiun Bangun Bandar, Silinda, dan Gunung Monako adalah 242 Km2 dengan probabilitas hujan periode ulang Distribusi Gumbel yang didapat dari tiga stasiun curah hujan adalah (P100) 149,59 mm.

Bendung Daerah Irigasi Belutu memiliki debit banjir rencana (Q100) 67,87

m3/detik dengan ketinggian muka air rencana 2,52 meter, elevasi +27,07 meter. Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu terletak pada elevasi +24,55 meter dan memiliki mercu dengan ketinggian 2,25 meter, yang terletak pada elevasi +26,8 meter. dengan lebar total bendung 20 meter, dan panjang bendung 13,04 meter.

Hal-hal yang menjadi dasar utama evaluasi rancangan Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu adalah sebagai berikut :

1. Luas Daerah Irigasi Belutu adalah sebesar 5032 Ha. Daerah Irigasi Sei Belutu memiliki kebutuhan air irigasi sebesar 1,67 L/detik/Ha. Dengan kebutuhan total air irigasi sebesar 10.085 L/detik.

2. Pada saat debit normal, kondisi tanpa gempa, Bendung Daerah Irigasi Belutu memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,35, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 8,93 T/m2

,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 4,86.

3. Pada saat debit normal, kondisi gempa, Bendung Daerah Irigasi Belutu memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 1,75, angka keamanan


(4)

132 terhadap daya dukung tanah (σ) 12,03 T/m2,dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,02.

4. Pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, Bendung Daerah Irigasi Belutu memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 3,9, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 11,05 T/m2, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,61.

5. Pada saat debit banjir rencana, kondisi gempa, Bendung Daerah Irigasi Belutu memiliki angka keamanan terhadap guling (Fg) 2,52, angka keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) 14,49 T/m2

, dan angka keamanan terhadap geser (Fs) 2,49.

Menurut standar kriteria perencanaan (KP) yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk perencanaan irigasi dan bangunan utama (bendung) diambil nilai-nilai parameter sebagai berikut :

1. Dengan kebutuhan air 1,67 L/detik/Ha, Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu setidaknya dapat mengairi lahan pertanian setidaknya 7.760 Ha.

2. Agar struktur aman pada saat debit normal, kondisi tanpa gempa, angka keamanan terhadap guling (Fg) harus lebih besar daripada 1,5. Keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) harus lebih kecil daripada 24,9 T/m2. Angka keamananan terhadap geser (Fs) harus lebih besar dari 1,5.

3. Agar struktur aman pada saat debit normal, kondisi gempa, angka keamanan terhadap guling (Fg) harus lebih besar daripada 1,3. Keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) harus lebih kecil daripada 29,88 T/m2. Angka keamananan terhadap geser (Fs) harus lebih besar dari 1,3.

4. Agar struktur aman pada saat debit banjir rencana, kondisi tanpa gempa, angka keamanan terhadap guling (Fg) harus lebih besar daripada 1,3. Keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) harus lebih kecil daripada 29,88 T/m2. Angka keamananan terhadap geser (Fs) harus lebih besar dari 1,3.

5. Agar struktur aman pada saat debit banjir rencana, kondisi gempa, angka keamanan terhadap guling (Fg) harus lebih besar daripada 1,1. Keamanan terhadap daya dukung tanah (σ) harus lebih kecil daripada 37,35 T/m2

. Angka keamananan terhadap geser (Fs) harus lebih besar dari 1,1.


(5)

133 Dari hasil evaluasi diatas, Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu dapat mengairi lahan Irigasi Sei Belutu. Dan dari struktur bangunan, Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu aman terhadap guling, daya dukung tanah, dan geser. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa rancangan Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu sudah layak.

5.2. Saran

Untuk mengakhiri laporan tugas akhir ini penulis mencoba mengemukakan beberapa saran yang berhubungan dengan perencanaan Bendung Daerah Irigasi Sei Belutu yang mungkin bermanfaat. Penulis mengharapkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebaiknya mempermudah mendapatkan data terlebih lagi dalam tujuan penelitian (non komersil), dan ada baiknya hasil pencatatan stasiun curah hujan dilampirkan dalam web resmi BMKG demi mempermudah publik mengaksesnya.

Pada saat penulis melakukan studi lapangan di lokasi pembangunan bendung, jalan akses ke lokasi masih berupa jalan tanah belum diberi perkerasan. Penulis menyarankan pemerintah agar segera melakukan perkerasan terhadap jalan tersebut. Juga tidak adanya rambu atau penunjuk jalan terhadap lokasi bendung sehingga mengakibatkan orang kesulitan apabila ingin ke lokasi bendung tersebut.

Perlunya peranan pemerintah agar menjaga daerah hulu aliran sungai belutu agar volume aliran permukaan tidak bertambah besar. Karena apabila bertambah besar akan mengakibatkan debit Sungai Belutu bertambah besar dan dapat merusak struktur bendung.

Juga perlunya peranan masyarakat sekitar, agar ikut menjaga lingkungan sekitar bendung. Seperti tidak membuang sampah ke sungai, atau saluran irigasi karena dapat menghambat aliran air ke petak sawah dan dapat mengakibatkan banjir.


(6)

134 Daftar Pustaka

C.D. Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional : Surabaya.

Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan - Bagian Perencananaan Jaringan Irigasi (KP – 01). Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan - Bagian Bangunan Utama (KP – 02). Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan - Bagian Saluran (KP – 03). Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan - Bagian Parameter Bangunan (KP – 06). Jakarta.

Ginting, Makmur. 2014. Rekayasa Irigasi. USU Press:Medan.

Harahap, Saddam Husein. 2015. Analisis Penyebab Kerusakan Dan Rehabilitasi Bendung Sunggam Di Kabupaten Padang Lawas Utara – Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara:Medan.

Kamiana, I Made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu:Yogyakarta.

Semiaji Gunawan. 2011. Evaluasi Perencanaan Bendung Pada Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara (Studi Kasus). Universitas Sumatera Utara:Medan.

Sinulingga, Adi Pranata. 2015. Evaluasi Fungsi Hidraulika Bangunan Utama Termasuk Bangunan Bagi Dan Box Tersier Irigasi Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Munte Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara:Medan.