Evaluasi Tarif Bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan Trayek Medan-Dolok Sanggul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Transportasi
Transportasi merupakan suatu jasa atau usaha dan kegiatan untuk membantu
orang dan barang untuk melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Transportasi dapat diklasifikasikan menurut macam, moda dan jenisnya yang dapat
ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung,
dan dari sudut teknis serta alat angkutnya (Kamaluddin:15).
1. Dari segi barang yang diangkut
Dari segi barang yang diangkut, transportasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Angkutan Penumpang.
b. Angkutan Barang.
c. Angkutan Pos.
2. Dari sudut geografis
Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi sebagai berikut:
a. Angkutan antar benua.
b. Angkutan antar kontinental.
c. Angkutan antar kota.

d. Angkutan antar daerah.
e. Angkutan antar pulau.
f. Angkutan di dalam kota.
3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutannya.

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari sudut teknis dan alat angkutannya, maka transportasi dapat
diklasifikasikan menurut jenisnya sebagai berikut:
a. Angkutan

jalan

raya

atau

highway

transportation


atau

road

transportation.
b. Pengangkutan rel (rail transportation).
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman (inland transportation).
d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation).
e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation).
f. Pengangkutan udara (air transportation).
II. 1. 1. Sistem Transportasi
Sistem transportasi terdiri dari angkutan muatan dan manajemen yang mengelola
angkutan tersebut (Salim:8).
a. Angkutan Muatan
Sistem yang digunakan untuk mengangkut muatan dengan menggunakan alat
angkut tertentu dinamakan moda transportasi (mode transportation).
Dalam pemanfaatan transportasi ada tiga yang dapat digunakan yaitu:
a. Pengangkutan melalui laut.
b. Pengangkutan melalui darat.

c. Pengangkutan melalui udara.
Tiap moda transportasi mempunyai sifat dan karakteristik berbeda antara yang
satu dengan yang lain.
b. Manajemen
Manajemen sistem transportasi terdiri dari dua kategori:
a. Manajemen Pemasaran dan Penjualan Jasa Angkutan

Universitas Sumatera Utara

Manajemen pemasaran bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan
pengusahaan di bidang pengangkutan. Selain itu bagian penjualan berusaha
untuk mencari langganan sebanyak mungkin bagi kepentingan perusahaan.

b. Manajemen Lalu Lintas Angkutan
Manajemen traffic bertanggung jawab untuk mengatur penyediaan jasa-jasa
angkutan yang mengangkut dengan muatan, alat angkut dan biaya-biaya untuk
operasi kendaraan (Salim, 2006:8).
II. 2. Angkutan Umum
Pengangkutan umum merupakan angkutan penumpang yang diselenggarakan
dengan sistem sewa atau ongkos (Ahmad Munawar, 2011 dikutip oleh Poltak

Situmeang, 2008). Dengan adanya angkutan umum diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang aman, cepat, nyaman, dan murah pada masyarakat yang mobilitasnya
semakin meningkat, terutama bagi para pekerja dalam menjalankan kegiatannya. Pada
hakekatnya operator angkutan harus memahami pola kebutuhan, dan harus mampu
mengerahkan penyediaan untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomis, diantaranya:
a. Sarana operasi atau moda angkutan dengan kapasitas tertentu, yaitu
banyak orang atau muatan yang dapat diangkut.
b. Biaya operasi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menggerakkan operasi
pelayanan sesuai dengan sifat teknis moda yang bersangkutan.
c. Prasarana, yaitu jalan dan terminal yang merupakan simpul jasa
pelayanan angkutan.
d. Staff atau sumber daya manusia yang mengoperasikan pelayanan
angkutan (Poltak Situmeang, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pengangkutan umum digolongkan dalam tiga kategori yaitu:
a. Angkutan Antar Kota.
• Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP).
• Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP).

b. Angkutan Perkotaan.
c. Angkutan Pedesaan.
Angkutan umum di Indonesia secara umumnya dilayani dengan bus sedang dan
bus kecil, sedangkan bus besar hanya melayani angkutan kota di beberapa kota besar,
selebihnya bus besar melayani angkutan antar kota antar propinsi. Dari 10 kota
metropolitan hanya 7 kota yang menggunakan kendaraan kapasitas besar (bus besar dan
bus sedang), sedangkan yang lainnya didominasi oleh kendaraan berkapasitas kecil
(MPU) (Poltak Situmeang, 2008).
Pada tabel 2.1 disajikan perbandingan jumlah kendaraan umum meliputi bus besar, bus
sedang, bus kecil, yang melayani beberapa kota besar di Indonesia.
Tabel 2. 1. Jumlah Kendaraan Angkutan Umum Penumpang Di Kota-Kota
Indonesia
Tahun 2010
JENIS KENDARAAN
No Kota Metropolitan
Bus Besar
Bus Sedang Bus Kecil
MPU
DKI Jakarta


4064

4944

3

4208

Bandung

192

12

12

5454

Surabaya


463

-

-

6179

-

468

504

2015

264

211


-

1665

Medan

Palembang
Bekasi

-

14204

9667 9691

Universitas Sumatera Utara

Semarang

62


852

1

1890

Tangerang

89

-

300

2401

Depok

157


46

588

2810

Makassar

56

271

285

4

0
Sumber:BSTP Perhubungan Darat, 2010
Disamping itu, terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke

tahun. Hal ini diakibatkan oleh permintaan terhadap transportasi dan mobilitas semakin
meningkat. Tabel 2. 2 menunjukkan perkembangan jumlah kendaraan menurut jenisnya
dari tahun ke tahun.
Table 2. 2. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Tahun
1987- 2011
Tah
Mobil
Bi
Tr
Sep
Juml
un
Penumpang
s
uk
eda Motor
ah
1988
1,073,
385
892
5,41
7,771,
106
,731
,651
9,531
019
1989
1,182,
434
952
5,72
8,291,
253
,903
,391
2,291
838
1990
1,313,
468
1,0
6,08
8,889,
210
,550
24,296
2,966
022
1991
1,494,
504
1,0
6,49
9,582,
607
,720
87,940
4,871
138
1992
1,590,
539
1,1
6,94
10,19
750
,943
26,262
1,000
7,955
1993
1,700,
568
1,1
7,35
10,78
454
,490
60,539
5,114
4,597
1994
1,890,
651
1,2
8,13
11,92
340
,608
51,986
4,903
8,837
1995
2,107,
688
1,3
9,07
13,20
299
,525
36,177
6,831
8,832
1996
2,409,
595
1,4
10,0
14,53
088
,419
34,783
90,805
0,095
1997
2,639,
611
1,5
11,7
16,53
523
,402
48,397
35,797
5,119
1998
2,769,
626
1,5
12,6
17,61
375
,680
86,721
28,991
1,767
1999
2,897,
644
1,6
13,0
18,22
803
,667
28,531
53,148
4,149

Universitas Sumatera Utara

2000

3,038,
666
1,7
13,5
913
,280
07,134
63,017
2001
3,189,
680
1,7
15,2
319
,550
77,293
75,073
2002
3,403,
714
1,8
17,0
433
,222
65,398
02,130
2003
3,792,
798
2,0
19,9
510
,079
47,022
76,376
2004
4,231,
933
2,3
23,0
901
,251
15,781
61,021
2005
5,076,
1,1
2,8
28,5
230
10,255
75,116
31,831
2006
6,035,
1,3
3,3
32,5
291
50,047
98,956
28,758
2007
6,877,
1,7
4,2
41,9
229
36,087
34,236
55,128
2008
7,489,
2,0
4,4
47,6
852
59,187
52,343
83,681
2009
7,910,
2,1
4,4
52,7
407
60,973
52,343
67,093
2010
8,891,
2,2
4,6
61,0
041
50,109
87,789
78,188
2011
9,548,
2,2
4,9
68,8
866
54,406
58,738
39,341
Sumber:Badan Pusat Statistik(diakses dari website www.bps.go.id)

18,97
5,344
20,92
2,235
22,98
5,183
26,61
3,987
30,54
1,954
37,62
3,432
43,31
3,052
54,80
2,680
61,68
5,063
67,33
6,644
76,90
7,127
85,60
1,351

II. 2. 1. Pelayanan Angkutan Umum
Pihak yang berkaitan dalam pengoperasian angkutan umum penumpang
diklasifikasikan atas tiga kelompok. Ketiga pihak yang berkepentingan adalah
penumpang, operator, dan masyarakat banyak (Leo, 2010 dikutip oleh Rinaldi, 2012).
a. Pihak penumpang.
Menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini :
1) Ketersedian, yang mengandung arti lokasional dan temporal. Lokasional yaitu
dekat dengan pusat-pusat kegiatan dan sistem terminal. Temporal diwujudkan
dengan frekuensi pelayanan.
2) Ketepatan waktu, berkaitan dengan penjadwalan pelayanan yang tepat.

Universitas Sumatera Utara

3) Kecepatan (waktu perjalanan), merupakan komposisi dari 5 aspek yaitu : akses,
menunggu, perpindahan, perjalanan, dan waktu keberangkatan.
4) Tarif, merupakan faktor penting bagi para penumpang, berkaitan dengan
kemampuan dan kondisi sosial ekonomi penumpang yang bersangkutan.
5) Menyenangkan, merupakan konsep yang sukar karena hal ini mencakup banyak
faktor yang sifatnya kualitatif dan berkaitan dengan faktor kendaraan yang
bersangkutan.
6) Kenyamanan, hal ini berkaitan dengan sistem secara keseluruhan. Konsep
kenyamanan ini juga bersifat kualitatif.
b. Pihak operator, menghendaki adanya unsur-unsur berikut ini :
1) Cakupan wilayah pelayanan, kawasan potensial, dan aksesibilitas perlu
dipertimbangkan dalam lintasan pelayanan
2) Frekuensi pelayanan yang diekspresikan dengan jumlah keberangkatan
kendaraan dalam setiap satuan waktu. Headway yang teratur merupakan elemen
penting untuk menarik perjalanan penumpang.
3) Kecepatan perjalanan, pihak operator dalam hal ini memperhatikan faktor
kecepatan kendaraan yang dapat mempengaruhi biaya secara keseluruhan, baik
terhadap bahan bakar, pemeliharaan penumpang serta untuk menarik
penumpang.
4) Biaya, guna memperoleh keuntungan, pihak operator perlu menekan biaya
operasi serendah mungkin dan memperoleh penumpang sebanyak mungkin.
5) Kapasitas, berupa kapasitas jalan dan kapasitas terminal yang memadai untuk
keberadaan angkutan umum tersebut.

Universitas Sumatera Utara

6) Keamanan, dalam hal ini pihak operator harus memberikan perhatian besar,
tidak hanya untuk kemanan penumpang tapi juga untuk keamanan sistem operasi
secara keseluruhan.
c. Masyarakat banyak. Persyaratan yang dituntut oleh masyarakat banyak, dapat
berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Aspek-aspek yang dimiliki meliputi :
1) Tingkat pelayanan dari angkutan umum.
2) Keberadaan angkutan umum untuk jangka waktu panjang.
3) Pengaruh terhadap lingkungan.
4) Aspek energi dan penghematannya.
5) Efisiensi ekonomi.
II. 2. 2. Trayek Angkutan Umum
II.2.2.1 Jaringan Trayek
Berdasarkan

Direktorat

Jendral

Perhubungan

Darat

SK

687/AJ.206/DRJD/2002, jaringan trayek adalah sejumlah trayek yang menjadi satu
kesatuan pelayanan angkutan orang yang terintegrasi. Faktor yang digunakan sebagai
pertimbangan dalam menerapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut:
1. Pola Tata Guna Lahan
Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesibilitas yang
baik. Lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan
potensi permintaan yang tinggi. Dan juga lokasi-lokasi potensial yang menjadi tujuan
berpergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan.
2. Pola Pergerakan Penumpang Angkutan Umum
Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pergerakan
penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih baik dan teratur. Trayek

Universitas Sumatera Utara

angkutan umum harus direncanakan sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang
terjadi, sehingga perpindahan moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan
perjalanan dengan angkutan umum yang diminimumkan.
3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan salah satu hal yang menjadi prioritas pelayanan
angkutan umum. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, pada umumnya
merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan
umum diusahakan sedekat mungkin mengakses wilayah tersebut.
4. Daerah Pelayanan
Sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas
angkutan umum. Pelayanan angkutan umum harus memperhatikan wilayah-wilayah
potensial pelayanan dan menjangkau semua wilayah yang ada.
5. Karakteristik Jaringan Jalan
Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum.
Karakteristik angkutan jalan meliputi geometrik, klasifikasi dan peruntukan jalan.
Hubungan antara trayek dan jenis pelayanan/jenis angkutan dapat dilihat dalam
Tabel 2. 3 :
Kla
sifikasi
Trayek
Uta

Jenis
Pelayanan

Ca
bang

Jenis Angkutan

Penumpang per
Hari/Kendaraan

• Bus Besar (Lantai Ganda)

• 1.500 – 1.800

• Bus Besar (Lantai Tunggal)

• 1.000 – 1.200

• Bus Sedang

• 500 – 600

• Non Ekonomi

• Bus Besar

• 1.000 – 1.200

• Ekonomi

• Bus Sedang

• 500 – 600

• Non Ekonomi
• Ekonomi

ma

Kapasitas

Universitas Sumatera Utara

Ra
nting

La
ngsung

• Ekonomi

• Non Ekonomi

• Bus Kecil

• 300 - 400

• Bus Sedang

• 500 – 600

• Bus Kecil

• 300 – 400

• Bus MPU (roda empat)

• 250 – 300

• Bus Besar

• 1.000 – 1.200

• Bus Sedang

• 500 – 600

• Bus Kecil

• 300 – 400

(Sumber : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Nomor : SK.687/AJ.206/DRJD/2002)
II.2.2.2 Macam-macam Jaringan Trayek
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 1993, jaringan trayek terdiri
dari:
1. Trayek antar kota antar propinsi yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I. Trayek antar kota antar propinsi dan trayek lintas batas
Negara diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri pelayanan yaitu sebagai berikut:


Mempunyai jadwal tetap.



Pelayanan cepat.



Dilayani oleh mobil bus umum.



Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

2. Trayek antar kota dalam propinsi yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat II
dalam satu wilayah Propinsi Daerah Tingkat I. Trayek antar kota dalam propinsi
diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri pelayanan sebagai berikut:


Mempunyai jadwal yang tetap.



Pelayanan cepat dan atau lambat.

Universitas Sumatera Utara



Dilayani oleh mobil bus umum.



Tersedianya terminal penuumpang minimal tipe B.



Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

3. Trayek kota yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah kotamadya
Daerah Tingkat II atau trayek dalam daerah khusus ibukota. Trayek kota terdiri dari:
a. Trayek utama yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:


Mempunyai jadwal tetap.



Melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan
kawasan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara
tetap dengan pengangkutan yang bersifat missal.



Dilayani oleh bus umum.



Pelayanan cepat atau lambat.



Jarak pendek.



Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.

b. Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :


Mempunyai jadwal tetap.



Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antara kawasan
pendukung dan kawasan pemukiman.



Dilayani dengan mobil bus umum.



Pelayanan cepat dan lambat.



Jarak pendek.



Melalui

tempat-tempat

yang

ditetapkan

untuk

menaikkan

dan

menurunkan penumpang.

Universitas Sumatera Utara

c. Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan:


Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman.



Dilayani dengan bus umum dan atau mobil penumpang umum.



Pelayanan lambat.



Jarak pendek.



Melalui tempat-tempat yang ditempatkan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.

d. Trayek langsung yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :


Mempunyai jadwal tetap.



Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan
langsung.



Dilayani dengan mobil bus umum.



Pelayanan cepat.



Jarak pendek.



Melalui

tempat-tempat

yang

ditetapkan

untuk

menaikkan

dan

menurunkan penumpang.
4. Trayek pedesaan yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu wilayah kabupaten
Daerah Tingkat II. Trayek pedesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan
sebagai berikut:


Mempunyai jadwal yang tetap dan atau tidak terjadwal.



Pelayanan lambat.



Dilayani oleh mobil bus umum dan atau mobil penumpang umum.



Tersedianya

terminal

penumpang

minimal

tipe

C, pada

awal

pemberangkatan dan terminal tujuan.

Universitas Sumatera Utara



Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.

5. Trayek lintas batas negara yaitu trayek yang melewati atau melewati batas Negara.
II. 3. Konsep Biaya
Biaya adalah faktor yang menentukan dalam transportasi untuk penetapan tarif,
alat kontrol agar dalam pengoperasian mencapai tingkat efektivitas dan efisien (Salim,
2006:43).
a. Biaya adalah sebagai dasar penentuan tarif jasa angkutan/transportasi. Tingkat
tarif transportasi didasarkan pada biaya pelayanan yang terdiri dari biaya
langsung dan biaya tidak langsung. Oleh karena itu, biaya pelayanan sebagai
basis/dasar dan fundamental untuk struktur pentarifan.
b. Biaya modal adalah biaya yang digunakan untuk investasi inisial serta peralatan
lainnya termasuk di dalamnya bunga uang. Biaya operasional merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk pengelolaan transportasi. Biaya operasional terdiri dari
biaya pemeliharaan kendaraan, biaya transportasi (biaya bahan bakar, oli,
upah/gaji, dan lain-lain), dan biaya umum.
c. Biaya tetap ialah biaya yang dikeluarkan tetap setiap bulannya dan biaya
variabel ialah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian
angkutan.
d. Biaya kendaraan merupakan jumlah biaya yang diperlukan untuk pengadaan
bahan bakar, oli, ban kendaraan, dan suku cadang reparasi.
II. 4. Tarif
Pengusaha angkutan memberikan produk yang berupa jasa, dimana jumlah jasa
yang dihasilkan dihitung menurut penumpang-km. Sehingga tarif didefenisikan jasa
pelayanan atau yang mengkonsumsi suatu produk dimana pungutan (harga) dibebankan

Universitas Sumatera Utara

terhadap pengguna jasa atas jasa yang diberikan oleh operator (penyedia jasa). Secara
ilmu ekonomi tarif biasanya terbentuk sebagai hubungan antara produsen dan
konsumen, dimana aspek keseimbangan antara permintaan (supply) dan penawaran
(demand) berperan penting.
Sistem pembentukan tarif jasa transportasi dapat didasarkan pada salah satu tiga
cara berikut (Rahardjo, 2010:118) :
a. Sistem pembentukan tarif yang cenderung menentukan tarif terendah
(cost of service pricing).
b. Sistem pembentukan tarif yang cenderung menentukan tarif tertinggi
(value of service pricing).
c. Sistem pembentukan tarif yang ditentukan di antara kedua titik yang
terendah dan tertinggi (“Charging What the Traffic will bear”).
a. Cost of Service Pricing
Cost of service pricing diartikan sebagai suatu sistem penentuan tarif angkutan
yang didasarkan terutama pada biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan jasa
angkutan. Penentuan tarif berdasarkan biaya-biaya itu dapat diartikan pula sebagai tarif
minimum yang akan dikenakan kepada para pemakai jasa angkutan untuk suatu unit
jasa angkutan yang dihasilkan. Secara ekonomis, dasar pertimbangan yaitu diinginkan
agar terdapat keselarasan antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan tarif yang
berlaku. Permintaan perusahaan pengangkutan di atas biaya minimum yang telah
dikeluarkan merupakan keuntungan.
b. Value of Service Pricing
Tarif berdasar value of service pricing ditentukan dari segi permintaan; tinggi
rendahnya tarif angkutan yang akan ditentukan tergantung pada sifat-sifat permintaan

Universitas Sumatera Utara

akan jasa angkutan yang dihasilkan. Jika permintaan jasa angkutan tidak besar, maka
nilai yang diberikan terhadap jasa angkutan tersebut akan rendah; sebaliknya jika
keinginan masyarakat untuk memperoleh jasa angkutan bertambah besar, maka nilainya
bertambah tinggi.
Penentuan tarif berdasar atas value of service pricing ini dapat disamakan
dengan prinsip diskriminasi harga, yang dimaksudkan mengenakan harga yang tidak
sama untuk jenis muatan yang sama. Untuk mengukur nilai jasa angkutan tersebut dapat
dilihat sifat elastisitas permintaannya. Dapat ditempuh kebijaksanaan yaitu jika
permintaan cukup elastis, maka tarifnya ditentukan lebih tinggi, sebab terdapat jaminan
bahwa para pemakai jasa angkutan tetap bersedia membayar tarif yang lebih tinggi
tersebut. Jika prinsip ini diikuti maka tarif akan selau berada pada tingkat yang tertinggi
sampai batas kesanggupan para pemakai jasa angkutan bersedia untuk membayar.
c. Charging What the Traffic will bear
Menentukan tarif berdasar pada basis what the traffic will bear yaitu
menentukan tarif untuk tiap muatan yang diangkut pada tingkat sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan sumbangan yang terbesar untuk menutupi fixed cost dan
over head yang terjadi. Tarif tersebut berada diantara tarif yang ditentukan berdasar
value of service pricing dan cost of service pricing. Penentuan tarif berdasar what the
Traffic will bear adalah mencari keuntungan maksimum dalam jangka panjang berdasar
kemampuan trafik membayar harga jasa transportasi.
Menurut Hayati (2000) dikutip oleh Muhammad Isya dkk (2011), dalam
menentukan kebijakan tarif yang ditetapkan, ada dua hal utama yang harus selalu
menjadi acuan yaitu: tingkat tarif dan struktur tarif. Tingkat tarif adalah besarnya tarif

Universitas Sumatera Utara

yang dikenakan pada pengguna jasa sedangkan struktur tarif adalah merupakan tata cara
atau mekanisme bagaimana tarif tersebut dibayarkan.
Kebijaksanaan penerapan tarif angkutan yang berbeda-beda untuk jenis muatan
(penumpang dan barang) dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
resiko. Beberapa kemungkinan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Pendapatan pribadi atau kemakmuran. Perbedaan sumber daya keuangan
penduduk dapat mempengaruhi pengeluaran untuk perjalanan. Kelompok
berpendapatan rendah lebih tertarik menggunakan kendaraan umum yang
tarifnya lebih rendah.
b. Maksud perjalanan. Penduduk yang melakukan perjalanan untuk kesenangan
biasanya bersedia membayar tarif yang lebih mahal dari pada perjalanan untuk
keperluan-keperluan lain.
c. Umur. Penduduk kelompok umur dewasa dibebani tarif yang lebih mahal dari
pada kelompok anak-anak yang dianggap masih menjadi tanggungan orang
tuanya.
d. Satu arah atau perjalanan keliling. Tarif untuk perjalanan keliling biasanya lebih
murah dibandingkan perjalanan satu arah atau pergi dan pulang.
e. Perjalanan rombongan atau individual. Umumnya perjalanan yang dilakukan
secara rombongan besar diberikan potongan sehingga tarifnya lebih murah dari
pada perjalanan yang dilakukan secara individual.
f. Urgensi perjalanan. Perjalanan yang sifatnya khusus atau mendadak tarifnya
lebih tinggi dibandingkan pejalanan lainnya (Rahardjo, 2010:121).
II. 4. 1. Tarif Transportasi
II. 4. 1. 1. Permintaan

Universitas Sumatera Utara

Menurut Maringan Simbolon (2003), permintaan transportasi adalah besarnya
jumlah jasa transportasi yang dibutuhkan untuk mengangkut manusia atau barang dari
dan ke suatu daerah. Dalam menentukan kuantitas kebutuhan jasa transportasi (quantity
services demanded) perlu diperhatikan beberapa konsep berikut:
a. Jumlah jasa angkutan yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan.
b. Jumlah yang dinginkan konsumen dipengaruhi oleh daya beli, jenis jasa
angkutan, dan selera konsumen.
c. Kuantitas yang diminta menunjukkan pembelian yang diinginkan.
d. Kuantitas yang diminta berbeda dengan kuantitas nyata.
e. Pembelian yang diinginkan berbeda dengan pembelian riil atau sebenarnya.
Dengan demikian, jumlah yang diminta bukan merupakan harapan kosong,
tetapi merupakan permintaan efektif. Permintaan efektif ini merupakan jumlah jasa
angkutan yang bersedia dibayar oleh konsumen dengan tingkat tarif tertentu. Kuantitas
yang diminta ini merupakan arus pembelian jasa angkutan yang berkelanjutan. Oleh
karena itu, kuantitas tersebut harus dinyatakan dalam satuan kursi (seat) dan trayek.
Faktor yang menentukan kuantitas jasa angkutan yang diminta dapat berupa:
II. 4. 1. 1. 1. Tarif Jasa Angkutan
Price
P1
P0
P2

Tarif
A1
A0
A2

O
q1
q0
q2
Q
Gambar 2. 1. Hubungan Tarif dengan Permintaan

Universitas Sumatera Utara

Dari kurva diatas dapat ditarik suatu asumsi bahwa pada saat penawaran tetap,
jika harga atau tarif jasa angkutan naik, maka jumlah permintaan akan menurun, dan
sebaliknya.
II. 4. 1. 1. 2. Daya Beli Masyarakat
Daya beli masyarakat ditentukan oleh tingkat penghasilan masyarakat.
Permintaan terhadap jasa angkutan tergantung pada penghasilan rata-rata dan tarif jasa
angkutan, serta kesediaan angkutan pengganti, baik yang bersifat subsitusi atau
komplementer. Bila tarif angkutan subsitusi atau komplementer lebih rendah, maka
konsumen akan beralih kepada jasa subsitusi atau komplementer, dan sebaliknya.
II. 4. 1. 1. 3. Selera Konsumen
Penggunaan kendaraan pribadi akan mempengaruhi permintaan terhadap jasa
angkutan. Bila konsumen banyak menggunakan angkutan atau kendaraan pribadi, maka
permintaan terhadap jasa angkutan umum akan menurun, dan sebaliknya. Aktivitas
masyarakat juga mempengaruhi permintaan terhadap jasa angkutan baik pribadi
maupun jasa angkutan umum.
II. 4. 1. 2. Penawaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah jasa angkutan yang ditawarkan
adalah:
a. Harga atau tarif yang berlaku.
b. Harga dan ketersidaan sumber daya.
c. Tujuan perusahaan (tingkat keuntungan yang hendak dicapai).
d. Strategi pemasaran perusahaan.
e. Teknologi yang diterapkan.
f. Kebijaksanaan pemerintah untuk memberi kesempatan beroperasi.

Universitas Sumatera Utara

II. 4. 2. Struktur Tarif
Struktur tarif merupakan struktur umum dari pentarifan pada suatu daerah
sedangkan jenis-jenis pentarifan adalah bagaimana pengguna angkutan membayarkan
tarif (ongkos) dibayarkan. Dalam menangani kebijakan tarif, struktur tarif merupakan
faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan tarif. Struktur tarif terdiri dari:
II. 4. 2. 1. Tarif Seragam (Flat Fare)
Dalam sistem tarif seragam (flat fare) tarif ditentukan berdasarkan jauhnya jarak
yang dapat dijangkau angkutan. Semakin besar perbedaan antara panjang jarak
perjalanan rata-rata dan frekuensi terbanyak, akan semakin besar dampak yang
merugikan pada penumpang jarak dekat, sedangkan penumpang jarak jauh menikmati
biaya perjalanan yang menguntungkan, pada kenyataannya sistem tarif ini jarang
diterapkan.
Tarif (Rp)

Jarak (km)
Gambar 2. 2. Tarif Seragam

II. 4. 2. 2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance-Based Fare)
Struktur tarif ini sangat tergantung dengan jarak yang ditempuh, yakni
penetapan besarnya tarif dilakukan pengalian tarif tetap per kilometer dengan panjang
perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpangnya. Dalam penerapannya, tarif ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan penyederhanaan dari sekumpulan formula untuk mencapai hasil perhitungan
yang lebih kasar, kumpulan biaya mungkin masih menemukan kesulitan karena
frekuensi panjang perjalanan yang paling besar selalu relatif pendek di dalam sektor
angkutan lokal. Oleh karena itu, biaya kilometer hanya cocok digunakan untuk
angkutan kota hanya dalam kondisi terkendali dan tidak dapat digunakan pada hari yang
padat.
Tarif (Rp)

Jarak (km)
Gambar 2. 3. Tarif Berdasarkan Jarak
II. 4. 2. 3. Tarif Bertahap
Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh setiap
penumpang dalam berbagai tahap. Tahapan merupakan suatu bagian dari pergerakan
yang jarak antara tempat perhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Tarif bertahap
mencerminkan usaha penggabungan secara wajar keinginan penumpang dan
pertimbangan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Walaupun ada beberapa keuntungan
struktur ini dibandingkan dengan tarif seragam, tarif bertahap dapat merupakan suatu
rintangan dalam usaha-usaha merasionalisasi urusan-urusan perangkutan lokal, jika
struktur ini diterapkan dengan terlalu banyak perbedaan tarif.

Universitas Sumatera Utara

Tarif (Rp)

Jarak (km)
Gambar 2. 4. Tarif Bertahap
II. 4. 2. 4. Tarif Berdasarkan Zona
Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap. Daerah
pelayanan pengangkutan juga dapat dibagi ke dalam zona-zona yang berdekatan. Jika
terdapat jalan melintang dan melingkar, panjang jalan ini harus dibatasi dengan
membagi zona-zona ke dalam sektor-sektor. Kerugian akan terjadi bagi penumpang
yang hanya melakukan suatu perjalanan jarak pendek di dalam dua zona yang
berdekatan, mereka harus membayar ongkos untuk dua zona. Kerugian ini dapat
diimbangi dengan memberlakukan zona tumpang tindih atau skala tarif yang dapat
dipakai untuk dua zona.
Tarif (Rp)

Jarak (km)
Zona A

Zona B
Gambar 2. 5. Tarif Berdasarkan Zon

Universitas Sumatera Utara

II. 4. 3. Pembentukan Tarif
Pembentukan tarif angkutan umum merupakan suatu hal yang menarik untuk
dikaji. Hal ini berkaitan dengan banyaknya variabel yang mempengaruhi dan
melibatkan berbagai pihak. Pihak yang dimaksud seperti penumpang, operator dan
pemeritah sebagai regulator yang bertindak sebagai penengah diantara keinginan
penumpang dan operator. Keinginan penumpang untuk mendapatkan tarif yang murah
dan terjangkau akan berlawanan dengan tarif yang diinginkan oleh operator. Untuk itu
dalam penentuan tarif awal maupun penyesuaian tarif diperlukan suatu kajian yang
terukur yang merupakan jalan tengah antara keinginan konsumen dan operator angkutan
umum.
Dalam ilmu ekonomi tarif terjadi pada saat jumlah yang diminta sama dengan
jumlah yang ditawarkan atau yang disebut keseimbangan (equilibrium). Equilibrium
terjadi jika tidak terdapat kelebihan permintaan maupun kelebihan penawaran.
Kelebihan penawaran mendorong turunya harga, sedangkan kelebihan permintaan
mendorong kenaikan harga.
Tarif jasa transportasi di atur oleh departemen teknis (Perhubungan) setelah
mendapat persetujuan dari legislatif. Formula perhitungan didasarkan pada tarif Pokok.
Tarif

Pokok

=

.........................................................................(2.1)
Tarif

=

(Tarif

Pokok

x

Jarak

����� ����������� ���������
���� ������ � ��������� (���� )

Rata-rata)

+

10

%

…………………………………………(2.2)
II. 4. 4. Tarif Angkutan Bus Antar Kota
Tarif angkutan penumpang antarkota didasarkan pada perhitungan yang
sedemikian berbedanya menurut bentuk pelayanan jasanya sehingga tidak mungkin

Universitas Sumatera Utara

untuk menggeneralisasikan semua tarif angkutan penumpang antar kota tersebut. Dasardasarnya berlainan, tergantung pada sifat geografis dari jasa angkutan, yaitu apakah di
dalam kota atau antarkota yang relatif jarak jauh. Disamping itu, tarif dapat berbeda
menurut status pelayanan jasa angkutan penumpang, yaitu apakah mereka
dikoordinasikan dengan jenis angkutan lainnya ataukah beroperasi sebagai usaha
pemberian jasa secara bebas sendiri. Selain dari itu variasi dalam tarif angkutan juga
tergantung pada apakah jasa angkutan bus itu beroperasi dengan bersaing langsung
dengan usaha angkutan penumpang lainnya atau tidak demikian.
Di Indonesia tarif angkutan bus antarkota ini dibedakan menurut wilayahwilayah, dimana terdapat tiga regional, yaitu regional I, regional II, dan regional III
yang dasar tarifnya per penumpang-km ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan
tarif angkutan untuk penumpang secara operasionalnya di dalam masing-masing
propinsi pada ketiga wilayah (regional) tersebut ditetapkan oleh gubernur kepala daerah
yang bersangkutan dengan memperhatikan patokan tarif dari pemerintah pusat. Dalam
hubungan

ini

penetapan

struktur

dan

golongan

tarif

angkutan,

pemerintah

memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan penyelenggara angkutan.
Jadi pada satu pihak, pemerintah menetapkan tarif angkutan yang berorientasi
kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Pada lain pihak, dengan
berpedoman pada struktur dan golongan tarif angkutan, badan penyelenggara angkutan
menetapkan tarif yang berorientasi kepada kelangsungan dan perkembangan badan
penyelenggara

dalam

rangka

meningkatkan

mutu

pelayanan

serta

perluasan/pengembangan jaringan angkutan yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. 4. Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar
Kota Dalam Propinsi Kelas Ekonomi di Jalan Dengan Mobil Bus Umum di
Sumatera Utara.
TARIF
(Rp/pnp-km)
BATAS ATAS

BATAS BAWAH

139

86

Sumber: Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 5 Tahun 2009

II. 4. 5. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah dibidang transportasi bertujuan untuk mengatur, membina dan
mengawasi

kegiatan

penyelenggaraan

transportasi

sehingga

penyelenggaraan

pengangkutan dikuasai oleh pemerintah.
II. 4. 5. 1. Kebijaksanaan Institusi
a. Untuk mewujudkan sistem perhubungan yang seimbang dan terpadu
maka pengembangan sektor perhubungan perlu koordinasi.
b. Peranan swasta dan koperasi dalam pengadaan sarana perhubungan perlu
ditingkatkan.
c. Segenap kegiatan perusahaan atau badan usaha yang bergerak disektor
perhubungan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu antara lain
berbadan hukum sesuai dengan jenis usahanya, jumlah dan umur
kendaraan yang dimiliki, tingkat pelayanan dan lain sebagainya.
d. Pemerintah

mengadakan

pengawasan

umum

untuk

menjamin

terlaksananya operasi serta peningkatan kualitas pelayanan.

Universitas Sumatera Utara

II. 4. 5. 2. Kebijaksanaan Tarif
Kebijaksanaan tarif merupakan salah satu bagian dari kebijakan angkutan yang
berkaitan dengan berbagai kebijaksanaan lain dibidang angkutan. Pihak yang terkait
langsung dengan kebijakan ini adalah operator angkutan dan masyarakat sebagai
pengguna jasa angkutan. Dari sudut pandang pengusaha angkutan, penentuan tarif yang
diatur dalam kebijakan pemerintah sangat menentukan besarnya pendapatan perusahaan
sedangkan untuk pengguna jasa angkutan tarif merupakan biaya yang harus dikeluarkan
untuk mendapat pelayanan angkutan.
Pemerintah dalam menentukan besarnya tarif angkutan memperhatikan
pertimbangan besarnya biaya operasi kendaraan yang harus ditanggung oleh pengusaha.
Selain itu pemerintah juga ikut bertanggung jawab dalam mempertahankan
kesejahteraan operator dengan jalan menetapkan jumlah kendaraan yang dapat melayani
rute angkutan tertentu melalui perizinan trayek, sehingga jumlah penumpang yang
diangkut tidak berada dibawah jumlah yang menjadi batas minimum penentuan
besarnya tarif angkutan. Penetapan tarif oleh pemerintah dianggap sebagai metode yang
dapat digunakan didalam

pengendalian pelayanan angkutan. Adapun tujuan

pengendalian tarif oleh pemerintah diantaranya adalah :
a. Untuk melidungi kepentingan pemakai jasa angkutan.
b. Untuk melindungi kepentingan pengusaha dengan memberikan jaminan
keuntungan yang wajar bagi pengusaha.
c. Bersama-sama dengan kebijakan yang lain menciptakan stabilitas pemasaran
jasa angkutan.
d. Membantu melindungi posisi finansial dari perusahaan angkutan dalam
menumbuhkan persaingan yang sehat.

Universitas Sumatera Utara

Pemilikan pemerintah dapat meningkatkan tarif angkutan yang lebih rendah
karena adanya beberapa penghematan-penghematan. Akan tetapi, sering kali hal ini
tidak disebabkan oleh faktor manajemen yang efisien melainkan karena adanya berbagai
fasilitas dan keringanan yang terdapat pada pihak perusahaan pemerintah sendiri.
Pemilikan pemerintah dalam usaha bidang transportasi sering kali adanya
penetapan tarif yang relatif rendah untuk maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk
mendorong terjadinya desentralisasi penduduk, mempercepat kemajuan peradaban
daerah-daerah tertentu, meringankan industri-industri yang sedang berkembang.
Penetapan tarif dalam usaha angkutan milik pemerintah dapat ditiadakan
penetapan tarif yang besifat diskriminatif yang tidak pada tempatnya. Penetapan tarif
secara diskriminatif diawasi melalui peraturan-peraturan pemerintah bahkan melarang
atau membatasi adanya diskriminasi dalam penetapan tarif angkutan, dalam hal
diskriminasi yang tidak beralasan atau tidak wajar.
II. 5. Biaya Operasional Kendaraan
Biaya

operasional

kendaraan

merupakan

parameter

penting

dalam

pengoperasian suatu kendaraan pada kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan pertimbangan ekonomi, diperlukan kesesuaian antara besarnya tarif. Dalam
hal ini pengusaha mendapatkan keuntungan dan dapat menjamin kelangsungan serta
perkembangan usaha jasa angkutan umum yang dikelolanya. Komponen biaya operasi
kendaraan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
II. 5. 1. Biaya Tetap (Standing Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang dalam pengeluarannya tetap tanpa tergantung
pada volume produksi yang terjadi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan menjadi:
II. 5. 1. 1. Biaya Penyusutan

Universitas Sumatera Utara

Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk penyusutan nilai
kendaraan karena berkurangnya umur ekonomis. Biaya penyusutan disebut juga biaya
depresiasi dapat diperlakukan sebagai komponen dari biaya tetap, jika masa pakai
kendaraan dihitung berdasarkan waktu. Biaya penyusutan dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
Biaya

Penyusutan

=

……..….……………………..(2.3)

(�� − ��)/(��� � ��)

Keterangan:
HK = Harga Kendaraan (rupiah)
NR = Nilai Residu (rupiah)
PST = Km tempuh (km)
II. 5. 1. 2. Biaya Bunga Modal
Para pengusaha angkutan antar kota dalam propinsi sebagian besar memilih
sistem pemilikan kendaraan dalam sistem kredit beserta bunga yang harus dilunasi
dalam jangka waktu tertentu. Pembayaran kredit ini dilakukan dengan cara membayar
dengan jumlah tertentu dan tetap setiap tahun, yang terdiri dari pembayaran kembali
baik bunga maupun pinjaman pokok sekaligus. Untuk menghitung pembayaran kembali
biaya modal kendaraan maka digunakan rumus:
Biaya Bunga Modal = (� + 1)/2 � (�� � 75% � �)/(��� � �)
…………...(2.4)

Keterangan:
N

= masa pinjaman (tahun)

I

= tingkat bunga per tahun (tahun)

Universitas Sumatera Utara

II. 5. 1. 3. Biaya Pajak Kendaraan Bermotor (STNK)
Biaya PKB/STNK = (0,5 ��)/���

………………………………………….(2.5)
II. 5. 1. 4. Biaya KIR Bus
Biaya KIR Bus =(����� ��� ��� ��ℎ�� ��� ���)/���
………………………..(2.6)

II. 5. 1. 5. Biaya Asuransi Kendaraan
Biaya Asuransi Kendaraan =(2,5% � ��)/���
………………………………………...(2.7)

II. 5. 2. Biaya Tidak Tetap (Running Cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan
beroperasi. Biaya tidak tetap disebut juga biaya variabel dimana biaya variabel adalah
biaya yang dikeluarkan saat beroperasinya kendaraan. Komponen biaya yang termasuk
ke dalam biaya tidak tetap yaitu:
II. 5. 2. 1. Biaya Awak Bus
Biaya awak bus terdiri dari:
a. Susunan awak kendaraan (supir dan kondektur)
b. Gaji dan Tunjangan
Biaya awak bus didapat dari penjumlahan susuna awak kendaraan dengan
gaji dan tunjangan dibagi dengan per seat tahun (PST). Secara matematis:
Biaya Awak Bus = (����� ���� ��� ��ℎ��)/���
……………………(2.8)

Universitas Sumatera Utara

II. 5. 2. 2. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Penggunaan Bahan Bakar Minyak secara umum tergantung dari jenis kendaraan
dan kapasitas kendaraan. Biaya tersebut diperoleh dari:
Biaya BBM = (����� ��� ��� ��� ��� ℎ���)/���
…………………………………...(2.9)

II. 5. 2. 3. Biaya Ban
Biaya Ban = (����� ��� ��� ���)/(���� ��ℎ�� ��� � ��������� ������)
……..(2.10)

II. 5. 2. 4. Biaya Pemeliharaan Kendaraan
Biaya pemeliharaan kendaraan terdiri dari biaya service, overhaul, penambahan
oli mesin, cuci bus, penggantian suku cadang, dan pemeliharaan body. Besar biaya
pemeliharaan kendaraan merupakan akumulasi dari biaya tersebut.
II. 5. 2. 5. Biaya Retribusi Terminal

Biaya Retribusi Terminal =

��������� ��� ℎ��� ��� ���
�� ��� ℎ���

…………………………(2.11)
II. 5. 3. Biaya Overhead

Menurut Rahmatang Rahman (2012), biaya overhead dapat diketahui melalui 2
cara yaitu:
a. Menghitung 20-25% dari jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap.
b. Menghitung biaya overhead secara terperinci yaitu menghitung biaya
overhead yang perlu terus dipantau secara berkala oleh pemilik
kendaraan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini digunakan dengan cara menghitung 20-25% dari jumlah
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Secara matematis dihitung dengan rumus:
Biaya Overhead = (Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap) x (20-25%)
……………..(2.12)
Biaya operasional kendaraan dapat ditinjau dari dua sisi tergantung dari sistem
hubungan kerja antara pengusaha sebagai pemilik kendaraan dengan sopir (kru
kendaraan). Diantaranya adalah biaya operasional kendaraan sistem gaji dan biaya
operasional kendaraan sistem setoran. Bila hubungan kerja dengan sistem setoran
dimana sopir harus memberi setoran dengan jumlah yang telah disepakati maka biaya
operasional kendaraan menjadi beban sopir untuk operasional kendaraan tersebut.
II. 6. Biaya Operasional Kendaraan Sistem Setoran
Menurut

Daniels

(1974)

dikutip

oleh

Muhammad

Isya

dkk

(2011)

mengemukakan bahwa sistem ini merupakan hubungan antara pengusaha sebagai
pemilik armada kendaraan dengan sopir sebagai patner kerja, dimana pihak sopir
mempunyai kewajiban memberikan setoran uang dengan jumlah tertentu kepada
pemilik kendaraan setiap kali kendaraan dioperasikan. Dalam hubungan kerja semacam
ini beban operasional kendaraan menjadi tanggung jawab pihak sopir sepenuhnya.
Adapun beban biaya operasional kendaraan tersebut dapat dikelompokkan sebagai biaya
tetap dan tidak tetap.
Besaran biaya tetap ini sama dengan setoran kepada pemilik kendaraan. Untuk
pemilik kendaraan besarnya setoran ini sudah diperhitungkan untuk menutupi semua
biaya modal yang menjadi tanggung jawabnya. Besarnya setoran yang diterima sudah
mencakup biaya pengadaan kendaraan, biaya perijinan, biaya perbaikan dan perawatan,

Universitas Sumatera Utara

biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya ditambah pula dengan besaran keuntungan
yang diharapkan. Biaya tidak tetap besarnya sangat dipengaruhi dengan kondisi
kendaraan pada saat beroperasi, diantaranya: Bahan Bakar Minyak (BBM), konsumsi,
retribusi, oli, karet rem, penghasilan sopir dan kru kendaraan.
II. 7. Penelitian Sebelumnya
Muhammad Isya dkk (2011) dalam Teras Jurnal, Vol 1, No. 2, menganalisis
penentuan tarif angkutan umum minibus lintas Lhokseumawe – Banda Aceh. Beberapa
variabel yang dianalisis meliputi: analisa biaya pokok pelayanan yang merupakan
besaran Biaya Operasional Kendaraan (BOK), evaluasi terhadap kemampuan dan
keinginan membayar bagi masyarakat pengguna jasa angkutan (ability to pay and
willingness to pay), dan evaluasi tarif angkutan umum.
Sri Widari (2010) dalam tugas akhirnya menganalisis tarif angkutan pedesaan
berdasarkan biaya operasi kendaraan. Analisa tarif angkutan ditujukan untuk
mengetahui besarnya biaya operasional kendaraan dan tarif berdasarkan hasil hitungan
BOK serta perbandingan tarif BOK dengan tarif yang berlaku dilapangan. Dalam tugas
akhir tersebut juga diteliti mengenai kemampuan membayar Ability To Pay (ATP) dan
Willingness To Pay (WTP).
Ranto Gultom (2009) dalam tugas akhir dikemukakan bahwa sangatlah tepat
kalau dikaji bagaimana tingkat pelayanan itu bisa menjadi sangat rendah sekarang ini,
sehingga diperlukan peninjauan kembali tarif angkutan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Penelitian tersebut juga melakukan perbandingan antara tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah dengan biaya operasional kendaraan yang dikeluarkan.
Rahmatang Rahman (2012) dalam jurnalnya menganalisa biaya operasional
kendaraan angkutan umum dalam propinsi rute Palu – Poso. Dalam penelitian tersebut

Universitas Sumatera Utara

dihitung komponen-komponen Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada bus AKDP,
selanjutnya ditarik kesimpulan dari perhitungan BOK apakah operator angkutan
mendapat keuntungan atau merugi.
H. Sugiono (2005) dalam tesis mengevaluasi biaya operasional kendaraan untuk
peningkatan kinerja angkutan umum bus sedang. Parameter yang digunakan dalam tesis
tersebut yaitu perhitungan komponen-komponen BOK, efisiensi biaya operasi
kendaraan, struktur tarif, pemodelan rute, fare box ratio (FBR). Analisis digunakan
untuk menggambarkan kinerja dari angkutan umum bus sedang secara finansial dalam
kaitannya dengan tingkat pendapatan atau jumlah penumpang yang terangkut dengan
biaya operasional kendaraan.

Universitas Sumatera Utara