Politik Jender dan Desentralisasi di Indonesia (Drama Indonesia: Ketidakpastian Dalam Dunia yang Mengglobal) drama
BAB XIV
Politik Jender dan Desentralisasi
di Indonesia
Asima Yanti Siahaan
Pendahuluan
Politik feminis sering menunjukkan bahwa
desentralisasi akan membuat partisipasi politik
'lebih dekat dengan rumah' dan karenanya akan
membantu pergeseran ketidakseimbangan antara
perempuan dan lelaki dengan memberikan pada
perempuan cukup kekuasaan dan suara untuk
mempengaruhi perubahan penting dalam status
dan peluang mereka di tingkat daerah (Beat 1996;
Philips, 1996; Halford, 1997; et al Mauday, 1998;
Pringle dan Watson, 1998). Asumsi dari argumentasi
ini memberi kesan bahwa mengingat relevansi
khusus antara fungsi pemerintah dengan peran dan
kebutuhan perempuan, gerakan menuju desentralisasi lebih besar dari pemerintahan dan administrasi
agaknya akan membuat perempuan lebih berperan
dalam politik di tingkat daerah, atau (lebih mungkin
lagi) memperhatikan macam keputusan yang akan
diambil di lingkungan mereka. Melalui pengetahuan
dan pemahaman mereka yang mendalarn ten tang
22
keadaan lingkungan sehari-hari, perempuan dapat
menjadi agen perubahan yang efektif dalam
menyampaikan berbagai ide penting dan berguna
untuk menyelesaikan berbagai masalah di tingkatdaerah (Beat 1996). Kantor daerah yang sifatnya
kedaerahan dan paruh-waktu seharusnya juga
meningkatkan kemudahan bagi perempuan untuk
menduduki jabatan tertentu (Priangle dan Watson,
1998). Pelimpahan kekuasaan dari pemerintah
pusat kepada Pemda seharusnya memberikan lebih
banyak keleluasaan dan kesempatan kepada perempuan untuk menunjukkan kebutuhan dan kepentingan mereka daripada di bawah regim sebelumnya
dengan kekuasaan amat terpusat yang ditanamkan
dalam perwakilan-perwakilan pemerintah pusat.
UU No. 22/ 1999, ten tang Pemda dan
Desentralisasi, melimpahkan otonomi lebih besar
kepada pihak berwenang di tingkat daerah
(kabupaten dan kotamadya) untuk memutuskan,
membiayai, dan mengalokasisumber daya dalam
proses pembangunan. Ini juga dimaksudkan untuk
Drama Indonesia
Ketidakpastian dalam Dunia yang Menggloba.
Politik Jender dan Desentralisasi
di Indonesia
Asima Yanti Siahaan
Pendahuluan
Politik feminis sering menunjukkan bahwa
desentralisasi akan membuat partisipasi politik
'lebih dekat dengan rumah' dan karenanya akan
membantu pergeseran ketidakseimbangan antara
perempuan dan lelaki dengan memberikan pada
perempuan cukup kekuasaan dan suara untuk
mempengaruhi perubahan penting dalam status
dan peluang mereka di tingkat daerah (Beat 1996;
Philips, 1996; Halford, 1997; et al Mauday, 1998;
Pringle dan Watson, 1998). Asumsi dari argumentasi
ini memberi kesan bahwa mengingat relevansi
khusus antara fungsi pemerintah dengan peran dan
kebutuhan perempuan, gerakan menuju desentralisasi lebih besar dari pemerintahan dan administrasi
agaknya akan membuat perempuan lebih berperan
dalam politik di tingkat daerah, atau (lebih mungkin
lagi) memperhatikan macam keputusan yang akan
diambil di lingkungan mereka. Melalui pengetahuan
dan pemahaman mereka yang mendalarn ten tang
22
keadaan lingkungan sehari-hari, perempuan dapat
menjadi agen perubahan yang efektif dalam
menyampaikan berbagai ide penting dan berguna
untuk menyelesaikan berbagai masalah di tingkatdaerah (Beat 1996). Kantor daerah yang sifatnya
kedaerahan dan paruh-waktu seharusnya juga
meningkatkan kemudahan bagi perempuan untuk
menduduki jabatan tertentu (Priangle dan Watson,
1998). Pelimpahan kekuasaan dari pemerintah
pusat kepada Pemda seharusnya memberikan lebih
banyak keleluasaan dan kesempatan kepada perempuan untuk menunjukkan kebutuhan dan kepentingan mereka daripada di bawah regim sebelumnya
dengan kekuasaan amat terpusat yang ditanamkan
dalam perwakilan-perwakilan pemerintah pusat.
UU No. 22/ 1999, ten tang Pemda dan
Desentralisasi, melimpahkan otonomi lebih besar
kepada pihak berwenang di tingkat daerah
(kabupaten dan kotamadya) untuk memutuskan,
membiayai, dan mengalokasisumber daya dalam
proses pembangunan. Ini juga dimaksudkan untuk
Drama Indonesia
Ketidakpastian dalam Dunia yang Menggloba.