Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan teori-teori yang digunakan dan menjadi landasan serta
referensi dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari uraian serta definisi audit,
teori yang terkait dengan audit report lag (ARL), konvergensi IFRS,
probabilitas kebangkrutan, komisaris independen, auditor switching, tenure
Audit, dan komite audit.Bab ini juga menguraikan pengembangan hipotesis
yang mencakup penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen serta pengaruh variabel pemoderasi
terhadap kedua jenis variabel tersebut.
2.1 Akuntan Publik
2.1.1 Definisi Akuntan Publik
Berdasarkan Kompartemen Akuntan Publik dalam anggaran rumah tangga
Ikatan Akuntan Indonesia (2002) mendefinisikan akuntan publik sebagai
akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau pajabat berwenang
lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 tahun 2008
tentang Jasa Akuntan Publik, yang dimaksud akuntan publik adalah seseorang
berhak menyandang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh izin dari Menteri

Keuangan untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan ini.
Sementara yang dimaksud dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah suatu

17
Universitas Sumatera Utara

bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berusaha di bidang pemberian jasa
profesional dalam praktik akuntan publik.
Pemberian jasa profesional kepada klien oleh KAP dapat berupa jasa audit,
jasa atestesi, jasa akuntan dan review, perpajakan, perencanaan keuangan
perorangan, jasa pendukung litigasi dan jasa lainnya yang diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik.
2.1.2 Regulasi Mengenai Jasa Akuntan Publik
Berdasarkan PMKNo.17/PMK.01/2008 yang melaksanakan pengawasan
dan pembinaan akuntan publik dan kantor akuntan publik dilakukan oleh
Jenderal Lembaga Keuangan. Pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian
Keuangan terhadap Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP)
terkait dengan pelaksaan kerja Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
tersebut.

Munculnya kasus Enron dan disusul dengan kasus-kasus skandal keuangan
lainnya menimbulkan keraguan akan kredibilitas auditor dan independensi
dalam mendeteksi berbagai tindak kecurangan yang dilakukan perusahaan.
Untuk mengatasi hal ini, para regulator membuat berbagai macam kebijakan
mengenai jasa akuntan publik.Hal ini ditandai dengan muculnya SarbaneOxley Act (SOX) pada tahun 2002 yang menekankan pada pengetatan
pengawasan yang dilakukan terhadap semua pemangku kepentingan pasar
modal. Di Indonesia, dalam rangka menopang pertumbuhan dan kestabilan
sektor perekonomian dinilai perlu diberlakukannya penerapan konsep
18
Universitas Sumatera Utara

pengaturan industri audit untuk menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan
kepercayaan investor dalam pasar modal. Pada tahun 2002, Menteri Keuangan
mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yaitu peraturan tentang
pemberian jasa akuntan publik Nomor 423/KMK.06/2002. Peraturan ini
mengatur tentang rotasi terhadap Akuntan Publik (AP) harus diberlakukan
setiap 3 (tiga) tahun, sedangkan untuk rotasi terhadap Kantor Akuntan Publik
(KAP) yaitu setiap 5 (lima) tahun. Berikutnya pada tahun 2003, dikeluarkan
kembali KMK Nomor 359/KMK.06/2003 mengenai jasa akuntan publik yang
merupakan revisi daripada peraturan Keputusan Menteri Keuangan (KMK)

tahun sebelumnya.Seiring berjalannya waktu, Menteri Keuangan mengeluarkan
PMK Nomor 17 tahun 2008 tentang jasa akuntan publik sebagai
penyempurnaan peraturan sebelumnya.
Badan Pengawas Pasar dan Modal (BAPEPAM) juga mengeluarkan
peraturan tentang independensi akuntan publik melalui peraturan VIII.A.2
tahun 2002 yang kemudian disempurnakan tahun 2008. Regulasi ini berisi
tentang peraturan untuk menjaga independensi auditor seperti regulasi rotasi
audit dan larangan memberikan jasa konsultasi saat melakukan kegiatan audit
umum.
2.2IFRS (International Financial Reporting Standards)
2.2.1 Sejarah Munculnya IFRS
Pada akhir dekade 1960-an, perwakilan lembaga-lembaga akuntansi
profesional dari Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat sepakat membentuk
Accountants International Standard Group (AISG) untuk melakukan kajian
19
Universitas Sumatera Utara

kemungkinan harmonisasi standar akuntansi dan auditing di Inggris, Amerika
Serikat, dan Kanada. Pada tahun 1972, perwakilan AISG dan 7 (tujuh)
organisasi profesional bertemu dalam kongres profesi akuntan dunia di Sidney,

Australia,

untuk

membicarakan

proposal

pembentukan

International

Accounting Standard Committee (IASC) (Deloitte, 2009 & Grant Thornton,
2008). Pada tahun 1973, sepuluh organisasi profesional yang berasal dari
Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang, Prancis, Selandia Baru, Jerman,
Inggris, dan Amerika Serikat melakukan negosiasi atas ide pembentukan
International Accounting Standard Committee (IASC). Setelah itu, lahirlah
IASC dengan produknya International Accounting Standard (IAS).Pada tahun
2000 badan anggota IASC menyetujui restrukturisasi IASC dan sebuah
konstitusi baru IASC. Pada bulan Maret 2001, dewan pembinaan IASC

mengaktifkan konstitusi baru IASC dan mendirikan lembaga independen
nirlaba internasional Delaware, bernama International Accounting Standard
Committee Foundation (IASCF) yang bergerak di bidang pelaporan keuangan
yang berkedudukan di Inggris, yang membawahi International Accounting
Standard Board (IASB) dan International Accounting Financial Reporting
Interpretation Committee (IFRIC) untuk mengawasi IASB.Pada tanggal 1
April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab dari IASC untuk
menetapkan

standar

akuntansi

internasional

dengan

mengeluarkan

International Financial Reporting Standards (IFRS).IASC mendorong badanbadan standar akuntansi lokal untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi

lokal dengan standar akuntansi, peraturan, dan prosedur yang berlaku secara

20
Universitas Sumatera Utara

internasional. IFRS adalah seperangkat aturan yang seragam yang secara teori
diaplikasikan dengan cara yang sama terhadap semua perusahaan publik di
pasar modal atau negara yang mengadopsi standar ini. IFRS adalah standar
pelaporan berbasis prinsip (principles-based reporting standards) yang
mencoba mencakup rentang kondisi ekonomi, transaksi, peristiwa, atau
aktivitas yang luas. IFRS didefinisikan oleh www.ifrs.com (2010) dalam IFRS
FAQs sebagai berikut:
“International Financial Reporting Standards are a set of accounting
standards developed by the International Accounting Standards Board (IASB)
that is becoming the global standard for the preparation of public company
financial statements”
Di dunia ini menurut Soderstrom & Sun (2007) dalam Saptono (2011), negaranegara yang pertama kali mengadopsi IFRS adalah negara-negara yang
tergabung dalam Uni Eropa.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Federasi Akuntan Internasional
(IFAC), sebagian besar pemimpin jasa akuntansi dari seluruh dunia

menyepakati bahwa sudah diperlukan suatu standar pelaporan keuangan
internasional sejalan dengan perkembangan ekonomi.
2.2.2 Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards (IFRS) terdiri dari:
1. International Financial Reporting Standards (IFRS) – standards issued
after 2001
2. International Accounting Standards (IAS) – standards issued before
2001

21
Universitas Sumatera Utara

3. Interpretation originated from the International Financial Reporting
Interpretations Committee (IFRIC) – issued after 2001
4. Standing Interpretations Committee (SIC) - issued before 2001
Daftar pernyataan IFRS, IAS, IFRIC, DAN SIC terdiri dari:
Tabel 2.1 Daftar Pernyataan IFRS, IAS, IFRIC, dan SIC
No.Urut

No. IFRS


Tentang

1.

IFRS 1

2.

IFRS 2

First Time Adoption of International
Financial Reporting Standards
Share-Based Payment

3.

IFRS 3

Business Combinations


4.
5.

IFRS 4
IFRS 5

Insurance Contracts
Non-Current Assets Held for Sale and
Discountinued Operations

6.

IFRS 6

7.

IFRS 7

Exploration for and Evaluation of Mineral

Resources
Financial Instruments: Disclosures

8.

IFRS 8

Operating Segments

9.

IFRS 1

Presentation of Financial Statements

10.

IFRS 2

Inventories


11.
12.

IFRS 7
IFRS 8

Cash Flows Statements
Accounting Policies, changes in Accounting
Estimates and Errors

13.
14.
15.
16.

IFRS 10
IFRS 11
IFRS 12
IFRS 14

17.
18.
19.
20.
21.

IFRS 16
IFRS 17
IFRS 18
IFRS 19
IFRS 20

Events After the Balance Sheet Date
Construction Contracts
Income Taxes
Segment Reporting (Superseded by IFRS 8 on
January 1, 2008
Property, Plant, and Equipment
Leases
Revenue
Employee Benefits
Accounting for Government Grants and
Disclosure of Government Assistance

No. Urut

No. IAS

Tentang

22
Universitas Sumatera Utara

1.

IAS 21

2.
3.
4.

IAS 23
IAS 24
IAS 26

5.
6.
7.

IAS 27
IAS 28
IAS 29

8.
9.

IAS 31
IAS 32

10.
11.
12.
13.

IAS 33
IAS 34
IAS 36
IAS 37

14.
15.

IAS 38
IAS 39

16.
17.

IAS 40
IAS 41

The Effects of Changes in Foreign Exchange
Rates
Borrowing Costs
Related Party Disclosures
Accounting and Reporting by Retirement
Benefit Plans
Consolidated Financial Statements
Investments in Associates
Financial Reporting in Hyperinflationary
Economies
Interests in Joint Ventures
Financial
Instruments:
Presentation
(Financial Instruments Disclosures are in
IFRS 7 Financial instruments: disclosures,
and no longer in IAS 32)
Earnings Per Share
Interim Financial Reporting
Impairment of Assets
Provisions, Contingent Liabilities, and
Contingent Assets
Intengible Assets (Summary)
Financial Instruments: Recognition and
Measurement
Investment Property
Agriculture

No. Urut

No. IFRIC

Tentang

1.

IFRIC 1

2.

IFRIC 2

3.

IFRIC 4

4.

IFRIC 5

5.

IFRIC 6

6.

IFRIC 7

7.
8.
9.

IFRIC 10
IFRIC 12
IFRIC 13

Changes in Existing Decommissioning,
Restoration, and Similar Liabilities
Members’ Share in Co-operative Entities and
Similar Instruments
Determining Whether an Arrangement
Containts a Lease
Rights
to
Interests
Arising
from
Decommissioning,
Restoration
and
Environmental Rehabilitation Funds
Liabilities Arising from Participating in a
Specific Market-water
Electrical
and
Electronic Equipment
Applying the Restatement Approach Under
IAS 29
Interim Financial Reporting and Impairment
Service Concession Arrangements
Consumer Loyalty Programmes
23
Universitas Sumatera Utara

10.

IFRIC 19

Extinguishing Financial
Equity Instruments

Liabilities

with

11.

IFRIC 20

No. Urut

No. SIC

Stripping Costs in the Production Phase of a
Surface Mining
Tentang

1.
2.

SIC 12
SIC 13

3.
4.

SIC 15
SIC 21

5.

SIC 27

6.

SIC 32

Consolidation - special Purpose Entities
Jointly Controlled Interest - non Monetary
Contribution by Ventures
Operating-leases Incentives
Income Taxes - recovery of Revalued Non
Depreciable Assets
Evaluating the Substance Transaction in the
Legal form of Lease
Intengible Assets - website Costs

Sumber: Roberts.,et al. (2005); Dwi Martani (2015); www.ifrs.com
2.2.3 Konvergensi IFRS
Salah satu keputusan penting dalam pertemuan pemimpin negara-negara
G-20 yang digelar di Pittsburgh tanggal 24-25 September 2009, di mana
Indonesia adalah salah satu aggota G-20 adalah butir ke 14 (empat belas)
Deklarasi Pittsburgh, yang menyatakan bahwa para pemimpin negara-negara
G-20 sepakat untuk meggandakan upaya agar konvergensi standar akuntansi
global yang berkualitas tinggi secara internasional dapat diselesaikan pada Juni
2011.
2.2.3.1 Harmonisasi dan Konvergensi
Dalam merevisi standar akuntansi agar sesuai dengan standar yang berlaku
secara internasional, penyusun standar tersebut sering menjadikan IFRS dan
IAS sebagai acuan.Dalam kaitannya dengan standar internasional, terdapat
beberapa macam langkah yang dapat digunakan oleh banyak negara

24
Universitas Sumatera Utara

sehubungan dengan standar yang dibuat sebelumnya.Secara garis besar
langkah-langkah yang dapat diambil tersebut dapat dibagi menjadi harmonisasi
dan konvergensi.
Konvergensi dapat diartikan sebagai suatu keadaan menuju satu titik
pertemuan atau memusat (Sukendar, 2009).Konvergensi standar akuntansi
pada dasarnya adalah penyamaan bahasa bisnis.Setiap negara memiliki
lembaga pengatur standar pelaporan keuangan.Indonesia memiliki Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) yang mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) sebagai satu-satunya standar yang diterima sebagai “bahasa
bisnis”

perusahan-perusahaan

di

Indonesia.Amerika

Serikat

memiliki

Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang diterbitkan oleh
Financial

Accounting

Standard

Board

(FASB).Uni

Eropa

memiliki

International Accounting Standard (IAS) yang dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Board (IASB).Setiap negara menggunakan standar
pelaporan yang sangat mungkin divergen antara satu dengan yang lainnya.
Tidak ada jaminan bahwa laporan-laporan keuangan yang disajikan di antara
negara-negara yang berbeda tersebut dapat dibaca dengan bahasa yang sama.
Perbedaan standar ini pada ujungnya juga akan menghambat para pelaku bisnis
internasional dalam mengmbil keputusan bisnisnya.
Sejauh ini yang leading menjadi standar acuan internasional adalah
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh
International Accounting Standard Board (IASB). Saat ini, lebih dari 100
(seratus) negara telah diwajibkan atau membolehkan penerapan IFRS dan

25
Universitas Sumatera Utara

diperkirakan akan semakin banyak negara di seluruh dunia menggunakan
IFRS. Bahkan 10 (sepuluh) negara yang pasar modalnya telah mengglobal
telah melakukan konvergensi ke IFRS, seperti Jepang, Inggris, Perancis,
Kanada, Jerman, Hongkong, Spanyol, Swiss, Australia, dan termasuk Amerika
Serikat sudah menyatakan akan melakukan konvergensi ke IFRS.
Menurut Wijayani (2010) dalam Apriliane (2015), harmonisasi merupakan
proses untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi
dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik tersebut dapat
beragam. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu negara tidak diharuskan
mengikuti sepenuhnya standar yang berlaku secara internasional, namun
menyusun standar akuntansi yang mereka miliki agar tidak bertentangan
dengan standar akuntansi yang berlaku secara internasional.Harmonisasi
akuntansi bertujuan agar standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan
penyusun standar di setiap negara selaras dengan standar akuntansi
internasional.Harmonisasi lebih bersifat fleksibel dan terbuka sehingga
menimbulkan perbedaan antar standar yang dianut oleh suatu negara dengan
standar akuntansi internasional hanya saja yang diupayakan perbedaan dalam
standar tersebut bukanlah perbedaan yang bersifat bertentangan (Wijayanti,
2010 dalam Apriliane, 2015).
2.2.3.2 Proses Konvergensi IFRS di Indonesia
IFRSmerupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima
secara global.Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya
IASC/IAFC, IASB hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini.Jika sebuah
26
Universitas Sumatera Utara

negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem
pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar
dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut
berasal.Dengan mengadopsi penuh IFRS laporan keuangan yang dibuat
berdasarkan

Pernyataan

Standar

Akuntansi

Keuangan

(PSAK)

tidak

memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan
IFRS.Proses konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan melalui 2 (dua) cara,
yaitu secara sekaligus (big bang strategy) dan secara bertahap (gradual
strategy). Adopsi secara gradual lebih banyak digunakan oleh negara
berkembang seperti Indonesia karena adopsi IFRS memerlukan infrastruktur
pendukung seperti kesiapan penyusun laporan keuangan, auditor, pendidik,
profesi pendukung, dan regulator.Karena persiapan yang dibutuhkan cukup
lama, tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama.Big bang strategy
digunakan oleh negara-negara maju. Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang
berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting
Principles (US-GAAP). Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk
Inggris

menggunakan

International

Accounting

Standard

(IAS)

dan

International Accounting Standard Board (IASB).
Seiring diberlakukannya beberapa PSAK yang telah direvisi oleh DSAKIAI, diharapkan para entitas mampu mengikuti perkembangan PSAK berbasis
IFRS. Konvergensi IFRS di Indonesia yang menggunakan caragradual
otomatis lebih lambat daripada cara big bang. Menggunakan caragradual pun
masih ada hambatannya. Salah satu alasan yang menghambat konvergensi

27
Universitas Sumatera Utara

IFRS adalah kurang cepatnya respon regulator perpajakan (Direktorat Jenderal
Pajak) dalam menanggapi masa transisi ini.SAK saat ini sudah mengalami
peningkatan yang sangat pesat, sementara itu peraturan perpajakan sangat
tertinggal jauh dalam hal penggunaan dasar akuntansinya (Saputra &
Hermawan, 2012).
2.3 Audit Report Lag
Audit report lag (ARL) didefinisikan sebagai periode waktu antara tanggal
akhir tahun fiskal perusahaan dengan tanggal yang tertera pada laporan auditor
independen. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan ARL adalah durasi
waktu penyelesaian audit atas laporan keuangan perusahaan. Untuk melihat
ketepatan waktu, biasanya suatu penelitian menggunakan keterlambatan
pelaporan (lag) sebagai indikatornya.
Dyer & McHugh (1975) membagi keterlambatan (lag) menjadi tiga
bagian, yaitu 1) preliminary lag, merupakan interval waktu antara tanggal
berakhirnya tahun buku sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan
keuangan pendahuluan oleh pasar modal; 2) auditors’ signature lag, yaitu
interval waktu antara tanggal waktu berakhirnya tanggal buku sampai dengan
tanggal yang tertera dalam laporan auditor independen; serta 3) total lag, yaitu
interval waktu antara tanggal berakhirnya tahun buku sampai dengan tanggal
diterimanya laporan keuangan publikasi auditan oleh pasar modal.
Lama atau tidaknya penyelesaian laporan audit hingga ditandatanganinya
laporan audit dapat dilihat dari isi laporan keuangan auditee atau klien itu
sendiri

seperti,

apakah

terdapat

penyimpangan,

keterbatasan

dalam

28
Universitas Sumatera Utara

pengumpulan bahan bukti atau kecurangan dalam penyajian laporan keuangan.
Pada umumnya, laporan audit yang telah dipublikasikan, merupakan cerminan
kinerja perusahaan yang telah diaudit, semakin cepat diterbitkan maka semakin
relevan informasi tersebut bagi pemakai laporan keuangan (Habib & Bhuiyan.
2011).
Menurut Cullinan (2003) dalam Wiguna (2012), durasi waktu antara
tanggal akhir tahun fiskal dan tanggal pada laporan hasil audit tersebut dibagi
menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah waktu yang diperlukan oleh klien
untuk menutup buku dan mempersiapkan laporan keuangan yang disebut
dengan client preparation time. Bagian kedua merupakan durasi waktu antara
tanggal selesainya laporan keuangan dengan tanggal dimulainya audit atas
laporan keuangan, yang disebut dengan pause portion of audit delay. Bagian
terakhir dari audit delay menurut Cullinan (2003) dalam Wiguna (2012) adalah
durasi waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk menyelesaikan proses audit
yang disebut dengan audit completion time.
Sementara itu, Ahmad et al. (2005), menyebutkan bahwa ARL dapat
dibagi menjadi dua komponen, yaitu client cycle time (CCT) dan firm cycletime
(FCT). CCT didefinisikan sebagai durasi waktuyang dibutuhkan oleh
perusahaan (client) untuk menyelesaikan atau menutup pembukuan transaksi
perusahaan, sedangkan FCT merupakan durasi waktu yang dibutuhkan auditor
untuk menyelesaikan tanggung jawab audit atas laporan keuangan perusahaan.

29
Universitas Sumatera Utara

2.4Probabilitas Kebangkrutandan Audit Report Lag
Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga
perusahaan tidak dapat lagi menjalankan operasinya dengan baik.Hal ini
berbeda

dengan

financial

distress

yang

merupakan

awal

dari

kebangkrutan.Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan
yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Kebangkrutan juga sering disebut dengan
likuidasi perusahaan atau atau insolvabilitas (Setyahadi., 2012).
Menurut Martin et al. (1995) dalam Setyahadi (2012), kebangkrutan
sebagai kegagalan dibedakan menjadi dua bagian.Bagian pertama adalah
kegagalan ekonomi (economic failure), yaitu perusahaan kehilangan uang atau
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi biayanya sendiri, yang berarti
bahwa tingkat laba lebih kecil daripada biaya modal.Hal ini berarti nilai
sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajibannya.Bagian kedua
adalah kegagalan keuangan (financial failure), yaitu insolvensi yang
membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.
Jatuh bangunnya perusahaan merupakan hal yang biasa.Kondisi yang
membuat para investor dan kreditor merasa khawatir jika perusahaan
mengalami kesulitan keuangan (keadaan menuju kebangkrutan) yang sewaktuwaktu bisa mengarah pada kebangkrutan.
2.5 Corporate Governance dan Audit Report Lag
Teori

keagenan

menjelaskan

hubungan

antara

principal

dan

agent.Hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara principal yang
30
Universitas Sumatera Utara

mempekerjakan agent

untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
(Jensen & Meckling, 1976 dalam Widya, 2013).Teori keagenan dimulai
dengan asumsi bahwa orang bertindak sendiri untuk kepentingan pribadi
mereka, dan berpegang pad kondisi normal mereka, tujuan, kepentingan, dan
risiko dari principal dan agent yang tidak identik. Teori keagenan
menyebutkan bahwa ketika pihak manager tidak memiliki saham secara
sepenuhnya, maka akan menimbulkan konflik antara pihak stockholder dan
manager. Konflik ini akan menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan
dengan keagenan, seperti asimetri informasi, pengeluaran berlebih sebagai
akbibat hak-hak istimewa, keputusan investasi suboptimal, dan pembelian
keuangan (Jensen & Meckling, 1976 dalam Rahadianto, 2012). Praktik Good
Corporate Governance merupakan solusi dalam mengatasi konflik keagenan
antara pihak stockholder dan pihak manager.
Corporate Governance merupakan sebuh konsep yang berazaskan pada
agency theory, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai alat dalam pemberian
keyakinan terhadap para investor bahwa mereka akan memperoleh return atas
dana yang telah mereka tanamkan. Corporate Governance erat kaitannya
dengan bagaimana manager meyakinkan investor bahawa mereka akan
memperoleh keuntungan atas investasi yang dilakukan. Manager bukan hanya
sekadar memberikan keyakinan saja, tetapi juga menjamin dana atau kapital
tersebut tidak disalahgunakan seperti pencurian atau penggelapan, mengalihkan
investasi pada proyek-proyek yang tidak menguntungkan, serta bagaimana

31
Universitas Sumatera Utara

manager melakukan controlling terhadap manager (Shleifer & Vishny, 1997)
dalam Rahadianto, 2012).
Menurut Organization for Economic Corporation and Development
(OECD, 2004), definisi Corporate Governance:
Corporate Governance is the system by which bussiness operations are
directed and controlled. The corporate governance stucture specifies the
distribution of rights and responsibilities among different participants in
the corporation, such as board, managers, shareholders, and other
stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions
on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those
objectives and monitoring performance
Pada penelitian kali ini, komponen Corporate Governance yang
digunakan penulis adalah komisaris independen sebagai variabel bebas dan
komite audit sebagai variabel pemoderasi.Akhir-akhir ini, eksistensi Komisaris
Independen pada perusahaan go public menjadi suatu kebutuhan.Selain itu,
munculnya tuntutan regulator dan investor untuk adanya mekansime check dan
balance antara direksi dan dewan komisaris. Maka muncullah kebutuhan akan
komisaris independen (Daniri & Simatupang, 2010). Komisaris Independen
adalah anggota dewan komisaris dari luar perusahaan, dan tidak terafiliasi
dengan manajemen, dewan direksi lainnya atau pemegang saham yang dapat
mempengaruhi independensinya (Juniarti & Agnes, 2009) dalam (Swami &
Latrini, 2013).
Menurut Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002,
komposisi Komisaris Independen yaitu paling sedikit 20% (dua puluh persen)
dari anggota komisaris/dewan pengawas harus berasal dari kalangan di luar
BUMN yang bersangkutan yang bebas dengan ketentuan sebagai berikut:
32
Universitas Sumatera Utara



Tidak menjabat sebagai direksi di perusahaan terafiliasi



Tidak bekerja pada pemerintahan termasuk, lembaga dan kemiliteran dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir



Tidak bekerja di BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir



Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak
langsung dengan BUMN yang bersangkutan atau perusahaan yang
menyediakan jasa dan produk kepada BUMN yang bersangkutan atau
afiliasinya



Bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat
menghalangi atau mengganggu kemampuan Komisaris/Dewan Pengawas
yang berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan untuk
bertindak atau berpikir secara bebas di lingkungan BUMN
Menurut Forumfor Corporate Governance in Indonesia (FCGI), definisi

komite audit adalah:
Komite audit adalah komite beranggotakan komisaris independen, terlepas
dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab
utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung
jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan
akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan
keuangan
Komite audit bertanggung jawab dalam mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal. Klein
(2002) dalam Rahadianto (2012), memberikan bukti secara empiris bahwa
perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba dengan
kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen.Di Indonesia
melihat betapa pentingnya keberadaan komite audit yang efektif dalam rangka

33
Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, maka serangkaian ketentuan
mengenai komite audit telah diterbitkan, antara lain sebagai berikut :
a. Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang menganjurkan
semua perusahaan di Indonesia memiliki Komite Audit.
b. Surat Edaran BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 yang merekomendasikan
perusahaan-perusahaan publik memiliki komite audit, sebagaimana
diperbaharui dengan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-41/PM/2004
tanggal 24 September 2004 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 :
Pembentukkan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Kep.
339/BEJ/07-2001, yang mengharuskan semua perusahaan yang listed di
Bursa Efek Jakarta memiliki komite audit.
c. Keputusan Menteri BUMN No. KEP-103/MBU/2002 yang mengharuskan
semua BUMN mempunyai komite audit.
d.

Keputusan

Menteri

BUMN

No.

KEP-117/M-MBU/2002

yang

mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit.
Di

Indonesia,

dalam

struktur

kepengurusan

perusahaan

selalu

ada

posisiDireksi dan Komisaris. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
PerseroanTerbatas pasal 92 ayat (1) menyebutkan bahwa Direksi menjalankan
pengurusanperseroan untuk kepentingan perseroan serta sesuai dengan
maksud dan tujuanperseroan. Sedangkan pasal 108 ayat (1) mengatakan
bahwa Dewan Komisarismelakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usah
usaha perseroan, dan memberinasihat kepada direksi.
34
Universitas Sumatera Utara

Dalam pedoman umum GCG yang diterbitka Dalam pedoman umum GCG
yang diterbitkan oleh Komite NasionalKebijakan Governance (KNKG)
disebutkan bahwa Dewan Komisaris dapat terdiridari Komisaris yang tidak
berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagaiKomisaris Independen dan
Komisaris yang Terafiliasi. Yang dimaksud dengan"terafiliasi" adalah pihak
yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaandengan pemegang saham
pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri. Disebutkan juga bahwa jumlah KomisarisIndependen
harus dapat menjamin bahwa mekanisme pengawasan berjalan efektifdan
sesuai

dengan

peraturan

perundang-undangan.Salah

satu

dari

KomisarisIndependen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau
keuangan.
Dalam

Peraturan

Bapepam-LK

No.

IX.I.5

disebutkan

bahwa

KomisarisIndependen adalah anggota Komisaris yang:
1. Berasal dari luar emiten atau perusahaan publik
2. Bukan merupakan orang yang bekerja pada emiten dan perusahaan
publikdan

mempunyai

wewenang

dan

tanggung

jawab

untuk

merencanakan,memimpin, atau mengendalikan serta mengawasi kegiatan
emiten atauperusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir
3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung
padaemiten atau perusahaan publik
4. Tidak

mempunyai

hubungan

afiliasi

dengan

emiten

atau

perusahaanpublik, Komisaris, Direksi, atau pemegang saham utama
emiten atau perusahaan publik

35
Universitas Sumatera Utara

5. Tidak

memiliki

hubungan

usaha

baik

langsung

maupun

tidak

langsungyang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan
publik, dan
6. Tidak

mempunyai

hubungan

mempengaruhikemampuannya
keberadaan

Komisaris

lain

untuk

Independen

bertindak
ini,

karena

yang

dapat

independen.Adanya
tidak

terafiliasi

denganpendiri atau pemegang saham mayoritas, diharapkan bisa mewakili
kepentingan pemegang saham publik. Dengan begitu, kepentingan investor
saham sebagaipemegang saham publik lebih terjamin.
2.6 Auditor Switchingdan Audit Report Lag
Auditor switching merupakan pergantian auditor (KAP), yang dilakukan
oleh perusahaan klien. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
merger antara dua perusahaan yang Kantor Akuntan Publik (KAP) nya
berbeda, ketidakpuasan klien terhadap pemberian jasa oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) terdahulu, dan merger yang dilakukan antar Kantor Akuntan
Publik (KAP) (Halim, 1997 dalam Farid, 2014). Pemerintah telah mengatur
kewajiban rotasi auditor melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan ini mengatur tentang
pemberian jasa audit umum enam bulan berturut-turut oleh kantor akuntan dan
tiga tahun berturut-turut oleh seorang akuntan publik oleh satu klien yang
sama. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan
setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang sama.
Perusahaan diharapkan bisa memilih auditor pengganti yang berkompeten di
bidangnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan masing-masing sehingga
proses penyelesaian audit atas laporan keuangan bisa dilaksanakan tepat waktu
(Giri, 2010 dalam Rustiarini & Sugiarti, 2013).
36
Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi besar lebih memilih
untuk mengganti auditornya dengan auditor yang lebih mempunyai nama.
Rasionalisasi dari tindakan mengganti KAP yang lebih mempunyai nama
disebabkan karena perusahaan yang bertumbuh semakin besar akan
mendapatkan keuntungan dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi
yang lebih baik dan hal itu umumnya dimiliki oleh KAP yang tergolong besar
(Joher et al, 2000 dalam Bangun et al, 2012). Auditor switching menunjuk
pada putusnya hubungan antara auditor dan klien.Dalam hubungan perikatan
yang masih baru, perlu bagi auditor menghabiskan lebih banyak waktu untuk
memperoleh pemahaman atas bisnis klien agar dapat menaksir risiko bawaan
perusahaan klien (Ahmed & Hossain, 2010).
2.7Tenure Audit dan Audit Report Lag
Penelitian mengenai tenure audit serta pengaruhnya terhadap berbagai
aspek telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Geiger & Raghunandan (2002)
melakukan penelitian mengenai hubungan antara tenure audit dengan
kegagalan audit dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di
Amerika Serikat yang mengalami kebangkrutan pada rentang waktu 1996
hingga 1998. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kegagalan audit lebih tinggi
dan lebih rentan terjadi pada masa-masa awal perikatan audit. Geiger &
Raghunandan (2002), memperoleh hasil yang serupa dengan penelitian
Carcello & Nagy (2004), yang menemukan penyimpangan pelaporan keuangan
lebih besar terjadi pada tenure KAP yang relatif pendek, yaitu kurang dari 3
tahun. Sementara Johnson et al. (2002) dalam Lee & Jahng (2008),

37
Universitas Sumatera Utara

menemukan bukti bahwa tenure audit dalam jangka pendek antara dua sampai
tiga tahun, berasosiasi dengan audit berkualitas rendah bila dibandingkan
dengan tenure audit dalam jangka waktu sedang antara empat sampai lima
tahun.
Ashton et al., (1987) dalam Lee & Jahng (2008), menyatakan bahwa
auditor membutuhkan rentang waktu khusus untuk membangun pemahaman
atas karakteristik bisnis dan operasional perusahaan pada masa-masa awal
perikatan audit. Rentang waktu khusus dibutuhkan agar auditor lebih familiar
dengan pencatatan klien, operasional, kontrol internal, dan kertas kerja
(working paper) periode sebelumnya. Auditor yang tergolong baru akan
membutuhkan waktu lebih banyak lagi untuk mempelajari operasional klien,
risiko, dan sistem akuntansi klien pada tahun-tahun awal perikatan audit (Lee
& Jahng, 2008). General Accounting Office – GAO (2003) berkedudukan di
Amerika Serikat, menyatakan pemahaman tersebut dapat diperoleh dalam
rentang waktu dua hingga tiga tahun sejak awal masa perikatan audit.
2.8

Kerangka Pemikiran
Audit report lag merupakan periode waktu antara tanggal akhir tahun

fiskal perusahaan dengan tanggal yang tertera pada laporan auditor independen.
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan ARL adalah durasi waktu
penyelesaian audit atas laporan keuangan perusahaan. Selain itu, ARL juga
mengindikasikan ketepatwaktuan (timeliness) perusahaan dalam menghasilkan
laporan keuangan.

38
Universitas Sumatera Utara

Keterlambatan dalam penyampaian laporan keuangan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Dalam penelitian kali ini, peneliti akan menguji enam variabel
sebagai variabel independen utama yaitu konvergensi IFRS, probabilitas
kebangkrutan, komisaris independen, Auditor switching, tenure audit.
Sedangkan variabel pemoderasi hubungan antara variabel independen dengan
ARL dalam penelitian ini adalah komite audit .
Konvergensi IFRS merupakan suatu keadaan menuju satu titik pertemuan
atau memusat antara standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia
terhadap standar pelaporan keuangan internasional. Adanya Konvergensi IFRS
diduga kuat mempengaruhi persiapan auditor dalam melakukan audit pada
perusahaan yang menerapkan IFRS karena auditor harus melakukan
penyesuaian terhadap standar akuntansi yang telah berubah. Apabila
dibandingkan dengan perusahaan yang belum menerapkan IFRS.Dengan
demikian konvergensi IFRS diduga memiliki pengaruh terhadap ARL.
Probabilitas kebangkrutan pada suatu perusahaan akan menyebabkan
auditor memerlukan waktu yang lebih banyak lagi dalam menyelidiki dan
auditor membutuhkan data lebih banyak untuk menghasilkan opini sesuai
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Dengan demikian, probabilitas
kebangkrutan kemungkinan memberi pengaruh terhadap ARL.
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris dari luar
perusahaan dan tidak terafiliasi dengan manajemen, dewan direksi lainnya,
atau pemegang saham yang dapat mempengaruhi independensinya.Dewan
komisaris independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik

39
Universitas Sumatera Utara

terhadap manajemen.Pengawasan yang dilakukan komisaris independen berupa
deteksi dini terhadap tindakan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan
yang dilakukan pihak manajemen.Dengan demikian, komisaris independen
memiliki kemungkinan untuk memberi pengaruh terhadap ARL.
Auditor switchingyang dilakukan oleh perusahaan akan mengalami ARL,
dimana ketika perusahaan tidak melakukan auditor switching, maka auditor
sebelumnya hanya akan melanjutkan penugasan karena sudah memahami
industri, bisnis klien, dan pengendalian internalnya sehingga proses audit yang
dilaksanakan akan semakin lebih cepat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan
ARLlebih panjang.Auditor yang melakukan masa perikatan audit dengan klien
yang baru, pada masa-masa awal perikatan tersebut memiliki pengetahuan dan
dan pemahaman yang sangat minim dan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk melakukan adaptasi dengan dengan perusahaan klien yang akan
diauditnya. Hal ini menyebabkan risiko dan kesulitan yang dihadapi auditor
semakin besar, sehingga jangka waktu penyelesaian audit akan semakin
panjang.Hal ini memberikan kemungkinan adanya pengaruh terhadap ARL.
Berdasarkan pemaparan argumen tersebut diatas, dapat dibentuk kerangka
pemikiran sebagai berikut.

40
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Variabel Pemoderasi
Komite Audit

Konvergensi IFRS

H2
Probabilitas
Kebangkrutan

Variabel Dependen

Komisaris Independen

Audit Report Lag

ARL

H1
Auditor Switching

Tenure Audit

Sumber: Peneliti (2016)

2.9 Penelitian Terdahulu
Berikut merupakan ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian ini:

No.
1.

Peneliti
Amirul dan

Tabel 2.7
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Convergence
1. Audit report lag
Independen:

41
Universitas Sumatera Utara

Salleh

to IFRS and Konvergensi IFRS

pada perusahaan di

(2014)

Audit

Malaysia mengalami

Report Dependen:

Lag

in Audit Report Lag

Malaysia

Kontrol:
1.Financial

peningkatan.

Pada

tahun 2009, audit
Year-

end

lag sebesar 96 hari.
Pada

2.Financial

setelah

Position
3.Size

tahun

2011
adanya

konvergensi
of

Companies
4.Audit Opinion
5.Length of audit
client-relationship

IFRS

meningkat menjadi
99 hari.
2.

Terdapat

hubungan

positif

antara Konvergensi
IFRS

dan

Audit

Report Lag. Adanya
konvergensi

IFRS

meningkatkan Audit
Report Lag.
2.

Dao dan

Audit Tenure, Independen:

1.VariabelAudit

Pham

Auditor

Tenure berpengaruh

(2014)

Specialization

Audit Tenure

negatif
terhadap
Dependen:
Audit Report Lag
and
audit
Audit Report Lag.
Pemoderasi:
Auditor Spesialisasi 2. Variabel Auditor
report lag
Industri

spesialisasi industri

Kontrol:

memperlemah

1. ROA

hubungan

2. Leverage

auditdanaudit report

3. Segments of a

lag.

tenure

Client
4. Loss
5. Going Concern
42
Universitas Sumatera Utara

Opinion
6. Fiscal Year End
7. Big 4
8. Size
9.Material
Weakness

in

Internal Control
10. Client Restated
11. AuditFees
12. NAS Ratio
13. Auditor Change

3.

Bangun et

Faktor-Faktor

Independen:

1. Rata-rata audit

al. (2012)

Yang

1.Ukuran

lag perusahaan di

Mempengaruhi Perusahaan

Indonesia

Audit Report

2.Jenis Industri

75.33 hari dengan

Lag Pada

3.Ukuran

Perusahaan

Akuntan Publik

20.50 hari.

Yang Listed

4.Pergantian

2.Variabel

Di Bursa Efek

Auditor

perusahaan

dan

Indonesia

Dependen:

pergantian

auditor

Auditor Report Lag

tidak mempengaruhi

Kantor standar

audit

adalah

deviasi

Ukuran

report

lag

secara signifikan.
2. Jenis industri dan
pergantian

auditor

mempengaruhi audit
report

lag

secara

signifikan.
4.

Walker dan

An Empirical Independen:
Investigation of
The
Audit

1.

Adanya

43
Universitas Sumatera Utara

Hay (2008)

Report
Lag: Non-Audit Service
The Effect of
Fees (NAS)
Non-Audit
Services
Dependen:

penurunan

audit

report

Pada

lag.

tahun 2004, rata-rata

Audit Report Lag

audit lag 64 hari,

Kontrol:

dengan

standar

1. Audit Fee

deviasi

sebesar

2.Company Size

25.65

3.Overseas

tahun 2005, rata-rata

Ownership

audit lag 60 hari,

4.Financial

dengan

standar

Condition

deviasi

sebesar

5.Industry

21.45 hari.

6.Liquidity

2.Non-Audit Service

7. Loss

Fees(NAS)

8.FinancialYear-

berpengaruh positif

End

terhadap

9. Auditor Size

report lag.

10.Audit

hari.

Pada

audit

Opinion

Type
11.IFRS

Early

Adopter
5.

Mohamad-

Corporate

Independen:

Nor et al.

Governance

1.Audit Committee report lag adalah 19

(2010)

And Audit

Size

Report Lag In

2.Audit Committee adalah

Malaysia

Independence

1.Minimumaudit

hari dan maksimum
332

dengan

hari
standar

3.Audit Committee deviasi 27.37 hari.
Meeting

2. Audit Committee

4.Audit Committee Size,Audit
Financial Expertise

Committee

5. Board Size

Independence,Audit
44

Universitas Sumatera Utara

6.Board

Committee Meeting,

Independence

Audit

7.CEO Duality

Financial Expertise,

Dependen:

dan

Audit Report Lag

independence

Kontrol:

berpengaruh negatif

1.Big Four

terhadap

2.Fiscal Year-Ends

Report Lag.

board

Audit

Of 3.Board

3.Number
Subsidiaries
4.Going

Committee

Size

CEO

dan

Duality

Concern berpengaruh positif

UncertaintyOpinion terhadap
5.Company Size

audit

report lag.
4.

Perusahaan

dengan lebih banyak
anggota
komite

dalam
audit

dan

frekuensi pertemuan
komite audit yang
lebih

intens

akan

menghasilkan
laporan audit yang
yang

lebih

tepat

waktu.

2.10 Pengembangan Hipotesis
2.10.1 Pengaruh Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan,
Komisaris Independen, Auditor Switching, TenureAudit Terhadap ARL
Konvergensi IFRS diduga mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian
laporan keuangan.Penelitian terdahulu mengenai konvergensi IFRS terhadap
45
Universitas Sumatera Utara

ARL telah dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011) dalam Amirul & Salleh
(2014) di New Zealand.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
konvergensi IFRS justru meningkatkan ARL.Hal serupa didukung oleh Yaacob
&Che-Ahmad

(2012),

yang

menyatakan

bahwa

konvergensi

IFRS

memperpanjang ARL.Semakin meningkatnya ARL disebabkan karena adanya
implementasi standar akuntansi yang baru, yang menjadi alasan mungkin
memperpanjang audit timeliness.Ini dikarenakan tambahan beban kerja wajib
sebagai auditor yang terlindung untuk laporan keuangan yang lebih rumit
(Bernhurt, 2008) dalam Amirul & Salleh, 2014).Kurangnya persiapan auditor
dalam melakukan audit pada perusahaan yang menerapkan IFRS serta laporan
keuangan yang semakin kompleks setelah adanya konvergensi IFRS, membuat
auditor harus melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap berbagai standar
yang telah berubah sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
melakukan proses audit terhadap laporan keuangan.
Altman (1968) dalam Setyahdi (2012) menyatakan bahwa perusahaan
yang memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Hal ini
dikarenakan kebangkrutan merupakan salah satu alasan bagi auditor untuk
memberikan opini audit going concern. Probabilitas kebangkutan adalah
kemungkinan yang terjadi pada perusahaan dengan melakukan analisa terhadap
kondisi perusahaan, kondisi ini diawali dengan adanya kesulitan keuangan
yang jika tidak diatasi akan semakin memperburuk kondisi perusahaan tersebut
bahkan cenderung mengarah pada kebangkrutan. Perusahaan yang diduga
memiliki probabilitas kebangkrutan yang lebih besar, cenderung akan

46
Universitas Sumatera Utara

mengalami ARL yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan
mengalami kesulitan keuangan, cenderung akan menunda pelaporan laporan
keuangan. Sehingga auditor memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses
mengaudit dan juga auditor memerlukan data tambahan yang diperlukan untuk
dapat menghasilkan opini yang sesuai dengan kondisi perusahaan tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Walker & Hay (2008), yang meneliti
dampak jasa non-audit pada ARL pada perusahaan di New Zealand dengan
menggunakan variabel probabilitas kebangkutan, diketahui bahwa probabilitas
kebangkrutan berpangaruh terhadap ARL.
Direktur non-eksekutif yang independen dengan keterampilan yang baik,
tidak memiliki hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mengganggu
pelaksanan

penilaian

independen

atau

kemampuan

bertindak

dalam

kepentingan terbaik kepentingan pemegang saham dipandang lebih baik dalam
memonitor manajemen dibandingkan direktur tersebut dari pihak direksi
(Mohamad-Nor

&Hussin,

2010).Kehadiran

komisaris

independen

membutuhkan kualitas yang lebih tinggi atas laporan keuangan dan audit
berkualitas baik (Apadore & Noor, 2013).Fama & Jensen (1983) dalam
Shukeri & Islam (2012), menyebutkan bahwa anggota dewan yang berasal dari
luar memiliki insentif untuk melaksanakan tugas-tugas mereka serta tidak
melakukan tindakan kolusi dengan para manajer untuk menipu pemegang
saham. Karena memiliki sifat tidak memihak (impartiality) yang sangat tinggi,
para komisaris independen dipercaya menjadi CEO demi melindungi
kepentingan pemegang saham (Duchin et al., 2010 dalam Mohamad Nor&

47
Universitas Sumatera Utara

Husin, 2010). Studi menunjukkan bahwa masuknya direktur independen atau
di luar dewan direksi akan meningkatkan pengungkapan kualitas (Forker,
1992; Chen & Jaggi, 2000; Sengupta, 2004; Ajinkya et al., 2005; Cheng &
Courtenay, 2006; Cerbioni & Parbonetti, 2007; Huafang & Jianguo, 2007;
Patelli & Prencipe, 2007; Petra, 2007 dalam Mohamad-Nor et al.,
2010).Komisaris independen yang memiliki keahlian pada bidang keuangan
lebih transparan dalam pengungkapan kinerja perusahaan. Keberadaan dewan
komisaris independen akan membuat auditor untuk melaporkan laporan
keuangan lebih tepat waktu, sehingga informasi dalam laporan keuangan lebih
berkualitas, juga dapat terhindar dari ARL yang lama. Oleh karena itu,
hipotesis yang diajukan penelitian ini mengenai pengaruh komisaris
independen terhadap ARL adalah sebagai berikut.
Perusahaan tentunya menginginkan auditor memberikan opini wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan.Selain daripada opini tersebut, biasanya
kurang diinginkan manajemen klien dan tidak begitu bermanfaat bagi
pengguna laporan keuangan (Willingham & Charmichael, 1997 dalam Bangun
et al., 2012).Manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan
pengecualian karena bisa mempengaruhi harga pasar saham perusahaan dan
kompensasi yang diperoleh manajer (Chow & Rice, 1982) dalam (Bangun et
al. 2012).Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi perusahaan
besar memilih untuk mengganti auditornya dengan auditor yang punya nama.
Rasionalisasi dari tindakan mengganti KAP dengan memilih KAP yang lebih
punya nama disebabkan karena perusahaan yang berkembang menjadi

48
Universitas Sumatera Utara

perusahaan besar akan mendapat keuntungan dengan menggunakan auditor
yang memiliki reputasi yang baik dan hal itu umumnya hanya dimiliki oleh
KAP yang yang tergolong besar (Bangun et al., 2012). Perusahaan yang
melakukan auditor switching akan mengalami ARL, dimana ketika perusahaan
tidak melakukan pergantian auditor maka auditor sebelumnya hanya akan
melanjutkan penugasan karena sudah memahami industri dan bisnis klien, serta
pengendalian internal sehingga proses audit yang dilaksanakan akan semakin
cepat dan sebaliknya (Lee & Jahng, 2008).
Penelitian pengaruh tenure audit terhadap ARL telah banyak dilakukan.
Salah satunya adalah yang diteliti dan dibuktikan oleh Lee et al. (2009).
Penelitian ini membagi tenure audit ke dalam dua kategori, yaitu tenure
pendek, apabila tenure auditor kurang dari atau sama dengan 3 tahun, dan
tenure panjang, apabila tenure auditor selama lebih dari atau sama dengan 9
tahun. Statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata ARL adalah sebesar
59.36 hari, sedangkan rata-rata tenure auditor perusahaan adalah selama 10
tahun. Hasil uji hipotesis menunjukkan tenure audit dan pelayanan non-audit
memiliki asosiasi negatif terhadap ARL. Berdasarkan bukti empiris atas
penelitian ini, menunjukkan bahwa koefisien tenure pendek bersifat signifikan
dan positif secara statistik selama 4 tahun dalam 6 tahun penelitian.Sedangkan
koefisien pada tenure panjang bernilai negatif secara statistik selama 5 tahun
dalam 6 tahun penelitian. Penelitian lain yang dilakukan Dao & Pham (2014)
menunjukkan rata-rata ARL adalah 62 haridengan standar deviasi 13.93 hari.
Penelitian ini menggunakan sampel 7,291 perusahaan dari tahun 2008-2010.

49
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menemukan bukti masa perikatan audit perusahaan yang
pendek, berhubungan erat dengan ARL yang panjang. Semakin panjang tenure
audit mengakibatkan auditor akan semakin banyak memiliki pengalaman dan
pengetahuan mengenai karakteristik klien serta operasional bisnis kliennya.
Namun di sisi lain, masa perikatan audit perusahaan yang cukup lama akan
membuat auditor kekurangan sifat objektifitas dan keahlian skeptisme, yang
akan

membuat

menurunnya

kualitas

audit

(Carcello

&

Naggy,

2004).Berdasarkan argumen tersebut, maka dapat dihipotesiskan sebagai
berikut.
Hipotesis 1 : Konvergensi IFRS, Probabilitas Kebangkrutan, Komisaris
Independen, Auditor Switching, Tenure Audit berpengaruh
baik secara parsial dan simultan terhadap ARL
2.10.2 Pengaruh Moderasi Komite Audit terhadap Hubungan
Konvergensi
IFRS,
Probabilitas
Kebangkrutan,
Komisaris
Independen, Auditor Switching dan Tenure Audit Terhadap ARL
Penelitian-penelitian terdahulu (Puasa et al.,2014; Mohamad-Noret al.,
2010; Apadore & Noor, 2013; dan Shukeri & Islam, 2012) menyatakan potensi
masalah dalam proses pelaporan keuangan adalah mungkin menjadi tidak tertutupi
dan terpecahkan dengan komite audit yang besar. Hal ini timbul jika ukuran
komite yang besar meningkatkan sumber-sumber tersedia kepada komite audit
dan memperbaiki kualitas kekeliruan. Ukuran komite audit harus cukup optimal
untuk bekerja secara efisien supaya hasil akhirnya menjadi laporan asli yang
penting dan menghasilkan laporan tepat waktu (Mohamad-Nor et al., 2009).
Fungsi pokok dari komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap kinerja perusahaan (Marihot & Doddy, 2007)

50
Universitas Sumatera Utara

dalam (Rahadianto, 2012). Dengan adanya komite audit dapat mengurangi sifat
opportunistic

manajemen

yang

melakukan

manajemen

laba

(earnings

management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan
pengawasan pada audit internal (Nuratama, 2011). Menurut Kent & Stewart
(2008) dalam Prawinandi(2013) yang melakukan penelitian di

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Audit Report Lag Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2010-2012)

4 90 102

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Audit Report Lag Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

2 82 104

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

0 10 144

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT REPORT LAG PADA PERUSAHAAN YANG TERGABUNG Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Report Lag Pada Perusahaan Yang Tergabung Di Jakarta I

0 3 15

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag pada Perusahaan Property & Real State dan Financial yang Terdaftar di BEI (Periode 2011-2012).

1 5 23

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

0 0 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

0 0 16

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

1 1 7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Report Lag dengan Komite Audit Sebagai Variabel Pemoderasi: Studi Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2011

0 0 14