8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pariwisata

  Pengertian-pengertian mengenai pariwisata yang menitikberatkan pada kegiatan berwisata yang bertujuan untuk bersenang-senang dan mendapatkan service selama dalam perjalanan. Tetapi, konsep dalam ilmu pariwisata yang seharusnya didasari atas moral sehingga tercipta suatu tata krama yang baik selama melakukan perjalanan ke suatu negara atau wilayah. Pernyataan ini didukung oleh pengertian pariwisata sebagai berikut, (Kencana, 2009:15) menyatakan : “Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu kata “pari” yang berarti halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi dan “wisata” yang berarti kunjungan atau perjalanan untuk melihat, mendengar, menikmati dan mempelajari sesuatu. Jadi, pariwisata itu berarti menyuguhkan suatu kunjungan secara bertata krama dan berbudi”

  Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa pariwisata adalah : “berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah”.

  Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas terdapat beberapa hal yang merupakan ciri dari pariwisata (Nyoman, 1994:18), yaitu :

1. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain.

  8

  2. Perjalanan tersebut dilakukan untuk sementara.

  3. Perjalanan tersebut berkaitan dengan rekreasi.

  4. Orang-orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi hanya sebagai konsumen.

  Dan dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang dari suatu tempat ke tempat lain, untuk sementara waktu dengan maksud atau tujuan tidak untuk berusaha atau mencari pekerjaan di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan bertamasya, untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

2.2 Pengertian Wisatawan

  Berbicara mengenai pariwisata tentu tidak terlepas dari pembicaraan masalah wisatawan. Dan salah satu yang harus kita ketahui adalah siapa yang disebut dengan wisatawan. Banyak orang yang mendefenisikan wisatawan itu secara sederhana yaitu wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata. Tetapi pemahaman tersebut tergolong sempit atau biasa.

  Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa, wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

  Berdasarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1969 menyebutkan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya itu.

  The Committee of Statistical Experts of the League of Nation

  pada tahun 1937 menyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara selain negara dimana dia bisa tinggal, dan dengan periode setidaknya 24 jam. Kemudian menyebutkan yang dapat dianggap sebagai wisatawan adalah : 1.

  Orang-orang yang berpergian untuk tujuan bersenang-senang, alasan keluarga, untuk tujuan kesehatan dan lain sebagainya.

2. Orang-orang yang berpergian untuk mengadakan pertemuan atau mewakili kedudukan sebagai diplomat.

  3. Orang-orang yang singgah dalam pelayaran lautnya, sekalipun bila mereka tinggal kurang dari 24 jam. (Nyoman, 1994:25) Berdasarkan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai perjalanan internasional dan pariwisata di Roma tahun 1963 menyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara selain negara tempat tinggalnya yang biasa, untuk berbagai tujuan selain mencari dan melakukan suatu pekerjaan yang menguntungkan di negara yang dikunjugi. Dari defenisi tersebut telah mencakup wisatawan (tourist) yaitu pengunjung yang datang paling sedikit 24 jam di negara yang dikunjungi. Dan pelancong (excursionist) yaitu seorang pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjungi. Dari defenisi-defenisi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan batasan yang disebut wisatawan adalah :

  1. Perjalanan yang dilakukan lebih kurang 24 jam.

  2. Perjalanan yang dilakukan hanya untuk sementara.

  3. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat tujuannya. (Nyoman, 1994:27)

  2.3 Motivasi Perjalanan Wisata

  Dari defenisi wisatawan yang diuraikan diatas, kita dapat menelusuri apa yang menjadi maksud seseorang melakukan perjalanan wisata. Pada hakikatnya mobilitas manusia merupakan salah satu kehidupan manusia yang tidak bisa puas atau terpaku pada suatu tempat dalam memenuhi kebutuhan atau tuntunan kelangsungan hidupnya.

  Mobilitas manusia timbul dari berbagai dorongan kebutuhan atau kepentingan.

  Motivasi atau tujuan perjalanan dari para wisatawan pada dasarnya dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu : pesiar (leiser), untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, keagamaan, olahraga dan lain sebagainya. Kemudian business untuk keperluan konferensi, lokakarya, simposium dan misi tertentu. (Nyoman, 1994:28)

  2.4 Pengertian Industri Pariwisata

  Ketika kita mendengar kata industri, maka timbul gambaran dibenak kita adalah suatu bangunan pabrik dengan segala perlengkapannya dan menghasilkan produk dalam bentuk barang. Namun industri pariwisata jauh berbeda dengan yang kita lihat biasanya.

  Para ahli umumnya memberi batasan pengertian kata “industri” sebagai berikut :

  1. Industri adalah segala usaha yang bertujuan untuk menghasilkan barang- barang atau jasa.

  2. Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang sejenis atau serupa.

  3. Industri adalah kumpulan dari bermacam-macam perusahaan (firms) yang menggunakan bahan mentah yang sama. (Yoeti, 1983:138) Dari pengertian-pengertian kata “industri” yang telah diuraikan diatas, maka kita cenderung untuk memberikan batasan tentang industri pariwisata yaitu : “industri pariwisata adalah kumpulan bermacam-macam perusahaan yang secara bersama- sama menghasilkan barang dan jasa (good and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya” (Yoeti, 1983:140).

  Menurut Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa : “industri pariwisata adalah kumpulan usaha yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata”.

  Industri pariwisata mulai dikenal di Indonesia setelah dikeluarkan instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1969 pada tanggal 6 Agustus, dimana dalam Bab II pasal 3 (Yoeti, 1983:138) disebutkan :

  “Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat dan negara”.

  Sesuai dengan instruksi Presiden tersebut (Yoeti, 1983:138) dikatakan bahwa tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia adalah : a.

  Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri sampingan lainnya.

  b.

  Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia.

  c.

  Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional. Dengan pernyataan tersebut, jelaslah bahwa usaha-usaha yang berhubungan dengan kepariwisataan merupakan usaha yang berifat “commercial”. Hal tersebut dapat dilihat dari betapa banyaknya jasa yang diperlukan oleh wisatawan jika melakukan perjalanan wisata semenjak ia berangkat dari rumahnya hingga kembali ke rumahnya tersebut. Jasa yang diperoleh tidak hanya oleh satu perusahaan yang berbeda fungsi dalam proses pemberian pelayanannya.

  Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata yaitu :

1. Biro Perjalanan (Travel Agent) 2.

  Perusahaan Angkutan (Transportasi) 3. Akomodasi perhotelan 4. Bar dan Restoran 5. Souvenir dan Handicraft 6. Perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan aktifitas wisatawan, seperti

  : money changer, bank, tempat menjual dan mencetak film, camera, kantor pos dan lain-lain (Yoeti, 1983:147)

2.5 Produk Wisata

  Berbicara mengenai produk, kita cenderung memikirkan kalau produk itu berwujud barang, tetapi produk tersebut ada dua yaitu barang dan jasa. Dalam hal pariwisata, produk yang dipasarkan itu adalah dalam arti jasa atau pelayanan (service).

  Produk pariwisata adalah sejumlah fasilitas dan pelayanan yang disediakan dan diperuntukkan bagi wisatawan yang terdiri dari tiga komponen, yaitu sumber daya yang terdapat pada suatu Daerah Tujuan Wisata, fasilitas, dan transportasi (Yoeti, 2002:128)

  Ciri-ciri produk pariwisata tersebut adalah : 1.

  Hasil atau produk pariwisata itu tidak dapat dipindahkan.

2. Hasil atau produk pariwisata tersebut tidak dapat ditimbun.

  3. Proses produksi terjadi bersamaan dengan konsumsi.

  4. Hasil atau produk pariwisata tidak memiliki standart atau ukuran yang objektif.

  5. Hasil atau produk pariwisata tidak tetap dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-ekonomis terhadap permintaan (demand).

  6. Calon konsumen tidak dapat mencoba atau mencicipi produk yang akan dibelinya.

  7. Hasil atau produk pariwisata itu banyak tergantung pada tenaga manusia dan sedikit sekali yang dapat diganti dengan mesin.

  8. Dari segi pemilihan usaha, penyediaan produk industri pariwisata dengan membangun sarana kepariwisataan yang memakan biaya besar (Yoeti, 1983:156)

2.6 Daya Tarik Wisata

  Tanpa adanya daya tarik disebuah objek wisata, maka objek wisata tersebut pasti tidak akan berkembang. Karena dengan adanya daya tarik yang melekat pada suatu objek wisata itulah yang menumbuhkan motivasi wisatawan untuk datang dan berkunjung ke suatu objek wisata. Daya tarik wisata yang belum dikembangkan semata-mata merupakan sebuah sumber daya potensial yang belum dapat disebut daya tarik wisata.

2.6.1 Daya Tarik Pariwisata Dari Segi Budaya

  Pariwisata erat kaitannya dengan budaya. Tanpa adanya budaya, maka pariwisata tidak akan tercipta. Secara etimologi, budaya berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi-daya yaitu kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia. (Kencana, 2009:34)

  Banyak wisatawan yang datang ke suatu daerah atau negeri, karena daya tarik budayanya, apalagi kalau budaya tersebut jauh bebeda dari budaya mereka. Misalnya orang Amerika yang biasa berdansa berpelukan ingin melihat tari Bali yang lemah gemulai menggerakan tangan, jari, kaki, pinggang bahkan mata. Orang Eropa yang mengetahui cerita percintaan karya Willliam Shakespeare yang berjudul Romeo and

  Juliet,

  juga ingin melihat cerita percintaan rakyat Bali yang berjudul Jayaprana dan Layonsari. Orang Mexico yang memiliki kepahlawanan Cow Boy juga ingin melihat kepahlawanan Cindur Mato di Minangkabau. Orang Jepang yang memiliki samurai di negerinya juga ingin melihat kepiawaian keris di Jawa, rencong di Aceh dan Mandau di Kalimantan. (Kencana, 2009:43)

2.6.2 Daya Tarik Pariwisata dari Segi Sejarah

  Berbicara mengenai sejarah, erat hubungannya dengan pariwisata. Setiap objek wisata memiliki nilai sejarah tersendiri, dan nilai sejarah tersebut menjadi acuan untuk objek wisata tersebut yang akan diceritakan kepada wisatawan.

  Dalam Bahasa Inggris sejarah disebut “History” yang artinya masa yang telah lampau, dalam hal ini masa lampau umat manusia, oleh karena itu tentu saja sejarah membahas kegiatan umat manusia di masa lampau. Dalam Bahasa Arab, sejarah adalah “Sajaratun” yang berarti pohon, jadi kalau kita melihat gambar silsilah raja- raja, secara sepintas akan tampak bagaikan pohon. (Kencana, 2009:51)

  Contoh daya tarik pariwisata dari segi sejarah misalnya : Orang Amerika Serikat yang ingin kembali mengunjungi Bukit Ifar di Sentani Jayapura karena di tempat itu Jendral Douglas Mac Arthur pernah singgah ketika kembali dari Australia untuk menyerbu Jepang, dalam Perang Dunia kedua.

  Umat Budha yang ingin melihat kembali peninggalan karya umat Budha yaitu Candi Borobudur yang dibuat ratusan lalu. Umat Islam yang ingin melihat tempat Nabi Muhammad SAW pertama kali memperoleh wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Umat Hindu yang ingin melihat Bukit Kurusetra tempat Harjuna menerima wejangan dari Awatra Sri Kresna yang menjadi tulisan Bhatara Wisnu menjelang perang besar Bhatara Yudha. Umat Kristen Katholik yang ingin berkunjung ke Gereja Vatikan di Roma, sebuah negara kecil tetapi memimpin umat Katholik seluruh dunia (kecuali Anglikan) mereka mendengar pidato paus setiap tahun, kendatipun sang paus berganti sesuai tata cara umat Katholik itu sendiri.

  (Kencana, 2009:58)

2.7 Pengertian Sarana dan Prasarana

2.7.1 Sarana Kepariwisataan

  Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana kepariwisataan ini harus tetap dijaga dan ditingkatkan baik dari segi kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan wisatawan. (Yoeti, 1996 : 9)

  Sarana wisata dapat dibagi dalam 3 (tiga) unsur pokok, yaitu : A. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Suprastructure)

  Sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, yang termasuk di dalamnya adalah : 1.

  Biro Perjalanan Wisata (Travel Agent)

  2. Tour Operator 3.

  Perusahaan Transportasi 4. Restoran, Bar, objek wisata dan atraksi wisata B.

  Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Suprastucture) Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang berfungsi untuk membuat para wisatawan agar dapat lebih lama tinggal di tempat atau daerah yang dikunjunginya.

  Yang termasuk dalam sarana pelengkap kepariwisataan adalah : 1.

  Sarana olahraga, misalnya : lapangan golf, pusat kebugaran (fitness), kolam renang, lapangan tenis dan sebagainya.

2. Sarana ketangkasan, misalnya : billyard, jackpot, pachinco dan sebagainya.

  C.

  Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Suprastructure) Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana pokok dan sarana pelengkap, yakni fasilitas-fasilitas yang diperlukan wisatawan khususnya tourism business yang berfungsi untuk membuat para wisatawan lebih lama tinggal di daerah yang dikunjungi agar lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di daerah tersebut. Yang termasuk dalam kelompok sarana penunjang kepariwisataan adalah : 1.

   Night Club 2. Steambath 3. Casino

2.7.2 Prasarana Kepariwisataan

  (infrastructure)

  Prasarana kepariwisataan sesungguhnya merupakan “tourist

  supply”

  yang perlu dipersiapkan atau disediakan bila akan mengembangkan industri pariwisata, karena kegiatan pariwisata pada hakekatnya tidak lain adalah salah satu kegiatan dari sektor perekonomian juga. Yang dimaksud prasarana (infrastructure) adalah “Semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya”. Jadi, fungsi dari prasarana adalah untuk melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya (Yoeti, 1983:170)

  Adapun beberapa prasarana yang dapat menunjang pelayanan dan kemudahan bagi wisatawan, meliputi :

  1. Pelayanan makan dan minum, yang dapat menyajikan makanan dan minuman khas setempat.

  2. Pelayanan tenaga kerja, yang sangat dominan sekali dibutuhkan karena salah satu kunci keberhasilan pembangunan objek wisata adalah kemampuan para tenaga kerja untuk mengelola dengan baik suatu kawasan objek wisata.

  3. Pelayanan informasi, yang dibutuhkan pengunjung agar dapat mengatur pengunjung yang datang ke objek wisata.

  2.8 Kunjungan Wisata

  Berbicara mengenai kunjungan wisata tentu erat hubungannya dengan kuantitas pengunjung yang berkunjung ke suatu daerah objek wisata. Dengan kata lain dapat didefenisikan bahwa kunjungan wisata adalah jumlah wisatawan yang datang ke suatu objek wisata.

  Meningkatnya kunjungan wisata di suatu objek wisata sangat ditentukan oleh jenis dan daya tarik yang terdapat di objek wisata tersebut. (Gamal, 2002:24)

  2.9 Strategi Peningkatan Kunjungan Wisata

  Strategi peningkatan kunjungan wisata adalah upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan kunjungan di suatu objek wisata. Salah satu upaya tersebut yaitu melalui pembangunan atau pengembangan objek wisata.

  Pengembangan suatu objek wisata harus dilakukan berdasarkan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang artinya pengembangan sumber daya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan (stakeholders) dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang (Janianton Damanik dan Helmut F. Weber, 2006)