Laporan Praktikum Akhir PPWP (1)

LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERTANIAN
ANALISIS POTENSI DAN KINERJA SUBSEKTOR-SUBSEKTOR
PERTANIAN
DI KABUPATEN LEBONG

Kelompok 17
Graceby Limbong

E1D013077

Rolas Sinaga

E1D013082

Jesica R M

E1D013121

Lambok Marudut Silalahi


E1D013123

Maju Lubis

E1D013125

Julindra Simbolon

E1D013170

Co-Ass
Feni Mahdaniar
Pini Okti Sintia
Shift : Rabu, Pukul 12.00 – 14.00
LABORATORIUM SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
HALAMAN PENGESAHAN


LAPORAN PRAKTIKUM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERTANIAN
ANALISIS POTENSI DAN KINERJA SUBSEKTOR-SUBSEKTOR PERTANIAN
DI KABUPATEN LEBONG
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 17
GRACEBY LIMBONG E1D013077
ROLAS SINAGA

E1D013082

JESSICA R MARPAUNG

E1D013121

LAMBOK M SILALAHI

E1D013123

MAJU LUBIS


E1D013125

JULINDRA SIMBOLON

E1D013170

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing pada tanggal
Juni 2015
Mengetahui,
Dosen Matakuliah

Dosen Pembimbing

Ir. Nyanyu Neti Arianti, M.Si.

Dr. Ir. Satria Putra Utama, M.Sc.

KATA PENGANTAR


LAPO

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta berkatnya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Perencanaan Pembangunan Wilayah Pertanian ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak/Ibu Dosen
Pengajar/Pembimbing serta Asisten Dosen yang telah mengajari dan memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Perencanaan Pembangunan Wilayah
terlebih di sektor pertanian. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah
kami buat di masa yang datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Bengkulu,

Juni 2015

Penyusun

LAPO

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................iii
DAFTAR ISI ................................................................................iv
DAFTAR TABEL ...........................................................................v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subsektor-subsektor Pertanian ............................................................
2.2 LQ (Static dan Dynamic) .....................................................................
2.3 Shift Share (SS) ...................................................................................
2.4 Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian ....................
2.5 Tipologi Klassen ...................................................................................
2.6 Kesenjangan Ekonomi Sosial ...............................................................

3
5
6
7
8
9

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi ................................................................................ 14
3.2 Jenis dan Metode Penentuan Data ....................................................... 14
3.3 Metode Analisis Data ........................................................................... 15
3.3.1 Analisis Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggul ........................ 15
3.3.1.1 Analisis Subsektor Pertanian Unggul ............................................. 15

3.3.1.2 Analisis Komoditas Unggulan Subsektor Pertanian ........................ 15
3.3.1.3 Analisis Dynamic Location Quotion................................................ 15
3.3.2 Analisis Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian ................................ 16
3.3.3 Analisis Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian .... 17
3.3.4 Analisis Klasifkasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen
17
3.3.5 Analisis Kesenjangan Ekonomi Wilayah ............................................ 18
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggulan di Kabupaten Lebong. . 19
4.1.1 Subsektor-subsektor Pertanian Unggulan di Kabupaten Lebong ...... 19
4.1.2 Komoditas-komoditas Unggulan Subsektor Tanaman Bahan Pangan Kab.
Lebong ...................................................................................................... 20
4.1.3 Penentuan Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode DLQ ...... 22
4.2 Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di ............................................ 23
4.3 Klasifkasi Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong ......... 25
4.4 Indeks Kesenjangan Ekonomi Antar Daerah Kab. Lebong,Muko-muko dan Rej
Lebong....................................................................................................... 28
V. HASIL DAN KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 30
5.2 Implikasi Kebijakan .............................................................................. 30


LAPO

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Halaman

Matriks Tipologi Klassen .........................................................................8

Matriks Pengembangan ..........................................................................9
Hasil Analisis LQ Subsektor Pertanian Unggulan Kabupaten Lebong.......20
Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Bahan Pangan Unggulan Kabupaten
Lebong ................................................................................................... 21
Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic LQ .................22
Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong ................23
Klasifkasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen ...............25
Hasil Klasifkasi Subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi Klassen .......26
Indeks Williamson Wilyah Pembangunan Provinsi Bengkulu ..................29

LAPO

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1. Posisi Perkembangan Perekonomian Subsektor Pertanian .......................27

DAFTAR LAMPIRAN


LAPO

1. Fotocopy data BPS
2. Tabulasi data dan Print-out hasil analisis
3. Laporan Sementara

BAB I
PENDAHULUAN

LAPO

1.1

Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

pada hakekatnya membangun manusia seutuhnya dan seluruh masyarakat
Indonesia.
meratakan


Kegiatan
dan

pembangunan

menyebarluaskan

daerah

dimaksudkan

pembangunan

sebagai

untuk

usaha

menyerasikan,

menyeimbangkan serta memadukan seluruh kegiatan. Pembangunan daerah
haruslah dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah
melalui pembangunan yang serasi dan terpadu antar sektor.
Pencapaian

keberhasilan pembangunan daerah melalui pembangunan

ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing daerah
serta diperlukan perencanaan pembangunan yang terkoordinasi antar sektor,
perencanaan pembangunan disini bertujuan untuk menganalisis secara
Menyeluruh tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh suatu daerah.
Keterbatasan sumber daya di suatu daerah baik sumber daya alam, sumber daya
manusia, sumber daya fnansial maupun sumber daya lainnya merupakan
masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar daerah untuk dapat
menggerakkan seluruh perekonomian yang mampu sebagai penggerak utama
untuk memacu laju pembangunan disuatu daerah.
Sama halnya pada provinsi Bengkulu tepatnya di daerah Kabupaten Lebong
tidak luput dari pembangunan wilayah terlebih di dalam sektor pertanian. Hingga
mencapai kondisi yang diharapkan. Untuk mengoptimalkan pembangunan
pertanian maka perlu dilakukan identifkasi dan analisis sektor ekonomi dan
sumber daya yang ada didaerah tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka identifkasi dan analisis sektor ekonomi
yang menjadi unggulan dalam perencanaan pembangunan dalam wilayah
Kabupaten

Lebong

dengan

melakukan

perbandingan

terhadap

kondisi

perekonomian provinsi dan daerah pembanding yang ada disekitarnya sangat
penting dikaji secara lebih terinci, sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi unggulan
di Kabupaten Lebong dapat lebih dikembangkan. Dengan mengetahui potensi
ekonomi sumber daya alam yang layak dikembangkan, maka penyusunan
perencanaan pembangunan yang berwawasan pertanian, terutama di Kabupaten
Lebong dapat lebih terarah sehingga merangsang terciptanya pembangunan
yang berkelanjutan.

LAPO

1.2

Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka praktikum ini
bertujuan untuk :
1. Menganalisis subsektor pertanian dan komoditas unggulan di Kabupaten
Lebong.
2. Mengidentifkasi perubahan posisi sektor pada masa sekarang dan yang
akan datang.
3. Menganalisis kinerja subsektor-subsektor pertanian di Kabupaten Lebong.
4. Mangangalisis prioritas pengembangan subsektor-subsektor pertanian di
Kabupaten Lebong.
5. Manganalisis

klasifkasi

subsektor-subsektor

pertanian

di

Kabupaten

Lebong.
6. Menganalisis kesenjangan ekonomi antar daerah Kabupaten Lebong,
Kabupaten Muko-muko dan Kabupaten Rejang Lebong.

LAPO

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Subsektor-Subsektor Pertanian
Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional

menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di
Indonesia sektor pertanian dalam arti luas dibedakan menjadi lima subsektor
(Dumairy, 1996), yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan,
subsektor perikanan, subsektor kehutanan, dan subsektor peternakan.
Masing-masing subsektor dengan dasar klasifkasi tertentu, dirinci lebih
lanjut menjadi subsektor yang lebih spesifk. Nilai tambah sektor pertanian dalam
perhitungan PDB merupakan hasil penjumlahan nilai tambah dari subsektorsubsektor tersebut dan perhitungan dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Nilai
tambah subsektor-subsektor tersebut dihitung dengan menggunakan produksi.
Tingkat harga yang dipakai untuk menghitung nilai produksi adalah harga pada
tingkat perdagangan pasar. Pembangunan pertanian yang terdiri atas lima
subsektor diantaranya adalah subsektor pertanian, subsektor perkebunan,
subsektor peterkanan, subsector kehutanan dan subsektor perikanan menjadi
pembahasan ini.
a. Subsektor tanaman pangan
Subsektor tanaman pangan sering juga disebut subsektor pertanian rakyat.
Disebut demikian karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat dan
bukan oleh perusahaan atau pemerintah. Subsektor ini mencakup komoditikomoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat,
kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. (Dumairy, 1996)
b. Subsektor perkebunan
Subsektor perkebunan dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan
besar. Perkebunan rakyat adalah perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat
atau masyarakat, biasanya dalam skala kecil dan dengan teknologi budidaya

LAPO

yang sederhana. Hasil-hasil tanaman perkebunan rakyat terdiri antara lain atas
karet, kopral, teh, kopi, tembakau, cengkeh, kapuk, kapas, coklat, dan berbagai
rempah-rempah. Adapun yang dimaksud dengan perkebunan besar adalah semua
kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan
berbadan hukum. Tanaman perkebunan besar meliputi karet, teh, kopi, kelapa
sawit, coklat, kina, tebu dan beberapa lainnya. (Dumairy, 1996).

c. Subsektor perikanan
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan
umum, kolam, tambak, sawah, dan keramba serta pengolahan sederhana atas
produk-produk perikanan (pengeringan dan pengasingan). Dari segi teknis
kegiatannya, subsektor ini dibedakan atas tiga macam sektor, yaitu perikanan
laut, perikanan darat dan penggaraman. Komoditi yang tergolong subsektor ini
tidak terbatas hanya pada ikan, tetapi juga udang, kepiting dan ubur-ubur.
(Dumairy, 1996)
d. Subsektor kehutanan
Subsektor kehutanan terdiri atas tiga macam kegiatan, yaitu penebangan
kayu, pengambilan hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan
kayu menghasilkan kayu-kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Hasil
hutan lain meliputi damar, rotan, getah kayu, kulit kayu serta berbagai macam
akar-akaran dan umbi kayu. Sedangkan kegiatan perburuan menghasilkan
binatang-binatang liar seperti rusa, penyu, ular, buaya, dan termasuk juga madu.
(Dumairy, 1996)
e. Subsektor peternakan
Subsektor peternakan kegiatan beternak dan pengusahaan hasil-hasilnya.
Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil, susu segar, telur,
wol, dan hasil pemotongan hewan. Untuk menghitung produksi subsector ini,
Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan pada data pemotongan, selisih stok atau
perubahan populasi dan ekspor neto. Produksi subsektor peternakan adalah
pertambahan/pertumbuhan hewan dan hasil-hasilnya.
Namun mengingat data pertambahan/pertumbuhan hewan belum tersedia,

LAPO

makan untuk sementara Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan cara yang
sudah disebutkan tadi. (Dumairy, 1996)
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa sektor pertanian tidak hanya
terbatas hanya pada tanaman pangan atau pertanian rakyat. Berdasarkan
pemahaman ini, pelaku atau produsen disektor pertanian bukan hanya petani
akan tetapi juga meliputi pekebun, nelayan dan petambak. Produsen di sektor
pertanian juga tidak hanya perorangan, tapi juga perusahaan berbadan hukum.
Kalaupun sektor pertanian lebih sering dipahami terbatas seakan-akan hanya
urusan tanaman pangan saja, hal tersebut disebabkan tanaman pangan
merupakan subsektor inti dalam sektor pertanian, termasuk Indonesia dan
wilayah lain di Indonesia. Sebagai pemasok kebutuhan pokok yang utama bagi
manusia, yakni sebagai bahan makanan, kedudukan subsektor tanaman pangan
sangat strategis. Itulah sebabnya kepedulian terhadap subsektor tanaman
pangan sangat besar, jauh melebihi kepedulian terhadap subsektor-subsektor
lain.
2.2

Location Quotient (Static dan Dynamic)
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian

daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang
kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service
industries (Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis
dengan teknik Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya
peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007).
Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis.
Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode location quotient
dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk mengetahui
apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan
beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran

LAPO

tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan
survey langsung untuk mengidentifkasi sektor mana yang merupakan sektor
basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan
tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar.
Oleh karena itu, maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode
pengukuran tidak langsung, yaitu metode Arbriter, dilakukan dengan cara
membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori ekspor dan
non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifk di tingkat lokal. Metode ini
tidak memperhitungkan kenyataan bahwa dalam kegiatan ekonomi terdapat
kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual,
metode Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisa untuk melihat
peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor
tersebut dalam wilayah yang lebih luas, dan metode kebutuhan minimum metode
ini

sangat

tergantung

pada

pemilihan

persentase

minimum

dan

tingkat

disagregasi. disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir
semua sektor menjadi basis atau ekspor.
Dari ketiga metode tersebut Glasson (1977) menyarankan metode LQ dalam
menentukan sektor basis. Richardson (1977) menyatakan bahwa teknik LQ adalah
yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah
jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu,
maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat
spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.
2.3 Shift Share
Analisis shift share merupakan metode yang membandingkan perbedaan
laju pertumbuhan berbagai sektor di wilayah dengan wilayah nasional. Metode ini
lebih tajam dibanding metode LQ. Metode LQ tidak memberi penjelasan atas
faktor penyebab perubahan tersebut sedang metode shift share memperinci
penyebab perubahan itu atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan
metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur
industri suatu daerah di dalam pertumbuhannya di dalam satu kurun waktu ke
kurun

waktu

berikutnya.

Hal

ini

meliputi

penguraian

faktor

penyebab

pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan

LAPO

ekonomi nasional (Tarigan,2002).
Analisis shift share diartikan sebagai salah satu teknik kuantitatif yang biasa
digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif
terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai
pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan tiga
informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu: Pertama, pertumbuhan
ekonomi

referensi

propinsi

atau

nasional

(nasional

growth

efect)

yang

menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional terhadap
perekonomian daerah. Kedua, pergeseran proporsional (proporsional shift), yang
menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap
sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional. Ketiga, Pergeseran
deferensial (diferential shift) yang memberikan informasi dalam menentukan
seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang
dijadikan referensi. Jika pergeseran suatu industri adalah positif, maka industri
tersebut relatif lebih tinggi daya saingnnya dibandingkan industri yang sama
pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran deferensial ini disebut
juga pengaruh keunggulan kompetitif (Widodo, 2006)
Analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam
menganalisis

perubahan

struktur

ekonomi

daerah

dibandingkan

dengan

perekonomian nasional. Tehnik ini membandingkan laju pertumbuhan sektorsektor di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasionalserta
sektor-sektornya,

dan

mengamati

penyimpangan-penyimpangan

dari

perbandingan-perbandingan itu. Bila penyimpangan itu positif, hal itu disebut
keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut.
Keunggulan analisis shift share antara lain :
1. Memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi,
walau analisis shift sharetergolong sederhana.
2. Memungkinkan seorang pemula mempelajari struktur perekonomian dengan
cepat.
3. Memberikan gambaran pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur
dengan cukup akurat.
Kelemahan Analisis Shift-Share antara lain :
1. Hanya dapat digunakan untuk analisis ex-post.

LAPO

2. Masalah benchmarkberkenaan dengan homothetic change, apakah t atau
(t+1) tidak dapat dijelaskan dengan baik.
3. Ada data periode waktu tertentu di tengah tahun pengamatan yang tidak
terungkap.
Analisis ini sangat berbahaya sebagai alat peramalan, mengingat bahwa
regional shift

tidak konstan dari suatu periode ke periode lainnya. Tidak dapat

dipakai untuk melihat keterkaitan antarsektor dan Tidak ada keterkaitan
antardaerah. (Glasson 1990)
2.4

Prioritas Pengembangan Subsektor-subsektor Pertanian
Menurut Sandy (1982), pembangunan wilayah atau pengembangan wilayah

adalah membangun masyarakat sesuai dengan potensi dan prioritas yang
terdapat di daerah yang bersangkutan. Potensi di sini adalah tidak terbatas pada
potensi

fsik

saja,

melainkan

juga

potensi

sosial,

ekonomi

dan

budaya.

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk
perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada
ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam
bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam
wilayah diatur di dalam perencanaan pembangunan wilayah. Kedua bentuk
perencanaan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan bersifat saling mengisi
antara satu dengan yang lainnya. Tata ruang wilayah merupakan landasan
sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2004).
Miraza

(2005)

mengatakan

bagaimana

suatu

perencanaan

wilayah

dilaksanakan, berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya dikarenakan
masingmasing daerah mempunyai latar belakang yang berbeda baik yang
menyangkut pada economic resources maupun yang menyangkut pada kultur
masyarakat, demograf dan geograf, daerah muka dan daerah belakang maupun
berbagai akses yang ada, yang dapat dipakai untuk masuk dan keluar bagi
manusia dan barang serta tersedianya perencanaan wilayah mencakup pada
berbagai segi kehidupan yang komprehensif dan satu

sama lain saling

bersentuhan yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan
masyarakat. Pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai
manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu menampung

LAPO

lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat yang
lebih baik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau
jasa yang tersedia dan kegiatan-kegiatan usaha masyarakat yang meningkat,
baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
2.5

Tipologi Klassen
Menurut Widodo (2006) Teknik Tipologi Klassen dapat digunakan untuk

mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah.
Menurut Tipologi Klassen, masing-masing sektor ekonomi di daerah dapat
diklasifkasikan sebagai sektor prima, berkembang, potensial dan terbelakang.
Analisis

ini

mendasarkan

pengelompokan

suatu

sektor

dengan

melihat

pertumbuhan dan kontribusi PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis
Tipologi Klassen, suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu :
 Sektor Prima
 Sektor Potensial
 Sektor Berkembang
 Sektor Terbelakang
Penentuan kategori suatu sektor ke dalam 4 kategori di atas didasarkan
pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya dan rerata besar kontribusi
sektoralnya terhadap PDRB, seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Matriks Tipologi Klassen.
Rerata Kontribusi
Sektoral
terhadap PDRB
Rerata Laju

Y

sektor

≥Y

PDRB

Y

sektor

≥Y

PDRB

Pertumbuhan
Sektoral
r sektor ≥ r PDRB

Sektor Prima

Sektor Berkembang

r

Sektor Potensial

Sektor Terbelakang

sektor

1, artinya sektor tersebut adalah sektor basis pada masa

yang akan datang.
b.

DLQ ≤ 1, artinya sektor tersebut termasuk sektor nonbasis pada

masa yang akan datang.

Perubahan posisi sektor dianalisis dengan menggunakan Location Quotient
(LQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ), dengan rincian sebagai berikut
(Widodo, 2006):
Metode
LQ > 1 dan DLQ >
1
LQ > 1 dan DLQ ≤
1
LQ ≤ 1 dan DLQ >
1
LQ ≤ dan DLQ ≤ 1

Klasifkasi
Subsektor tetap menjadi basis di
masa sekarang maupun masa yang
akan datang.
Subsektor
tersebut
mengalami
perubahan posisi dari basis menjadi
nonbas
Subsektor
tersebut
mengalami
perubahan posisi dari basis menjadi
nonbasis di masa yang akan datang.
Subsektor tersebut tetap menajdi
non basis di masa akan dating.

LAPO

3.3.2 Analisis Kinerja Subsektor-Subsektor Pertanian (dengan Metode
SS)
Analisis yang digunakan untuk menentukan kinerja subsektor-subsektor
pertanian di Kabupaten Lebong adalah analisis Shift Share (SS). Komponen kinerja
subsektor dalam analisis Shift Share meliputi komponen pertumbuhan nasional
(KPN), komponen pertumbuhan proporsional (KPP), dan komponen pertumbuhan
pangsa wilayah (KPPW). Dalam praktikum ini komponen pertumbuhan wilayah
yang digunakan hanya komponen pertumbuhan proporsional (KPP) dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (KPPW).
Analisis komponen pertumbuhan wilayah menggunakan model analisis shift
share. Untuk melihat kinerja subsektor pertanian tersebut diperoleh dari
persamaan berikut :

KPP=Ri−Ra
KPPW =ri−Ri
Yit
Yi 0
Yt
Ra=
Y0
yit
ri=
yi 0
Ri=

Keterangan :
KPP

= Komponen Pertumbuhan Proporsional

KPPW

= Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Ri – Ra = Persentase perubahan PDRB subsektor pertanian kabupaten yang
disebabkan
komponen pertumbuhan nasional.
ri – Ri

= Persentase perubahan PDRB subsektor pertanian kabupaten yang di

sebabkan
komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
Yit

= Subsektor ke-i pada tahun analisis wilayah acuan (kabupaten)

Yi0

= Subsektor ke-i pada tahun dasar wilayah acuan (kabupaten)

Yt

= Jumlah seluruh subsektor pertanian pada tahun analisis

Y0

= Jumlah seluruh subsektor pertanian pada tahun dasar

yi0

= subsektor ke-i pada tahun dasar wilayah analisis (provinsi)

LAPO

yit

= subsektor ke-i pada tahun analisis wilayah analisis (provinsi)

3.3.3 Analisis Prioritas Pengembangan subsektor-subsektor Pertanian
Analisis

prioritas

pengembangan

subsektor-subsektor

pertanian

di

Kabupaten Lebong adalah gabungan hasil perhitungan LQ dan SS. Dengan kriteria
sebagai berikut :
a)

Apabila LQ > 1, PP bernilai positif dan PPW bernilai positif, maka subsektor
pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan utama.

b)

Apabila LQ > 1, PP bernilai positif dan PPW bernilai negatif, maka subsektor
pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan kedua.

c)

Apabila LQ > 1, PP bernilai negatif dan PPW bernilai positif, maka subsektor
pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan kedua.

d)

Apabila LQ > 1, PP bernilai negatif dan PPW bernilai negative, maka
subsektor pertanian tersebut sebagai prioritas pengembangan alternatif.

3.3.4 Analisis Klasifkasi subsektor Pertanian Berdasarkan Tipologi
Klassen
Metode yang digunakan untuk menganalisis subsektor pertanian adalah
dengan menggunakan pendekatan Tipologi Klassen. Untuk mengetahui klasifkasi
subsektor Pertanian Daerah Kabupaten Lebong digunakan kriteria sebagai berikut
:
a.

Jika Ri ≥ Rn dan Ki ≥ kn : Subsektor unggul/prima

b.

Jika Ri ≥ Rn dan Ki < kn : Subsektor berkembang

c.

Jika Ri < Rn dan Ki ≥ kn : Subsektor Potensial

d.

Jika Ri < Rn dan Ki < kn : Subsektor terbelakang

Dimana :
Ri

: Pertumbuhan PDRB Kabupaten

Rn

: Pertumbuhan PDRB Provinsi

Ki : Kontribusi PDRb Kabupaten
Kn

: Kontribusi PDRB Provinsi

3.3.5 Analisis Kesenjangan Ekonomi Wilayah

LAPO

Untuk menganalisis data yaitu menggunakan indeks dari Jefery G.
Williamson atau indeks ketimpangan atau kesenjangan Wiliamson, sebagai
berikut :

fi
∑ Yi−Y ( n )

IW =
Y
(

)

Dimana :
IW = Indeks Wiliamson
Yi = PDRB perkapita Kabupaten I (Lebong, Muko-muko dan Rejang Lebong)
Y

= PDRB perkapita rata-rata Provinsi Bengkulu

Fi = Jumlah penduduk di Kabupaten i (Lebong, Muko-muko dan Rejang Lebong)
n = Jumlah penduduk Provinsi Bengkulu

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Subsektor Pertanian dan Komoditas Unggulan di Kabupaten

Lebong
4.1.1 Subsektor Pertanian Unggulan di Kabupaten Lebong
Variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan
sembilan

variabel

atau

sektor

yang

terbagi

dalam

ekonomi terdapat
sektor

pertanian,

LAPO

pertambangan, industry, listrik, bangunan, pedagangan, transportasi, keuangan
dan jasa-jasa. Sektor pertanian terbagi lagi dalam lima subsektor yaitu subsektor
bahan tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Variabel yang menjadi acuan dalam melihat subsektor pertanian uanggulan
di Kabupaten Lebong adalah terkhusus kepada lima subsektor pertanian saja.
Dalam hitungan LQ apabila nilai LQ > 1 maka subsektor tersebut merupakan
sektor unggulan dan dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat diekspor ke
daerah lain dan dapat memenuhi daerahnya sendiri. Sedangkan apabila LQ < 1
maka, subsektor tersebut tidak termasuk dalam sektor unggulan, karena sektor
tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Apabila
besarnya LQ = 1, maka pangsa pasar derah tersebut sebanding dengan pangsa
daerah yang lebih luas (Provinsi Bengkulu) sehingga tidak bisa dijadikan sektor
unggulan.
Subsektor yang besar LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga dapat
mendorong perekonomian daerah. Untuk mengetahui besarnya nilai LQ masingmasing subsektor di Kabupaten Lebong digunakan PDRB atas dasar harga
konstan subsektor pertanian dari tahun 2009 sampai 2013.
Dapat dilihat dari nilai LQ > 1 pada tahun 2009 sampai 2013 hanya ada 1
subsektor yang dapat diunggulkan atau subsektor basis di Kabupaten Lebong,
yaitu subsektor Tanaman Bahan Pangan. Sedangkan empat subsektor lainnya
sejak tahun 2009 sampai dengan 2013 belum pernah sekalipun menjadi sektor
unggulan di Kabupaten Lebong.

Ke empat subsektor tersebut yaitu subsektor

perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat ada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis LQ Subsektor Pertanian Unggulan Kabupaten Lebong Tahun
2009-2013
Tahun

Subsektor *)

LAPO

Tanaman

Perkebuna

Peternaka

Bahan

n

n

Perikanan

Kehutanan

Pangan
2009

1,44676869

0,723651

0,504454

0,559765

0,084112

2010

5
1,46279124

927
0,702315

072
0,479115

605
0,578886

113
0,081664

2011

1,47871245

474
0,676908

359
0,478510

986
0,602775

631
0,080897

2012

9
1,50714835

108
0,657047

069
0,466369

409
0,616607

355
0,080878

2013

2
1,55276141

319
0,631765

697
0,450292

142
0,618628

102
0,079652

Rata-

2
1,48963643

386
0,678337

657
0,475748

589
0,595332

552
0,081440

Rata
2
643
371
746
951
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data
diolah)
Berdasarkan tabel 1. subsektor tanaman bahan pangan dari tahun 2009
sampai tahun 2013 selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi
pada tahun 2012 yaitu sebesar 0,05 terhadap tahun 2013. Berdasarkan kondisi
ini dapat disimpulakan bahwa subsektor yang menjadi subsektor basis atau
unggulan merupakan subsektor kuat disebabkan nilai LQnya yang lebih dari satu
(LQ 1), dimana rata-rata LQnya adalah 1,72. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada table.4
Tabel 4. Hasil Analisis LQ Komoditas Tanaman Bahan Pangan Unggulan Kabupaten
Lebong Tahun 2009-2013 (Jumlah Produksi)
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-

Komoditi Subsektor Tanaman Bahan Pangan
PS & PL
Palawija
Buah-buahan
Sayuran
1,865279725
0,9860593
1,910225079
2,028631779
1,833502987
1,724739774

Rata

0,061230319
0,083937625
0,237704899
0,034572313
0,08956879
0,101402789

1,156398684

0,03417935

0,416760971

3
1,52723395

0,614266074

6
0,18999825

0,245792181

5
0,02268961

1,071712148

2
0,02365008

0,700986012

5
0,35955025
2

Sumber : BPS Provinsi Bengkul, Kabupaten Lebong dalam Angka Tahun 20092010 (data diolah)
Berdasarkan tabel 2. pada tahun 2009 komoditi padi sawah dan ladang
sudah menjadi komoditi unggulan akan tetapi mengalami penurunan pada tahun
2010 sehingga komoditi padi sawah dan ladang tidak termasuk dalam komoditi
unggulan. Namun, pada tahun 2011 mengalami kenaikan kembali dan menjadi
komoditi unggulan di Kabupaten Lebong. Pada tahun 2012 komoditi padi sawah
dan ladang mengalami kenaikan yang cukup meningkat dari tahun 2011 yaitu LQ
sebesar 2,02, namun mengalami penurunan kembali pada tahun 2013 yaitu LQ

LAPO

sebesar 1,83 .
Dari hasil rata-rata LQ, komoditi padi sawah dan ladang tetap menjadi
komoditi unggulan (LQ > 1) di Kabupaten Lebong yaitu sebesar 1,72. Hal ini
menunjukkan bahwa Kabupaten Lebong mampu mengekspor produksi padi
ladang dan sawah ke daerah (kabupaten) lain dan mencukupi kebutuhan padi
sawah dan ladang di daerah itu sendiri. Sedangkan untuk komoditi tidak unggul
(LQ < 1) yaitu buah-buahan, sayur-sayuran dan palawija, Kabupaten Lebong
hanya mencukupi daerah sendiri dan cenderung mengimpor dari daerah
(kabupaten) lain.
4.1.3 Penentuan Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic
LQ
Penentuan komoditas unggulan dengan metode dynamic LQ bertujuan untuk
mengidentifkasi perubahan posisi subsektor pertanian pada masa sekarang dan
yang akan datang. Identifkasi perubahan posisi subsektor pertanian di Kabupaten
Lebong tersebut lebih jelas dapat pada table. 5 berikut.
Tabel 5. Subsektor Pertanian Unggulan dengan Metode Dynamic LQ
Subsektor Pertanian

Rata-rata LQ

Rata-rata DLQ

Tanaman Bahan

1,49

4,60

Pangan
Perkebunan

0,68

0,06

Peternakan

0,48

0,06

Perikanan

0,60

1519,56

Kehutanan

0,08

0,39

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data
diolah)
Dari hasil perhitungan dengan metode dynamic LQ dapat dilihat bahwa
subsektor tanaman bahan pangan tetap menjadi basis baik dimasa sekarang
maupun dimasa yang akan datang. Hal ini dapat dilihat dari nilai LQ lebih besar 1
dan DLQ lebih besar 1. Untuk subsektor perkebunan, peternakan dan kehutanan
tetap menjadi non basis baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang
karena nilai LQ kurang dari 1 dan DLQ kurang dari 1. Sedangkan subsektor
perikanan dapat mengalami perubahan posisi dari nonbasis menjadi basis dimasa

LAPO

yang akan datang karena nilai LQ kurang dari 1 dan DLQ lebih dari 1.
4.2 Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong
Perhitungan komponen SS PDRB subsektor pertanian kab/kota lebong atas
dasar harga konstan tahun 2009 dan tahun 2013.
Tabel 6. Kinerja Subsektor-subsektor Pertanian di Kabupaten Lebong
Subsekt
or
Pertani
an

KPN

KPP

KPPW

Pergeseran Bersih(BB)

(Ra-1)

(Ri-Ra)

(ri-Ri)

KPP+KPPW)

Mak

0.1849
81

0.0596
6

0.1350
63

0.075404938

Keb

0.1849
81

0.1198
5

Ter

0.1849
81

0.0662
76

0.1160
5
0.0856
8

0.003798742
-0.0194047

0.1624
0.1253
0.037100289
48
5
0.1849
Hut
0.1606
0.0120 -0.172695759
81
5
5
0.9249
0.0837
Jumlah
0.1595
-0.075796489
03
32
3
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu, Atas Harga Konstan Tahun 2009-2013 (data
Ik

0.1849
81

diolah)
Shift Share adalah salah satu alat analisis untuk mengidentifkasi sumber
ekonomi dari sisi tenaga kerja atau pendapatan suatu wilayah tertentu. Analisis
Shift Share ini menggunakan dua titik periode data misal untuk menganalisis dari
segi pendapatan daerah kita dapat mengambil PDRB pada tahun 2009 sampai
2013. Shift Share ini berguna untuk melihat perkembangan wilayah terhadap
wilayah yang lebih luas misal perkembangan kabupaten terhadap propinsi atau
propinsi terhadap nasional. Dengan Shift Share dapat diketahui perkembangan
sektor - sektor dibanding sektor lainnya serta dapat membandingkan laju
perekonomian disuatu wilayah.

LAPO

Ada 2 komponen pertumbuhan wilayah yang dijadikan alat untuk mengukur
pertumbuhan subsektor pertanian, yaitu: 1. Komponen Pertumbuhan Proporsional
(KPP), Pergeseran yang menunjukkan perubahan relatif (naik/turun) kinerja suatu
sektor di Kabupaten Lebong terhadap sektor yang sama Propinsi Bengkulu. Jika
nilai pergeseran positif, berarti subsektor tersebut di Kabupaten Lebong lebih
cepat kinerja pertumbuhannya dibanding subsektor yang sama di subsektor
provinsi Bengkulu. Jika nilai pergeseran negatif, berarti subsektor tersebut di
Kabupaten Lebong lebih lambat kinerja pertumbuhannya dibanding subsektor
yang sama di subsektor provinsi Bengkulu. 2. Komponen Pertumbuhan Pangsa
Wilayah (KPPW), Pergeseran yang menunjukkan tingkat daya saing suatu
subsektor tertentu di