LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN P
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan.
2. Etiologi
Adanya
gangguan fungsional
dalam
pembentukan
hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada
terdapat
umumnya,
penderita
penyakit
struma
sering
di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea
dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan,
puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma
difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana
istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid
kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,
yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan
benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul
tunggal,
mungkin
tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak
berfungsi. Degenerasi
jaringan
menyebabkan
kista
atau
adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien
tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam
serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari,
yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSHreceptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin,
bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul
tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor
merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan human
chorionic gonadotropin
7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
b. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi
tiroid.
Normalnya
uptake 15-40
%
dalam
24
jam.
Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold
area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat.
Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasil
USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH
dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada
nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,
dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan
dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila
menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi
vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama
14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories,
vena
jugularis
eksterna
dan
interna,
musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis
10. PENCEGAHAN
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang
atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab,
alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena
penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,
atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
: Baik
2) Kesadaran
: Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi
: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi
: Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi
: Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi
: Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi
: Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan
Perkusi
: Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Intervensi Keperawatan
No
1.
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak
efektif
b. Ventilation
a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status :
b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency
c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas
d. 3. Aspiration Control
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan
jalan
2. Airway Management
paten
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa
chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas,
b. Auskultasi suara nafas, catat
nafas
yang
frekuensi pernafasan
dalam
normal,
rentang
tidak
suara
ada
nafas
abnormal.
adanya suara tambahan
c. Monitor respirasi dan status O2
d. Posisikan
pasien
memaksimalkan ventilasi
e. Identifikasi
b. Mampu
pasien
pemasangan alat
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang
dapat
menghambat
jalan
untuk
perlunya
jalan
nafas
buatan
f. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
nafas
2
Nausea berhubungan Nausea and vomiting
dengan
efek
farmakologis
agen control
Nausea Management
1. Kaji
rasa
mual
Nausea and vomiting
komperehensif
severity
frekuensi,
mual
Setelah
tindakan
dilakukan
dan
secara
mulai
durasi,
faktor
dari
tingkat
yang
menyebabkan pasien mual.
asuhan
2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x
nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa
sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau
pasien
berkurang.
Kriteria hasil :
3. Berikan istirahat dan tidur
yang adekuat
1. Pasien
mengatakan
4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang
sedikit
atau tidak mual lagi
dalam keadaan hangat
2. Pasien
mengatakan
tetapi
sering
5. Kolaborasi
tidak muntah
dan
pemberian
antiemetic
3. Tidak
ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien
dapat
menghindari
faktor
penyebab
3
Risiko
curah
nausea
dengan baik
Pump Cardiac care
penurunan Cardiac
jantung Effectieeneess
Vital Signe Moneitorineg
berhubungan dengan Circulatione status
perubahan
irama Vital signe status
jantung
Setelah
diberikan
asuhan
keperawtan
selama
3
x24jam
diharapkan
curah
jantung dalam batas
normal,
dengan
kriteria hasil :
e. TTV
dalam
1.
Monitor TTV dan keadaan
umum pasien
2.
Observasi tanda – tanda
adanya edema
3.
Observasi
status
pernafasan
4.
Observasi
dada
adanya
(intensitas,
nyeri
durasi,
skala, lokasi nyeri)
batas
normal
f. Kelelahan tidak ada
g. Edema paru (-)
5.
Monitor balance cairan
6.
Anjurkan
istirahat
yang
cukup
Anjurkan menurunkan stress
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran
(-)
4
Ansietas
a. Anxiety self control
berhubungan dengan
b. Anxiety level
kurang
terpapar
c. Coping
a.
Anxiety Reduction
(Pengurangan kecemasan)
1.
Gunakan
pendekatan
yang
informasi
Setelah
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
jam
menenangkan dan menyakinkan.
dilakukan
diharapkan
kecemasan klien hilang
2.
Dorong
pasien
mengungkapkan
kecemasan yang dialaminya.
3.
Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian.
4.
Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang.
diungkapkan secara verbal maupun
Kriteria hasil :
nonverbal.
5.
1. Mampu
Beri pujian atau kuatkan perilaku
yang baik secara tepat.
mengindentifikasi
dan
mengungkapan
6.
(tanda
dan gejala) kecemasan.
2. Mengatakan kecemasan
nafas dalam
b. Peningkatan Koping
1.
sudah berkurang yang
dinyatakan
verbal
maupun nonverbal.
3. Tampak
Ajak melakukan teknik relaksasi
Berikan
informasi
mengenai
penyakit, yang dideritanya
2.
Dukung keterlibatan keluarga untuk
mendampingi pasien
adanya
dukungan keluarga
5
Nyeri
berhubungan
akut
j. 1. Pain level
1. Pain management
denga
k. 2. Pain control
2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi)
Setelah
tindakan
dilakukan
asuhan
a. Observasi TTV
b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x
komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri
kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang
yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang.
dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil :
1.
d. Ajarkan teknik relaksasi baik
Pasien
mengatakan
nyeri
berkurang
yang
diekspresikan melalui
nafas dalam ataupun distraksi
e. Kolaborasi pemberian obat
analgesik
verbal dan non verbal
2.
Mampu
mengontrol
dengan
nyeri
manajemen
nyeri
6
Gangguan
komunikasi
m. 1. Anxiety self control
1. Communication enhancement :
verbal
n. 2. Coping
Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion :
2. Anxiety reduction
gangguan
a. Kaji
neuromuscular
hearing & vision
p. 4. Fear self control
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
berbicara
pasien
b. Kaji
Setelah
kemampuan
jam
diharapkan
gangguan
komunikasi
verbal pasien berkurang.
kemampuan
lain
yang
dimiliki pasien
c. Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
d. Berikan pujian atas kemampuan
yang dimiliku
e. Berikan
fasilitas
yang
dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil :
(buku,
1. Mampu
perlatan
pulpen,
lainnya
pensil,
yang
dan
dapat
berkomunikasi
digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan
secara optimal)
ekspresi verbal dan
atau non verbal yang
bermakna
partisipasi
keluarga
dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan
dalam
menggunakan bahasa
isyarat
menyampaikan
informasi dengan bahasa isyarat
g. Dorong
2. Mampu
gerakan
f. Ajarkan
h. Kolaborasi
wicara
pemberian
terapi
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan
fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami
dan
menyampaikan
pesan
7
Gangguan pola tidur
q. 1. Anxiety reduction
1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri
s. 3. Pain level
a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and
b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern
pasien
u. 5. Sleep : Extent and
Pattern
c. Identifikasi penyebab gangguan
pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan
Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
jam
gangguan
diharapkan
pola
tidur
berkurang.
nyaman
lingkungan
dan
penyebabkan
kurangi
gangguan
yang
factor
pola
tidur
e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
waktu tidur terhadap kesehatan
f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil :
membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur
dan kualitas tidur pasien
dengan tenang
h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien
sesuai
dengan
kebutuhan pasien (68 jam/hari)
mengurangi dampak dari factor
penyebab
yang
menimbulkan
gangguan tidur
i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu
10
Risiko
infeksi
berhubungan dengan
efek prosedur invasif
1. Immune status
1. Infection control
2. Knowledge
:
(Kontrol Infeksi )
Infection control
3. Risk control
a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah
dilakukan
tindakan
c. Monitor kadar WBC, granulosit
asuhan
d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x
berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko
e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau
f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang.
mengenai
personal
hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil :
yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya
adanya factor pemicu infeksi
tanda
dan
gejala
g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah
leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
9
Risiko
jatuh
berhubungan dengan
efek
farmakologis
perilaku hidup sehat
1. Trauma risk
for
agen 2. Inejury risk for
Setelah diberikan
asuhan
1. Fall preeenetione
a. Identifikasi
defisit
kognisi
atau fisik pasien
b. Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang berpotensi
keperawatan
menyebabkan kejadian jatuh
selama 3 x 24jam
c. Pasang belt pengaman pada
diharapkan tidak
tepi tempat tidur dan kunci
ada kejadian jatuh
roda
dengan kriteria
melakukan mobilisasi
d. Bantu
hasil :
tempat
tidur
setelah
memenuhi
ADLs
pasien
1.
Mampu
e. Ajarkan pasien dan keluarga
mempertahakan
pasien menjaga lingkungan
keseimbangan
yang aman dan terhindar dari
tubuh
kejadian jatuh
2.
Tidak
terjadi
kejadian jatuh
3.
Mempunyai
pemahaman
dan
perilaku
pencegahan
kejadian jatuh
4.
Lingkungan
aman
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki
kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC
DENGAN STRUMA NODUSA NON TOKSIK (SNNT)
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan.
2. Etiologi
Adanya
gangguan fungsional
dalam
pembentukan
hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada
terdapat
umumnya,
penderita
penyakit
struma
sering
di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung
iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea
dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan,
puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang
dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut
(Brunicardi et al, 2010).
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik, struma
difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik. Dimana
istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone tiroid
kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan diseluruh
kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma diffusa toksik
(disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar tiroid,
yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut ditandai dengan
benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan. Nodul
tunggal,
mungkin
tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak
berfungsi. Degenerasi
jaringan
menyebabkan
kista
atau
adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena pasien
tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
5. KOMPLIKASI
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin
releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam
serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari,
yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSHreceptor antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin,
bisa menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul
tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan
kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma.
Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena gangguan pada sintesisnya,
kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor
merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang menghasilkan human
chorionic gonadotropin
7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat
membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk
mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L.
Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
b. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi
tiroid.
Normalnya
uptake 15-40
%
dalam
24
jam.
Bila
uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold
area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat.
Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasil
USG memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi
anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi
paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus
atau Fine Needle Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh
operator yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH
dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada
nodul soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah
dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
9. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-tiroid,
dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan
dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila
menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi
vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama
14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang telah
diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories,
vena
jugularis
eksterna
dan
interna,
musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis
10. PENCEGAHAN
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang
dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang usianya sedang
atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama penanggung jawab,
alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena
penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,
atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
terkadang nafsu makan meningkat, makan sering, kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
: Baik
2) Kesadaran
: Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi
: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi
: Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi
: Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi
: Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi
: Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan
Perkusi
: Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Tidak ada gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Intervensi Keperawatan
No
1.
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak
efektif
b. Ventilation
a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status :
b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency
c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas
d. 3. Aspiration Control
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan
jalan
2. Airway Management
paten
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa
chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas,
b. Auskultasi suara nafas, catat
nafas
yang
frekuensi pernafasan
dalam
normal,
rentang
tidak
suara
ada
nafas
abnormal.
adanya suara tambahan
c. Monitor respirasi dan status O2
d. Posisikan
pasien
memaksimalkan ventilasi
e. Identifikasi
b. Mampu
pasien
pemasangan alat
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang
dapat
menghambat
jalan
untuk
perlunya
jalan
nafas
buatan
f. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
nafas
2
Nausea berhubungan Nausea and vomiting
dengan
efek
farmakologis
agen control
Nausea Management
1. Kaji
rasa
mual
Nausea and vomiting
komperehensif
severity
frekuensi,
mual
Setelah
tindakan
dilakukan
dan
secara
mulai
durasi,
faktor
dari
tingkat
yang
menyebabkan pasien mual.
asuhan
2. Evaluasi efek mual terhadap
keperawatan selama 3 x
nafsu makan pasien, aktivitas
24 jam diharapkan rasa
sehari – hari dan pola tidur
mual klien hilang atau
pasien
berkurang.
Kriteria hasil :
3. Berikan istirahat dan tidur
yang adekuat
1. Pasien
mengatakan
4. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang
sedikit
atau tidak mual lagi
dalam keadaan hangat
2. Pasien
mengatakan
tetapi
sering
5. Kolaborasi
tidak muntah
dan
pemberian
antiemetic
3. Tidak
ada
peningkatan kelenjar
saliva
4. Pasien
dapat
menghindari
faktor
penyebab
3
Risiko
curah
nausea
dengan baik
Pump Cardiac care
penurunan Cardiac
jantung Effectieeneess
Vital Signe Moneitorineg
berhubungan dengan Circulatione status
perubahan
irama Vital signe status
jantung
Setelah
diberikan
asuhan
keperawtan
selama
3
x24jam
diharapkan
curah
jantung dalam batas
normal,
dengan
kriteria hasil :
e. TTV
dalam
1.
Monitor TTV dan keadaan
umum pasien
2.
Observasi tanda – tanda
adanya edema
3.
Observasi
status
pernafasan
4.
Observasi
dada
adanya
(intensitas,
nyeri
durasi,
skala, lokasi nyeri)
batas
normal
f. Kelelahan tidak ada
g. Edema paru (-)
5.
Monitor balance cairan
6.
Anjurkan
istirahat
yang
cukup
Anjurkan menurunkan stress
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran
(-)
4
Ansietas
a. Anxiety self control
berhubungan dengan
b. Anxiety level
kurang
terpapar
c. Coping
a.
Anxiety Reduction
(Pengurangan kecemasan)
1.
Gunakan
pendekatan
yang
informasi
Setelah
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
jam
menenangkan dan menyakinkan.
dilakukan
diharapkan
kecemasan klien hilang
2.
Dorong
pasien
mengungkapkan
kecemasan yang dialaminya.
3.
Dengarkan pasien dengan penuh
perhatian.
4.
Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang.
diungkapkan secara verbal maupun
Kriteria hasil :
nonverbal.
5.
1. Mampu
Beri pujian atau kuatkan perilaku
yang baik secara tepat.
mengindentifikasi
dan
mengungkapan
6.
(tanda
dan gejala) kecemasan.
2. Mengatakan kecemasan
nafas dalam
b. Peningkatan Koping
1.
sudah berkurang yang
dinyatakan
verbal
maupun nonverbal.
3. Tampak
Ajak melakukan teknik relaksasi
Berikan
informasi
mengenai
penyakit, yang dideritanya
2.
Dukung keterlibatan keluarga untuk
mendampingi pasien
adanya
dukungan keluarga
5
Nyeri
berhubungan
akut
j. 1. Pain level
1. Pain management
denga
k. 2. Pain control
2. Analgesic administration
agen pencedera fisik
l. 3. Comfort level
(prosedur operasi)
Setelah
tindakan
dilakukan
asuhan
a. Observasi TTV
b. Kaji karakteristik nyeri secara
keperawatan selama 3 x
komprehensif (penyebab,
24 jam diharapkan nyeri
kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang
yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang.
dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil :
1.
d. Ajarkan teknik relaksasi baik
Pasien
mengatakan
nyeri
berkurang
yang
diekspresikan melalui
nafas dalam ataupun distraksi
e. Kolaborasi pemberian obat
analgesik
verbal dan non verbal
2.
Mampu
mengontrol
dengan
nyeri
manajemen
nyeri
6
Gangguan
komunikasi
m. 1. Anxiety self control
1. Communication enhancement :
verbal
n. 2. Coping
Speech deficit
berhubungan dengan
o. 3. Sensory fundion :
2. Anxiety reduction
gangguan
a. Kaji
neuromuscular
hearing & vision
p. 4. Fear self control
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
berbicara
pasien
b. Kaji
Setelah
kemampuan
jam
diharapkan
gangguan
komunikasi
verbal pasien berkurang.
kemampuan
lain
yang
dimiliki pasien
c. Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
d. Berikan pujian atas kemampuan
yang dimiliku
e. Berikan
fasilitas
yang
dapat
digunakan untuk berkomunikasi
Kriteria hasil :
(buku,
1. Mampu
perlatan
pulpen,
lainnya
pensil,
yang
dan
dapat
berkomunikasi
digunakan komunikasi dua arah
dengan menunjukkan
secara optimal)
ekspresi verbal dan
atau non verbal yang
bermakna
partisipasi
keluarga
dalam proses penyembuhan
mengkoordinasikan
dalam
menggunakan bahasa
isyarat
menyampaikan
informasi dengan bahasa isyarat
g. Dorong
2. Mampu
gerakan
f. Ajarkan
h. Kolaborasi
wicara
pemberian
terapi
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan
fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami
dan
menyampaikan
pesan
7
Gangguan pola tidur
q. 1. Anxiety reduction
1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level
adanya nyeri
s. 3. Pain level
a. Kaji kebutuhan tidur pasien
t. 4. Rest : Extent and
b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
Pattern
pasien
u. 5. Sleep : Extent and
Pattern
c. Identifikasi penyebab gangguan
pola tidur yang dialami pasien
d. Berikan
Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
keperawatan selama 3 x
24
jam
gangguan
diharapkan
pola
tidur
berkurang.
nyaman
lingkungan
dan
penyebabkan
kurangi
gangguan
yang
factor
pola
tidur
e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
waktu tidur terhadap kesehatan
f. Ajarkan teknik relaksasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
Kriteria Hasil :
membantu peningkatan kuantitas
1. Pasien dapat tidur
dan kualitas tidur pasien
dengan tenang
h. Kolaborasi pemberian obat untuk
2. Jumlah tidur pasien
sesuai
dengan
kebutuhan pasien (68 jam/hari)
mengurangi dampak dari factor
penyebab
yang
menimbulkan
gangguan tidur
i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu
10
Risiko
infeksi
berhubungan dengan
efek prosedur invasif
1. Immune status
1. Infection control
2. Knowledge
:
(Kontrol Infeksi )
Infection control
3. Risk control
a. Monitor keadaan luka
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah
dilakukan
tindakan
c. Monitor kadar WBC, granulosit
asuhan
d. Berikan perawatan luka secara
keperawatan selama 3 x
berkala dengan teknik yang tepat
24 jam diharapkan risiko
e. Berikan lingkungan yang bersih
infeksi klien hilang atau
f. Berikan KIE pasien dan keluarga
berkurang.
mengenai
personal
hygiene
(seperti cara mencuci tangan
Kriteria hasil :
yang benar) untuk menghindari
1. Tidak tampak adanya
adanya factor pemicu infeksi
tanda
dan
gejala
g. Kolaborasi pemberian antibiotic
infeksi
2. Jumlah
leukosit
dalam batas normal
3. Menunjukkan
9
Risiko
jatuh
berhubungan dengan
efek
farmakologis
perilaku hidup sehat
1. Trauma risk
for
agen 2. Inejury risk for
Setelah diberikan
asuhan
1. Fall preeenetione
a. Identifikasi
defisit
kognisi
atau fisik pasien
b. Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang berpotensi
keperawatan
menyebabkan kejadian jatuh
selama 3 x 24jam
c. Pasang belt pengaman pada
diharapkan tidak
tepi tempat tidur dan kunci
ada kejadian jatuh
roda
dengan kriteria
melakukan mobilisasi
d. Bantu
hasil :
tempat
tidur
setelah
memenuhi
ADLs
pasien
1.
Mampu
e. Ajarkan pasien dan keluarga
mempertahakan
pasien menjaga lingkungan
keseimbangan
yang aman dan terhindar dari
tubuh
kejadian jatuh
2.
Tidak
terjadi
kejadian jatuh
3.
Mempunyai
pemahaman
dan
perilaku
pencegahan
kejadian jatuh
4.
Lingkungan
aman
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk memperbaiki
kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC