BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Gerombol 2.1.1 Pengertian Analisis Gerombol - Penerapan Analisis Gerombol pada Indikator dari Derajat Kesehatan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Gerombol

2.1.1 Pengertian Analisis Gerombol

  Cluster atau gerombol dapat diartikan kelompok dengan demikian, pada

  Analisis ini diawali dengan pemahaman bahwa sejumlah data tertentu sebenarnya mempunyai kemiripan di antara anggotanya; karena itu, dimungkinkan untuk mengelompokkan anggota-anggota yang mirip atau mempunyai karakteristik yang serupa tersebut dalam satu atau lebih dari satu gerombol (Santoso, 2010).

  Analisis gerombol melakukan sebuah usaha untuk menggabungkan keadaan atau objek ke dalam suatu kelompok, dimana anggota kelompok itu tidak diketahui sebelumnya untuk dianalisis. Dengan kata lain analisis gerombol merupakan analisis statistik yang digunakan untuk mengelompokan n objek ke dalam k buah kelompok, dengan setiap objek dalam kelompok memiliki keragaman yang besar dibandingkan antar kelompok (Afifi & Clark, 1999).

  Menurut Sharma (1996) yang dikutip dari Nuningsih (2010), analisis gerombol merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis gerombol tidak ada pembedaan antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent

  variable ).

  Di dalam analisis gerombol hubungan interdependensi antara seluruh set variabel perlu diteliti. Tujuan utama analisis gerombol adalah mengelompokkan obyek (elemen) seperti orang, produk (barang), toko, perusahaan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen berdasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Obyek di dalam setiap kelompok harus relatif mirip/sama. Variabel-variabel pada kelompok ini harus jauh berbeda dengan obyek dari kelompok lain. Jika digunakan cara seperti ini maka analisis (memperkecil) banyaknya obyek (responden) bukan banyaknya variabel atau atribut responden, yaitu mengelompokkan obyek-obyek tersebut kedalam kelompok yang banyaknya lebih sedikit dari banyaknya obyek asli yang diteliti, misalnya dari 50 orang responden, dikelompokkan menjadi 5 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari 10 orang.

  Analisis gerombol merupakan suatu kelas teknik yang digunakan untuk mengklasifikasikan obyek atau kasus (responden) ke dalam kelompok yang relatif homogen yang dinamakan kelompok. Obyek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh dengan obyek dari kelompok lainnya. Di dalam penggerombolan setiap obyek hanya boleh masuk ke dalam satu kelompok saja sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping atau interaction).

  Ciri-ciri suatu gerombol yang baik yaitu mepunyai : Homogenitas internal (within cluster); yaitu kesamaan antar anggota dalam satu cluster. Setiap anggota kelompok atau gerombol homogen mempunyai karakteristik tertentu. Hal ini berarti bahwa observasi dalam setiap kelompok sama dengan observasi lain dalam satu kelompok yang sama.

  Heterogenitas external (between cluster); yaitu perbedaan. Setiap kelompok seharusnya berbeda dari kelompok lain dengan karakteristik yang sama. Hal ini berarti bahwa observasi dalam kelompok yang satu seharusnya berbeda dari observasi dalam kelompok lain.

  Adapun tujuan analisis gerombol adalah : 1.

  Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang nyata (signifikan) antar kelompok yang terbentuk, dalam hal ini gerombol yang dihasilkan.

  2. Melihat profil serta kecenderungan-kecenderungan dari masing-masing gerombol yang terbentuk.

  3. Melihat posisi masing-masing objek terhadap objek lainnya dari gerombol yang terbentuk.

2.1.2 Metode Analisis Gerombol

  Secara umum ada dua metode dalam analisis gerombol, yaitu; 1.

  Metode Hirarkis Metode penggerombolan berhirarki digunakan jika banyaknya gerombol yang akan dibentuk belum diketahui sebelumnya. Metode ini ditujukan untuk ukuran data yang kecil (n < 500). Metode penggerombolan berhirarki ini dibedakan menjadi dua yaitu metode penggabungan (agglomerative) dan metode pemisah (divisive) (Hair et al,1998).

  Metode agglomerative dimulai dengan n buah gerombol yang masing masing beranggotakan satu objek. Kemudian dua gerombol yang paling dekat digabungkan dan ditentukan kembali kedekatan antar gerombol yang baru. Proses ini berlanjut sampai didapatkan satu gerombol yang anggotanya seluruh objek. Metode devisive dimulai dengan satu gerombol yang anggotanya adalah seluruh objek, kemudian objek-objek yang paling jauh dipisahkan dan membentuk gerombol lain. Proses ini berlanjut sampau semua objek masing-masing membentuk satu gerombol.

  Dalam metode berhirarki terdapat beberapa ukuran jarak antar gerombol, atau pautan lengkap (comlete linkage), jarak antar centroid atau pautan centroid (centroid lingkage), median antara gerombol atau pautan median (median

  linkage) , rata-rata dari semua jarak atau pautan rataan (average linkage), serta

  metode Ward. Jenis peubah yang dapat digerombolkan dengan metode ini adalah peubah kontinu (rasio dan interval) dan fungsi jarak yang sering digunakan dalam metode berhirarki ini adalah jarak Euclidian atau jarak Mahalanobis.

  2. Metode Non Hirarki Metode penggerombolan non hirarki digunakan jika banyaknya gerombol yang akan dibentuk sudah diketahui sebelumnya. Metode ini cocok digunakan pada data yang berukuran besar (2000). Contoh dari metode non hirarki adalah K-

  means . Langkah pertama dalam metode k-means yaitu menentukan besarnya k,

  yaitu banyaknya gerombol. Pemilihan k dapat ditentukan secara subyektif berdasarkan latar belakang bidang masing-masing. Fungsi jarak yang sering digunakan adalah jarak Euclidian. Jenis peubah yang dapat digerombolkan dengan metode ini adalah peubah kontinu (Hair et al,1998).

  K-Means merupakan salah satu metode data clustering non hirarki yang

  berusaha mempartisi data yang ada ke dalam bentuk satu atau lebih gerombol/cluster. Metode ini mempartisi data ke dalam gerombol sehingga data yang memiliki karakteristik sama dikelompokkan ke dalam satu gerombol yang sama. Dasar pengelompokan dalam metode ini adalah menempatkan objek berdasarkan rata-rata (mean) gerombol terdekat (Jhonson & Wichern, 2007).

  Algoritma K-Means memerlukan 3 komponen yaitu: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, K-Means merupakan bagian dari metode non-hirarki sehingga dalam metode ini jumlah k terus harus ditentukan terlebih dahulu. Jumlah gerombol k dapat ditentukan melalui pendekatan metode hirarki. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat aturan khusus dalam menentukan jumlah gerombol k, terkadang jumlah gerombol yang diinginkan tergantung pada subjektif seseorang.

  2. Gerombol Awal Gerombol awal yang dipilih berkaitan dengan penentuan pusat gerombol awal (centroid awal). Dalam hal ini, terdapat beberapa pendapat dalam memilih gerombol awal untuk metode K-Means sebagai berikut:

  a. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan berdasarkan interval dari jumlah setiap observasi.

  b. Pemilihan gerombol awal dapat ditentukan melalui pendekatan salah satu metode hirarki.

  c. Pemilihan gerombol awal dapat secara acak dari semua observasi.

  Oleh karena adanya pemilihan gerombol awal yang berada ini maka kemungkinan besar solusi gerombol yang dihasil akan berbeda pula.

  3. Ukuran Jarak Dalam hal ini, ukuran jarak digunakan untuk menempatkan observasi ke dalam gerombol berdasarkan centroid terdekat. Ukuran jarak yang digunakan dalam metode K-Means adalah jarak Euclidian.

  Two Step Cluster

  menangani data dengan ukuran yang sangat besar. Analisis ini juga dapat mengatasi masalah pengukuran dengan tipe data yang berbeda yaitu kontinu dan katagorik. Fungsi jarak Euclidian atau jarak Log Likelihood (Bacher et al,2004).

  Prosedur penggerombolan objek dalam Two Step Cluster ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu tahap pembentukan gerombol awal dan tahap pembentukan gerombol optimal (Chiu et al,2001). Perbandingan antara metode hirarki, non hirarki dan Two Step Cluster selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

  2.1. Tabel 2.1 Perbandingan Metode Hirarki, Non Hirarki, dan Two Step Cluster

  Aspek yang Metode Hirarki Metode Non Two Step Cluster dibandingkan Hirarki

Ukuran data Ukuran data Untuk data Untuk data sangat

  kecil besar besar

  

Jenis peubah Kontinu Kontinu Kontinu dan katagorik

  Belum diketahui Sudah Belum diketahui

  Banyak gerombol

  diketahui

  

Ukuran jarak Euclidian atau Euclidian Euclidian atau Log

  mahalanobis likehood

  

Asumsi sebaran Tidak ada asumsi Tidak ada Peubah kontinu

  asumsi menyebar normal Peubah katagorik menyebar multinominal Antar peubahnya saling bebas

Tabel 2.1 Lanjutan Aspek yang Metode Hirarki Metode Non Two Step Cluster

  dibandingkan Hirarki

  Penggabungan K-means Pembentukan CF Tree

  Metode

  (agglomerative) Agglomerative dan pemisahan Menentukan (devisice) gerombol optimal

2.1.3 Jarak Dalam Analisis Gerombol

  Jarak yang biasa digunakan dalam analisis penggerombolan diantaranya (Johnson & Wichern, 2007) adalah : a.

  Jarak Euclidian Jarak Euclidian adalah jarak yang paling umum dan paling sering digunakan dalam analisis gerombol. Jarak Euclidian antara dua titik dapat terdefinisikan dengan jelas. Jarak digunakan adalah peubah kontinu.

  Jarak Euclidian antara gerombol ke-i dan ke-j dari p peubah didefinisikan: (2.1) dengan :

  d (i,j) = jarak antara objek i ke objek j

  = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j = banyaknya peubah yang diamati

  p b.

  Jarak Mahalanobis Jarak Mahalanobis sangat berguna dalam menghilangkan atau mengurangi perbedaan skala pada masing-masing komponen. Pada permasalahan tertentu, pada saat menentukan jarak, perlu juga dipertimbangkan ragam dan peragam. Jarak Mahalanobis didefinisikan:

  (2.2)

  dengan :

  d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j

  = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j

  S-1 = matriks ragam peragam gabungan antara

  c. Jarak Manhattan Ukuran ini merupakan bentuk umum dari jarak Euclidian, fungsi jaraknya didefinisikan:

  (2.3) dengan:

  d(i,j) = jarak antara objek i ke objek j

  = nilai tengah pada gerombol ke-i = nilai tengah pada gerombol ke-j

  p = banyaknya peubah yang diamati

  d. Jarak Log Likehood Jarak Log Likelihood dapat diterapkan untuk peubah kontinu maupun kategorik. Asumsi yang ada pada jarak ini adalah peubah kontinu menyebar normal, peubah kategorik menyebar multinomial dan antar peubahnya saling bebas. Metode Two Step Cluster cukup tegar terhadap pelanggaran asumsi tersebut sehingga metode ini masih dapat digunakan ketika terjadi pelanggaran asumsi.

  Jarak antara gerombol j dan s didefinisikan: (2.4) dengan : (2.5) (2.6) (2.7) (2.8)

  Keterangan : N = jumlah total observasi

  = jumlah observasi di dalam gerombol j = jumlah data di gerombol j untuk peubah kategorik ke-k dengan kategorik ke-l

  = ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k untuk keseluruhan observasi = ragam dugaan untuk peubah kontinu ke-k dalam gerombol j

  = jumlah total peubah kontinu = jumlah total peubah kategorik

  = jumlah kategorik untuk peubah kategorik ke-k d(j,s) = jarak antara gerombol j dan s <j,s> = indeks kombinasi gerombol j dan s

  Jarak Euclid dan jarak Manhattan digunakan jika antar peubah memiliki satuan yang sama dan korelasi antar peubahnya tidak nyata. Sedangkan jika satuan antar peubah tidak sama dapat menggunakan jarak Euclid maupun jarak Manhattan yang telah ditransformasi ke dalam bentuk baku. Jika adanya korelasi antar peubah yang nyata, jarak yang digunakan menggunakan jarak Mahalanobis menggunakan analisis komponen utama (AKU).

  2.1.4 Asumsi Analisis Gerombol

  Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis gerombol: (Santoso, 2010) 1. Sampel yang diambil benar-benar bisa mewakili populasi yang ada. Memang tidak ada ketentuan jumlah sampel yang representatif, namun tetaplah diperlukan sejumlah sampel yang cukup besar agar proses clustering bisa dilakukan dengan benar.

  2. Multikolinearitas, yaitu kemungkinan adanya korelasi antar objek. Sebaiknya tidak ada atau seandainya ada, besar multikolinearitas tersebut tidaklah tinggi (misal di atas 0,5). Jika sampai terjadi multikolinearitas, dianjurkan untuk menghilangkan salah satu variabel dari dua variabel yang mempunyai korelasi cukup besar.

  2.1.5 Melakukan Analisis Gerombol Analisis gerombol ini terdiri dari beberapa proses dasar, yaitu : 1.

  Merumuskan Masalah Hal yang paling penting di dalam perumusan masalah analisis gerombol ialah pemilihan variabel-variabel yang akan dipergunakan untuk penggerombolan

  (pembentukan gerombol). Pada dasarnya set variabel yang akan dipilih harus menguraikan kemiripan antara objek, yang memang benar-benar relevan dengan masalah riset pemasaran. Variabel harus dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya, teori atau suatu pertimbangan berkenaan dengan hipotesis yang akan diuji.

  Melakukan Proses Standarisasi Data jika Diperlukan Jika data yang mempunyai perbedaan yang besar, misalnya untuk data status gizi yang hanya dengan satuan puluhan (00), sedangkan data morbiditas dengan satuan ratusan ribu (00.000), maka perbedaan ini akan membuat perhitungan jarak tidak valid. Jika data mempunyai satuan yang berbeda secara signifikan, pada data harus dilakukan proses standarisasi dengan mengubah data yang ada ke Z-Score. Proses standarisasi menjadikan dua data dengan perbedaan satuan yang lebar akan otomatis menjadi menyempit (Santoso, 2010).

3. Memilih Ukuran Jarak atau Similaritas

  Oleh karena tujuan penggerombolan ialah untuk mengelompokkan objek yang mirip dalam gerombol yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda objek-objek tersebut. Pendekatan yang paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam jarak (distance) antara pasangan objek (Supranto, 2004).

  Objek dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan dengan jarak yang lebih panjang.

4. Memilih Suatu Prosedur Penggerombolan

  Setelah data yang dianggap mempunyai satuan yang sangat berbeda diseragamkan, dan metode gerombol ditentukan, langkah selanjutnya adalah pengelompokan data, yang bisa dilakukan dengan dua metode: 1.

  Metode Hirarkis; kesamaan paling dekat. Kemudian diteruskan pada obyek yang lain dan seterusnya hingga kelompok akan membentuk semacam „pohon‟ dimana terdapat tingkatan (hirarki) yang jelas antar obyek, dari yang paling mirip hingga yang paling tidak mirip. Alat yang membantu untuk memperjelas proses hirarki ini disebut “dendogram”.

2. Metode Non-Hirarkis;

  Dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah kelompok yang diinginkan (dua, tiga, atau yang lain). Setelah jumlah kelompok ditentukan, maka proses pengelompokkan dilakukan dengan tanpa mengikuti proses hirarki. Metode ini biasa disebut “K-Means Cluster”.

5. Menentukan Banyaknya Gerombol

  Isu pokok/utama dalam analisis gerombol ialah menentukan berapa banyaknya gerombol. Sebetulnya tidak ada aturan yang baku untuk menentukan berapa seharusnya banyaknya gerombol, namun demikian ada beberapa petunjuk, yang bisa dipergunakan, yaitu: a.

  Pertimbangan teoritis, konseptual, praktis, mungkin bisa diusulkan/disarankan untuk menentukan berapa banyaknya gerombol yang sebenarnya.

  b.

  Di dalam penggerombolan hirarki, jarak dimana gerombol digabungkan bisa dipergunakan sebagai kriteria. Atau dengan melihat dua tahap c.

  Di dalam penggerombolan non hirarki, rasio jumlah varian dalam gerombol dengan jumlah varian antar gerombol dapat diplotkan melawan banyaknya gerombol. Titik pada mana suatu siku (an elbow) atau lekukan tajam (a sharp bend) terjadi, menunjukkan banyaknya gerombol, di luar titik ini, biasanya tidak berguna/tidak perlu.

  d.

  Besarnya relatif gerombol seharusnya berguna/bermanfaat.

  5. Melakukan Interpretasi Terhadap Gerombol yang Telah Terbentuk Setelah sejumlah gerombol terbentuk dengan metode hierarki atau nonhierarki, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap gerombol yang telah terbentuk, yang pada intinya memberi nama spesifik untuk menggambarkan isi gerombol tersebut.

2.2 Derajat Kesehatan

2.2.1 Pengertian Derajat Kesehatan

  Derajat kesehatan atau tingkat kesehatan atau status kesehatan adalah skala yang dapat mengukur sehat atau sakitnya keadaan fungsi dan struktur jasmani mental sosial seseorang. Derajat kesehatan kelompok individu merupakan hasil kumulatif dari derajat kesehatan individu anggota kelompok.

  Derajat kesehatan penduduk dapat diukur dengan menghitung morbiditas, mortalitas, kecacatan, kefatalan dan angka harapan hidup. Semakin rendah nilainya, menunjukkan bahwa derajat kesehatan meningkat dan sebaliknya (Sekar, 2013). Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dari setiap orang atau masyarakat dan harus selalu

  Undang-undang kesehatan No.36 Tahun 2009 memberikan batasan: kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.

  Undang-undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 17 ayat 1 menyebutkan bahawa pemerintah bartanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 168 juga menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor. Sedangkan pada pasal 169 disebutkan bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada masedryarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.2.2 Indikator Derajat Kesehatan

  Indikator derajat kesehatan adalah ukuran yang digunakan untuk melihat apakah derajat kesehatan masyarakat sudah optimal, yang dilihat dari unsur kualitas hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013) yaitu: 1.

  Mortalitas (Angka kematian ) kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian.

  Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir dari berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Secara umum kejadian kematian pada manusia berhubungan erat dengan permasalahan kesehatan sebagai akibat dari gangguan penyakit atau akibat dari proses interaksi berbagai faktor yang secara sendiri

  • – sendiri atau bersama – sama mengakibatkan kematian dalam masyarakat.

  Salah satu alat untuk menilai keberhasilan program pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Besarnya tingkat kematian dan penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir dapat dilihat dari berbagai uraian berikut. a.

  Angka kematian bayi Infact Mortality Rate atau angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menetukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tatanan provinsi ataupun nasional. Selain itu, program pembangunan kesehatan di indonesia banyak melibatkan merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup. Dilihat Angka Kematian Bayi hasil Sensus Penduduk 2010 berdasarkan kabupaten/kota diketahui bahwa angka kematian bayi terendah adalah kota medan sebesar 14,7/1.000 kelahiran hidup dan yang tertinggi adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan angka kematian bayi 45,7/1.000 kelahiran hidup.

  b.

  Angka kematian balita (AKABA) Angka kematian balita menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.

  Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 diperoleh angka kematian balita di Indonesia sebesar 44/1.000 kelahiran hidup. c.

  Angka kematian ibu (AKI) Angka kematian ibu mengacu pada jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, angka kematian ibu di sumatera utara sebesar 328/100.000 kelahiran hidup, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil Sensus Penduduk 2010 sebesar 259/100.000 kelahiran hidup.

2. Morbiditas (angka kesakitan)

  Tingkat kesakitan suatu negara juga mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat yang ada didalamnya. Berikut ini morbiditas penyakit-penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengambarkan keadaan derajat kesehatan masyarakat: a.

  Diare Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare jauh lebih banyak terdapat dinegara berkembang daripada negara maju, yaitu 12,5 kali lebih banyak di dalm kasus mortalitas (WHO/EIP, yang tidak dipublikasikan).

  Penyebab utama penyakit diare adalah infeksi bakteri atau virus. Jalur masuk utama infeksi tersebut melalui feses manusia atau binatang, makanan, air, dan kontak dengan manusia. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat atau pejamu untuk patogen tersebut atau peningkatan kemungkinan kontak dengan penyebab tersebut tangga yang buruk, kurangnya air minum yang aman, dan pajanan pada sampah padat (misalnya, melalui pengambilan sampah atau akumulasi sampah dilingkungan) yang kemudian mangakibatkan penyakit diare. Epidemik penyakit diare juga dapat terjadi sebagai akibat dari kejadian polusi atau bencana alam besar, seperti banjir.

  b.

  Pneumonia Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia

  Association

  menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun pada tahun 2000 kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menyebabkan kematian ketujuh di negara ini. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara- gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.

  Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian.

  c.

  TB paru Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan permpuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.

  Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium

  

tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain

seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.

  Diseluruh kasus tuberkulosis, sebesar 11% dialami oleh anak-anak di bawah 15 tahun.

3. Status gizi

  Untuk status gizi telah disepakati indikatornya, yaitu: a.

  Persentasi BBLR WHO pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut (dalam Surasmi, 2002) Cakupan berat bayi lahir rendah yang ditangani adalah berat bayi yang kurang dari 2500gram yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana berat bayi lahir rendah di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

  b.

  Persentase balita dengan Gizi Buruk Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan yaitu jumlah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

  Adapun kerangka konsep penelitian yang akan dilakukan adalah :

  Variabel Mortalitas

  AKB AKABA AKI

  Morbiditas

  Angka Diare Angka Pneumonia

  Derajat Kesehatan Masyarakat Angka TB paru

  Status Gizi

  Persentase BBLR Persentase balita dengan gizi buruk

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penerapan Analisis Gerombol Untuk Melihat

  Derajat Kesehatan Masyarakat di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013