Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (Rmu) Studi Kasus Di Kotamadya Pematangsiantar

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kotamadya Pematangsiantar

  Sebagai kota perdagangan, Kotamadya Pematangsiantar berada di tengah- tengah Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh, dan pertanian. Secara geografis wilayah Kotamadya Pematangsiantar berada antara 3° 01’ 09” - 2° 54’ 40” LU dan 99° 6’ 23” – 99° 1’ 10” BT dengan luas

  2

  wilayah 79,97 km . Kotamadya Pematangsiantar terdiri dari 8 (delapan) kecamatan yaitu Kecamatan Siantar Marihat, Siantar Marimbun, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur, dan Siantar Martoba, Siantar Sitalasari dengan jumlah kelurahan sebanyak 43 kelurahan (Ditjen Cipta Karya, 2010).

  Berikut ini adalah tabel perbandingan antara luas areal kecamatan di Kotamadya Pematangsiantar: Tabel 1. Luas daerah menurut kecamatan tahun 2013

  2 Kecamatan Luas (km ) Rasio Terhadap Total (%)

  Siantar Marihat 7,82 9,78 Siantar Marimbun 18,06 22,52 Siantar Selatan 2,02 2,53 Siantar Barat 3,20 4,01 Siantar Utara 3,65 4,56 Siantar Timur 4,52 5,65 Siantar Martoba 18,02 22,54 Siantar Sitalasari 22,72 28,41 Jumlah 79,97 100,00 (BPS, 2013)

  Tanaman Padi

  Menurut Prihatman (2000), padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza Spesies : Oryza sativa L .

  Syarat tumbuh padi pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan kering tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum >1.600 mm/tahun. Suhu yang optimum

  o

  untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24 – 29

  C. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar antara 5,5-7,5. Permeabilitas pada sub horizon kurang dari 0,5 cm/jam (Pujiharti, dkk., 2008).

  Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Setelah tanam, sawah dikeringkan 2-3 hari kemudian diairi kembali sedikit demi sedikit. Sejak padi kedalaman air ditingkatkan menjadi 10 sampai dengan 20 cm. Pada waktu padi mulai berbulir, penggenangan sudah mencapai 20-25 cm, pada waktu padi menguning ketinggian air dikurangi sedikit-demi sedikit. Padi siap panen: 95 % butir sudah menguning (33-36 hari setelah berbunga), bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21-26 %, butir hijau rendah (Prihatman, 2000).

  Adapun klasifikasi dan standar mutu padi yakni: a) persyaratan kualitatif: bebas hama dan penyakit, bebas bau (busuk, asam atau bau-bau lainnya), bebas dari bahan-bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk (insektisida fungisida dan bahan kimia lainnya) serta gabah tidak boleh panas. b) Persyaratan kuantitatif: Kadar air maksimum (%) (mutu I=14,0; mutu II=14,0; mutu III=14,0), gabah hampa maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=3,0), butir rusak dan butir kuning maksimum (%) (mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu III=7,0), butir rusak dan gabah muda maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=5,0; mutu III=10,0), butir merah maksimum (%) (mutu I=1,0; mutu II=2,0; mutu III=4,0) benda asing maksimum (%) (mutu I tidak ada; mutu II=0,5; mutu III=1,0), gabah varientas lain maksimum (%) (mutu I=2,0; mutu II=5,0; mutu III=10,0) (Prihatman, 2000).

  Penggilingan Padi

  Menurut Hasbi (2004), penggilingan padi merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan penyimpanan.

  Unit penggilingan padi umumnya belum menerapkan sistem jaminan mutu, bahkan sebagian besar belum mengetahui standar mutu beras, sehingga beras yang dihasilkan bermutu rendah. Hasil penelitian di lima provinsi sentra produksi padi menunjukkan sekitar 90% unit penggilingan padi menghasilkan beras bermutu rendah karena kadar beras pecah lebih dari 25%. Hal ini disebabkan oleh kesalahan penjemuran dengan ketebalan gabah sekitar 3 cm atau terlalu tipis (Setyono, dkk.. 2008).

  Untuk proses penggilingan, suatu kajian tentang rendemen penggilingan padi dilakukan oleh Hasbi (2004), disebutkan bahwa secara nasional terjadi penurunan kuantitatif rendemen beras giling dari tahun ke tahun, 65% pada tahun 80-an, 63,3% pada akhir tahun 90-an dan pada tahun 2000 menjadi 62%. Jika berpatokan pada angka konversi 62% ini, berarti produksi beras nasional 2011 setara dengan 42,198 juta ton. Penurunan rendemen beras ini dapat terjadi karena pengaruh umur teknis alat penggilingan padi.

  Untuk menghasilkan beras bermutu baik dengan tingkat kehilangan hasil rendah, unit penggilingan padi harus menerapkan sistem jaminan mutu.

  Kehilangan hasil dipengaruhi oleh umur, tipe, dan tata letak mesin penggilingan. Kehilangan hasil padi selama proses penggilingan berkisar antara 1,2-2,6%. (Setyono, dkk., 2006).

  Upaya Peningkatan Produktivitas Padi

  Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan pendapatan. Namun di sisi lain, upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim (climate anomaly), gejala kelelahan teknologi (technology fatigue), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas. Oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat perlu diupayakan untuk mencari terobosan teknologi budidaya yang mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha (Pramono, dkk., 2005).

  Produktivitas suatu penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologis dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Penampilan tanaman pada suatu wilayah merupakan respons dari sifat tanaman terhadap lingkungannya dan juga pengelolaannya. Permasalahan dalam peningkatan hasil padi sebagian besar akibat tidak tepatnya penerapan komponen teknologi terhadap varietas padi yang ditanam pada kondisi lingkungan tertentu.

  Untuk pencapaian hasil maksimal diperlukan ketepatan pemilihan komponen teknologi (Makarim dan Suhartatik, 2010).

  Menurut Hasbi (2012), penanganan pascapanen yang baik akan berdampak positif terhadap kualitas gabah konsumsi, benih, dan beras. Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi adalah tingginya kehilangan hasil. Kehilangan hasil terbesar terjadi pada saat panen, diikuti oleh perontokan. Perbaikan teknologi harus diprioritaskan pada dua kegiatan ini, diikuti dengan teknologi pengeringan dan penggilingan. Jika total kehilangan hasil dapat ditekan dari 20,5% menjadi 10-15%, maka kontribusinya dalam produksi padi nasional akan cukup besar, bahkan dapat membebaskan Indonesia dari impor beras.

  Sistem Pendukung Keputusan

  Menurut Kadir (2003), pengertian sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya bekerja sama sesuai dengan aturan yang diterapkan sehingga membentuk suatu tujuan yang sama. dimana dalam sebuah sistem bila terjadi satu bagian saja yang tidak bekerja atau rusak maka suatu tujuan bisa terjadi kesalahan hasilnya atau output-nya.

  Sistem pendukung keputusan (decision support system atau DSS) adalah sistem informasi berbasis komputer yang menyediakan dukungan informasi interaktif bagi manajer dan praktisi bisnis selama proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan menggunakan model analitis, database khusus, penilaian dan pandangan pembuat keputusan, serta proses pemodelan berbasis komputer yang interaktif untuk mendukung pembuatan keputusan bisnis yang semi terstruktur dan tak terstruktur (Herlambang dan Tanuwijaya, 2005).

  Menurut Surbakti (2002), keuntungan penggunaan DSS adalah mampu mendukung pencarian solusi dari masalah yang kompleks, respon cepat pada situasi yang tak diharapkan dalam kondisi yang berubah-ubah, mampu untuk menerapkan berbagai strategi yang berbeda pada konfigurasi berbeda secara tepat dan cepat, pandangan dan pembelajaran baru, menghemat biaya, meningkatkan produktivtas analisis, dan efektivitas manajerial.

  Sistem pendukung keputusan tidak ditekankan untuk membuat keputusan. Dengan sekumpulan kemampuan untuk mengolah informasi/data yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, sistem hanya berfungsi sebagai alat bantu manajemen. Jadi sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan fungsi pengambil keputusan dalam membuat keputusan. Tapi sistem ini dirancang hanya untuk membantu pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya (Eniyati dan Santi, 2010).

  Komponen Sistem Pendukung Keputusan

  Menurut Riadi (2013), secara umum sistem pendukung keputusan (SPK) dibangun oleh tiga komponen besar yaitu database management, model base dan

  software system atau user interface. Komponen SPK tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 1.

  Pengelolaan Data Pengelolaan Model (Database Management) (Modelbase) Pengelolaan Dialog (User Interface)

  User Gambar 1. Komponen sistem pendukung keputusan (Riadi, 2013).

  

Database management merupakan subsistem data yang terorganisasi

  dalam suatu basis data. Data yang merupakan suatu sistem pendukung keputusan dapat berasal dari luar maupun dalam lingkungan. Untuk keperluan SPK, diperlukan data yang relevan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan melalui simulasi. Model base merupakan suatu model yang merepresentasikan permasalahan ke dalam format kuantitatif (model matematika sebagai contohnya) sebagai dasar simulasi atau pengambilan keputusan, termasuk di dalamnya tujuan dari permasalahan (objektif), komponen-komponen terkait, batasan-batasan yang ada (constraints), dan hal-hal terkait lainnya. User interface merupakan penggabungan antara dua komponen sebelumnya yaitu database management dan

  model base yang disatukan dalam komponen ketiga (user interface), setelah

  sebelumnya dipresentasikan dalam bentuk model yang dimengerti computer. User

  interface menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukan dari pemakai ke dalam sistem pendukung keputusan (Riadi, 2013).

  Ada tiga pola penggunaan DSS pada user-nya yakni: subscription mode (pengambil keputusan menerima report yang dihasilkan secara teratur, walaupun berbagai sistem analisis data atau model accounting mirip cara ini, tetapi tidak dimasukkan ke dalam DSS), terminal mode (pengambilan keputusan oleh user langsung dari sistem melalui akses online, inilah yang merupakan model paling dominan), dan intermediary mode (pengambilan keputusan menggunakan sistem melalui perantara yang melakukan analisis, menerjemahkan dan melaporkan hasilnya, pengambil keputusan tidak perlu tahu bagaimana perantara ini bekerja dalam sistem untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya)

  Menurut Adriyanti (2006), secara konseptual siklus hidup pengembangan sistem informasi (system development life cycles atau SDLC) adalah: a) analisis sistem (menganalisis dan mendefinisikan masalah dan kemungkinan solusinya untuk sistem informasi dan proses organisasi) b) perancangan sistem (merancang output, input, struktur file, program, prosedur perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem informasi)

  c) pembangunan dan testing sistem (membangun perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung sistem dan melakukan testing secara akurat, melakukan instalasi dan testing terhadap perangkat keras dan mengoperasikan perangkat lunak) d) implementasi sistem (beralih dari sistem lama ke sistem baru, melakukan pelatihan dan panduan seperlunya) e) operasi dan perawatan (mendukung operasi sistem informasi dan melakukan perubahan atau tambahan fasilitas) f) evaluasi sistem (mengevaluasi sejauh mana sistem telah dibangun dan seberapa bagus sistem telah dioperasikan).

  Data

  Data merupakan fakta yang mewakili suatu objek seperti manusia, hewan, peristiwa, konsep, keadaan dan sebagainya, yang dapat dicatat dan mempunyai arti yang implisit. Data dicatat atau direkam dalam bentuk angka, huruf, simbol, gambar, bunyi, atau kombinasinya. Sedangkan basis data dapat diartikan sebagai kumpulan data tentang suatu benda atau kejadian yang saling berhubungan satu sama lain (Waljiyanto, 2003).

  Sedangkan menurut Ladjamuddin (2005), data merupakan komponen dasar dari informasi yang akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan informasi. Himpunan data akan memiliki sifat yang unik, antara lain sebagai berikut: a. Saling berkaitan (Interrelated), data-data tersebut akan saling berkaitan atau terintegrasi dan tersimpan secara terorganisir di dalam suatu media penyimpanan.

  b. Kebersamaan (Shared), data yang terintegrasi tersebut dapat diakses oleh berbagai macam pengguna atau orang, tetapi hanya satu yang dapat mengubahnya yaitu Database Administrator (DBA).

  c. Terkendali (Controlled), data yang terintegrasi tersebut hanya dapat diubah oleh seorang DBA.

  Data tidak dapat langsung dipakai untuk pengambilan keputusan. Data dapat dimanfaatkan setelah komputer mengolahnya menjadi informasi. Jadi data merupakan bahan mentah yang dapat dijadikan data input bila memenuhi beberapa kriteria pengolahan data (Waluya, 1997).

  Pengolahan data adalah masa atau waktu yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan bentuk data menjadi informasi yang memiliki kegunaan. Ada beberapa operasi yang dilakukan dalam pengolahan data, yakni data masukan (kumpulan data transaksi ke sebuah pengolahan data medium), data proses akumulasi beberapa data, melakukan klasifikasi data berdasarkan karakteristik data tertentu) dan informasi keluaran (menampilkan hasil informasi keluaran yang dibutuhkan pemakai melalui berbagai media) (Ladjamudin, 2005).

  SPSS

  SPSS adalah singkatan dari Statistical Product and Service Solution merupakan paket program aplikasi komputer untuk menganalisis data statistik.

  Dengan SPSS kita dapat memakai hampir dari seluruh tipe file data dan menggunakannya untuk membuat laporan berbentuk tabulasi, chart (grafik), plot (diagram) dari berbagai distribusi, statistik deskriptif dan analisis statistik yang kompleks (FPP, 2011).

  Statistika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang banyak digunakan berbagai bidang ilmu seperti pertanian, teknik, psikologi, dan lainnya. SPSS merupakan suatu software yang menyediakan berbagai macam alat-alat atau tools

  statistic seperti analisis regeresi linier, analisis regresi dummy, statistika non-

  parametrik, analisis variansi, dan sebagainya. Dengan menggunakan SPSS, tentunya dapat menghemat waktu dalam melakukan perhitungan-perhitungan untuk statistika jika dibandingkan dengan yang manual (Gio, 2013).

  Keunggulan dari SPSS for windows diantaranya adalah diwujudkan dalam menu dan kotak-kotak dialog antar muka (dialog interface) yang cukup memudahkan para user dalam perekaman data (data entry), memberikan perintah dan sub-sub perintah analisis hingga menampilkan hasilnya. Disamping itu SPSS juga memiliki kehandalan dalam menampilkan chart atau plot hasil analisis sekaligus kemudahan penyuntingan bilamana diperlukan (FPP, 2011).

  Skewness dan Kurtosis

  Ukuran kemiringan atau skewness merupakan suatu nilai yang mengukur mengenai ketidaksimetrisan distribusi suatu data. Suatu data dikatakan mempunyai distribusi simetris sempurna bila nilai rata-rata, median, dan modus dalam data adalah sama. Pada kurva yang cenderung berat ke kanan disebut dengan kurva positif. Pada kurva yang kemiringan sisi kanan dan sisi kiri sama disebut dengan kurva simetrik. Pada kurva yang cenderung berat ke kiri disebut kurva negatif (Gio, 2013).

  Gambar 2. Bentuk kurva distribusi (Nep, 2013). Menurut Nep (2013), ada beberapa tingkat kemiringan (skewness) yakni

  3 = 0 maka bentuk kurva simetris, 3 > 0 maka bentuk kurva positif

  α α

  (miring/landai ke kanan),

  3 < 0 maka bentuk kurva negatif (miring/landai ke

  α kiri). Dikatakan model positif jika kemiringan positif, negatif jika kemiringan negatif dan simetrik jika kemiringan sama dengan nol.

  Ukuran keruncingan atau kurtosis merupakan suatu nilai yang mengukur tingkat keruncingan atau ketinggian puncak dari distribusi data terhadap keruncingan atau ketinggian puncak dari distribusi normalnya. Berdasarkan keruncingannya, suatu kurva dikelompokkan atas tiga kategori yakni platikurtis,

  mesokurtis , dan leptokurtis (Gio, 2013).

  Gambar 3. Bentuk grafik kurtosis (Nep, 2013). Menurut Nep (2013), salah satu ukuran kurtosis ialah koefisien kurtosis, diberi simbol

  4 . Ada beberapa kriteria untuk menafsirkan koefisien kurtosis yaitu

  α

  4 = 3 distribusi normal (mesokurtik) , 4 > 3 distribusi leptokurtik (runcing),

  α α < 3 distribusi platikurtik (datar/landai). α

  Mengkonversikan nilai tersebut sangat berguna karena kita dapat membandingkan anatara nilai skew dan kurtosis pada sampel yang berbeda dengan ukuran yang berbeda. Cara mengkonversikan skewness dan kurtosis menjadi nilai Z dapat dilakukan dengan rumus :

  S - 0 K - 0 Z = Z =

  skewness kurtosis

  SE SE

  skewness kurtosis

  Dimana nilai dari S (skewness) dan K (kurtosis) dan SE (standard error) dihasilkan dari hasil output SPSS. Cara ini digunakan untuk mencari nilai secara manual (Field, 2009).

  Pembangkit Angka Acak Bilangan acak adalah bilangan yang kemunculannya terjadi secara acak.

  Bilangan acak dibangkitkan oleh komputer adalah bilangan acak semu (pseudo

  

random number ). Bilangan acak ini penting untuk keperluan simulasi

(Basuki, dkk., 2006).

  Dalam menghasilkan sebuah bilangan acak, sebuah komputer dapat memakai dua pendekatan, yaitu dengan cara menggunakan pembangkit bilangan acak semu ataupun dengan menggunakan pembangkit bilangan acak sejati. Pembangkit bilangan acak semu adalah pembangkit bilangan acak yang memanfaatkan rumus-rumus matematis dalam membangkitkan sebuah bilangan acak. Pembangkit bilangan acak semu biasanya bersifat efisien dan deterministik, namun sayangnya juga bersifat periodik. Berbeda dengan pembangkit bilangan acak semu, pembangkit bilangan acak sejati merupakan pembangkit bilangan acak yang memanfaatkan fenomena-fenomena fisik yang kemudian ditangkap oleh komputer (Handoyo, 2011).

  Menurut Rusjdi (2011), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh suatu pembangkit bilangan acak (random) yakni: a) angka yang dihasilkan harus sesuai dengan distribusi seragam

  b) pembangkit bilangan acak harus cepat

  c) pembangkit tersebut harus efisisen dalam penyimpanan dan waktu eksekusinya d) pembangkit tersebut harus dapat menghasilkan kelompok-kelompok bilangan acak berbeda dan dapat menghasilkan kembali urutan-urutan angka kapan saja diperlukan

  e) serta metode yang digunakan harus dijamin tidak akan menghasilkan kembali angka-angka yang sama dalam waktu yang relatif dekat.

  Menurut Hartono (2010), berikut ini adalah beberapa metode pembangkitan bilangan acak semu yakni: additive (arithmatic) random number

  

generator (ARNG), multiplicative random number generator (MRNG), mixed

congruential random number generator (MCRNG).

  Untuk mendapatkan bilangan acak, salah satunya dengan menggunakan metode kongruen campuran yang diformulasikan dengan rumus: X = (aX + c) mod m

  i+1 i

  Dengan keterangan bahwa a merupakan konstanta pengali (a<m), c merupakan konstanta pergeseran (c<m), m merupakan konstanta modulus (>0), X i merupakan bilangan acak (bilangan bulat > 0, X < m) (Handoyo, 2011).

  Untuk mengetahui bahwa bilangan acak tersebut dapat mewakili sampel untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan data hasil simulasi, maka angka acak tersebut perlu dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan uji F. Jika varian sama maka uji T menggunakan equal variance assumed (diasumsikan varian sama) dan jika varian berbeda maka menggunakan equal variance not assumed (diasumsikan varian berbeda) (Ritonga, 2014).

  Uji Normalitas

  Uji distribusi normalitas atau biasa dikenal dengan istilah uji normalitas dapat digunakan untuk mengukur apakah data yang telah didapatkan berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat digunakan dalam statistik parametris (statistik inferensial). Yakni, distribusi data dengan bentuk seperti bell. Dimana data yang baik dan benar adalah data yang memiliki pola berdistribusi normal, yaitu tidak terlalu menghadap kanan maupun kiri (Haniah, 2013).

  Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kita berasal dari populasi normal atau tidak. Data berdistribusi normal yaitu data yang tersebar memusat pada nilai rata-rata dan median. Cara mengetahui suatu data berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat dari kolom signifikasi pada output uji normalitas pada SPSS. Adapun kriteria untuk menetapkan distribusi normal yaitu: besarnya signifikasi adalah 0,05; kemudian dibandingkan dengan taraf signifikasi (p) yang diperoleh. Jika signifikasi yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila nilai signifikasi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05; maka sampel bukan berasal dari populai yang berdistribusi normal (Sugiyono, 2010)

  Untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dapat digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Selain uji Kolmogorov-Smirnov, dapat juga digunakan uji Liliefors. Statistik Kolmogorov-Smirnov merupakan nilai mutlak dari selisih antara probabilitas nilai X yang bernilai maksimum. Nilai tersebut dilambangkan dengan D max (Gio, 2013).

  Untuk mengetahui distribusi suatu data bersifat normal atau tidak, dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S Test). Dalam aplikasi SPSS, uji Kolmogorov-Smirnov ini dapat dilakukan dengan cara mencentang tanda

  

normality plots with test pada pengujian explorer, dengan memasukkan variabel

yang akan diuji ke dalam box dependent list (Rusdi, 2009).

  Menurut Rusdi (2009), pedoman pengambilan keputusan untuk suatu data dikatakan normal ialah dengan memperhatikan nilai sig (p) pada output test of

  normality pada SPSS. Dimana apabila nilai sig (p) <

  α maka distribusi data dikatakan tidak normal, sedangkan apabila nilai sig (p) > α maka distribusi data dikatakan normal.

  Uji T

  Menurut Gio (2013), Uji T atau uji rata-rata populasi dapat digunakan untuk menguji rata-rata dari sebuah populasi berdasarkan sampel yang ditarik dari populasi tersebut. Pada taraf signifikasi 5%, peneliti menguji apakah pernyataan dapat diterima atau tidak. Berikut ini adalah tahapan pengujian: a. Perumusan hipotesis, disusun hipotesis untuk H dan H

  1

  b. Menghitung nilai derajat bebas dengan rumus : n-1

  c. Menghitung nilai kritis t berdasarkan tabel distribusi t

  d. Menghitung nilai statistik t dengan menghitung nilai rata-rata, kemudian standar deviasi dan dihitung nilai statistik t dengan rumus:

  � − t = / √ keterangan: t : nilai uji rata-rata populasi � : nilai rata-rata (mean) dari data µ : nilai sample data s : standar deviasi dari data n : banyaknya data e. Kemudian dilakukan pengambilan keputusan.

  Uji F

  Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel

  

independent secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependent. Derajat

  kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel, maka hipotesis alternatif yang menyatakan semua variabel independent, secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent (Sukoco, 2012).

  Simulasi Monte Carlo

  Istilah Monte Carlo digunakan dalam matematika yang merupakan metode pertama yang dipakai oleh para ilmuwan dalam pekerjaan pembuatan senjata nuklir di Los Alamos pada tahun 1940. Inti dari metode ini ialah penemuan suatu peluang yang memiliki sifat-sifat tertentu dan hasil yang memiliki suatu fenomena yang menarik dan dapat dipelajari sifatnya. Metode perhitungan Monte Carlo ini berkembang dalam permainan kartu oleh Stainslaw Marcin Ulam yang berhasil memenangkan beberapa permainan kartu solitaire melalui perhitungan sifat keacakan ini dan di dalam biografinya Ulam menyatakan bahwa metode tersebut dinamakan Monte Carlo (yang merupakan nama sebuah kasino di Monako) untuk menghormati pamannya yang seorang pejudi, atas saran temannya Nicholas Metropolis (Kalos dan Whitlock, 2008).

  Menurut Sartono (2005), salah satu jenis simulasi adalah teknik simulasi Monte Carlo, yang secara acak membangkitkan bilangan atau nilai-nilai dari suatu variabel dengan sebaran tertentu berulang-ulang. Simulasi Monte Carlo merupakan suatu metode untuk menyelesaiakan masalah menggunakan pembangkitan bilangan acak yang sesuai dan selanjutnya mengamati sifat-sifat tertentu yang dihasilkan, dan metode ini berguna untuk mendapatkan solusi numerik pada masalah yang terlalu rumit diselesaikan secara analitis.

  Simulasi Monte Carlo dikenal juga dengan istilah Sampling Simulation atau Monte Carlo Sampling Technique. Sampling simulation ini menggambarkan kemungkinan penggunaan data sampel dalam metode Monte Carlo dan juga sudah dapat diketahui atau diperkirakan distribusinya. Simulasi ini menggunakan data yang sudah ada (historical data) yang sebenarnya dipakai pada simulasi untuk tujuan lain. Dengan kata lain, apabila menghendaki model simulasi yang mengikutsertakan random dan sampling dengan distribusi probabilitas yang dapat diketahui dan ditentukan maka cara simulasi Monte Carlo ini dapat dipergunakan.

  Metode simulasi Monte Carlo ini cukup sederhana dalam menguraikan ataupun menyelesaikan persoalan, termasuk dalam penggunaan programnya di komputer (Sugiharto, 2007).

  Dasar dari simulasi Monte Carlo adalah percobaan elemen kemungkinan dengan menggunakan sampel random (acak). Metode ini terbagi dalam 5 tahapan: a) Membuat distribusi kemungkinan untuk variabel penting

  b) Membangun distribusi kemungkinan kumulatif untuk tiap‐tiap variabel di tahap pertama c) Menentukan interval angka random untuk tiap variabel

  d) Membuat angka random

  e) Membuat simulasi dari rangkaian percobaan Persoalan kemudian muncul, ketika teknik simulasi Monte Carlo memerlukan pengetahuan mengenai bentuk sebaran data. Beberapa masalah yang muncul adalah pada data tertentu dapat diidentifikasi sesuai dengan lebih dari satu bentuk sebaran serta pada data yang lain, ada kemungkinan tidak dapat diperoleh sebarannya (jika dilakukan pengujian sebaran-sebaran umum) (Sartono, 2005).

  Validasi dan Verifikasi

  Menurut Harrell, dkk., (2003) validasi model adalah proses menentukan apakah model konseptual merefleksikan sistem nyata dengan tepat, sedangkan verifikasi model adalah proses menentukan apakah model simulasi merefleksikan model konseptual dengan tepat.

  Penilaian validitas dan reliabilitas data suatu penelitian merupakan suatu syarat yang harus dilakukan untuk menilai kualitas suatu hasil penelitian. Istilah validitas dan reabilitas pada penelitian kuantitatif memiliki unsur kesamaan dalam prinsip atau standar umum (Afiyanti, 2008).

  Validasi Verifikasi Sistem Model Konseptual Program Simulasi

  Nyata Menjalankan Model Validasi

  Implementasi Hasil Hasil Benar Tersedia Kirim Hasil Ke Manajemen Gambar 4. Relasi verifikasi, validasi dan pembentukan model kredibel (Hasad, 2011).

  Pengembangan model simulasi merupakan proses iteratif dengan beberapa perubahan kecil pada setiap tahap. Dasar iterasi antara model yang berbeda adalah kesuksesan atau kegagalan ketika verifikasi dan validasi setiap model. Ketika validasi model dilakukan, kita mengembangkan representasi kredibel sistem nyata, ketika verifikasi dilakukan, kita memeriksa apakah logika model diimplementasikan dengan benar atau tidak (Hasad, 2011).

  Suatu model dapat dikatakan valid ketika tidak memiliki perbedaan dengan sistem yang nyata yang diamati baik dari karakteristiknya maupun perilakunya. Validasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji statistik yang meliputi uji keseragaman data output, uji kesamaan dua rata-rata, uji kesamaan dua variansi dan uji kecocokan distribusi (Ritonga, 2014).

Dokumen yang terkait

II. Petunjuk Pengisian - Pengaruh Atribut Produk dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Luwak White Koffie pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

0 0 11

Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

0 1 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan politik tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat - Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

0 1 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR(OCB) 2.1.1 Definisi OCB - Pengaruh Locus of control (LOC) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada Karyawan PTPN IV Unit Ajamu

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG - Pengaruh Locus of control (LOC) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada Karyawan PTPN IV Unit Ajamu

0 2 9

Pengaruh Locus of control (LOC) terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) pada Karyawan PTPN IV Unit Ajamu

0 0 12

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Definisi Pariwisata - Pengembangan Mata Air Aek Manik Sebagai Kawasan Objek Wisata Di Kabupaten Simalungun

1 1 13

Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Perseorangan Terhadap Debitor Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Pt. Bank Xxxx Di Medan

0 0 19

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Perseorangan Terhadap Debitor Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Pt. Bank Xxxx Di Medan

0 0 14

7. Siantar Barat - Sistem Pendukung Keputusan Pendugaan Kebutuhan Rice Milling Unit (Rmu) Studi Kasus Di Kotamadya Pematangsiantar

0 0 22