BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan politik tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat - Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

  sekarang ini. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik, akan tetapi apabila cara-cara yang digunakan untuk mewujudkan politik tidak menggunakan cara yang baik tentu akan mendapatkan dampak yang negatif. Belum pahamnya masyarakat terhadap politik dan makin banyaknya oknum-oknum yang bermain kotor dalam politik, berdampak pada masyarakat yang semakin enggan mempelajari politik dengan baik dan benar. Ketika anak-anak muda dipertontonkan dengan kecurangan politik, kasus suap, politik uang, tanpa dibekali pendidikan politik yang baik dan benar, mereka akan selalu berpandangan negatif terhadap kehidupan politik, dan politik adalah kehidupan yang kejam. Pandangan yang seperti inilah yang dapat mengikis rasa nasionalisme. Mereka tidak mau tahu tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsanya, mereka acuh terhadap aturan-aturan pemerintahan yang tentunya akan berdampak melemahnya rasa persatuan dan kesatuan antar warga Negara.

  Indonesia sebagai Negara demokrasi, dengan kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan bernegara. Oleh karena itu sangatlah penting bagi masyarakat untuk mengetahui tentang politik. Tanpa adanya kesadaran politik, maka tingkat partisiasi politik masyarakat juga rendah yang dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan nasional. Pendidikan politik sangat mutlak perlu diwujudkan dikalangan warga masyarakat, mahasiswa, maupun siswa sekolah dasar sekalipun agar tidak berpandangan negatif terhadap kehidupan politik. Kehidupan politik dalam suatu bangsa atau bangsa itu memiliki kekuatan atau tidak. Meskipun aspek politik tentu tidak bisa berdiri sendiri, karena hal itu sangat terkait dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa, juga kemajuan ilmu dan teknologi. Kalau kita lihat fenomena masa kini, bahwa pemegang dominasi kekuatan politik dunia adalah mereka yang memiliki sumber daya yang handal dalam penguasaan ekonomi dan sains-tek.

  Saat ini terdapat berbagai masalah dalam proses demokrasi di Indonesia,

  

pertama tidak sejalannya aspirasi masyarakat dengan wakil rakyat di lembaga

  legislatif. Kedua, terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap aspek teknis pemilu beserta aturannya seperti parleamentary, presidential dan electoral

  

treshold. Ketiga, terjadinya kecurangan beberapa manipulasi data dan politik uang

   yang berdampak pada maraknya konflik horisontal antar warga .

  Pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat rendah dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya 48,5 persen. Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan beberapa faktor, seperti sosialisasi yang kurang maksimal dari KPU, 1 hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik, masyarakat tidak

  

Asep Kurnia, dkk. 2011. Penelitian Peran Partai Politik dalam Memberikan Pendidikan Politik

  

  mengenal calon gubernur dan wakil gubernur . Masalah masalah tersebut dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang politik.

  Pendidikan politik dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan politik supaya dapat menentukan pilihan politiknya secara cerdas dan untuk Memilih dan dipilih adalah salah satu hak yang sangat asasi bagi manusia, untuk ini partai politik adalah salah satu pilar demokrasi yang idealnya memberikan pendidikan politik dan pencerahan kepada rakyat sebagai

  

  konstituennya . Partai politik sebagaimana dalam pasal 11 Ayat (1) Undang- Undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kahidupan bermasyarakat,

  

  berbangsa, dan bernegara . Sampai saat ini peran partai politik dalam pendidikan politik bagi masyarakat belum terasa maksimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrian Hukum dan HAM RI mengatakan bahwa pendidikan politik tidak sepenuhnya dilakukan oleh partai politik.

  Pendidikan politik merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana guna meningkatkan kesadaran politik rakyat sehingga ia dapat 2 berperan sebagai pelaku dan partisipan dalam kehidupan politik kenegaraan yang

   3 diakses pada 13 Juni 2014 pukul 10.15. 4 Asep Kurnia. Opcit, Hal 3-4.

  sesuai dengan nilai-nilai politik yang berlaku serta dapat menjalankan peranannya secara aktif, sadar dan bertanggung jawab yang dilandasi oleh nilai-nilai politik yang berdasarkan pancasila

  Oleh karena itu pendidikan politik merupakan wahana pembinaan dan berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai dan ideologi yang dianut oleh suatu bangsa, pembentukan kesadaran itu akan dicerminkan oleh nilai-nilai, sikap dan ideologi yang dianut.

  Pendidikan adalah membimbing anak didik dari tingkat belum dewasa menuju kedewasaan, dengan kriteria keberhasilan adalah kedewasaan. Sedangkan politik adalah hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, kelakuan penjabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi

   konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat.

  Dengan dipadukannya antara pendidikan dan politik diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap politik, melalui pendidikan politik setiap warga negara bisa melek politik. Artinya, mereka perlu belajar dan memahami tentang kehidupan politik di negaranya dan tidak selalu berpandangan negatif tentang politik.

5 Syafiie, Inu Kencana dan Azhari. 2008. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Hal

  Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dalam sistem politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antar pendidik, pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, norma dan simbol-simbol

   politik yang dianggap ideal dan baik.

  Pendidikan dalam konteks pendidikan politik ialah suatu proses dimana seseorang diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan politik suatu negara sehingga orang tertersebut mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam politik yang nantinya dapat meningkatkan kesadaran politik, kemelekan politik dan tingkat partisipasi dalam menjalankan sebuah

   sistem politik.

  Setiap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari pasti selalu bersentuhan dengn aspek-aspek politik, baik itu secara sadar maupun tidak sadar. Oleh sebab itu mereka perlu belajar dan memahami tentang aspek-aspek politik baik melalui pembelajaran yang dialogis maupun interaktif. Adapun yang perlu ditekankan dalam pendidikan politik dengan menanamkan nilai-nilai kearifan (budaya dan etika) politik kepada masyarakat, sehingga mereka mampu melakukan tindakan 6 politik yang tidak merugikan bangsa dan Negara. 7 Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Grasindo. Hal 150

Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. 2011. Pendidikan Politik. Bandung: Lensa Media Pustaka

  Tujuan pemahaman pendidikan politik harus dimulai sejak dini, yaitu sejak generasi penerus bangsa masih duduk di bangku sekolah, seperti di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini dikarenakan generasi muda merupakan aset partisipasi dalam politik yang masih belum dimaksimalkan. Generasi muda masih terhadap politik masih rendah. Mengapa generasi muda kurang paham atau bahkan tidak menyukai politik. Mereka berpikiran bahwa politik merupakan

   sesuatu hal yang rumit dan membingungkan.

  Dalam masyarakat bernegara khususnya di Indonesia pendidikan politik baru terasa ketika pasca reformasi 1998, dimana masyarakat mampu berpendapat dan menunjukkan keinginannya tanpa harus takut akan ancaman dari pihak luar karena segala sesuatu perbuatan masyarakat diatur oleh hukum. Melihat pengalaman selama 32 tahun di bawah Orde Baru dapat dikemukakan dua model partisipasi politik yang pernah ada di masyarakat Indonesia dalam kaitannya dengan pendidikan politik. Pertama, partisipasi politik termobilisasi yag dikenal sebagai satu model partisipasi politik yang termobilisasi. Dapat diartikan masyarakat politik indonesia mayoritas semata-mata digerakkan oleh elit yang berkuasa. Kedua, partisipasi otonom dimana kesadaran dalam membangun partisipasi politik yang mandiri semakin menguat dan menunjukkan wujudnya wujudnya pasca gerakan reformasi 1998 kendati belum dapat dikatakan

  8 seluruhnya berhasil, sudah mampu menunjukkan trend ke arah pembangunan

   partisipasi politik masyarakat secara mandiri.

  Pemahaman akan pendidikan politik di masyarakat masih sangat rendah secara keseluruhan. Ini disebabkan karena masyarakat belum paham akan arti atau sosialisasi terhadap pemahaman pendidikan politik di masyarakat menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. Pemahaman akan pendidikan politik harus digalangkan mulai dari dini, supaya nanti dimasa yang akan datang tercipta generasi muda yang paham akan politik akan berdampak pada meningkatnya partisipasi politik di kalangan masyarakat. Tujuan dari pemahaman pendidikan politik yaitu untuk memberikan pengetahuan akan pendidikan politik pada masyarakat.

  Saat ini organisasi masyarakat telah turut ambil bagian dalam pendidikan politik bagi masyarakat. Organisasi pada hakekatnya dijalankan dari sekumpulan orang yang memiliki dasar ideologi yang sama. Dasar ideologi yang dimaksud adalah pondasi yang dijadikan dasar dari pola pikir anggotanya. Keberadaan organisasi diinginkan untuk membantu setiap anggotanya keluar dari masalahnya. Sehingga adanya organisasi diharapkan untuk mencapai solusi dari visi dan misi organisasi itu.

  Al Jam`iyatul Washliyah merupakan organisasi kemasyarakatan dengan 9 amal ittifaknya yaitu pendidikan, dakwah dan amal sosial yang didirikan oleh pelajar-pelajar Maktab Islamiah Tapanuli Medan, Sumatera Utara pada tanggal 9 Rajab 1349 H bertepatan tanggal 30 Nopember 1930 dan organisasi tersebut diberi nama ALJAM`IYATUL WASHLIYAH (Al Washliyah) oleh Ulama Besar Shyeh H. Muhammad Yunus. organisasinya. Suatu organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki ciri khas yang menonjolkan fungsi sebagai “mediator”. Al Washliyah dalam dakwahnya selalu tampil sebagai juru penghubung, mediator, menjembatani hubungan antara manusia dengan Allah (hamblum minallah) dan hubungan antar manusia dengan manusia (hamblum minannas). Jika ada perselisihan di antara sesama kelompok Islam, maka Al Washliyah ada di tengah-tengahnya. Orang Al Washliyah Suka berkumpul bersilaturrahim antar ulama, pelajar, mahasiswa dan membaur kepada masyarakat umum.

  Mengenal Al Washliyah selain dari namanya, juga melalui lagu marsnya, berulang-ulang kata bersatu dan hentikan pertikaian untuk mencapai kemuliaan disebut hampir pada setiap baitnya. Ada satu bait terakhir yang indah liriknya bila dinyanyikan dapat menggugah rasa yaitu; “Bersatulah ya ikhwan, hentikanlah pertikaian, junjung tinggi, amar Tuhan, hiduplah Washliyah zaman ber zaman.”

  Melalui lagu marsnya, Al Washliyah menonjolkan ciri khasnya yaitu menyeru kepada saudara-saudaranya manusia sedunia, manusia sebangsa, terutama antar sesama ikhwan muslim dan sesama anggota Al Washliyah agar selalu bersatu, menghentikan pertikaian, menjunjung tinggi perintah Tuhan.

  Sesuai misi utamanya sebagai penghubung, orang Al Washliyah suka bergaul ke mana-mana, selalu berusaha untuk tidak tampil sebagai salah satu penengah. Perselisihan yang terjadi pada antar organisasi Islam maupun perselisihan dalam keluarga dan antardesa. Peran penengah dilakukan oleh orang Al Washliyah baik para ulamanya, muslimatnya, para pelajar, mahasiswa, pemuda, cendikiawan, guru dan juga para anggota.

  Kalau ditarik dari sejarah berdirinya Al Washliyah, salah satu pendorong lahirnya Al Washliyah adalah adanya kehawatiran terhadap terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin mengamalkan ajaran Islam pada waktu itu. Perselisihan itu terjadi antar “kaum tua” yaitu, masyarakat Islam tradisional yang mentolerir tradisi setempat masuk dalam kegiatan seremonial Islam sepanjang diyakini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, dengan “kaum Muda” yaitu, ‘masyarakat Islam modern (pembaharu) yang menolak bercampurnya kegiatan Agama Islam dengan budaya, karena khawatir pengamalan ajaran Islam menjadi tidak murni lagi.

  Dalam pergerakan politik dan ekonomi, organisasi ini juga melakukannya meskipun bukan organisasi politik dan organisasi bisnis. Usaha atau kegiatan ini diperlukan untuk partisipasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk membela ajaran Islam dan memberi kesejahteraan bagi anggotanya. Al Washliyah memutuskan untuk mengambil peran politik walaupun Al Washliyah sejatinya adalah organisasi sosial.

  Secara umum, latar belakang kelahiran Al Washliyah dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, adalah aspek kegelisahan yang mendalam dari aktivis pelajar pendapat mengenai hukum Islam yang menyangkut masalah-masalah cabang (furu’iyah). Perbedaan pendapat dikalangan umat Islam sudah sedemikian luas dab sudah mengarah kepada perpecahan umat dan putusnya silaturahmi.Kedua, adalah aspek ruh perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia dan munculnya jiwa nasionalisme. Jadi, munculnya gerakan untuk mendirikan organisasi Al Washliyah adalah berdasarkan kedua latar belakang tersebut.

  Studi latar belakang dari peristiwa sejarah ini menunjukkan ada dua hal pokok yang berkaitan erat dengan peran politik Al Washliyah dalam membina karakter bangsa. Pertama, dalam konteks keagamaan (religiusitas), bahwa Al Washliyah lahir dalam rangka respon kondisi dan tuntutan keumatan yang sangan membutuhkan saat itu. Kedua, dalam konteks bangsa-negara (nation-state), tanpa dapat dibantah bahwa kelahiran Al Washliyah adalah bentuk respon yang revolusioner dalam tuntutan besar dalam konteks pergerakan kemerdekaan Indonesia melalui amal jihad (gerakan) dan ijtihad (pemikiran). Dalam pandangan para tokoh dan warga Al Washliyah sesungguhnya tuntutan keagamaan dan kebangsaan adalah salah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Secara tegas dapat dinyatakan bahwa kelahiran Al Washliyah merupakan bentuk tanggung jawab

   atas kesadaran keagamaan dan kesadaran kebangsaan.

  Memahami pendidikan politik di masyarakat merupakan hal yang sangat menarik untuk diketahui. Karena pendidikan politik itu merupakan suatu proses masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol- simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem politik negaranya. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihat bagaimana peran Al Washliyah dalam melakukan pendidikan politik di Sumatera Utara.

  Penulis mengangkat Al Washliyah sebagai objek penelitian juga berdasarkan sebuah asumsi dasar sebagai landasan berpikir, yaitu : Pertama, setiap pendiri Al Washliyah pasti adalah merupakan pejuang dan aktifis organisasi yang membangun Al Washliyah, tapi pejuang dan aktifis organisasi yang membangun Al Washliyah, belum tentu sebagai pendiri Al Washliyah. Kedua, Al Washliyah tidak didirikan oleh seprang tokoh sentral kharismatik seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, melainkan Al Washliyah didirikan oleh sekelompok pemuda pelajar yang berpikiran maju dibawah bimbingan ulama.

  10

  B. Rumusan Masalah

  Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang dicari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan

   diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah.

  Al Washliyah meupakan organisasi sosial keagamaan, yang banyak tokohnya ikut berperan dalam kegiatan politik di Indonesia. Sehingga sebagai organisasi sosial keagamaan, Al Washliyah memiliki peran pendidikan politik. Kajian ini hendak mengetahui bagaimana hal ini bisa terjadi? Apakah ada kegiatan pendidikan politik di Al Washliyah? Dimana peran pendidikan politikny?

  Berangkat dari kebutuhan tersebut, maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peran Al Washliyah dalam Pendidikan

  Politik Sumatera Utara?”

  C. Batasan Masalah

  Dalam melakukan penelitian, perlu membuat pembatasan masalah 11 terhadap apa yang diteliti, dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang

  

Husani Usman dan Purnomo.2004. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara. Hal lingkup penelitian dan hasil penelitian yang dihasilkan tidak menyimpang dari tujuan awal penulisan yang ingin dicapai. Penelitian ini hanya berfokus pada Al Washliyah wilayah Sumatera Utara, dimana yang menjadi batasan masalahnya adalah bagaimana peran Al Washliyah dalam melakukan pendidikan politik

  D. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, dan adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah mengetahui peran Al Washliyah dalam memberikan pendidikan politik di Sumatera Utara, khususnya kepada warga Al Washliyah.

  E. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik bagi peneliti maupun bagi orang lain, terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

  Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

  Peneliti mampu mengasah kemampuan dalam melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan menambah pengetahuan dan wawasan serta cara befikir penulis tentang pendidikan politik.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang Peran Al Washliyah dalam Pendidikan Politik di Sumatera Utara.

  3. Penelitian ini sekiranya dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pendidikan politik khususnya dalam Ilmu Politik dan menjadi referensi tambahan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ilmu Politik.

F. Kerangka Teori

  Bagian ini merupakan unsur yang paling penting di dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan teori–teori yang relevan dengan penelitiannya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian effendi dalam buku Metode

  

Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak,

  definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

   dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

  Oleh karena itu, dalam penelitian ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek di dalam penelitian, penulis menggunakan teori, yaitu : 1.

   Pendidikan Politik a. Pengertian Pendidikan Politik

  Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha 12 mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan biasanya berlangsung seumur hidup, berawal saat seorang bayi dilahirkan sampai diujung usia. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi dilahirkan seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan cara memainkan musik dan membacakan dongeng kepada bayi dalam kandungan dengan harapan bisa

  Politik dalam bahasa arabnya disebut “Siyasyah” yang kemudian diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya “politics”. Politik dapat berarti cerdik, dan bijaksana atau suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan. Asal mula kata politik iu sendiri dari kata “Polis” yang berarti negara kota. Politik pada dasarnya mempunyai ruang lingkup negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, azas-azas, sejarah pembentukan negara, hakekat negara, serta bentuk dan tujuan negara.

  Menurut Arief Rohman, politik pada dasarnya merupakan segala kegiatan dan interaksi antar manusia yang berkenaan dengan proses perubahan dan pelaksanaan keputusan politik yang mengikat semua anggota masyarakat pada

   suatu wilayah tertentu.

  Menurut Miriam Budiardjo, Politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk 13 membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara

   Politik sangat penting bagi kehudapan masyarakat sebagai bagian dari

  suatu negara, melalui politik masyarakat dapat turut serta menyalurkan aspirasinya dan secara tidak langsung berperan penting dalam pembangunan bangsa.

  Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik antara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dalam sistem politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antar pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik, peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai, norma dan simbol-simbol

   .

  politik yang dianggap ideal dan baik Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik,

  14 15 Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 15

  serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki

   kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik.

  Pendidikan politik menurut Rush dan Althoff, adalah sebagai suatu proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Proses ini dipengaruhi oleh lingkungan individu berada, baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya pendidikan politik yang diperoleh setiap individu menimbulkan pengalaman-

   pengalaman politik yang baru sehingga menimbulkan perilaku politik.

  Pada hakekatnya pendidikan politik dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan politik pada individu, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Maka pendidikan politik menjadi sebuah keharusan yang wajib diajarkan disemua elemen kehidupan berbangsa dan bernegara.

  Pendidikan politik disebut pula sebagai political forming atau politische

  

Bildung. Disebut “forming” karena terkandung intensi untuk membentuk insan

  politik yang menyadari status/kedudukan politiknya di tengah masyarakat. Dan disebut “Bildung” (pembentukan atau pendidikan diri sendiri), karena istilah tersebut menyangkut aktivitas : membentuk diri sendiri, dengan kesadaran penuh dan tanggung jawab sendiri untuk menjadi insan politik.

  16 17 Affandi, Idrus dan Anggraeni, Leni. Opcit, Hal 2

  Pendidikan politik pada hakekatnya merupakan bagian dari pendidikan orang dewasa. Pendidikan macam ini tidak menonjolkan proses kultivasi individu menjadi “intelektual politik” yang bersinggasana dalam menara gading keilmuan, atau menjadi pribadi kritis dan cerdas “yang terisolasi” dari masyarakat lain, atau individu dengan masyarakat di tengah medan sosial; dalam satu konteks politik, dengan kaitannya pada aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya; di tengah situasi-situasi konflik yang ditimbulkan oleh bermacam-macam perbedaan, atau oleh adanya pluriformitas (kemajemukan masyarakat).

  Beberapa defenisi mengenai pendidikan politik adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan politik adalah bentuk pendidikan untuk orang dewasa dengan menyiapkan kader-kader untuk pertarungan politik dan mendapatkan penyelesaian politik, agar menang dalam perjuangan politik.

  2. Pendidikan politik adalah upaya edukatif yang intensional, disengaja dan sistematis untuk membentuk individu sadar politik, dan mampu menjadi pelaku politik yang bertanggung jawab secara etis/moral dalam mencapai tujuan-tujuan politik.

3. R. Hayer menyebut :

  Pendidikan politik ialah usaha membentuk manusia menjadi partisipan yang bertanggung jawab dalam politik.

  Politik dapat diartikan sebagai aktivitas, perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.

  Unsur pendidikan dalam pendidikan politik itu pada hakekatnya terus menerus berproses di dalam person, sehingga orang yang bersangkutan lebih mampu memahami dirinya sendiri dan situasi-kondisi lingkungan sekitarnya. Kemudian mampu menilai segala sesuatu secara kritis, untuk selanjutnya menentukan sikap dan cara-cara penanganan permasalahan-permasalahan yang ada di tengah lingkungan hidupnya. Inilah bentuk pendidikan sejati, dalam mana terdapat unsur pengenalan-pemahaman, berfikir secara kritis, menentukan dan merubah sikap, kemudian melakukan perbuatan nyata (merubah, mencipta, memperbaiki, menyempurnakan; aktif berbuat). Melalui pendidikan –dalam hal ini ialah pendidikan politik- orang berusaha melihat permasalahan sosial-politik yang ada di sekitarnya dengan cara lain, kemudian memperbincangkan, ikut memikirkan, dan ikut menangani/memcahkannya dengan cara-cara lain (dengan pemecahan alternatif; tidak “ngotot” bersikeras melekat pada cara berfikir dan cara menyelesaikan yang konservatif), dengan berbuat aktif, dengan arah dan tujuan yang pasti.

  Dengan begitu pendidikan politik merupakan proses belajar, bukan hanya untuk menambah informasi dan pengetahuan saja, akan tetapi lebih menekankan kemampuan mawas situasinya secara kritis, menentukan sikap yang benar, dan melatih ketangkasan aksi/berbuat. Selanjutnya, individu murni dan mutlak bebas itu tidak ada. Keberadaannya selalu terkait dengan individu-individu lain, sebab dia ada di tengah situasi-situasi kebersamaan dengan orang lain di tengah masyarakat. Maka hakekatnya manusia itu adalah : produk-produk dari macam- dia tidak pernah bisa bebas mutlak dalam kesendirian absolut). Selalu saja ada interdependensi antara individu dengan individu, dan antara manusia dengan manusia lain. Maka untuk selama-lamanya manusia itu harus terus-menerus belajar hidup rukun bersama dalam satu ikatan kemasyarakatan, dari yang kecil (keluarga, kaum, kelompok) sampai ke ikatan kebangsaan, dan kenegaraan, supaya dia mampu memahami status dirinya selaku warga negara itulah diperlukan pendidikan politik, yang secara intensional mengarah pada peningkatan pemahaman status diri sendiri selaku warga negara yang baik di tengah pergaulan hidup bersama, serta menyadari fungsi politiknya selaku warga negara

b. Inti Pendidikan Politik

  Inti pendidikan politik ialah pemahaman politik atau pemahaman aspek- aspek politik dari setiap permasalahan. Dan pemahaman politik berarti pemahan konflik. Banyaknya konflik di masyarakat manusia itu disebabkan oleh adanya kontroversi, perbedaan, aneka ragam fikiran dan tindakan/perilaku manusia dalam masyarakat. Juga disebabkan oleh adanya persamaan keinginan dan tingkah laku, sehingga memunculkan persaingan, kompetisi, konkurensi dan konflik. Oleh karena itu hidup bermasyarakat itu adalah hidup di tengah banyak dimensi konflik dan ketegangan. Berkaitan dengan pengertian ini, berbuat politik berarti mempengaruhi dan ikut mengambil keputusan di tengah medan politik dan pertarungan konflik-konflik. agar dia memperoleh informasi lebih lengkap, wawasan lebih jernih, dan keterampilan politik yang lebih tinggi, sehingga dia bisa bersikap kritis dan lebih intensional/terarah hidupnya. Juga diharapkan menjadi warga negara yang lebih cerdas mantap, sebab tidak terapung-apung melayang tanpa bobot pengertian dan kesadaran dan tanpa arah di tengah kancah politik. Selanjutnya dari dirinya diharapkan kesanggupan melakukan : reorientasi terhadap kondisi diri pribadi dan kondisi obyektif lingkungan sekitar, terutama kondisi politik yang mengitari dirinya. Dengan demikian pendidikan politik mendorong orang untuk melihat diri sendiri dan lingkungannya dengan cara lain, lalu berani berbuat lain, menuju pada eskalasi-diri dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

  Maka dapat di mengerti, bahwa pendidikan politik tidak diharapkan identik dengan propaganda atau indoktrinasi. Sebab oleh propaganda orang menjadi terlena dan semakin dungu. Dan oleh pendidikan indoktrinatif orang akan menjadi kaku, stereotypis, sempit pandangan dan fanatik. Mentalnya menjadi kacau dan kebodoh-bodohan, sebab perilakunya sering bertentangan dengan suara hati nurani sendiri dan realitas nyata yang dihadapi. Biasanya juga menentang kemauan dan aspirasi umum, yang menuntut kebenaran dan hak hak asasi kemanusiaan yang wajar-wajar.

  Pendidikan politik diadakan untuk mempersiapkan: 1. Kader-kader politik yang mampu berfungsi baik di tengah perjuangan politik. Untuk mendapatkan penyelesaian politik yang bisa memuaskan semua pihak, sesuai dengan konsep-konsep politik yang sudah ditetapkan.

  Jika pendidikan politik tersebut dilakukan dengan baik dan sistematis, maka pasti akan dapat ditumbuhkan kekuatan-kekuatan kontra yang demokratis dan positif konstruktif. Yaitu menjadi kekuatan yang kritis melawan kondisi-kondisi yang tidak sehat, buruk, tidak adil, tidak mantab, dan tidak wajar. Kemudian orang berusaha menciptakan iklim yang lebih demokratis dan lebih sehat, untuk membuat kondisi sosial-politik-ekonomi-budaya menjadi lebih baik.

c. Tujuan Pendidikan Politik

  Dalam rumusan pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional adalah sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusiayang berima dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

   18 Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan politik ialah : 1. Membuat rakyat (individu, kelompok, klien, anak-didik, warga masyarakat, rakyat, dan seterusnya) mampu memahami situasi sosial-politik penuh konflik. Berani bersikap tegas memberikan kritik membangun terhadap demokratisasi individu/perorangan, dan demokratisasi semua lembaga kemasyarakatan serta lembaga negara. Serta sanggup memperjuangkan kepentingan dan ideologi tertentu, khususnya yang berkolerasi dengan keamanan dan kesejahteraan hidup bersama 2. Memperhatikan dan mengupayakan peranan insani dari setiap individu sebagai warga negara (melaksanakan realisasi-diri/aktualisasi-diri dari dimensi sosialnya). Mengembangkan semua bakat dan kemampuannya (aspek kognitif, wawasan, kritis, sikap positif, keterampilan politik). Serta mengupayakan agar orang bisa aktif berpartisipasi dalam proses politik, demi pembangunan diri, masyarakat sekitar, bangsa dan negara.

  Maka dalam konteks uraian di atas, pendidikan politik di Indonesia dapat dinyatakan sebagai rangkaian upaya edukatif yang sistematis dan intensional untuk memantapkan kesadaran politik dan kesadaran bernegara, dalam menunjang kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah hidup serta landasan konstitusional. Melakukan upaya pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia, dalam rangka tegaknya satu sistem politik yang demokratis, sehat dan dinamis. Landasan pokok yang dipakai dalam melaksanakan pendidikan politik ialah Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan Sumpah Pemuda 1928.

  Khusus bagi generasi mudanya, tujuan pendidikan politik di Indonesia ialah : Membangun generasi muda Indonesia yang sadar politik, sadar akan hak dan kewajiban politiknya selaku warga negara, di samping sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang harus terus menerus membangun.

  2. Membangun orang muda menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yang perwujudannya tercermin dalam seluruh sifat watak/karakteristik kepribadian Indonesia (tidak lupa jati dirinya, dan tidak mengalami proses alienasi).

  Ciri karakteristik kepribadian Indonesia yang berkaitan dengan dimensi politik yang diharapkan bisa dibina lewat pendidikan politik antara lain ialah:

  1. Sadar akan hak dan kewajiban, tanggung jawab etis/moril dan politik terhadap kepentingan bangsa dan negara, mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, dan memberikan keteladanan yang baik.

2. Dengan sadar menaati hukum dan UUD 1945, memiliki disiplin pribadi, disiplin sosial dan nasional, nasionalisme yang teguh dan tidak sempit.

  3. Berpandangan jauh ke depan, dengan tekad perjuangan mencapai taraf kehidupan bangsa yang lebih tinggi, berkeadilan dan berkesejahteraan, didasarkan pada kemampuan obyektif dan kekuatan kolektif bangsa Indonesia sendiri.

  4. Aktif berpartisipasi, dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam kegiatan pembangunan nasional dan pembangunan politik.

  5. Secara kesinambungan menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran adanya keanekaragaman suku-suku bangsa dan agama, serta

  6. Sadar akan perlunya memelihara lingkungan hidup manusia dan lingkungan alam sekitar agar lestari laras dan imbang (terjamin ekosistemnya) sebagai

   wadah kehidupan yang sehat.

  Sedangkan, tujuan pendidikan politik menurut Idrus Affandi dan Lani Anggraeni, yaitu agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya. Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan, antara lain: 1.

  Membentuk kepribadian politik, pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya.

  2. Menumbuhkan kesedaran politik ditempuh melalui dua metode yakni dialog dan pengajaran intruktif.

  3. Partisipasi politik, terwujud dengan keikut sertaan individuindividu secara

   sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya.

  19 Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik, Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa. 20 Bandung: CV. Mandar Maju. Hal 71

d. Manfaat pendidikan politik

  Menurut Ramdlon Naning, Pendidikan politik mempunyai manfaat sebagai berikut:

  1. Dapat memperluas pemahaman, penghayatan, dan wawasan terhadap 2.

  Mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

  3. Meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peranan aktif dan

   partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.

  Menurut Idrus Affandi dan Leni Anggraeni, manfaat memahami pendidikan politik yaitu bisa dilihat mulai dari berubahnya pola pemikiran dari masyarakat, dimana ketika masyarakat tidak mengetahui pengetahuan banyak berkenaan dengan pendidikan politik, partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pun relatif rendah. Akan tetapi ketika pengetahuan akan pemahaman pendidikan politik sudah banyak, otomatis berdampak terhadap partisipasi

  

masyarakat untuk menggunakan haknya.

e. Kesulitan dan Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendidikan Politik

  Tema sentral dalam pendidikan politik itu ialah situasi-situasi kongkrit yang menyebalkan secara sosial, untuk dianalisa secara kritisdan dengan cara-cara sah serta demokratis ditanggulangi bersama-sama dengan pemerintah. Dengan 21 begitu berlangsung demokratisasi di segala bidang kehidupan, khususnya untuk 22 Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta:Erlangga. Hal 185

  menantang anakronisme feodal dalam kepemimpinan politik, mengarah ke proses demokratisasi yang lebih maju. Oleh sebab itu tujuan, materi dan metode pendidikan politik itu harus sejajar dengan pembaharuan terhadap struktur- struktur politik dan struktur kemasyarakatan. Tegasnya, pendidikan politik itu saja, akan tetapi juga diarahkan pada pembaharuan bentuk-bentuk struktur politik dan lembaga kemasyarakatan.

  Maka menjadi sangat jelas, bahwa pendidikan politik itu bukan gerakan eliter atau aristokratis dengan ideologi yang melayang-layang tinggi, juga bukan merupakan aktivitas yang sia-sia seperti “si pungguk yang ingin menggayut bintang dengan galah bambu”, juga bukan berupa alat yang tidak efisien yang membuat sejumlah pemberontak mengalami frustasi lebih parah lagi, akan tetapi merupakan bimbingan edukatif yang terarah, bertujuan sistematis. Ditujukan pada pencapaian hari esok yang lebih baik. Melawan ketidakadilan, pemerintah teknokratis otoriter, tiranik atau despotik.

  Selanjutnya, demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dan sebagai asas bagi tata tertib kenegaraan itu dipakai di Indonesia untuk memberikan jaminan kepada setiap individu mencapai kebebasan mengembangkan kehidupannya sendiri secara bertanggung jawab. Demokrasi tidak hanya menjamin kebebasan individu lewat hukum-hukum formal saja, akan tetapi juga menjamin dapat dilaksanakannya dimensi-dimensi sosial dan publiknya secara bertanggung jawab dan etis, menuju proses demokratisasi yang lebih maju dari masyarakatnya.

  Pendidikan politik dengan tugas pokok membangun kekuatan-kekuatan kontra untuk memberantas macam-macam distorsi (pemutar-balikan, pengubahan bentuk ke arah yang salah, pemuntiran) dan situasi-situasi yang tidak melegakan hati penuh disharmoni, pertentangan dan persaingan. Dengan begitu pendidikan untuk dihuni oleh rakyat, dan tidak boleh indoktrinatif sifatnya.

  Semua upaya untuk memelekkan secara politik penduduk Indonesia itu tidak luput dari kesulitan dan hambatan, antara lain berupa :

  1. Amat sulit menyadarkan rakyat akan kondisi diri sendiri yang diliputi banyak kesengsaraan dan kemiskinan, sebagai akibat terlalu lamanya hidup dalam iklim penindasan, penghisapan dan penjajahan, sehingga mereka menjadi “terbiasa” hidup dalam keserba kekurangan dan ketertinggalan. Sulit mendorong mereka ke arah konsientisasi-diri mengungkapkan segala problema yang tengah dialami.

  2. Apatisme politik dan sinisme politik yang cenderung menjadi sikap putus asa itu mengakibatkan rakyat sulit mempercayai usaha-usaha edukatif dan gerakan-gerakan politik –yang dianggap palsu dan menina-bobokan rakyat belaka– , sulit pula untuk mengajak mereka untuk berfikir lain dengan nalar jernih. Bahkan banyak di antara massa rakyat yang takut pada kemerdekaan (dirinya).

3. Dengan latar pendidikan yang rendah atau kurang, rakyat kebanyakan sulit memahami kompleksitas situasi sosial dan politik di sekitar dirinya.

  4. Para penguasa yang otoriter cenderung tidak menghendaki adanya pendidikan politik, karena status mereka berkepentingan sekali dengan status quo dan pelestarian rezimnya. Partisipasi aktif dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan oleh rakyat itu tidak di kehendaki, sebab mengurangi

   2.

   Partisipasi Politik

  Partisipasi politik itu merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik.

  Dinegara-negara yang proses modernisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Modernisasi politik dapat berkaitan dengan aspek politik dan pemerintah. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan

   keputusan yang dilakukan pemerintah.

  Pemerintah dalam membuat dan melaksanakan keputusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat. Dasar inilah yang digunakan warga masyarakat agar dapat ikut serta dalam menentukan isi politik. Perilaku-perilaku yang demikian dalam konteks politik mencakup semua kegiatan sukarela, dimana seorang ikut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan 23 kebijakan umum. 24 Kartono, Kartini. 2009. Opcit, Hal 73

  Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung

   mempengaruhi kebijakan pemerintah.

  warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan sepontan, mantap atau sporadis, secara

   damai atau dengan kekerasan. Legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.

  Dari pengertian mengenai partisipasi politik diatas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan yang positif dan dapat juga yang negatif yang bertujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah.

  3. Civil Sociecty a. Sejarah dan Defenisi Konsep

  Secara harfiah, civil society adalah terjemahan dari istilah Latin, civilis societas. Mula-mula ia dipakai oleh Cicero (106-43 S.M), seorang orator dan pujangga Roma, yang pengertiannya mengacu pada gejala budaya perorangan dan

  25 26 Sastroatmodjo, Sudijono. Ibid, Hal 68

  

  masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik

   (political society) yang memiliki kode hukum sebagai dasar pengaturan hidup.

  Di zaman modern, istilah itu diambil dan dihidupkan kembali oleh John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778) untuk mengungkapkan pemikiran mereka mengenai masyarakat dan politik. Locke umpannya, mendefinisikan masyarakat sipil sebagai “masyarakat politik” (political society). Namun demikian, dalam konsep Locke dan Rousseau belum dikenal pembedaan antara masyarakat sipil dan negara. Karena negara, lebih khusus lagi, pemerintah, adalah merupakan bagian dari salah satu bentuk masyarakat sipil. Bahkan keduanya beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah pemerintahan sipil, yang

   membedakan diri dari masyarakat alami atau keadaan alami (state of nature).

  Ciri dari suatu masyarakat sipil, selain terdapat tata kehidupan politik yang terikat pada hukum, juga adanya kehidupan ekonomi yang didasarkan pada sistem uang sebagai alat tukar. Selain itu, kemandirian dan kemampuan untuk mengorganisasi diri—mengandaikan suatu keadaan di mana masyarakat memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri, tanpa tergantung pemerintah—juga

   merupakan ciri lain dari civil society.

  27 Alatas, Syed Farid. 2001. Islam, Ilmu-ilmu Sosial dan Masyarakat Sipil. (Makalah Simposium 28 Internasional). Jurnal Antropologi Indonesia ke-2 . Padang : Universitas Andalas

Gunawan, Hendra. 2007. Islam dan Civil Society: Konsep, Sejarah, dan Perkembangannya di

29 Indonesia (Makalah). Purwokerto: FISIP Universitas Jenderal Soedirman 30 Gunawan, Hendra. Ibid

  Di Indonesia sendiri, civil society sebetulnya sudah mulai berkembang sejak dekade 70-an bersamaan dengan mulai maraknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia. Memasuki dekade 80-an, wacana ini makin merebut perhatian publik. Ini tidak heran, karena pada dekade tersebut, kekuasaan hegemonik: ditandai penetapan Pancasila sebagai asas tunggal. Itulah sebabnya, wacana civil society ini seolah-olah menjadi alternatif sebagai wacana tandingin

   untuk kekuasaan Orde Baru.

  Masyarakat sipil (civil society) sebagai sebuah konsepsi, menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang cukup mampu mengimbangi kekuasaan negara. Mereka terdiri atas lembaga swadya masyakat yang mandiri, serikat-serikat pekerja, lembaga-lembaga profesi, perdagangan, badan-badan otonom keagamaan, kelompok mahasiswa, kelompok kebudayaan, dan lembaga lainnya, yang tugasnya adalah untuk mengawasi, meneliti dan

  

  menilai kebijakan pemerintah. Dalam konteks ini, mereka juga berhadapan langsung kepada pemerintah untuk mengimbangi kekuasaan negara. Lembaga atau masyarakat itulah yang kemudian diidentikkan dengan masyarakat sipil. Konsep ini, secara jelas ingin memisahkan negara dengan masyarakat. Untuk

  31 32 Gunawan, Hendra. Ibid

  kemudian mengkontiniukan antara satu dengan yang lainnya demi kesetabilan

   pemerintah.

  Sebagai sebuah istilah, civil society memang masih merupakan perdebatan. Setiap ilmuwan sosial cenderung memiliki pandangan yang berbeda- beda tentang istilah ini. Craig Calhoun, misalnya, mendefinisikan civil society sebagai ruang sipil di mana orang bisa mengorganisasikan kehidupan sehari-hari mereka tanpa intervensi negara. Nakamura Mitsuo juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama ketika dia menyatakan bahwa di luar ragam perbedaan teoritis dalam mendefinisikan civil society, ada dua aspek penting yang mencirikan civil society yang disepakati oleh para ilmuwan sosial, yaitu kehidupan berserikat— yang sifatnya suka rela—dan keadaban atau nilai-nilai keadaban dalam

   masyarakat.

  Untuk mendefinisikan civil society, beberapa tokoh menggambarkan posisi hubungannya dengan beberapa sektor dan kemudian mengaitkan dengan beberapa tingkatan bidang yang ada pada sektor tersebut. Civil society sebagai sektor, maka ia sangat erat kaitannya dengan bisnis, negara, dan keluarga.

  Sementara civil society sebagai sebuah tingkatan bidang, maka ia memiliki

   33 tingkatan dalam keluarga, bisnis dan negara. 34 Gunawan, Hendra. Opcit

Boy ZTF, Pradana. 2009. Muhammadiyah, Memadukan Peran Ulama dan Bazaris. Yogyakarta:

35 Suara Muhammadiyah.

  

Paffenholz, T. & Spurk, C. 2006. Civil Society, Civic Engagement, and Peacebuilding. Social

Development Papers: Conflict Prevention and Reconstruction . Washington DC: The World Bank

Dokumen yang terkait

1.1. Latar Belakang - Prediksi Produksi Panen Kelapa Sawit Menggunakan Jaringan Saraf Radial Basis Function (RBF)

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi Jembatan Sei Bat

0 1 129

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal dengan Panjang Tiang 21 meter dan Diameter 0,6 meter Secara Analitis dan Metode Elemen Hingga (Proyek Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Medan – Kualanamu Lokasi Jembatan Sei Batu Ging

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas AntioksidanN Ekstrak Etanol Daun Cincau Perdu

0 1 10

BAB II PENGATURAN - Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Penyelesaian Sengketa oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam Penyelesaian Sengketa Antar Negara Anggota ASEAN.

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Appendiks 2.1.1. Anatomi - Karakteristik Penderita Penyakit Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2007-2011

0 0 19

II. Petunjuk Pengisian - Pengaruh Atribut Produk dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Produk Luwak White Koffie pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air - Efektifitas Proses Elektrokoagulasi Terhadap Penurunan Kadar Besi Air Sumur

0 0 17

Peran Al Washliyah Dalam Pendidikan Politik Di Sumatera Utara

0 1 23