BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Pengadopsian Isa, Ukuran Klien Audit, Kompleksitas Audit, Risiko Litigasi, Profitabilitas Klien, Dan Jenis Kap Terhadap Professional Fee

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

2.1.1 Teori Agensi Teori agensi merupakan teori yang dikembangkan oleh Jensen dan W.

  Meckling (1976). Teori agensi ini merupakan teori yang menjelaskan perbedaan tujuan dan kepentingan antara pemilik perusahaan dan investor (principal) serta manajemen perusahaan (agen). Teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi dasar sifat manusia. Adapun tiga asumsi dasar sifat manusia yang dimaksud yaitu pertama, sifat manusia yang pada umumnya lebih mementingkan diri sendiri (self interest); kedua, sifat manusia yang memiliki daya piker terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); dan yang terakhir adalah sifat manusia yang lebih memilih untuk menghindari risiko (risk averse) (Eisenhardrt, 1989).

  Teori keagenan ini digunakan untuk menyelesaikan dua masalah (Eisenhardt,1989) yaitu pertama, masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan dari principal dan agen betentangan dan (b) merupakan suatu hak yang sulit atau mahal bagi principal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Masalah kedua adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat principal dan agen mungkin memiliki preferensi tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferesi terhadap risiko.

  Menurut Anthony dan Govindarajan (2009), teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu akan bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen menganggap bahwa penerimaan kompensasi keuangan, kondisi kerja yang menarik, dan jam kerja yang fleksibel merupakan suatu bentuk kepentingan agen.

  Sedangakan principal menganggap bahwa pengembalian keuangan yang tinggi dari investasi merupakan tujuan utama. Karena terdapat perbedaan-perbedaan tersebut mengakibatkan pihak principal dan agen mengalami konflik.

  Menurut Meisser, et al. (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu : (a) terjadinya informasi asimetri (information

  

asymmetry) , dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi

  mengenai posisi keuangan yang sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak samaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.

  Menurut Jensen dan Meckling (1967) masalah keagenan dapat terjadi karena adanya asymmetric information (asimetri informasi) antara pihak pemilik dan manejer. Asymmetric information timbul ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya. Situasi asymmetry information terjadi pada situasi dimana principal sebagai pemantau dan bukan pelaksana aktif di perusahaan tidak dapat mengetahui secara pasti informasi mengenai kinerja perusahaan. Sementara itu pihak agen sebagai pelaku aktif di perusahaan memiliki informasi yang memadai menegenai kinerja dan kontribusi pada hasil actual perusahaan.

  Adapun faktor-faktor yang menyebabkan asymmetry information dalam agency theory menurut Samuelson (2011) adalah sebagai berikut

1. Adverse Selection

  Mengungkapkan bahwa adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki antara kedua belah pihak yaitu principal (pemegang saham, debitur, pemilik perusahaan) dan agen (manajemen perusahaan) 2.

  Moral Hazard Suatu bentuk penyelewengan yang dilakukan pihak agen (manajemen perusahaan) yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Hal tersebut terjadi akibat kegiatan manajer perusahaan yang tidak diketahui oleh para pemegang saham maupun kreditur sehingga memnungkinkan agen untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai norma.

  Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan akan menimbulkan adanya biaya keagenan (agency cost) yang mana biaya ini akan ditanggung oleh pihak principal maupun pihak agen. Menurut Anthony dan Govindarajan (2009), biaya agensi merupakan upaya principal untuk menyelaraskan sistem pengendalian perusahaan yang terdiri dari monitoring cost, bonding cost dan residual loss.

  Yang dimaksud dengan Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh pihak principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu mengukur, mengamati dan mengontrol perilaku agen. Pengertian Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh pihak agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme dan menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan pihak principal. Hal ini disebabkan agen lebih mampu mengumpulkan segala informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pihak principal akan menyetujui biaya yang dibutuhkan untuk menanggung penyediaan laporan keuangan tersebut dan menguji akurasi laporan keuangan yang dilakukan secara independen oleh auditor eksternal. Sedangkan yang dimaksud dengan Residual loss adalah pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan pihak agen dan keputusan pihak principal.

  Menurut teori agensi, salah satu cara untuk mengatasi asymmetry

  

information adalah dengan melaksankan pemantauan. Pemantauan ini dapat

  dilakukan oleh principal dengan mrancang sistem pengendalian untuk menghalangi tindakan agen yang akan mengorbankan kepentingan pihak principal (Anthony dan Govindarajan, 2009). Bentuk pemantauan ini dimaksudkan dengan melakukan pemilihan pihak ketiga yaitu auditor. Seperti yang kita ketahui, perusahaan akan menghasilkan laporan keuangan. Laporan keuangan akan menggambarkan bagaimana kinerja suatu perusahaan dalam periode waktu tertentu. Laporan keuangan ini yang akan di uji oleh auditor. Penggunaan pihak ketiga ini (auditor) tentunya akan megakibtkan kenaikan biaya yang akan dibayarkan oleh pihak principal. Biaya yang dibayarkan inilah merupakan gambaran dari besarnya audit fee.

  Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu asumsi dasar sifat manusia yang menjadi dasar teori agensi adalah menghindari risiko (risk aserve). Agen diasumsikan sebagai aserve. Risiko lainnya adalah risiko litigasi yang melekat pada di perusahaan karena adanya perbedaan kepentingan. Hubungan risiko litigasi dengan teori agensi di suatu perusahaan adalah perusahaan berupaya menghindari tuntutan dan ancaman litigasi yang mendorong agen untuk mengungkapkan informasi yang mengarah kepada (1) pengungkapan berita buruk dengan segeradalam laporan keuangan, (2) menunda berita baik, dan (3) memilih kebijakan yang cendenrung konservatif (Seetharaman et al., 2002).

  2.1.2 Teori Deep Pocket Teori Deep Pocket dikembangkan oleh Simunic (1996) yang menyatakan hubungan ceteris paribus antara insentif yang diterima auditor dengan opini yang diberikan. Teori deep pocket ini menunjukkan bahwa penerimaan kualitas audit berhubungan dengan kemakmuran auditor. Hal disebabkan karena auditor Big N memiliki lebih banyak kemakmuran di dalam risiko. Maksudnya auditor dari Big N memiliki insentif yang lebih tinggi, khususnya apabila mereka menangani klien dengan tingkat risiko litigasi yang lebih tinggi. (Chrisnoventie, 2012).

  Risiko litigasi lebih besar kemungkinan terjadi pada auditor Big Four dibandingkan dengan Auditor Non BigFour, apabila auditor mengalami kesalahan dalam memberikan opininya. Klien akan dikenakan biaya audit lebih besar jika dilakukan oleh Big Four dibandingkan dengan jasa audit yang dilakukan oleh Non

  

Big Four . Klien yang memiliki risiko litigasi yang tinggi menyebabkan

  kemungkinan kegagalan audit menjadi lebih tinggi dan dapat mempengaruhi nama baik Big Four (Hanifah,2014). Kasus kebangkrutan yang terjadi seringkali membuat auditor mempertanggungjawabkan kegagalan auditnya. Tuntutan hukum seringkali ditujukan pada auditor bukan kepada perusahaan.

  2.1.3 Teori Legitimasi

  Pada teori legitimasi disebutkan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat. Legitimsi adalah suatu proses sebuah organisasi yang dipandang sah. Maksudnya disini adalah oganisasi tersebut telah mendapat atau sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Jadi suatu perusahaan dapat dikatakan telah dilegitimasi oleh masyarakat adalah perusahaan yang sesuai dengan norma dan aturan legal dalam masyarakat.

  Sehubungan dengan Teori Legitimasi ini, Kantor Akuntan Publik (KAP) sudah selayaknya harus memiliki dasar norma dan etika yang sesuai dan selaras dengan kepercayaan dan keinginan dalam masyarakat dalam menjalankan pekerjaanya. Apabila Kantor Akuntan Publik (KAP) keluar dari atura dan norma yang dipercaya oleh masyarakat maka akan berpotensi hukum.

  Kantor Akuntan Publik (KAP) yang masuk kedalam jajaran Big Four menunjukkan bahwa perusahaan memiliki legitimasi lebih besar jika dibandingkan dengan KAP yang tidak masuk kedalam jajaran Big Four. Hal ini disebabkan karena kepercayaan dan pandangan masyarakat pada KAP yang termasuk kedalam jajaran Big Four lebih tinggi.

  2.1.4 Professional Fee

  Professional Fee dapat dinyatakan sebagai imbal jasa yang diberikan

  kepada tenaga ahli atau suatu profesi untuk jasa yang telah dilakukannya. Di dalam laporan keuangan besar Professional Fee terdiri dari berbagai pembayaran yang dilakukan oleh perushaan terhadap jasa tenaga ahli atau profesional, Misalnya saja Jasa Akuntan Publik, Pengacara, Notaris dan berbagai jasa profesional yang digunakan oleh perushaan lainnya.

2.1.5 Audit Fee (Biaya Audit)

  Audit Fee dapat diartikan sebagai besar imbal jasa yang diterima oleh

  auditor atas pelaksanaan jasa audit. Audit fee ditetapkan sebagai dasar level keahlian dan pengalaman auditor. Selain itu derajat asosiasi resposibilitas terhadap perikatan audit juga merupakan penentu besarny audit fee (Zhang dan Myrteza, 2008).

  DeAngelo dalam Halim (2005) menyatakan bahwa audit fee merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung paa beberapa faktor dalam penugasan audit seperti: ukuran perusahaan klien; kompleksitas jasa audit yang ditangani oleh auditor; risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melaksanakan Jasa Audit.

  Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah menerbitkan Surat Keputusan No.KEP.024/IAPI/VII/2008. Surat Keputusan ini diterbitkan pada tanggal 2 Juli 2008 yang mana Surat Keputusan ini berisi tentang Kebijakan Penentuan besar Audit fee (Biaya audit). Pada Surat Keputusan tersebut dalam bagiam lampiran 1 Disebutkan bahwa panduan tersebut dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan praktik sebagai akuntan publik dalam menentukan besar imbalan yang sesuai dan wajar atas jasa profesional yang diberikan oleh akuntan publik.

  Pada surat keputusan tersebut juga menyebutkan bahwa penentuan audit fee selain terkait dengan perikatan audit, sebaiknya juga mempertimbangkan faktor-faktor berikut: 1.

  Kebutuhan klien; 2. Tugas dan Tanggung jawab menurut hukum; 3. Independensi; 4. Tingkat Keahliam; 5. Tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan; 6. Tingkat kompleksitas pekerjaan; 7. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh akuntan publik dan sifatnya untuk menyelaikan pekerjaan

8. Basis penetapan fee yang disepakati.

2.1.6 International Standards on Auditing (ISA)

  Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah memutuskan untuk mengadopsi secara penuh International Standards on Auditing (ISA) untuk menggantikan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2013.

  Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang mempunyai jaringan global (seperti BIG 4) dan jaringan internasional lainnya tentunya melayani klien-klien global dan internasional yang mana klien-klien tersebut mengadopsi standar- standar IFAC. Untuk KAP yang menangani klien lobal seperti itu tentunya sudah lebih dulu mengenal ISA.

  Dengan adanya pengadopsian ISA yang dilakukan oleh Indonesia, tentu akan terjadi peningkatan biaya. Peningkatan beban audit tidak selamanya tercermin dalam tembahan fee. Ada dua jenis klasifikasi biaya dalam pengadopsian ISA, yaitu biaya berulang-ulang terjadi setiap tahunnya (recurring cost) dan biaya yang hanya akan terjadi sekali (one-off costs), yaitu pada saat mulai pengadopsia ISA (Tuanakotta,2013)

  Dalam buku Tuanakotta yang berjudul Audit berbasis ISA disebutkan terdapat 5 hal yang berbeda secara fundamental antara ISA dan SPAP menurut Tuanakotta yaitu : 1.

  Penekanan pada Audit Berbasis Risiko Ciri yang paling menonjol pada audit berbasis ISA adalah penekanan pada aspek risiko. ISAs menegaskan kewajiban audtorlah untuk menilai risiko (to assess risk), menanggapi risiko yang dinilai (to respond to assessed risk), mengevaluasi risiko yang ditemukan (detected risk), baik yang akan dikoreksi maupun tidak dikoreksi entitas.

2. Dari Rules-based ke Principles-Based Standards

  ISA dan juga IFRS (International Financial Reporting Standards) merupakan standar-standar yang berbasis prinsip (Principles-based Standard) yang mana hal ini merupakan perubahan besar dari dari standar-standar sebelumnya yang berbasis aturan (Rules-based Standard).

  3. Berpaling dari model matematis

  ISA menekankan penggunaan professional judgement, bukan lagi menggunakan model matematis. Hal ini disebabkan karena model matematis memiliki kelemahan yang serius. Model matematis yang cenderung rumit sering memberikan kesan yang keliru.

  4. Pengendalian Internal Yang ditekankan di ISA adalah kewajiban entitas (dalam membangun, memelihara, dan mengimplementasikan pengendalian internal) dan kewajiban auditor (dalam menilai pengendalian internal dan menggunakan hasil penilaiannya) serta komunikasi dengan manjemen dalam hal auditor menemukan defisiensi dalam pengendalian internal.

  5. Those Charged with Governance (TCWG)

  ISA menekankan berbagai kewajiban entitas dan manajemen. Pada perkembangannya dibutuhkan orang atau lembaga dengan wewenang yang cukup dalam mengawasi entitas. Merela inilah yag disebut dngan TCGW.

  Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ISA merupakan audit berbasis risiko. Risiko audit (audit risk) adalah risiko memberikan opini audit yang tidak tepat atas laporan keuangan yang disalah sajikan secara material. Tujuan dari audit adalah menekan risiko audit ini ketingkat yang rendah yang dapat diterima auditor. Untuk itu, auditor harus menilai risiko salah saji yang material dan menekan risiko pendeteksian (Tuanakotta,2013)

2.1.7 Ukuran Klien Audit

  Menurut Machfoedz (1994) dalam Nugrahani (2013) disebutkan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, anatara lain adalah dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. Sawir (2008) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan dinyatakan sebagai dterminan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumah alasan yag berbeda, yaitu:

  1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal.

  2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan.

  3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat peusahaan yang lebih besar mendapatkan laba yang lebih banyak.

  Menurut Markku dan Schadewitz (2010) dalam Ulfasari (2014) disebutkan bahwa ukuran perusahaan terkait kebutuhan auditor untuk lebih banyak menggunakan waktu, sumber daya dan upaya dalam menyiapkan, menganalisa dan menguji informasi perusahaan sebelum penerbitan opini audit. Kebutuhan tersebut berhubungan dengan informasi mengenai jumlah aktiva dan jumlah kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan. Apabila tingkat perutaran aktiva semakin tinggi maka dianggap perusahaan mampu meningkatkan pendapatnnya dan akan semakin mampu menutup kewajibannya.

2.1.8 Kompleksitas Audit

  Kompleksitas audit berhubungan dengan tingkat kerumitan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan. Kompleksitas operasi perusahaan dapat mempengaruhi besarnya biaya audit karena pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor akan lebih banyak dan rumit sehingga membutuhkan waktu yang semakin lama sehingga hal tersebut akan menyebabkan klien dibebankan dengan biaya yang lebih tinggi per jam (Cameran, 2005; Firth, 1985)

  Selain itu, Kompleksitas audit juga dilihat berdasarkan jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh suatu entitas yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Perusahaan yang bersifat multinasional akan meningkatkan kompleksitas audit hal ini disebabkan oleh besarnya tata kelola perusahaan, praktek usaha dan perbedaan dalam standar akuntansi (simunic,1980; Markku and Schadewitz,2010).

  Ole dan Nielsen (2010) dalam Ulfasari (2014) menyatakan bahwa kompleksitas perusahaan disebabkan oleh faktor-faktor yang telah melekat pada perusahaan tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah 1.

  Jumlah anak Perusahaan, 2. Apakah perusahaan menjalankan program berbasis insentif atau tidak,

3. Jenis Industri,

4. Ukuran Perusahaan, 5.

  Jenis Perusahaan, Terbuka atau Tertutup.

2.1.9 Risiko Litigasi

  Risiko dapat dikategorikan menjadi dua komponen yaitu, risiko audit dan risiko litigasi. Risiko litigasi diartikan sebagai risiko yang melekat pada perusahaan yang memungkinkan terjadinya ancaman litigasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan yang merasa dirugikan (Chrisnoventie,2012). Risiko litigasi meruopakan kemungkinan timbulnya pembayaran kewajiban atau kehilangan modal reputasi terkait dengan konsekuensi dari laporan keuangan salah saji material (De George et al, 2013; Ulfasari, 2014).

  Risiko litigasi merupakan risiko yang melekat pada perusahaan (Alifah,2011). Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan meliputi kreditor, investor, dan regulator. Risiko litigasi diukur melalui berbagai indikator keuangan yang menjadi faktor terjadinya litigasi. Litigasi dapat timbul karena perusahaan tidak menjalankan operasinya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati sebelumnya, hal ini apabila kita lihat dari sisi kreditor. Risiko litigasi yang dilihat dari sisi kreditor ini dapat dilihat melalui indicator rasio ketidakmampuan perusahaan dalam membyar utang yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang. Sementara itu, jika kita lihat dari sisi investor, litigasi dapat timbul dikarenakan pihak perusahaan menjalankan operasi yang dapat berakibat pada kerugaian bagi pihak investor yang dapat dilihat dari pergerakan harga dan volume saham (Chrinoventie,2012).

  Sifat risiko litigasi dalam studi akuntansi terbagi menjadi 2 yaitu bersifat

  

ex-ante dan bersifat ex-post. Studi yang bersifat Ex-ante menekankan pada

  kondisi perusahaan yang memungkinkan erjadinya tuntutan litigasi. Sementara itu studi Ex-post lebih menekankan pada dampak nyata terjadinya litigasi bagi perusahaan sehubungan dengan adanya peraturan yang menjadi penekanan karena praktik akuntansinya melanggar peraturan hukum dan peraturan yang berlaku.

  Dalam Ulfasari (2014) Pengungkapan ex-post dapat menimbulkan tuduhan atas kelalaian auditor sehingga menimbulkan biaya litigasi atau kehilangan reputasi auditor. Untuk melindungi reputasinya, auditor meningkatkan upaya audit atau penilaian risiko klien yang akan mengakibatkan kenaikan audit fee.

  Frnacis et al. (1994), Johnson et al. (2001), dalam Krishnan dan Lee (2009) menyimpulkan bahwa kapitalisasi pasar, beta saham dan perputaran volume saham secara positif berhubungan dengan profitabilitas terjadinya tuntutan hukum menjadi faktor pemicu litigasi. Dikarenakan luasnya konsekuensi dari risiko tersebut, maka perusahaan dituntut seminimal mungkin mengurangi peluang risiko litigasi. Yaitu dengan cara meningkatkan fugsi monitoring (Adhidewanto,2013).

2.1.10 Litigasi Auditor

  Litigasi auditor terjadi pada saat manjemen, pemegang saham, kreditor ataupun pihak ketiga lainnya berusaha untuk menuntut kerugian yang mereka alami alami dengan menghubungkan “kecacatan” dalam laporan keuangan yang diaudit dan menetapkan tanggung jawab atas kerugian kepada auditor (Sheetaraman et al, 2002)

  Jagan dan Jayanti (1997) mengemukakan bahwa auditor dapat menekan risiko litigasi dengan berbagai cara, yaitu : dengan meningkatakan kualitas audit dan perencanaan audit, dan menaikkan biaya audit. Selain itu, auditor juga dapat menekan risiko litigasi dengan cara lebih selektif dalam memilih klien baru terutama yang termasuk dalam kategori high risk.

  Menurut Chrisnoventie (2012) dalam meringankan kewajibannya, auditor dapat melakukan 10 langkah. Adapun langkah-langkah tersebut diuraikan sebagai berikut: 1.

  Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas Disini dimaksudkan agar auditor dapat terhindar dari permasalahan hukum. Apabila klien yang ditangani oleh auditor tidak dapat dipercaya dalam berbagai hal dan tidak memiliki integritas maka akan besar kemungkinan klien tersebut nantinya akan terkena masalah hukum.

  2. Mempekerjakan dan mengawasi staf yang kompeten dan terlatih Dengan mempekerjakan pegawai dan staf yang kompeten dan terlatih dimaksudkan untuk memperkecil besarnya risiko. Hal ini dibutuhkan mengingat tingginya risiko yang dihadapi oleh KAP dalam pengauditan yang dilaksanakannya.

  3. Mengikuti standar profesi

  Sudah seharusnya tenaga profesional mengikuti atura yang berlaku yang sesuai dan tidak kelura dari standar profesinya.

  4. Memperthankan Independensi Sebagai tenaga profesional yang menyandang nama akuntan publik sudah sepatut dan sewajarnya harus mengemukakan independensi.

  Perbedaan profesi sebagai akuntan publik dengan profesi lainnya adalah seorang akuntan peublik haruslah bekerja independen bukan sesuai dengan tekanan dan keinginin yang diminta oleh klien.

  5. Memahami Usaha klien Pemahaman terhadap usaha klien tentu sangat dibutuhkan untuk memperlancar pekerjaan seorang auditor. Dalam banyak kasus kurangnya pemahaman terhadap usaha klien acap kali menjadi faktor yang membuat auditor tidak dapat mengungkapkan kesalahan.

  6. Melaksankan audit yang berkualitas Sudah sewajar dan sepatutnya seoarng auditor melaksankan sudit yang berkualitas. Audit yang baik akan mengurangi kemungkinan adanya kesalahan dalam pelaporan dan akan mengurangi kemungkinan adanya tuntutan hukum.

  7. Mendokumentasikan pekerjaan secara memadai Mendokumentasikan pekerjaan secara memadai dimaksudkan untuk membantu dalam mengendalikan dan melaksanakan audit yang berkualitas

  8. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan Kedua surat ini akan sangat bermanfaat saat perkara hukum antara klien dan auditor. Surat-surat ini juga berfungsi dalam masalah- masalah yang menyangkut dengan pihak ketiga.

  9. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia Tentunya, seasuai dengan kode etik profesi, auditor tidak boleh membocorkan dan mengungkapakan masalah klien kepada pihak lain, 10. Perlunya asuransi yang memadai

  Hal ini akan mempermudah KAP. Karena sangat penting bagi KAP untuk memiliki perlindungan asuransi dalamhal hukum

  11. Mencari bantuan hukum Apabila terjadi tuntutan hukum, auditor harus segara mencari bantuan hukum dari pihak yang berpenglaman.

  Litagsi auditor tentunya mengakibatkan kerugian bagi pihak auditor maupun kantor akuntan publik (KAP). Untuk menghandari hal tersebut, De Simmunic (1996) dalam Ulfasari (2014) menjelaskan bahwa : 1.

  Lingkup auditor dalam portofolio perusahaan kecil dibatasi untuk menutupi kerugian yang nilainya cukup besar;

  2. Lingkungan litigasi dapat berubah dengan cara yang tak terdugaantara waktu audit dengan biaya audit, waktu gugatan yang diajukan dan kesalahan penilaian;

  3. Secara sistematis auditor mengalami underprice pada layanan mereka karena ketidakmampuan untuk manila biaya masa depan yang berpotensi sangat tinggi dalam jumlah mata uang tertentu tetapi memiliki probabilitas yang sangat rendah di masa depan;

  4. Selama ini, auditor keliru mengenai keperayaan mereka bahwa tingkat usaha atas dasar kepatuhan akan dinilai berdasarkan GAAS

  (Generally Accepeted Auditing Standards)

  2.1.11 Profitabilitas Klien

  Profitabilitas klien terkait dengan efisiensi penggunaan asset dan sumber daya lain oleh perusahaan dalam operasinya. Joshi dan Al-Bastaki (2000) mengemukakan bahwa penggunaan sumber daya yang efisiem menghasilkan pengembalian asset yang tinggi.

  Pada dasarnya perusahaan dengan tingkat keuntungan yang tinggi cenderug akan membayar biaya audit yang lebih tinggi pula, hal ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi memerlukan pengujian validitas dan pengakuan pendapatan dan biaya, oleh karena itu akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan auditnya. Karena itu akan mengakibtkan peningkatan besar audit fee.Dan tergambar di dalam

  Professional Fee.

  2.1.12 Akuntan, Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik

  Pengertian akuntan menurut PMK No. 17/PMK.01/2008 adalah seseorang yang berhak menyanang gelar atau sebutan akuntan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari meteri untuk meberikan jasa sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Keuangan. Menurut Arens, Elder, Beasley (2005) pengertian akuntan publik adalah sseseorang yang telah memenuhi persyaratan yang diajukan oleh negaera bagian, termasuk kewajiban menempuh ujian akuntan public; seoarng akuntan publik memiliki tanggung jawab utama untuk melaksanakan fungsi audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan, dari entitas yang secara keuangan bersifat komersial maupun non komersial.

  Dalam Undang-Undang Republika Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang akuntan publik, Kantor akuntan publik adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan ketenuan perundang-undangan dan mendapatkan izin usaha berdasarkan Undang-Undang ini. Selain itu, Dalam PMK No. 17/PMK.01/2008 dijelaskan bahwa Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang mendapatkan izin dari menteri sabgai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya.

  Menurut Mulyadi (2005) Kantor Akuntan Publik (KAP) melaksanakan empat jenis jasa utama yaitu jasa akuntansi dan pembukuan, jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen dan jasa auditing. Pada Peraturan Mnentri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik, pada pasal 3 disebutkan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama tiga tahun berturut-turut. Akuntan Publik dan KAP boleh menerima kembali enugasan setelah satu tahun tidak meberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.

  Kantor Akuntan Publik di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu KAP Big

  

Four dan KAP Non Big Four. Yang dimaksudkan dengan KAP Big Four adalah

  merupakan Kantor akuntan Publik international yang berafiliasi dengan kantor Akuntan Publik lokal. Sementara itu, Kantor Akuntan Publik Non Big Four adalah Kantor Akuntan Publik lokal yang didirikan atas izin menteri keuangan atau pejabat berwenang stelah melalui tahap ujian pendirian Kantor Akuntan Publik terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan Big Four adalah kelompok empat firma jasa profesional dan akuntansi Internasional terbesar, yang mana menangani mayoritas pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun untuk perusahaan tertutup. Yang termasuk dalam Big Four adalah

  1. Pricewaterhouse Coopers, Britania Raya Afiliasi Price Waterhouse Cooper di Indonesia adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanudiredja, Wibisana & Rekan. Jenis- jenis jasa yang disediakan oleh Pricewaterhouse Coopers adalah

  Advisory, Audit & Assurance, Tax, Capital Market, Accounting Advisory service, Korean Business Desk.

  2. Ernst & Young, Britania Raya

  Ernst & Young (EY) berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik

  Purwanto, Suherman & Surja (PSS). Berbagai jenis jasa yang ditawarkan oleh EY di Indonesia, diantara nya adalah Advisory,

  Assurance, Tax, dan Transaction .

  3. Deloitte Touche Tohmatsu, Amerika Serikat

  Di Indonesia, Deloitte Touche Tohmatsu bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik Osman Bing Satrio & Eny dan berlokasi di 2 tempat, yaitu Jakarta dan Surabaya. Adapun jenis jasa yang ditawarkan oleh Deloitte Touche Tohmatsu Indonesia diantaranya adalah Advisory & Assurance, Consulting, Enterprise Risk Service,

  Financial Advisory, dan Tax.

4. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), Belanda.

  Di Indonesia, KPMG berafiliasi dengan KAP lokal yaitu KAP Siddharta & Widjaja. Adapun jasa yang ditawarkan oleh KPMG adalah Audit Service, Tax, Advisory Service, Janpanese Bussiness

  Desk, dan Koraen Business Desk .

  KAP Big Four memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Four. Hal ini disebabkan karena karena kualitas audit yang tinggi dan reputasi pekerjaan mereka, dan juga posisinya di pasar oligopoly akuntan publik (Pong, 1994; Ulfasari, 2014). Selain itu Big Four juga dikenal dengan pertimbangan Profesional yang matang da pengalaman yang lebih banyak.

2.1.13 Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya audit fee, sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian- penelitian ini masih lebih sering dilakukan diluar Indonesia. Namun dewasa ini seiring dengan perkembangan perusahaan, sudah semakin banyak peneliti yang

  3. Bolyai, dan The Pricing of Variabel Ukuran Klien Audit,

  Adanya hubungan langsung antara audit

  Variabel Dependen: Audit Fee Variabel Independen:

  Determinants of audit Fees : Evidence from lebannon

  2. El-Gammal (2012)

  audit report lag

  perusahaan, kompleksitas audit, dan

  fees dengan ukuran

  Variabel Dependen: Audit fee Variabel Independen:

  melakukan penelitian mengenai apa saja yang mempengaruhi besarnya audit fee. Penelitian-penelitian tersebut akan dirinci pada tabel berikut:

  Determinants of Audit Fees : Evidence from emerging economy

  1. Hassan & Nasser (2013)

  Hasil Penelitian

  Variabel Penelitian

  No Nama Peneliti Judul Penelitian

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

  • ukuran perusahaan
  • Profitabilitas - risiko Perusahaan - Kompleksitas Perusahaan - Tipe Industri - Jenis KAP
  • Audit report lag
  • komite Audit independen
  • Ukuran klien
  • Kompleksitas audit
  • Risiko audit
  • Profitabilitas - Ukuran KAP
  • Reputasi Auditor - Kompetisi Auditor Ukuran Klien, risiko audit, Ukuran KAP, Tingkat persaingan antara KAP, dan tingkat profitabiltas klien secara berurutan berpengaruh positif terhdap besar audit fee. Sementara itu, Kompleksitas dan Reputasi KAP berpengeruh negative terhadap besar audit fee.
  • Ukuran Klien Audit - Kompleksitas Audit - Jenis KAP

  • Ukuran Perusahaan - Risiko Klien - Kompleksitas audit
  • Profitabilitas - Reputasi Auditor Ukuran Perusahaan, Kompleksitas audit, Profitabilitas, dan Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap besar audit fee di Malang. Sementara itu, Risiko Klien berpengaruh negative terhadap besar audit fee

  Determinants of Audit Fees in Bahrain

  Faktor-faktor yang mempengaruhi

  6. Nugrahani (2013)

  audit fees yang dibayarkan.

  canggih sistem teknologi informasi maka semakin tinggi

  audit fee . Semakin

  Kelima faktor berpengaruh secara signifikan terhadap

  account receivable dan inventory to the asset ,

  Variabel Dependen : Audit Fee Variabel Independen:

  5. Amba dan Al- Hajeri (2013)

  Variabel Dependen: Audit fee Variabel Independen :

  Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan fee audit oleh kantor akuntan publik di Malang

  4. Yohanes (2013)

  Kompleksitas audit dan Jenis KAP berpengaruh positif terhadap besarnya Audit Fee.

  Independen: Audit Fee Variabel Independen:

  Audit Fee Services : Evidence From Romania

  Losivan (2008)

  • Jumlah transaksi,
  • jumlah anak perusahaan,
  • Jumlah
  • Sistem teknologi informasi,
  • Regulasi

  Variabel Dependen: Audit Fee

  • Internal audit berpengaruh negatif tidak signifikan
penetapan fee audit eksternal pada perusahaan yang terdaftar di BEI

  Variabel Independen:

  • Proporsi indepedensi dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Intensitas pertemuan dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Proporsi indepedensi komite audit berpengaruh negative tidak signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Ukuran komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Intensitas pertemuan komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Karakteristik auditor (KAP) berengaruh positif signifikan terhadap fee audit eksternal
  • Adanya anak perusahaan berpengaruh positif signifikan terhada fee audit eksternal<>Pengendalian internal
  • Indpendensi Dewan Komisaris - Intensitas Pertemuan Dewan komisaris
  • Indepedensi Komite Audit - Ukuran Komite Audit - Intensitas Pertemuan Komite - Karakteristik Auditor (KAP)
  • Ukuran Perusahaan - Anak Perusahaan terhadap fee audit eksternal
  • 2.2Kerangka Konseptual

      Pada penelitian ini, akan dianalisis hubungan antara Pengadopsian ISA, Ukuran Klien Audit, Kompleksitas Audit, Risiko Litigasi, Profitabilitas Klien, dan Jenis Kantor Akuntan Publik (KAP) mempengaruhi Audit Fee yang akan diterima oleh auditor yang digambarkan dengan Professional Fee

      Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat digabarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

      Pengadopsian ISA (X1) H1 Ukuran Klien Audit

    H2

    (X2)

    H3

    Kompleksitas Audit H4 Professional Fee (X3)

      (Y) Risiko Litigasi H5 (X4)

      Profitabilitas Klien

    H6

    (X5) Jenis KAP (X6)

      H7

    2.3 Hipotesis

    2.3.1 Pengadopsian ISA dan Professional Fee

      Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah memutuskan untuk mengadopsi secara penuh International Standards on Auditing (ISA) untuk menggantikan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), yang mana penggunaan standar ini dimulai pada tanggal 1 Januari 2013 untuk setiap laporan keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik. Ketua umum Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tia Adityasih (2013) mengatakan bahwa adopsi ISA dilakukan sebagai bagian dari proses untuk memenuhi salah satu bulir Statement of

      

    Membership obligation dari International Federation of Accounting, yang mana

    hal ini harus dipatuhi oleh profesi Akuntan Publik Indonesia.

      Tuanakotta, dalam bukunya yang berjudul Audit Berbasis ISA (Intrnational Standards on Auditing) (2013) menyatakan bahwa Dengan adanya pengadopsian ISA yang dilakukan oleh Indonesia, tentunya akan terjadi peningkatan biaya. Ada dua jenis klasifikasi biaya dalam pengadopsian ISA, yaitu biaya berulang-ulang terjadi setiap tahunnya (recurring cost) dan biaya yang hanya akan terjadi sekali (one-off costs), yaitu pada saat mulai pengadopsian ISA.

      Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee. Berdasarkan penjelasan atas landasan teori, maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

      H1 : Pengadopsian ISA berpengaruh positif terhadap Professional Fee

    2.3.2 Ukuran Klien Audit dan Professional Fee

      Ukuran Klien Audit selalu menjadi salah satu variabel yang paling sering dimasukkan dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besar audit fee. Ukuran Klien Audit merupakan salah satu variabel yang dianggap penting dalam penentuan abesar audit fee.

      Dalam Jurnal The Pricing of Audit Fee Services: Evidence from Romania (Bolyai dan Losivan, 2008) Ukuran Klien dinyatakan berpengaruh postif terhadap besar audit fee. Begitu pula dalam jurnal Determinants of Audit Fees : Evidence

      

    from emerging economy (Hassan dan Naser, 2013) Ukuran klien juga dinyatakan

      berpengaruh positif terhadap besar Audit fee. Gammal (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Determinants of Audit Fees : Evidence from Lebannon menyatakan bahwa dari semua variabel independen yang diuji dalam penelitiannya, yang berpengaruh positif terhadap Audit Fee, Ukuran Klien merupakan Faktor terbesar dan terkuat yang mempengaruhi besar audit fee.

      Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee. Berdasarkan penjelasan atas landasan teori dan berdasarkan dengan penelitian terdahulu , maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

      H2 : Ukuran Klien Audit berpengaruh positif terhadap professional fee

    2.3.3 Kompleksitas Audit dan Professional Fee

      Kompleksitas operasi perusahaan dapat mempengaruhi besarnya biaya audit karena pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor akan lebih banyak dan rumit sehingga membutuhkan waktu yang semakin lama sehingga hal tersebut akan menyebabkan klien dibebankan dengan biaya yang lebih tinggi per jam (Cameran, 2005; Firth, 1985). Terdapat sejumlah indicator dalam menentukan kompleksitas audit, yang mana indikator-indikator tersebut mencakup pengendalian intern klien, jumlah anak perusahaan, transaksi dalam mata uang asing, dan operasi luar negeri.

      Hassan dan Naser (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kompleksitas audit berpengaruh positif terhadap audit fee. Begitu pula dengan hasil penelitian Bolyai &amp; Losivan (2008) yang menyatakan bahwa kompleksitas audit berpengaruh positif terhadap besar audit fee. Berbeda dengan hasil tersebut, Gammal (2012) menyatakan bahwa kompleksitas audit tidak berpengaruh positif terhadap besarnya audit fee. Karena adanya perbedaan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu maka, variabel Kompleksitas audit akan sangat menarik untuk diteliti kembali. Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee.

      Berdasarkan penjelasan atas landasan teori dan berdasarkan dengan penelitian terdahulu yang lebih banyak menyatakan bahwa kompleksitas audit berpengaruh positif terhadap Audit Fee, maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H3 : Kompleksitas audit berpengaruh positif terhadap Professional Fee

    2.3.4 Risiko Litigasi dan Professional Fee

      Dalam teori Deep Pocket dijelaskan bahwa Risiko Litigasi meningkatkan besar audit fee secara sigifikan. Simunic (1996) menyatakan bahwa asumsi tersebut berdasarkan atas loyalty yang akan diterima oleh KAP yang mengaudit perusahaan yang memiliki risiko litigasi yang tinggi atas opini yang diberikannya.

      Audit fee akan lebih tinggi jika auditor menagani klien yang memiliki

      risiko litigasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena, apabila klien memiliki risiko litigasi yang tinggi maka auditor akan lebih berhati-hati dan berusaha mengatasi risiko litigasi tersebut dengan upaya audit yang lebih ekstra. Upaya audit ekstra perlu dilakukan untuk meminimalisasi ancaman risiko litigasi oleh pihak yang berkepentingan. Biaya audit untuk menanggung besarnya risiko litigasi yang ditanggung oleh auditor tercermin dalam Audit Fee yang diberikan (De George et

      al , 2013).

      Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee. Berdasarkan penjelasan atas landasan teori dan berdasarkan dengan penelitian terdahulu , maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

      H4 : Risiko Litigasi berpengaruh positif terhadap Professional Fee.

      2.3.5 Profitabilitas klien dan Professional Fee

      Pada dasarnya perusahaan dengan tingkat keuntungan yang tinggi cenderung akan membayar biaya audit yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi memerlukan pengujian validitas dan pengakuan pendapatan dan biaya, oleh karena itu akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelaksanaan auditnya. Karena itu akan mengakibtkan peningkatan besar audit fee. Hassan &amp; Naser (2013) menyatakan bahwa profitabilitas klien berpengaruh positif terhadap besar audit fee. Begitu pula dengan hasil penelitian Gammal (2012) yang juga menyatakan bahwa tingkat profitabilitas klien berpengaruh positif terhadap besar audit fee.

      Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee. Berdasarkan penjelasan atas landasan teori dan berdasarkan dengan penelitian terdahulu , maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H5 : Profitabilitas Klien berpengaruh positif terhadap Professional Fee.

      2.3.6 Jenis KAP dan Professional Fee

      Kantor Akuntan Publik di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu KAP Big

      

    Four dan KAP Non Big Four. Yang dimaksudkan dengan KAP Big Four adalah merupakan Kantor akuntan Publik international yang berafiliasi dengan kantor Akuntan Publik lokal.

      KAP Big Four memiliki biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP Non Big Four. Hal ini disebabkan karena karena kualitas audit yang tinggi dan reputasi pekerjaan mereka, dan juga posisinya di pasar oligopoly akuntan publik (Pong, 1994; Ulfasari, 2014).

      Peningkatan pada Audit Fee tentunya mengakibatkan peningkatan pula padaProfessional Fee. Hal ini dikarenakan Salah satu aspek dari Professional Fee adalah Audit Fee. Berdasarkan penjelasan atas landasan teori dan berdasarkan dengan penelitian terdahulu , maka dalam penelitian ini hipotesisnya dapat dirumuskan sebagai berikut: H6 : Jenis KAP berpengaruh positif terhaap Professional Fee.

      H7 : pengadopsian ISA, Ukuran Klien Audit, Kompleksitaas audit, Risiko Litigasi, Profitabilitas klien, dan Jenis KAP secara parsial memiliki pengaruh positif terhadap besarnya Professional Fee.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

0 0 57

Dampak Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm) Dan Penerimaan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 4 Ayat 2pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

0 0 19

Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

0 2 36

Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

0 1 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

1 2 26

Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

1 1 20

1. Beranda.m (Antarmuka Beranda) - Implementasi Algoritma K-Nearest Neighbor untuk Mengklasifikasikan Motif Batik Besurek Bengkulu

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batik Besurek 2.1.1 Sejarah Batik Besurek Bengkulu - Implementasi Algoritma K-Nearest Neighbor untuk Mengklasifikasikan Motif Batik Besurek Bengkulu

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan Biodiesel

0 0 12