BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Pengambilan Keputusan (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Tuntutan persamaan hak wanita dalam berbagai bidang kehidupan sudah merupakan agenda di zaman sekarang ini. Prestasi dan keterampilan yang ditunjukkan kaum wanita selama ini sudah memunculkan anggapan bahwa antara wanita dan laki-laki tidak banyak perbedaan. Prestasi dan keterampilannya tersebut dapat terlihat dari kepemimpinan dan peranan wanita dalam kehidupan politik di negara kita. Kekuatan berupa ketegaran, ketegasan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan merupakan ciri yang dimiliki sekaligus oleh wanita dan syarat bagi kepemimpinannya. Beban dan tanggung jawab seorang pemimpin wanita lebih besar tanggung-jawabnya dari pada pemimpin laki-laki. Dimana wanita berperan ganda sebagai ibu dalam rumah tangga maupun tanggung-jawab di kerjaannya. Kesejajaran antara wanita dengan laki-laki merupakan suatu usaha yang tidak sia sia apabila wanita berusaha sesuai kemampuannya, untuk dapat bersaing dengan kaum laki-laki sesuai dengan sifat kewanitaanya.

  Kemajuan zaman telah banyak mengubah pandangan tentang wanita, mulai dari pandangan yang menyebutkan bahwa wanita hanya berhak mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang harus berada diluar rumah, kemudian dengan adanya perkembangan zaman dan emansipasi wanita menyebabkan wanita memperoleh hak yang sama dengan laki- laki

  Perjuangan memilik hak yang sama secara tegas dimulai dari RA. Kartini. Walaupun banyak wanita-wanita lain di Indonesia memiliki perjuangan yang sama, tetapi perjuangannya merupakan cita-cita agar wanita memiliki pikiran dan tindakan yang modern. Dengan demikian, adanya persamaan hak di berbagai bidang kehidupan telah menggeser pandangan terdahulu, sebagaimana dikemukakan Nilakusuma (1960 : 151-152) :

  

“Wanita dan laki-laki mempunyai tempatnya masing-masing di dalam

kehidupan masyarakat. Dan kedua jenis manusia tersebut dapat

menempati tempatnya masing-masing tanpa menjadi kurang hak.

Karena fikiran, kecerdasan, menentukan nilai yang sama antara laki-

laki dan wanita. Memang banyak pekerjaan yang dikerjain oleh laki-

laki dan wanita tidak meninggalkan sifat-sifat asli wanita. Malah

menjadi kepala pemimpin atau presiden pun tidak akan meninggalkan

sifat- sifat kewanitaannya”.

  Tuntutan persamaan hak wanita tentunya didasarkan pada beberapa tanggapan bahwa antara wanita dan laki-laki tidak banyak perbedaan, sebagaimana dikemukakan Presiden Pertama Indonesia, Sukarno (1963: 30) bahwa:

  

“...ini tidak menjadi bukti bahwa dus kwaliteit otak perempuan itu

kurang dari kwaliteit otak kaum laki-laki , atau ketajaman otak

perempuan kalah dengan ketajaman otak laki-laki. Kwaliteitnya sama,

ketajamannya sama hanya kesempatan bekerjanya yang tidak sama,

kesempatan berkembangnya yang tidak sama. Maka oleh karena itu,

justru dengan alasan kurang dikasihnya kesempatan oleg masyarakat

sekarang pada kaum perempuan, maka kita wajib berikhtiar

membongkar ketidak-adilan masyarakat terhadap kaum perempuan

itu”.

  Salah satu keinginan yang diperjuangkan oleh gerakan wanita adalah bertambahnya pemimpin wanita, terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan, yang selama ini pimpinan atau manajer hampir selalu didominasi oleh laki-laki. Wanita memang mempunyai peluang untuk memegang peran melihat jumlahnya yang cukup besar yang bila diikuti dengan kualitas dan kemampuan, akan menjadi suatu potensi pembangunan yang kuat. Namun kenyataanya perempuan masih selalu dianggap sebagai orang kedua (sub ordinat) dari berbagai bidang. Sementara seorang pimpinan dikatakan baik dan berhasil manakala mampu mengambil keputusan yang rasional dan bijaksana. Karena pengambilan keputusan merupakan persyaratan keterampilan bagi seorang pemimpin dan menjadi tolok ukur efektivitas kepemimpinan seorang pemimpin apabila mampu dan mahir mengambil keputusan, dan keputusan itu dikatakan baik, apabila memiliki syarat rasional, logic, realistis, dan pragmatis. Keputusan yang realitis dan pragmatis merupakan ciri kaum feminin, (A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, halaman 57).

  Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan wanita dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. mengetahui faktor-faktor yang memungkinkan partisipasi wanita dalam pembangunan, dan mengetahui hambatan yang terjadi pada kepemimpinan wanita tersebut.

  Namun, Masih banyak wanita yang belum berani mengambil kesempatan- kesempatan yang tersedia baginya, terlebih lagi untuk merebut kesempatan. Tentu saja, hal tersebut akan menghambat cita-cita sebagai wanita karir. Selain itu, peranan kepemimpinan wanita pada sektor publik dianggap masih banyak memiliki keterbatasan karena wanita dihadapkan pada situasi memainkan peran ganda yaitu sebagai wanita karier dan sebagai istri serta ibu bagi anak-anaknya secara optimal dalam kurun waktu yang bersamaan. Seharusnya, wanita Indonesia sudah diberi kesempatan secara bebas untuk menentukan pilihan kariernya dimana wanita sudah dipahami sebagai manusia utuh dan berperan sebagai mitra sejajar yang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di segala bidang pembangunan. Hal ini akan mendorong wanita Indonesia untuk berproses mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang utuh. (A. Nunuk P. Murniati, 2004 : 221). Maka dari pernyataan diatas penulis tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Peranan Kepemimpinan Wanita Dalam Pengambilan Keputusan

  (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)”.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota ?

  2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam pengambilan keputusan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

  2. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemimpin Wanita dalam pengambilan keputusan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain adalah :

  1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiahterutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi masyarakat yang ada hubungannya dengan teori akademis.

  2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu sosial secara umum dan ilmu administrasi negara secara khusus mengenai peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan.

  3. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mendalami dan melakukan penelitian serupa ditempat lain.

  1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Kepemimpinan

  Kepemimpinan merupakan inti daripada suatu organisasi karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat lainnya dalam suatu organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasisehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami oleh organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi itu. Defenisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefenisikan konsep kepemimpinan. Menurut Rivai (2003 : 2) sebagai berikut :

  a) Kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.

  b) Kepemimpinan yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.

  c) Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas- aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para pegawai kelompok. Menurut Miftah Thoha (2003 : 9) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi prilaku orang lain atau seni mempengaruhi prilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Sedangkan menurut Kartini Kartono (2005:56), pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan-kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan.

  Jadi, pemimpin adalah orang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari suatu situasi atau zaman, sehingga orang itu mempunyai kekuatan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. Pemimpin juga mendapat pengakuan serta dukungan dari bawahan dan mau menggerakkan ke arah tujuan tertentu. Disamping itu, pengertian-pengertian kepemimpinan di atas menunjukkan adanya sejumlah variabel yang penting, yaitu :

  1. Pemimpin sebagai orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan

  2. Pengikut sebagai sekelompok orang yang berkedudukan mengikuti pemimpin

  3. Situasi sebagai kondisi atau keadaan yang melingkupi kepemimpinan tersebut.

  Ketiga variabel tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut, atau dapat dikembangkan keputusan yang tepat sesuai dengan karakteristik ketiga variabel tersebut. Karena itu, kepemimpinan ada jika memenuhi sejumlah persyaratan sebagai berikut:

  1. Mempunyai kekuasaan, yaitu kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pimpinan guna mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu.

  2. Memiliki kewibawaan, yaitu kelebihan, keunggulan dan keutamaan sehingga mampu mempengaruhi atau mengatur orang lain agar orang lain itu patuh dan bersedia melakukan tindakan tertentu.

  3. Mempunyai kemampuan, yaitu segala daya kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan/pengetahuan yang dianggap melebihi orang lain.

  Adapun kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut James A. Lee dalam bukunya ManagementTheories and Prescriptions, dalam Salam (2002 : 91), adalah :

  1. Kapasitas dalam bidang kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara, keahlian dan kemampuan menilai.

  2. Prestasi yang meliputi bidang gelar kesarjanaan dan ilmu pengetahuan.

  3. Tanggung jawab, yaitu sifat dan karakteristik pribadi yang mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif dan punya hasrat unggul.

  4. Partisipasi dalam arti aktif, punya sosiabilitas yang tinggi, mampu bergaul, kooperatif, mudah menyesuaikan diri dan punya rasa humor.

1.5.2 Peran Kepemimpinan

  Dalam pengertian umum, peranan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang atas sesuatu pekerjaan. Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian (Poerwadarminta, 1987 : 768).

  Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Administrasi Pendidikan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai bermacam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.

  Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan- perbuatan orang lain. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi,penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.

  Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin. Peran pemimpin yang mutlak harus dilakukan adalah:

  1. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu hal yang paling urgen atau penting dari seluruh kegiatan. Karena peencanaan merupakan sarana bagi seorang pimpinan untuk menentukan kemana arah sebuah perusahaan atau organisasi akan dibawa, maka akan sulitnya hasil yang baik jika perencanaan dalam kegiatan tersebut kurang baik, meskipun pelaksanaannya dilakukan dengan baik.

  2. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan suatu konsep yang memiliki makna yang cukup luas karena menyangkut dua hal, yaitu: a. Struktur organisasi sebagai wadah melaksanakan kegiatan

  Secara umum yang mengatur struktur organisasi adalah pimpinan tingkat atas (eksekutif). Akan tetapi yang dibahas disini adalah unit kegiatan yang dalam kegiatannya berkaitan dengan sekelompok orang yang mempersatukan dirinya untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dapat mereka laksanakan sendiri.

  b. Penempatan Pegawai Dalam hal ini, seorang pemimpin harus mengetahui lebih dahulu mengenai karakteristik dari orang yang akan ditempatkan sebaik mungkin, agar mendapatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sekaligus menggunakan gaya kepemimpinan yang tepat pada situasi bawahan yang tepat.

  3. Pengawasan

  Kegiatan pemimpin yang sangat menentukan, karena dengan mengawasi akan menghasilkan sesuatu yang sesuai denagan yang telah direncanakan. Pada dasarnya pemimpin hanya mengawasi tiga hal yaitu uang, bahan, dan pegawai. Langkah yang diperlukan dalam mengawasi adalah menentukan standar, ukuran hasil atas dasar standard an melakukan perbaikan jika diperlukan.

  4. Pengevaluasian Pemimpin berperan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para pegawai, apakah pelaksanaan pekerjaan berjalan secara efisien dan efektif, atau pelaksanaannya justru terjadi inefisiensi. Hasil evaluasi ini dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan- perbaikan jika ditemukan adanya kendala-kendala dalam melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat.

1.5.3 Kepemimpinan Wanita

  Fenomena yang ada menunjukkan banyak wanita yang telah menduduki jabatan sebagai pemimpin kepala desa, kepala kantor , kepala sekolah, kepala seksi, manajer perusahaan, direktur rumah sakit, direktur bank, sebagai pemimpin keluarga, dan lain-lain.Namun Persentase wanita sebagai pemimpin dibandingkan populasi perempuan secara keseluruhan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase laki laki sebagai pemimpin.

  Wanita sebagai seorang pemimpin formal pada mulanya banyak yang meragukan mengingat penampilan wanita yang berbeda dengan laki-laki, tetapi keraguan ini dapat diatasi dengan keterampilan dan prestasi yang dicapai. Di dalam kepemimpinan baik dilakukan oleh wanita maupun laki-laki memiliki tujuan yang sama hanya saja yang berbeda dilihat dari segi fisik semata-mata, sebagaimana dikemukakan Kimbal Young (dalam Kartono) : “Kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas

  

kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang

lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi/penerimaan oleh

kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasu

khusus”

  Pemimpin yang berada pada organisasi formal akan memiliki kekuasaan manajemen yang didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen pula, sehingga kekuasaan yang dimilikinya bersifat institusional dan tidak dihubungkan dengan sifat-sifat pribadi. Misalnya, seorang wanita yang menjadi kepala sekolah, kemudian bawahannya baik guru-guru ataupun staf tata usaha tunduk kepadanya bukan pada pribadi melainkan pada kepemimpinannya karena dia adalah pemimpin formal.

  Seorang pemimpin dapat meningkatkan hasil yang baik bila dari sebelumnya memiliki prestasi kerja yang lebih baik pula, sehingga pemimpin wanita akan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya maupun orang lain karena kemampuan memimpin yang baik apalagi berhasil mencapai tujuan institusi yang dipimpinnya.

  Wanita yang menjadi seorang pemimpin formal termasuk seorang wanita karier yang akan banyak menghadapi masalah, terutama berhubungan dengan posisi yang bersangkutan antara karier dan rumah tangga. Wanita yang mampu bertindak sebagai pemimpin, memiliki sifat ganda baik sebagai wanita yang feminim maupun memiliki kekuatan berupa, tegas, tegar dan keperkasaan dalam arti mampu mengambil keputusan yang tepat seperti halnya dilakukan laki-laki. Hal ini merupakan sifat yang diperlukan seorang pemimpin, tanpa hal itu akan sulit dilaksanakan, mengingat banyak pendapat bahwa wanita adalah makhluk lemah tetapi sebenarnya tidaklah demikian.

1. Gaya Kepemimpinan Wanita

  Secara umum ada 2 (dua) gaya kepemimpinan khas wanita yaitu kepemimpinan maskulin-feminim dan kepemimpinan transformasional- transaksional.

  a. Gaya Kepemimpinan Feminim-Maskulin

  Menurut Bass (1985), gaya kepemimpinan maskulin mempunyai ciri-ciri kompetitif, otoritas hirarki, kontrol tinggi bagi pemimpin, tidak emosional dan analisis dalam mengatasi masalah. Sedangkan kepemimpinan feminim mempunyai ciri-ciri koperatif, kolaborasi dengan manajer dan bawahan, kontrol rendah bagi pemimpin dan mengatasi masalah berdasarkan intuisi dan empati.

  Perbedaan jenis kelamin dalam kepemimpinan maskulin dan feminim terlihat jelas, laki-laki cenderung mempunyai model kepemimpinan maskulin sedangkan wanita cenderung kepemimpinan feminim sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Sesuai dengan gaya kepemimpinan feminim yang khas berdasarkan jenis kelamin, Visser (2002) mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan melekat pada orientasi keluarga sedangkan gaya maskulin lebih berorientasi pada karir.

  b. Gaya Kepemimpinan Transformasional-Transaksional

  Bass (1985) mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah suatu pendekatan sosial terhadap kepemimpinan yang melibatkan proses timbal balik antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin meyakinkan pengikut bahwa beberapa keuntungan akan bertambah bila pengikut berprilaku seperti yang diharapkan pemimpin. Pemimpin merespon terhadap kebutuhan dasar bawahan dan kebutuhan akan rasa aman. Pemimpin dan bawahan mengatur suatu proses pertukaran (transaksi).

  Sedangkan kepemimpinan transformasional menjelaskan proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari oleh nilai-nilai, keyakinan dan asumsi mengenai visi dan misi organisasi. Pemimpin transformasional dapat menggerakkan pengaruhnya demi kepentingan kelompok, organisasi, atau negara daripada kepentingan self interest mereka sendiri. Mereka berusaha agar dapat mengubah konsep diri bawahan dan meningkatkan bawahan mereka menjadi orang-orang yang dapat mencapai aktualisasi diri, regulasi diri dan kontrol diri.Secara umum penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bahwa wanita cenderung memiliki gaya kepemimpinan transformasional dibanding pria.

  Dalam kenyataannya tidak selalu 2 (dua) gaya tersebut yang dipunyai pemimpin wanita, bisa saja seorang pemimpin wanita memiliki kombinasi dari 2 (dua) gaya tersebut jika dibentuk matriks, maka akan berbentuk 4 (empat) kombinasi gaya yaitu :

  1) Feminim-Maskulin 2) Feminim-Transaksional 3) Maskulin-Transformasional 4) Transaksional-Transformasional 2.

   Hambatan-Hambatan Kepemimpinan Wanita

  Wanita sebagai pemimpin tidak jarang menghadapi banyak hambatan yang berasal dari sikap budaya masyarakat yang keberatan, mengingat bahwa laki-laki berfungsi sebagai pelindung dan kepala keluarga. Begitu pula hambatan fisik wanita yang dianggap tidak mampu melaksanakan tugas-tugas berat.

  Ibrahim (dalam Tan, 1991 : 16) mengatakan hambatan yang muncul dari kepemimpinan wanita adalah sebagai berikut : c. Hambatan fisik

  Wanita katanya dibebani tugas “kontrak” untuk mengandung, melahirkan dan menyusui. Keharusan ini mengurangi keleluasaan mereka untuk aktif terus meneru dalam berbagai kehidupan. Bayangkan jika wanita harus melahirkan sampai banyak anak. Pastilah usia produktinya habis dipakai untuk tugas- tugas reproduktif yang mulia itu.

  d. Hambatan teologis Untuk waktu yang lama, wanita dipandang sebagai makhluk yang dicipta untuk lelaki. Termasuk mendampingi mereka, menghiburnya, dan mengurus keperluannya. Perempuan menurut cerita teologis seperti ini, diciptakan dari rusuk lelaki. Cerita ini telah jauh merasuk dalam benak banyak orang, dan secara psikologis menkadi salah satu faktor penghambat perempuan untuk mengambil peran yang berarti.

  e. Hambatan sosial budaya Pandangan ini melihat wanita sebagai makhluk yang pasif, lemah, perasa, tergantung dan menerima keadaan. Sebaliknya lelaki dinilai sebagai makhluk yang aktif, kuat, cerdas, mandiri dan sebagainya. Pandangan ini menempatkan lelaki memiliki derajat lebih tinggi dibanding wanita.

  f. Hambatan sikap pandang Hambatan ini memandang antara tugas perempuan dan lelaki. Perempuan dinilai sebagai makhluk rumah, sedangkan lelaki dilihat sebagai makhluk luar rumah. Pandangan seperti ini boleh jadi telah membuat wanita merasa risih keluar rumah, dan visi bahwa tugas-tugas kerumah-tanggaan tidak layak digeluti lelaki.

  g. Hambatan historis Kurangnya nama perempuan dalam sejarah di masa lalu bisa dipakai membenarkan ketidakmampuan perempuan untuk berkiprah seperti halnya lelaki.

1.5.4 Pengambilan Keputusan

  Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah merupakan tahap-tahap yang harus digunakan untuk membuat keputusan.Pengambilan keputusan merupakan pusat dari kegiatan organisasi.

  Perron dalam Salusu (1996:45), menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan kunci kepemimpinan,sedangkan Gore (1959), menyebut sebagai inti kepemimpinan,Moore (1966),menyebut sebagai jantung admnistratif.

  Sedangkan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan menurut Siagian (2004:39), adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi.Pendekatan yang sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang hakikat alternative yang dihadapi,pengumpulan fakta dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi,analisis masalah dengan menggunakan fakta dan data,mencari alternativ pemecahan,menganalisis setiap alternative sehingga ditemukan alternative yang paling rasional,dan penilaian dari hasil yang dicapai sebagai keputusan yang diambil.

  Dari pengertian-pengertian pengambilan keputusan diatas,dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternative terbaik dari beberapa alternative secara sistematis untuk ditindaklanjuti(digunakan)sebagai suatu cara pemecahan masalah.

  Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan dan mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

  Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat penting. Jiwa kepemimpinan seseorang itu dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada relasi sesama. Definisi menurut para ahli, antara lain:

  a. Menurut George R. Terry : pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

  b. Menurut Sondang P. Siagian : pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat.

  c. Menurut James A. F. Stoner : pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

  Dari definisi pengambilan keputusan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Pengambilan keputusan itu sendiri suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada.

1. Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan

  Dalam setiap pengambilan keputusan selalu didasarkan pada hal-hal tertentu tergantung pada jenis keputusan yang akan diambil oleh pemimpin atau pengambil keputusan.Terrt menyebutkan ada lima dasar dari pengambilan keputusan yang berlaku secara umum yaitu: a. Insting, yaitu pengambilan keputusan yang dilakukan dengan berdasarkan atas insting yang bersifat subjektif, sehingga mudah terkena oleh beberapa pengaruh.

  b. Pengalaman, yaitu pengambilan keputusan yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengalaman. Karena pengalaman seseorang dapat memprediksi keadaan sesuatu berdasarkan pada pengalaman yang telah dialami.

  c. Fakta, yaitu pengambilan keputusan yang didasarkan pada fakta.Keputusan yang didasarkan pada fakta dapat melahirkan keputusan yang baik,karena dengan fakta maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi. d. Wewenang, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilalkukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi jabatannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya.

  e. Rasional, yaitu pengambilan keputusan berdasarkan rasional,keputusan yang dihasilkan bersifat objektif dan logis sehingga dapat dikatakan keputusan yang dihasilkan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diharapakan.

  DASAR-DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN Dasar Kelebihan Kelemahan Intuisi Waktu yang digunakan untuk

  mengambil keputusan relative lebih cepat. Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya. Kemampuan mengambil keputusan itu sangat berperan oleh karena itu perlu dimanfaatkan.

  Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.Sulit mencari alat komparasinya,sehingga sulit diukur kebenarannya.Dasar- dasar lain dalam pengambilan keputusan serangkali diabaikan.

  Wewenang Kebanyakan penerimaannya

  adalah bawahan,terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Memiliki orientisitas (orientik).

  Dapat menimbulkan sifat rutinitas. Mengasosialisasikan dengan praktik dictatorial. Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga menimbulkan kekaburan.

  Pengalaman Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki

  manfaat bagi pengetahuan praktis.Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu,dapat memperhitungkan untung ruginya,baik buruknya keputusan yang dihasilkan. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan

  Fakta

  keputusan yang sehat,solid,dan baik.Dengan fakta,maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi,sehingga orang cepat menerimanya dengan ikhlas.

  Rasional Keputusan yang diambil bersifat objektif,logis, lebih

  transparan,konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu,sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.Pengambilan keputusan secara rasional dapat tercapai: (1) kejelasan masalah, (2) orientasi tujuan, (3) pengetahuan alternatif, (4) preferensi yang jelas, dan (5) hasil maksimal.

Tabel 2.1 Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan 2. Jenis – Jenis Pengambilan Keputusan

  Berdasarkan Kriteria yang menyertainya, pengambilan keputusan dapat diklasifikasi atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut : 1) Berdasarkan programnya, pengambilan keputusan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : a. Pengambilan keputusan terprogram yaitu pengambilan keputusan yang bersifat rutinitas, berulang-ulang dan cara menanganinya telah ditentukan.

  Pengambilannya keputusan terprogram ini digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terstruktur yang melalui hal-hal sebagai berikut. Yaitu (a) Prosedur, yaitu serangkaian langkah yang berhubungan dan berurutan yang harus diikuti oleh pengambilan keputusan, (b) Aturan, yaitu ketentuan yang mengatur apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan oleh pengambil keputusan. (c) Kebijakan, yaitu pedoman yang menentukan parameter untuk membuat keputusan.

  b. Pengambilan keputusan tidak terprogram, yaitu pengambilan keputusan yang tidak rutinitas dan sifat unik shingga memerlukan pemecahan masalah yang khusus. Pengambilan keputusan tidak terprogram ini untuk menyelesaikan masalah yang tidakterstruktur. Contoh strategi mempromosikan untuk produk baru. 2) Berdasarkan Lingkungannnya, keputusan dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut : a. Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti, yaitu pengambilan keputusan berlangsung hal-hal sebagai berikut : (a) alternative yang harus dipilh hanya memiliki satu konsekuensi/jawaban/hasil. Ini berarti hasil keputusan dari setiap alternative tindakan tersebut ditentukan dengan pasti, (b) keputusan yang akan diambil didukung oleh informasi/data yang lengkap, sehingga dapat diramalkan secara akurat atau eksak dari setiap tindakan yang dilakukan, (c) dalam kondisi ini, pengambil keputusan secara pasti mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang. (d) teknik pemecahannya antara lain model antrian.

  b. Pengambilan keputusan dalam kondisi beresiko, yaitu pengambilan keputusan dimana berlangsung hal-hal sebagai berikut: (a) alternative yang harus di pilih mengandung lebih dari satu kemungkinan hasil, (b) pengambil keputusan memiliki lebih dari satu alternative tindakan, (c) diasumsikan bahwa pengambil keputusan mengetahui peluang yang akan terjadi terhadap berbagai tindakan dan hasil, (d) resiko dapat terjadi karena pengambilan keputusan tidak dapat diketahui dengan pasti,walaupun diketahui nilai probabilitynya, (e) pada kondisi ini, keadaan lingkungan dalam keadaan tidak pasti. (f) teknik pemecahannya adalah menggunakan metode probability .

  c. Pengambilan keputusan dalam keadaan yang tidak pasti, yaitu pengambilan keputusan dimana, (a) tidak diketahui sama sekali jumlah kondisi yang mungkin terjadi, (b) pengambilan keputusan tidak dapat menentukan probability terjadinya berbagai kondisi atau hasil yang keluar.

  (c) yang diketahui hanyalah kemungkinan hasil dari suatu tindakan, tetapi tidak dapat diprediksi berapa besar probability setiap hasil tersebut, (d) pengambil keputusan tidak mempunyai pengetahuan atau informasi lengkap mengenai peluang terjadinya bermacam-macam keadaan tersebut, (e) hal yang akan diputuskan biasanya relative belum pernah terjadi sebelumnya, (f) teknik pemecahannya adalah menggunakan beberapa metode yaitu antara lain metode maximin atau metode minimax.

  d. Pengambil keputusan dalam kondisi konflik, yaitu pengambilan keputusan dimana; (a) kepentingan dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan dalam situasi persaingan,(b) pengambil keputusan saling bersaing dengan pengambilan keputusan lainnya yang rasional, tanggap dan bertujuan untuk memenangkan persaingan tersebut, (c) pengambil keputusan bertindak sebagai pemain dalam suatu permainan, (d) teknik pemecahannya adalah menggunakan teori permainan. Jadi dalam teori pengambilan keputusan atau pendekatan-pendekatan dapat digunakan oleh para pemimpin birokrasi dalam suatu proses pemilihan alternative sebagai pemecahan masalah.

1.6 Peranan Kepemimpinan Wanita dalam Pengambilan Keputusan

  Wanita makhuk yang sensitif, selalu memakai perasaan saat menghadapi dan menyelesaikan masalahnya. Tapi, dari kepekaan inilah wanita dapat lebih merasakan sesuatu masalah dengan lebih rinci. Menggunakan perasaan dan logika dalam menyelesaikan permasalahan akan lebih baik ketimbang hanya menggunakan salah satu saja. Hai ini tidak menjadikan wanita adalah makhul lemah. Sikap tegas harus tetap di asah dan mutlak diterapkan oleh seorang Pemimpin. Berperasaan bukan berarti menjadi lemah dan kalah dengan keadaan. Peran pemimpin wanita akan sangat terlihat saat akan mengambil keputusan. Peka saat terjadi sesuatu dalam tim dan tegas saat mengambil suatu keputusan.

  Saat ini masih terdapat banyak anggapan bahwa wanita tidak mempunyai peran dalam pengambilan keputusan, baik di luar maupun di dalam rumah tangga.

  Adanya bias gender selalu memposisikan wanita sebagai sosok yang lemah dan tidak memiliki kekuasaan. Berdasarkan norma yang ada mengatakan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum pria. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri lagi di lingkungan masyarakat.

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peranan wanita dalam persoalan pengambilan keputusan, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Rosaldo, dalam kerangka pemikirannya tentang hubungan antara wanita, kebudayaan, dan masyarakatya. Ia membedakan secara tegas dua sektor kegiatan dalam masyarakat, yakni sektor publik dan sektor domestik. Sektor domestik adalah bidang untuk wanita, yakni di lingkungan rumah tangganya saja, sedangkan sektor publik adalah bidang untuk pria, yakni di luar lingkungan rumah tangga sebagai pencari nafkah untuk keluarganya. Perbedaan terhadap kedua sektor ini tidak selalu sama disetiap masyarakat, karena pada umumnya dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Menurut Rosaldo, pada masyarakat terdapat perbedaan yang ketat antara kegiatan di sektor domestik dan sektor publik, yakni apabila wanita terkucil dari pergaulan masyarakat dan sepenuhnya berada di bawah wewenang lelaki, maka kaum wanita cenderung tidak mempunyai kekuasaan sama sekali untuk mengambil keputusan dalam keluarganya apalagi dalam masyarakat. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang di anggap mempengaruhi peranan wanita dalam pengambilan keputusan, yaitu proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang perkawinan, pendidikan, kedudukan dalam masyarakat, dan pengaruh luar lainnya.

  Akan tetapi, kini pernyataan akan rendahnya posisi wanita dibandingkan pria tidak selamanya berlaku, karena sekarang banyak kaum wanita yang telah berpendidikan sehingga terjadi kesetaran gender didalamnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya pandangan tentang kaum wanita itu dirubah, kenyataannya kini sudah banyak wanita yang diberi kesempatan untuk bekerja dan berperan sebagai pemimpin selayaknya seorang pria serta berhak untuk mengemukakan pendapat, sehingga tidak ada lagi alasan bahwa wanita itu selalu lemah dan selalu bergantung dimata seorang pria.

  Hadary dan Henderson mengatakan para pengusaha dan pemimpin wanita yang sukses selalu mendapat laporan keuangan secara berkala dan mengindetifikasi kunci metriknya yaitu memberikan wawasan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyusun strategi dan pengambilan keputusan.

1.7 Definisi Konsep

  Menurut Effendi, konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 480). Beliau juga mengatakan bahwa guna menghindari kesalahan-kesalahan pengertian atau penafsiran, maka perlu kiranya dikemukakan batasan-batasan dari konsep dalam penelitian lapangan tersebut.

  Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu :

  a. Peranan kepemimpinan wanita dalam pengambilan keputusan yaitu serangkaian prilaku yang dilakukan oleh wanita sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin dalam pengambilan keputusan.

  b. Pengambilan keputusan yaitu suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindak lanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan masalah.

1.8 Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

  BAB II METODE PENELITIAN Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

  BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dimana peneliti melakukan penelitian. BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan, kemudian mentabulasikannya. BAB V ANALISA DATA Bab ini berisikan analisa data dari setiap data yang diperoleh dari lokasi penelitian. BAB VI PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.