BAB I PENDAHULUAN - Iris Salsa Nabila
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Aplikasi psikoterapi sudah mulai banyak
digunakan dalam membantu
menyelesaikan permasalahan klien, terutama untuk mengubah perilaku menjadi lebih
baik. Salah satu pendekatan dalam melakukan terapi adalah pendekatan behavioristik.
Penekanan pada pedekatan ini adalah perilaku akan berubah bila diberi penguatan
positif maupun negatif.
Salah satu metode yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini adalah terapi
kognitif-behavioral. Model ini turut menjadikan faktor kognitif menjadi peran utama
dalam mengatasi permasalahan klien. Dengan memahami pandangan yang dipakai
oleh diri sendiri, akan membuat klien mengerti dengan apa yang harus dilakukan
untuk berubah.
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah aplikasi terapi kognitif-behavioral
yang dapat digunakan bukan hanya pada satu bidang saja, tetapi dapat digunakan pada
bermacam-macam bidang psikologi. Meskipun itu bersifat klinis, terapi kognitifbehavioral pun dapat digunakan untuk merubah perilaku.
II. Tujuan
-
Untuk memahami apakah itu terapi kognitif-behavioral
-
Untuk melihat aplikasi terapi kognitif-behavioral digunakan
-
Untuk melihat hubungan antara aplikasi terapi kognitif-behavioral dengan
teori behavior sendiri
BAB II
TEORI
Pendekatan Terapi Perilaku
a. Latar Belakang Sejarah
Pendekatan behavioral sudah ada sejak tahun 1950-1n dan 1960-an
awal sebagai bentuk pemisahan diri dari perspektif psikoanalisis yang lebih
dominan. Selama kurun waktu sekarang ini, gerakan terapi perilaku berbeda
dengan pendekatan terapeutik lainnya dalam pengaplikasian prinsip
kondisioning operan dan klasik pada perlakuan terhadap beraneka perilaku
menghadapi problema.
Pada masa awal kelahiran pendekatan behavioral, sekitar tahun 1950an awal, terapi perilaku mampu bertahan hidup dari “trauma kelahirannya”,
meskipun mendapat kritikan tajam dari pengikut terapi aliran lain. Kemudian
pada tahun 1960-an pendekatan ini ditantang untuk menciptakan identitasnya
sendiri. Dalam kurun waktu 1970-an itulah terapi perilaku muncul sebagai
kekuatan besar dalam psikoterapi dan pendidikan mengalami gerak
pertumbuhan yang signifikan.
b. Tiga Kawasan Pengukuran
Terapi behavioral kontemporer dapat dipahami dengan jalan
mempertimbangkan tiga kawasan perkembangan utama: kondisioning klasik,
kondisioning operan, dan terapi kognitif. Pertama adalah kondisioning klasik,
dimana perilaku tertentu dari responden dirangsang oleh organisme pasif.
Pada tahun 1950-an Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus dari Afrika Selatan
dan Haans Eysenck dari Inggris mulai menggunakan penemuaan penelitian
eksperimental pada binatang untuk membantu menangani penderita fobia
pada latar klinis. Mereka mendasarkan karya mereka pada teori belajar Hulian
serta kondisioning Pavlov (klasik). Karakteristik yang mendasari karya para
perintis ini adalah pemfokusannya pada analisis eksperimental dan
pengevaluasiannya pada prosedur terapeutik.
Pendekatan yang kedua adalah kondisioning operan. Perilaku operan
terdiri dari perbuatan yang beroperasi dalam lingkungan untuk menghasilkan
konsekuensi. Contohnya adalah membaca, menulis, mengemudi mobil, dan
makan menggunakan alat makan. Perilaku semacam itu mencakup sebagian
besar dari tanggapan signifikansi yang kita berikan dalam kehidupan seharihari. Apabila perubahan lingkungan yang dihasilkan oleh perilaku tersebut
memberi penguatan, kemungkinannya makin kuat bahwa perilaku tersebut
akan terulang kembali apabila perubahan lingkungan itu tidak menghasilkan
penguatan, kemungkinan kecil bahwa perilaku itu akan terulang lagi.
Pandangan Skinner akan pengendalian perilaku berdasarkan prinsip
kondisioning operan, yang bertumpu pada suatu asumsi bahwa perubahan
perilaku tercipta manakala perilaku itu diikuti oleh konsekuensi khusus.
Skinner berpendapat bahwa kegiatan belajar tidak akan terjadi kalau tidak ada
suatu penguatan tertentu, positif maupun negatif. Bila dorongan penuatan
bersifat positif makan perilaku tersebut akan cenderung diulang, sebaliknya
bila negatif maka perilaku tersebut akan cenderung dihilangkan.
Ketiga, adalah kecenderungan kognitif dalam terapi perilaku. Bagian
inilah yang akan banyak dibahas dalam makalah ini. pelaku perilaku baik dari
model kondisioning klasik maupun yang operan tidak memasukkan referensi
pada konsep mediator (seperti perana proses berpikir, sikap, dan nilai),
mungkin sebagai reaksi terhadap pendekatan psikodinamika yang berorientasi
pada pemahaman. Sejak tahun 1970-an gerakan behavioral telah mengakui
adanya tempat untuk berpikir, bahkan sampai ke tingkat pemberian kepada
faktor kognitif peran sentral dalam memahami dan memperlakukan problemproblem behavioral.
Menurut Franks (1987), terapi behavioral kognitif sekarang ini
diadakan sebagai bagian dari arus utama terapi behavioral. Beberapa orang
penulis percaya bahwa “mengabaikan peranan faktor kognitif dalam
mengkonseptualisasi dan memodifikasi perilaku manusia akan secara serius
mengganggu kemampuan terpis behavioral dalam usahanya menangani
banyak problema yang ia hadapi secara klinis” (Goldfried & Davison, 1976,
hal 12).
c. Program Mengelola Diri Sendiri dan Perilaku Yang Diarahkan Sendiri
Ada kecenderungan yang meningkat ,enuju ke pengintegrasian metode
behavioral dan kognitif untuk menolong klien mengelola masalah mereka
sendiri (Kanfer & Goldstein, 1986). Trend yang terkait, menuju ke
memberikan cara psikologi” mencakup psikolog yang mau berbagi
pengetahuan mereka sehingga klien dapat makin sanggup menjalani hidup
yang diarahkan sendiri dan tidak bergantung lagi pada pakar untuk berurusan
dengan masalah mereka.
Mengelola diri sendiri
adalah fenomena yang relatif baru dalam
konseling dan terapi, dan laporan dari aplikasi klinis telah berkembang sejak
tahun 1970. Strategi mengelola-diri sendiri mencakup tetapi tidak terbatas
pada, memantau diri sendiri, memberi imbala sendiri, mengadakan kontrak
sendiri, dan pengendalian stimulus. Strategi ini telaha banyak diaplikasikan
pada banyak orang dan banyak pada kasus kecemasan, depresi dan kepedihan.
Gagasan pokok dari penilaian pengelolaan diri dan intervensi adalah
perubahan
bisa
keterampilan
dihadirkan
menangani
dengan
situasi
mengajar
bermasalah.
orang
menggunakan
Generalisasi
dan
tetap
mempertahankan hasil akhir terpacu dengan jalan mendorong klien untuk
menerima tanggung jawab menjalankan strategi ini dalam kehidupan seharihari (Rehm & Rokke, 1988).
Dalam program mengelola diri sendiri ini orang mengambil keputusan
tentang hal yang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin
dikendalikan atau ingin diubah. Misalnya pada pengendalian merokok,
minum alkhol, dan lain-lain. Seringkali seseorang menemukan bahwa alasan
utama dari orang yang tidak bisa mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya
keterampilan. Dari hal yang seperti itulah pendekatan pengarahan bisa
memberi garis besar bagaimana bisa didapat perubahan dan sebuah rencana
yang dapat membawa perubahan.
Empat model yang dapat digunakan menurut Watson dan Tharp
(1989), Cormier dan Cormier (1985), Knafer dan Gaelick (1986), dan
Williams dan Long (1983) diantaranya:
1. Penyaringan sasaran. Dibuka dengan merinci perubahan apa yang
diinginkan. Sasaran harus ditentukan sebagai satu perubahan, dan
harus bisa diukur, bisa dijangkau, positif dan dan signifikan bagai
klien supaya sasaran dapat tercapai.
2. Menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan.
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah “perilaku spesifik apa
yang inginsaya tingkatkan atau kurangi? Dan perilaku apa yang
dapat mengahsilkan sasaran saya itu?”
3. Memantau
perkembangan
diri
sendiri.
Pemantauan
ini
mungkinmembawa ke kesadaran, difokuskan pada perilaku yang
bisa diamati dan kongkrit, bukan pada peristiwa yang berlatar
belakang sejarah ataupun pengalaman dari perasaan. Dengan
memantau diri sendiri, merupakan alat pengukur yang harus
digunakan untuk mendefinisikan masalah dan mengumpulkan data
evaluatif (Cormier dan Cormier (1985)).
4. Menyelesaikan
rencana
perubahan.
Dimulai
dengan
membandingkan antara informasi yang didapat dari pemantauan
sendiri dan standar seseorang akan perilaku spesifik. Setelah
dievaluasi tentang perubahan perilaku yang klien inginkan, mereka
perlu menyusun program aksi untuk melakukan perubahan yang
sesungguhnya.
Konselor yang mendorong kliennya menggunakan program mengelola
diri sendiri perlu memastikan bahwa rencana yang dikembangkan dan
disaring sesuai dengan nilai yang dimiliki klien. Nilai dari program semacam
ini terletak pada tanggung jawab seseorang atas apa yang ia pelajari dari
perbuatannya sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan
Ada dua jurnal penelitian yang dipakai sebagai referensi untuk melihat bagaimana
terapi kognitif-behavioral dipakai untuk menyelesaikan permasalahan klien. Kedua kasus
yang ada dalam jurnal ini menunjukkan bahwa terapi kognitif-behavioral dapat digunakan
pada beberapa bidang kajian psikologi. Yang dibahas pada kedua jurnal ini adalah pada bidan
klinis yaitu terapi kognitif-behavioral untuk pasien yang mengalami depresi pasca stroke dan
sementara yang satunya membahas mengenai masalah pendidikan yaitu menangani
mahasiswa yang memiliki perilaku prokastinasi akademik.
Kedua jurnal tersebut adalah:
1. Depresi pasca-stroke : epidemiologi, rehabilitasi dan psikoterapi, oleh Jeanette R.
Suwantara (Bagian Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia)
Fenomena yang terjadi dalam jurnal ini adalah perilaku depresi pasca-stroke
yang dialami oleh pasien dapat menyebabkan proses penyembuhan yang berjalan
lambat dari yang seharusnya. Dengan bantuan terapi kognitif-behavioral, ternyata
mampu mengurangi gejala depresi pasien secara lebih efektif dan lebih cepat.
Menurut jurnal ini juga, penelitian eksperimental secara acak menggunakan
kontrol membandingkan dua metode psikoterapi yaitu nondirective counselling
dan cognitive-behavioral therapy pada penderita depresi. Hasil penelitian
menunjukkan kedua metode sama efektifnya meskipun pada suatu tatanan khusus
(special settings) cognitive-behavioral therapy terbukti memberikan hasil yang
lebih efektif dan lebih cepat.
2. Profil Perilaku Prokrastinasi Akademik berbasis Cognitive-Behavioral Therapy
(CBT) Pada Mahasiswa oleh Farida Coralia, Umar Yusuf dan Milda Yanuvianti
(Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung)
Menurut jurnal ini, dua unsur penting dalam menyusun suatu konseptualisasi
kognitif yang didasarkan oleh model kognitif, yaitu : Pertama, pikiran otomatis
(automatic thoughts). Pikiran otomatis merupakan pikiranpikiran yang munculnya
secara cepat dan bersifat evaluatif terhadap sesuatu. Pikiran ini bukan muncul
berdasarkan proses nalar, tetapi lebih otomatis dan spontan sifatnya. Pikiranpikiran otomatis ini biasanya muncul dalam waktu singkat dan cepat, sehingga
individu jarang menyadari keberadaannya. Justru yang lebih disadari oleh individu
adalah emosi atau perasaan yang mengikuti pikiran otomatis tersebut. Oleh karena
jarang disadari, maka pikiran otomatis sering diterima sebagai sesuatu kebenaran.
Sebegitu disadari bahwa interpretasi yang terbentuk salah dan dikoreksi, maka
besar kemungkinan suasana hati atau perasaan yang mengiringi juga akan
berubah. Dalam istilah kognitif, saat pikiran-pikiran yang disfungsional
direfleksikan kembali secara rasional, maka akan terjadi perubahan secara umum
dalam emosi atau perasaan individu.
Kedua, keyakinan-keyakinan (beliefs), yang terdiri dari core belief dan
intermediate beliefs. Penjelasan tentang core belief adalah sebagai berikut: Sejak
masa kanak-kanak, individu membentuk dan mengembangkan keyakinankeyakinan tentang dirinya sendiri, orang lain, dan dunia yang berada di sekitarnya.
Core beliefs atau keyakinan yang paling utama terbentuk atau merupakan
kumpulan dari berbagai pemahaman yang sifatnya sangat fundamental dan
mendalam, sehingga seringkali tidak dapat diekspresikan atau terucapkan oleh
individu, bahkan terhadap dirinya sendiri. Keyakinan mendasar ini dipandang
individu sebagai suatu kebenaran yang absolut tidak terbantahkan, demikianlah
apa adanya. Keyakinan ini hanya beroperasi terutama saat individu berada dalam
kondisi tertekan. Sementara intermediate beliefs mempengaruhi bagaimana
individu memandang suatu situasi, yang pada gilirannya mempengaruhi
bagaimana pikiran, perasaan dan perilakunya.
Sedangkan pada hasil penelitiannya sendiri disimpulkan bahwa CBT
menekankan pada pentingnya peran isi kognitif seseorang terhadap perilaku
maupun suasana hatinya. Jadi bagaimana seseorang memaknakan suatu stimulus
yang terjadi di lingkungan, maka hal itulah yang akan menentukan perilaku dan
atau emosi apa yang akan muncul. Menurut penelitinya pun terapi kognitifbehavior mampu untuk mengubah persepsi yang salah ini agar berganti menjadi
perilaku yang sehat.
Persamaan yang dapat dilihat dari kedua jurnal diatas adalah perilaku-perilaku tidak
sehat seperti depresi dan prokastinasi dapat diubah dan diarahkan menjadi perilaku sehat
melalui terapi kognitif-behavior. Terapi yang masih belum jelas pada kedua jurnal diatas
dapat diperjelas dengan menambahkan penggunaan program mengelola diri sendiri dan
perilaku yang diarahkan sendiri. Setelah menumbuhkan berbagai kesadaran kognitif yang
tepat, sesuai dengan perilaku yang dihadapi, klien dapat diajak untuk berkomitmen merubah
perilaku yang ingin mereka hilangkan. Klien diminta untuk bertanggung jawab atas dirinya
sendiri dan dorongan dari dalam dirinya sendiri akan membantu program yang ia jalankan
mencapai tujuan utamanya, yaitu perubahan perilaku.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan jurnal yang telah ditelaah mengenai terapi kognitif-behavior dapat
disimpulkan bahwa terapi ini dapat digunakan pada lebih dari satu bidang dalam psikologi.
Contoh yang didapatkan ada yang berasal dari bidang klinis, yaitu untuk mengatasi masalah
depresi pasca stroke dan pada bidang pendidikan yaitu perilaku prokastinasi yang banyak
melekat pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan skripsi.
Pada kedua aplikasi psikoterapi ini terbukti secara efektif membuat perilaku yang
ingin dirubah berhasil diubah menjadi perilaku yang lebih positif. Dengan memberikan
pemahaman kognitif untuk merubah perilaku, akan membuat perubahan yang dilakukan
menjadi lebih mudah dilksanakan.
Saran
Pada kedua jurnal masih belum dijelaskan bagaimana proses pelaksanan terapi
kognitif-behavior untuk menghilangkan perilaku tidak sehat tadi. Saran yang dapat diberikan
untuk membantu penentuan prosesnya adalah dengan melakukan program mengelola diri
sendiri dan perilaku yang diarahkan sendiri. Setelah menumbuhkan berbagai kesadaran
kognitif yang tepat, sesuai dengan perilaku yang dihadapi, klien dapat diajak untuk
berkomitmen merubah perilaku yang ingin mereka hilangkan. Dengan bertanggungjawab atas
apa yang terjadi pada dirinya sendiri, maka kesadaran klien akan perubahan yang dibutuhkan
dirinya akan semakin kuat dan tujuan penghilangan perilaku tidak sehat tadi dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi edisi ke 4.
Semarang: IKIP Semarang Press
Suwantara, Jeanette R. (2004). Depresi pasca-stroke : epidemiologi, rehabilitasi dan
psikoterapi. Jurnal Kedokteran Trisakti Oktober-Desember 2004 Volume 23 No. 4.
Jakarta: Universitas Indonesia
Coralia, Farida., Yusuf, Umar. & Yanuvianti, Milda. (2012). Profil Perilaku Prokrastinasi
Akademik berbasis Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) Pada Mahasiswa. Jurnal
Proyeksi, Vol. 7 (1) 2012, 79-86. Bandung: Universitas Islam Bandung.
LAMPIRAN JURNAL
Aplikasi Cognitive-Behaviour Therapy sebagai Teknik
Perubahan Perilaku
Disusun sebagai tugas UTS take home mata kuliah Pengantar Psikoterapi Kelas 2B
Dosen Pengampu: Farida Hidayati S.Psi, M.Psi
Disusun oleh:
Iris Salsa Nabila
15010110120017
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Aplikasi psikoterapi sudah mulai banyak
digunakan dalam membantu
menyelesaikan permasalahan klien, terutama untuk mengubah perilaku menjadi lebih
baik. Salah satu pendekatan dalam melakukan terapi adalah pendekatan behavioristik.
Penekanan pada pedekatan ini adalah perilaku akan berubah bila diberi penguatan
positif maupun negatif.
Salah satu metode yang dikembangkan berdasarkan pendekatan ini adalah terapi
kognitif-behavioral. Model ini turut menjadikan faktor kognitif menjadi peran utama
dalam mengatasi permasalahan klien. Dengan memahami pandangan yang dipakai
oleh diri sendiri, akan membuat klien mengerti dengan apa yang harus dilakukan
untuk berubah.
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah aplikasi terapi kognitif-behavioral
yang dapat digunakan bukan hanya pada satu bidang saja, tetapi dapat digunakan pada
bermacam-macam bidang psikologi. Meskipun itu bersifat klinis, terapi kognitifbehavioral pun dapat digunakan untuk merubah perilaku.
II. Tujuan
-
Untuk memahami apakah itu terapi kognitif-behavioral
-
Untuk melihat aplikasi terapi kognitif-behavioral digunakan
-
Untuk melihat hubungan antara aplikasi terapi kognitif-behavioral dengan
teori behavior sendiri
BAB II
TEORI
Pendekatan Terapi Perilaku
a. Latar Belakang Sejarah
Pendekatan behavioral sudah ada sejak tahun 1950-1n dan 1960-an
awal sebagai bentuk pemisahan diri dari perspektif psikoanalisis yang lebih
dominan. Selama kurun waktu sekarang ini, gerakan terapi perilaku berbeda
dengan pendekatan terapeutik lainnya dalam pengaplikasian prinsip
kondisioning operan dan klasik pada perlakuan terhadap beraneka perilaku
menghadapi problema.
Pada masa awal kelahiran pendekatan behavioral, sekitar tahun 1950an awal, terapi perilaku mampu bertahan hidup dari “trauma kelahirannya”,
meskipun mendapat kritikan tajam dari pengikut terapi aliran lain. Kemudian
pada tahun 1960-an pendekatan ini ditantang untuk menciptakan identitasnya
sendiri. Dalam kurun waktu 1970-an itulah terapi perilaku muncul sebagai
kekuatan besar dalam psikoterapi dan pendidikan mengalami gerak
pertumbuhan yang signifikan.
b. Tiga Kawasan Pengukuran
Terapi behavioral kontemporer dapat dipahami dengan jalan
mempertimbangkan tiga kawasan perkembangan utama: kondisioning klasik,
kondisioning operan, dan terapi kognitif. Pertama adalah kondisioning klasik,
dimana perilaku tertentu dari responden dirangsang oleh organisme pasif.
Pada tahun 1950-an Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus dari Afrika Selatan
dan Haans Eysenck dari Inggris mulai menggunakan penemuaan penelitian
eksperimental pada binatang untuk membantu menangani penderita fobia
pada latar klinis. Mereka mendasarkan karya mereka pada teori belajar Hulian
serta kondisioning Pavlov (klasik). Karakteristik yang mendasari karya para
perintis ini adalah pemfokusannya pada analisis eksperimental dan
pengevaluasiannya pada prosedur terapeutik.
Pendekatan yang kedua adalah kondisioning operan. Perilaku operan
terdiri dari perbuatan yang beroperasi dalam lingkungan untuk menghasilkan
konsekuensi. Contohnya adalah membaca, menulis, mengemudi mobil, dan
makan menggunakan alat makan. Perilaku semacam itu mencakup sebagian
besar dari tanggapan signifikansi yang kita berikan dalam kehidupan seharihari. Apabila perubahan lingkungan yang dihasilkan oleh perilaku tersebut
memberi penguatan, kemungkinannya makin kuat bahwa perilaku tersebut
akan terulang kembali apabila perubahan lingkungan itu tidak menghasilkan
penguatan, kemungkinan kecil bahwa perilaku itu akan terulang lagi.
Pandangan Skinner akan pengendalian perilaku berdasarkan prinsip
kondisioning operan, yang bertumpu pada suatu asumsi bahwa perubahan
perilaku tercipta manakala perilaku itu diikuti oleh konsekuensi khusus.
Skinner berpendapat bahwa kegiatan belajar tidak akan terjadi kalau tidak ada
suatu penguatan tertentu, positif maupun negatif. Bila dorongan penuatan
bersifat positif makan perilaku tersebut akan cenderung diulang, sebaliknya
bila negatif maka perilaku tersebut akan cenderung dihilangkan.
Ketiga, adalah kecenderungan kognitif dalam terapi perilaku. Bagian
inilah yang akan banyak dibahas dalam makalah ini. pelaku perilaku baik dari
model kondisioning klasik maupun yang operan tidak memasukkan referensi
pada konsep mediator (seperti perana proses berpikir, sikap, dan nilai),
mungkin sebagai reaksi terhadap pendekatan psikodinamika yang berorientasi
pada pemahaman. Sejak tahun 1970-an gerakan behavioral telah mengakui
adanya tempat untuk berpikir, bahkan sampai ke tingkat pemberian kepada
faktor kognitif peran sentral dalam memahami dan memperlakukan problemproblem behavioral.
Menurut Franks (1987), terapi behavioral kognitif sekarang ini
diadakan sebagai bagian dari arus utama terapi behavioral. Beberapa orang
penulis percaya bahwa “mengabaikan peranan faktor kognitif dalam
mengkonseptualisasi dan memodifikasi perilaku manusia akan secara serius
mengganggu kemampuan terpis behavioral dalam usahanya menangani
banyak problema yang ia hadapi secara klinis” (Goldfried & Davison, 1976,
hal 12).
c. Program Mengelola Diri Sendiri dan Perilaku Yang Diarahkan Sendiri
Ada kecenderungan yang meningkat ,enuju ke pengintegrasian metode
behavioral dan kognitif untuk menolong klien mengelola masalah mereka
sendiri (Kanfer & Goldstein, 1986). Trend yang terkait, menuju ke
memberikan cara psikologi” mencakup psikolog yang mau berbagi
pengetahuan mereka sehingga klien dapat makin sanggup menjalani hidup
yang diarahkan sendiri dan tidak bergantung lagi pada pakar untuk berurusan
dengan masalah mereka.
Mengelola diri sendiri
adalah fenomena yang relatif baru dalam
konseling dan terapi, dan laporan dari aplikasi klinis telah berkembang sejak
tahun 1970. Strategi mengelola-diri sendiri mencakup tetapi tidak terbatas
pada, memantau diri sendiri, memberi imbala sendiri, mengadakan kontrak
sendiri, dan pengendalian stimulus. Strategi ini telaha banyak diaplikasikan
pada banyak orang dan banyak pada kasus kecemasan, depresi dan kepedihan.
Gagasan pokok dari penilaian pengelolaan diri dan intervensi adalah
perubahan
bisa
keterampilan
dihadirkan
menangani
dengan
situasi
mengajar
bermasalah.
orang
menggunakan
Generalisasi
dan
tetap
mempertahankan hasil akhir terpacu dengan jalan mendorong klien untuk
menerima tanggung jawab menjalankan strategi ini dalam kehidupan seharihari (Rehm & Rokke, 1988).
Dalam program mengelola diri sendiri ini orang mengambil keputusan
tentang hal yang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin
dikendalikan atau ingin diubah. Misalnya pada pengendalian merokok,
minum alkhol, dan lain-lain. Seringkali seseorang menemukan bahwa alasan
utama dari orang yang tidak bisa mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya
keterampilan. Dari hal yang seperti itulah pendekatan pengarahan bisa
memberi garis besar bagaimana bisa didapat perubahan dan sebuah rencana
yang dapat membawa perubahan.
Empat model yang dapat digunakan menurut Watson dan Tharp
(1989), Cormier dan Cormier (1985), Knafer dan Gaelick (1986), dan
Williams dan Long (1983) diantaranya:
1. Penyaringan sasaran. Dibuka dengan merinci perubahan apa yang
diinginkan. Sasaran harus ditentukan sebagai satu perubahan, dan
harus bisa diukur, bisa dijangkau, positif dan dan signifikan bagai
klien supaya sasaran dapat tercapai.
2. Menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan.
Pertanyaan yang mungkin muncul adalah “perilaku spesifik apa
yang inginsaya tingkatkan atau kurangi? Dan perilaku apa yang
dapat mengahsilkan sasaran saya itu?”
3. Memantau
perkembangan
diri
sendiri.
Pemantauan
ini
mungkinmembawa ke kesadaran, difokuskan pada perilaku yang
bisa diamati dan kongkrit, bukan pada peristiwa yang berlatar
belakang sejarah ataupun pengalaman dari perasaan. Dengan
memantau diri sendiri, merupakan alat pengukur yang harus
digunakan untuk mendefinisikan masalah dan mengumpulkan data
evaluatif (Cormier dan Cormier (1985)).
4. Menyelesaikan
rencana
perubahan.
Dimulai
dengan
membandingkan antara informasi yang didapat dari pemantauan
sendiri dan standar seseorang akan perilaku spesifik. Setelah
dievaluasi tentang perubahan perilaku yang klien inginkan, mereka
perlu menyusun program aksi untuk melakukan perubahan yang
sesungguhnya.
Konselor yang mendorong kliennya menggunakan program mengelola
diri sendiri perlu memastikan bahwa rencana yang dikembangkan dan
disaring sesuai dengan nilai yang dimiliki klien. Nilai dari program semacam
ini terletak pada tanggung jawab seseorang atas apa yang ia pelajari dari
perbuatannya sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan
Ada dua jurnal penelitian yang dipakai sebagai referensi untuk melihat bagaimana
terapi kognitif-behavioral dipakai untuk menyelesaikan permasalahan klien. Kedua kasus
yang ada dalam jurnal ini menunjukkan bahwa terapi kognitif-behavioral dapat digunakan
pada beberapa bidang kajian psikologi. Yang dibahas pada kedua jurnal ini adalah pada bidan
klinis yaitu terapi kognitif-behavioral untuk pasien yang mengalami depresi pasca stroke dan
sementara yang satunya membahas mengenai masalah pendidikan yaitu menangani
mahasiswa yang memiliki perilaku prokastinasi akademik.
Kedua jurnal tersebut adalah:
1. Depresi pasca-stroke : epidemiologi, rehabilitasi dan psikoterapi, oleh Jeanette R.
Suwantara (Bagian Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia)
Fenomena yang terjadi dalam jurnal ini adalah perilaku depresi pasca-stroke
yang dialami oleh pasien dapat menyebabkan proses penyembuhan yang berjalan
lambat dari yang seharusnya. Dengan bantuan terapi kognitif-behavioral, ternyata
mampu mengurangi gejala depresi pasien secara lebih efektif dan lebih cepat.
Menurut jurnal ini juga, penelitian eksperimental secara acak menggunakan
kontrol membandingkan dua metode psikoterapi yaitu nondirective counselling
dan cognitive-behavioral therapy pada penderita depresi. Hasil penelitian
menunjukkan kedua metode sama efektifnya meskipun pada suatu tatanan khusus
(special settings) cognitive-behavioral therapy terbukti memberikan hasil yang
lebih efektif dan lebih cepat.
2. Profil Perilaku Prokrastinasi Akademik berbasis Cognitive-Behavioral Therapy
(CBT) Pada Mahasiswa oleh Farida Coralia, Umar Yusuf dan Milda Yanuvianti
(Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung)
Menurut jurnal ini, dua unsur penting dalam menyusun suatu konseptualisasi
kognitif yang didasarkan oleh model kognitif, yaitu : Pertama, pikiran otomatis
(automatic thoughts). Pikiran otomatis merupakan pikiranpikiran yang munculnya
secara cepat dan bersifat evaluatif terhadap sesuatu. Pikiran ini bukan muncul
berdasarkan proses nalar, tetapi lebih otomatis dan spontan sifatnya. Pikiranpikiran otomatis ini biasanya muncul dalam waktu singkat dan cepat, sehingga
individu jarang menyadari keberadaannya. Justru yang lebih disadari oleh individu
adalah emosi atau perasaan yang mengikuti pikiran otomatis tersebut. Oleh karena
jarang disadari, maka pikiran otomatis sering diterima sebagai sesuatu kebenaran.
Sebegitu disadari bahwa interpretasi yang terbentuk salah dan dikoreksi, maka
besar kemungkinan suasana hati atau perasaan yang mengiringi juga akan
berubah. Dalam istilah kognitif, saat pikiran-pikiran yang disfungsional
direfleksikan kembali secara rasional, maka akan terjadi perubahan secara umum
dalam emosi atau perasaan individu.
Kedua, keyakinan-keyakinan (beliefs), yang terdiri dari core belief dan
intermediate beliefs. Penjelasan tentang core belief adalah sebagai berikut: Sejak
masa kanak-kanak, individu membentuk dan mengembangkan keyakinankeyakinan tentang dirinya sendiri, orang lain, dan dunia yang berada di sekitarnya.
Core beliefs atau keyakinan yang paling utama terbentuk atau merupakan
kumpulan dari berbagai pemahaman yang sifatnya sangat fundamental dan
mendalam, sehingga seringkali tidak dapat diekspresikan atau terucapkan oleh
individu, bahkan terhadap dirinya sendiri. Keyakinan mendasar ini dipandang
individu sebagai suatu kebenaran yang absolut tidak terbantahkan, demikianlah
apa adanya. Keyakinan ini hanya beroperasi terutama saat individu berada dalam
kondisi tertekan. Sementara intermediate beliefs mempengaruhi bagaimana
individu memandang suatu situasi, yang pada gilirannya mempengaruhi
bagaimana pikiran, perasaan dan perilakunya.
Sedangkan pada hasil penelitiannya sendiri disimpulkan bahwa CBT
menekankan pada pentingnya peran isi kognitif seseorang terhadap perilaku
maupun suasana hatinya. Jadi bagaimana seseorang memaknakan suatu stimulus
yang terjadi di lingkungan, maka hal itulah yang akan menentukan perilaku dan
atau emosi apa yang akan muncul. Menurut penelitinya pun terapi kognitifbehavior mampu untuk mengubah persepsi yang salah ini agar berganti menjadi
perilaku yang sehat.
Persamaan yang dapat dilihat dari kedua jurnal diatas adalah perilaku-perilaku tidak
sehat seperti depresi dan prokastinasi dapat diubah dan diarahkan menjadi perilaku sehat
melalui terapi kognitif-behavior. Terapi yang masih belum jelas pada kedua jurnal diatas
dapat diperjelas dengan menambahkan penggunaan program mengelola diri sendiri dan
perilaku yang diarahkan sendiri. Setelah menumbuhkan berbagai kesadaran kognitif yang
tepat, sesuai dengan perilaku yang dihadapi, klien dapat diajak untuk berkomitmen merubah
perilaku yang ingin mereka hilangkan. Klien diminta untuk bertanggung jawab atas dirinya
sendiri dan dorongan dari dalam dirinya sendiri akan membantu program yang ia jalankan
mencapai tujuan utamanya, yaitu perubahan perilaku.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan jurnal yang telah ditelaah mengenai terapi kognitif-behavior dapat
disimpulkan bahwa terapi ini dapat digunakan pada lebih dari satu bidang dalam psikologi.
Contoh yang didapatkan ada yang berasal dari bidang klinis, yaitu untuk mengatasi masalah
depresi pasca stroke dan pada bidang pendidikan yaitu perilaku prokastinasi yang banyak
melekat pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan skripsi.
Pada kedua aplikasi psikoterapi ini terbukti secara efektif membuat perilaku yang
ingin dirubah berhasil diubah menjadi perilaku yang lebih positif. Dengan memberikan
pemahaman kognitif untuk merubah perilaku, akan membuat perubahan yang dilakukan
menjadi lebih mudah dilksanakan.
Saran
Pada kedua jurnal masih belum dijelaskan bagaimana proses pelaksanan terapi
kognitif-behavior untuk menghilangkan perilaku tidak sehat tadi. Saran yang dapat diberikan
untuk membantu penentuan prosesnya adalah dengan melakukan program mengelola diri
sendiri dan perilaku yang diarahkan sendiri. Setelah menumbuhkan berbagai kesadaran
kognitif yang tepat, sesuai dengan perilaku yang dihadapi, klien dapat diajak untuk
berkomitmen merubah perilaku yang ingin mereka hilangkan. Dengan bertanggungjawab atas
apa yang terjadi pada dirinya sendiri, maka kesadaran klien akan perubahan yang dibutuhkan
dirinya akan semakin kuat dan tujuan penghilangan perilaku tidak sehat tadi dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi edisi ke 4.
Semarang: IKIP Semarang Press
Suwantara, Jeanette R. (2004). Depresi pasca-stroke : epidemiologi, rehabilitasi dan
psikoterapi. Jurnal Kedokteran Trisakti Oktober-Desember 2004 Volume 23 No. 4.
Jakarta: Universitas Indonesia
Coralia, Farida., Yusuf, Umar. & Yanuvianti, Milda. (2012). Profil Perilaku Prokrastinasi
Akademik berbasis Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) Pada Mahasiswa. Jurnal
Proyeksi, Vol. 7 (1) 2012, 79-86. Bandung: Universitas Islam Bandung.
LAMPIRAN JURNAL
Aplikasi Cognitive-Behaviour Therapy sebagai Teknik
Perubahan Perilaku
Disusun sebagai tugas UTS take home mata kuliah Pengantar Psikoterapi Kelas 2B
Dosen Pengampu: Farida Hidayati S.Psi, M.Psi
Disusun oleh:
Iris Salsa Nabila
15010110120017
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013