Fieldnotes Pengantar Pengolahan Data Kua

Field Notes
Pewawancara : Imas Qurhothul Ainiyah
Narasumber :
1. Shinta Julianti, Kriminologi 2011 (narasumber utama)
2. Hilyatin Nufus, Kriminologi 2011
3. Iga, Kriminologi 2011
4. Yohanes Edi, Kriminologi 2011
Lokasi wawancara : Kantin Fasilkom UI
Waktu wawancara : Pukul 16.05-17.15
Suasana

: Sore hari, mendung

Wawancara dilakukan pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2014. Ketika iu, kak Shinta
sedang makan bersama ketiga temannya yang merupakan mahasiswa kriminologi angakatan
2011. Wawancara dimulai dengan bertanya hal-hal umum mengenai alasan tentang pemilihan
prodi kriminologi, bagaimana pendapat orang lain menganai keputusan tersebut dan selanjutnya
bertanya mengenai hal-hal yang menjadi topic penelitian.
Transkip wawancara dalam bentuk uraian.
Ketika memutuskan untuk memilih program studi kriminologi, Kak Shinta, tidak
mengetahui secra pasti apa saja yang akan di pelajari di dalamnya. Ia tertarik karena nama

prodinya yang cukup ekstrim dan identik dengan hal-hal yang berbau kriminalitas, kejahatan,
penyimpangan-penyimpangan social, dan tindakan kekerasan yang merugikan orang lain. selain
itu, Prodi Kriminologi merupakan satu-satunya prodi yang hanya ada satu dan hanya terdapat di
UI. Keputusan memilih Prodi tersebut tidak memperoleh pertentangan dari orang-orang di
sekitarnya karena sejak awal orang tua telah memberikan keleluasaan untuk memilih prodi apa
yang akan diambil dan ditekuni. Sehingga, menjadi mahasiswa kriminologi memperoleh
dukungan dari orang-orang disekelilingnya termasuk tean serta sahabat dekat.
Dalam Kriminolgi sendiri, yang dipelajari mencakup hal-hal yang bersifat teoritus,
strategis, serta praktis. Teoritis merupakan konsep-konsep dasar tentang kriminologi dan selukbeluk yang ada di dalamnya. Salah satu teori yang paling sesuai dengan aktivitas sehari-hari
adalah Routine theory, artinya setiap aktivitas berualng yang dilakukan di tempat umum dapat
menimbulkan tindak kejahatan karena memenuhi unsure pelaku, target, dan kesempatan atau

peluang. Misalnya, seseorang yang selalu menggunakan KRL bisa menjadi target kejahatan dari
pencopet yang beroperasi di KRL. Hal ini akan diperparah dengan lemahnya pengamanan dari
petugas KRL yang biasnya hanya 1 petugas di setiap gerbong, sedangkan dalam satu gerbong itu
terdapat puluhan hingga ratusan penumpang. Strategis lebih menekankan kepada tindakantindakan terhadap apabila terjadi tindakan-tindakan criminal itu sendiri. sedangkan praktis
merupakan bagaimana mengimplementasikan teori-teori yang ada dengan strategi yang harus
dilakukan agar hal-hal yang dikaji dalam kriminologi memperoleh titik terang. oleh karena itu,
dapat diambil keputusan yang akurat. Setelah belajar lebih jauh mengenai Kriminolgi, ternyata
terdapat hubungan antara teori-teori kriminologi dengan fakta dilapangan, seperti dalam teori

feminism dimana perempuan memilik hak dan kewajiban tertentu yang menjadi kebutuhan
dasarnya.
Beralih ke topic penelitian, dalam kriminologi terdapat ospec jurusan yang bernama
“Sarasehan”. Sarasehan merupakan program kerja yang dibuat oleh Himpunan Mahasiswa
Kriminologi yang bertujuan untuk mempersiapka mahasiswa Kriminologi supaya dapat
beragbung dengan keluarga besar kriminolgi. Ospec jurusan tersebut dibedakan menjadi dua,
yaitu ospec legal (diketahui oleh departemen dan fakultas) dan “illegal” (sebenarnya diketahui
oleh departemen, akan tetapi cenderung kegiatan atau aktivitanya tidak dipantau secara langsung
baik oleh departemen maupun oleh fakultas). Untuk ospec yang legal biasanya dilaksanakan
selama satu semester dengan disertai inisiasi setiap hari Sabtu dan diikuti oleh semua mahasiswa
baru kriminologi. Sedangkan ospec “illegal” hanya diikuti oleh mahasiswa baru yang mau dan
berminat menjadi anggota IKK (Ikatan Keluarga Kriminolgi) saja. Untuk ospec tahap II ini bisa
dilaksankan selama satu tahun. Akan tetapi, ketika tahun 2011, pihak departemen melarang
mahasiswa baru untuk mengikuti ospec ini. Sehingga yang benar-benar mengikuti sampai akhir
hanya beberapa orang. Hal ini disebabkan karena kegiatan yang dibuat dianggp kurang mendidik
dan hanya merupakan ajang balas dendam senior terhadap junior. Pada saat itu, sempat ada
sanksi bagi siapa saja yang mengikuti ospec tahap II ini, tidak diizinkan untuk mengikuti
kegiatan perkuliahan. Kebetulan, Kak Shinta dan Ketiga temannya tidak mengikuti Ospec ini.
Berbicara mengenai pergaulan antara mahasiswa kriminolgi, sebenarnya tidak ada
perbedaan antara mahasiswa yang mengikuti rangkaian ospec hingga akhir dan hanya yang

mengikuti ospec legal. Menurutnya, tujuan utama dari mereka yang mengikuti ospec tahap II
adalah mereka yang ingin memiliki “peer group”. Dikatakan demikian karena, antar mahasiswa

tersebut intensitas untuk melakukan aktivitas yang sama lebih tinggi. Sebut saja, nongkrong di
Takor FISIP, yang menjadi salah satu identitas anak kriminolgi. Anak Kriminologi sendiri
merupakan julukan bagi mereka yang menjadi anggota IKK (Ikatan Keluarga Kriminolgi).
Sedangkan bagi mereka yang hanya mengikuti ospec di awal dan jarang bahkan tidak mengikuti
kebiasaan nongkrong di Takor FISIP disebut mahasiswa kriminologi. Disebut mahasiswa karena
setelah kuliah usai, mereka biasanya langsung pulang dan belajar bahan-bahan perkuliahan.
Asal-usul kenapa terdapat penyebutan anak kriminologi dan mahasiswa kriminolgi kurang
diketahui oleh narasumber. Ia hanya mengetahui jika penyebutan tersebut sebatas turunan aau
budaya yang telah ada dari senior-senior sebelumnya.
Stigma “Keras” melekat pada mahasiswa Kriminologi karena masyarakat melihat jika
hal-hal yang dipelajari di dalam kriminolgi berhubungan dengan kekerasan maupun
penyimpanyan-penyimpangan. lebih menitikberatkan pada asal kata kriminologi itu sendiri,
yaitu kriminal yang identik dengan tindakan kriminalitas. Meskipun tidak diketahui secara pasti,
awal mula bagaimana pandangan seperti itu melekat pada kriminologi, hingga saat ini stigma
tersebut kemudian diwariskan dari tiap angkatan dan membentuk pola perilaku anak kriminologi.
Sebagian besar dari mereka akan mengenakan baju dengan warna hitam sehingga menunjukkan
karakter yang kaku. Selain itu, karena telah melekat stigma yang negative tersebut cenderung

membentuk pola pikir yang “cuek”, tidak peduli dengan hujatan dari orang lain. Kondisi ini
memperkuat pandangan mahasiswa non-kriminolgi bahwa memang benar jika anak kriminologi
itu keras, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, dan memiliki ego yang tinggi. Menurut kak
Shinta, akibat yang signifikan dengan adanya stigma tersebut tidak ada, karena pada dasarnya
baik perilaku maupun pola pikir akan kembali pada indivu masing-masing. Sampai saat ini,
belum ada usaha dari mahasiswa kriminolgi sendiri untuk mengubah stigma negative tersebut,
bahkan stigma itu menjadi identitas tersendiri bagi kriminologi. Hal ini juga berpengaruh
terhadap pergaulan dengan non-kriminologi. Akan tetapi, kembali kepada individu masingmasing, jika mudah beradaptasi dengan orang lain maka label “keras” atau negative yang
melekat pada mereka tidak berlaku.
Dalam kriminologi, terdapat perbedaan loyalitas antar mahasiswa. Kriminologi angkatan
ganjil memiliki hubungan yang kurang solid antar mahasiswa, biasanya yang menjadi anggota
IKK hanya segelintir orang. “Mahasiswa baru angkatan ganjil biasanya tidak mengikuti IKK
karena melihat lebih banyak teman sesame maba yang juga tidak ikut IKK”, tuturnya. sedangkan

bagi angkatan genap akan terlihat lebih loyal. Solidaritas antar mahasiswa lebih tinggi, karena
memang sudah menjadi budaya jika angkatan genap yang mengikuti IKK lebih banyak.
Jumat Ceria merupakan salah satu aktivitas rutin anak kriminologi. Karena tidak pernah
mengikuti kegiatan itu mengakibatkan kurangnya informasi menegenai apa saja yang dilakukan
dalam pertemuan rutin itu. Menurut narasumber, acara itu pasti diikuti oleh anak kriminologi
yang anggota IKK karena itulah “peer group” mereka.

Ketika dalam ajang Olimpiade Fisip, tidak jarang kriminologi bermasalah dengan
department lain. Penyebabnya adalah karena Kriminologi itu kuat, tidak mungkin dikalahkan
oleh yang lain. Bahkan tidak jarang hingga terjadi konflik fisik. Ini juga merupakan pengaruh
yang dibawa oleh senior. Jadi, sejak mahasiswa baru telah ditanamkan nilai-nilai kriminolgi bagi
mereka agar lebih loyal pada department serta mau dan mampu membela prestise Kriminologi
ditengah-tengah pertandingan untuk merebut gelar juara.
Bahasan terakhir mengenai isu empat gender di Fisip. Akan tetapi, narasumber kurang
memahami tentang apa makna dari isu tersebut yang menyebutkan jika di Fisip terdapat istilah
cowok Fisip, cewek Fisip, cowok Komunikasi, dan cewek Kriminologi.
*)Kak Nuvus, Kak Iga
Menurut mereka, status sebagai anggota IKK itu menjadi hal yang eksklusif. factor
utamanya adalah mereka yang IKK akan memperoleh informasi yang lebih update dari senior
mengenai berbagai kompetisi yang ada. Bisa dikatakan pula, yang menyandang status mahasiswa
Kriminologi akan lebih sulit mengikuti kompetisi yang ada karena telah didominasi oleh anak
kriminolgi. Terkadang juga karena memang tidak diberi kesempatan ataupun tawaran untuk
berpartisipasi aktif. Misalnya, pernah suatu waktu Kak Iga diberikan tawaran untuk mengikuti
Olimpiade Fisip oleh anak kriminologi, tapi ditolaknya. Penyebabnya yaitu tawaran tersebut
dirasa hanya sekadar tawaran tanpa ada tuntutan untuk berpartisipasi secara aktif. dengan kata
lain, hanya sebagai formalitas, padahal dalam kenyataannya siapa yang harus aktif dalam
kompetisi telah ditunjuk. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya terdapat jurang

pemisah antara anak kriminolgi dan mahasiswa kriminologi. Terdapat pula perbedaan hak dan
kewajiban dalam kontribusinya atas nama kriminologi.